Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hematemesis (muntah darah) dan melena (berak darah) merupakan
keadaan yang diakibatkan oleh perdarahan saluran cerna bagian atas (upper
gastroinstestinal tract). Kebanyakan kasus hematemesis adalah keadaan gawat
di rumah sakit yang menimbulkan 8-14% kematian di rumah sakit. Faktor
utama yang berperan dalam tingginya angka kematian adalah kegagalan untuk
menilai masalah ini sebagai keadaan klinis yang gawat dan kesalahan
diagnostik dalam menentukan sumber perdarahan.
Di Eropa dan Amerika dalam buku Current Diagnosis & Treatment in
Gastroenterology, sebagian besar penyebab perdarahan saluran cerna atas
adalah tukak peptik. Hal itu sesuai data penelitian CURE yaitu sekitar 55%
pasien perdarahan saluran cerna atas yang disebabkan oleh tukak peptik.
Ari F. Syam (2005) dalam penelitiannya di RSCM Jakarta menyebutkan
kebanyakan penderita perdarahan saluran cerna atas disebabkan oleh varises
esophagus (33,5%). Tingginya angka penderita varises esophagus dikarenakan
adanya hubungan antara varises esophagus dengan penyakit hepatitis B dan C
di Indonesia. Demikian pula pada penelitian Nasrul Zubir dan Julius (1992) di
RSU dr. M. Jamil Padang, jenis kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan
endoskopi yang terbanyak adalah varises esophagus sebanyak 196 penderita
(23,17%), gastritis refluks menempati urutan tertinggi diantara gastritis lainnya
(41,21%). Jumlah tukak lambung dan tukak duodenum pada penelitian ini
hampir sebanding.
Di Perancis, sebuah laporan menyimpulkan bahwa jumlah kematian
dari perdarahan saluran cerna atas telah turun dari sekitar 11 % menjadi 7%;
sebaliknya, dari sumber laporan yang sama dari Yunani mendapatkan tidak
adanya penurunan jumlah kematian tersebut. Di Spanyol sendiri mendapatkan
bahwa perdarahan saluran cerna atas 6 kali lebih sering terjadi dibandingkan
dengan perdarahan saluran cerna bawah. Di Amerika Serikat, setiap tahun
pasien yang masuk ke Instalasi Gawat Darurat dengan sebab perdarahan
1
saluran cerna atas. Sejak tahun 1945, angka kematian di Amerika Serikat oleh
sebab perdarahan saluran cerna atas mencapai 510 % dan tidak berubah
hingga saat ini.
Angka kematian di berbagai belahan dunia menunjukkan jumlah yang
cukup tinggi, terutama di Indonesia yang wajib menjadi perhatian khusus.
Berdasarkan hasil penelitian di Jakarta didapati bahwa jumlah kematian akibat
perdarahan saluran cerna atas berkisar 26 %.
Insiden perdarahan saluran cerna atas dua kali lebih sering pada pria
daripada wanita dalam seluruh tingkatan usia; tetapi jumlah angka kematian
tetap sama pada kedua jenis kelamin. Angka kematian meningkat pada usia
yang lebih tua (>60 tahun) pada pria dan wanita.
Untuk memeriksa perdarahan saluran cerna atas dilakukan pemeriksaan
endoskopi untuk menegakkan diagnosa tentang penyebab yang dapat
menimbulkan perdarahan saluran cerna bahagian atas.
B. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui anatomi saluran cerna bagian atas.
2. Memahami definisi, etiologi, patogenesis dan cara mendiagnosis hematemesis
melena.
3. Mengetahui algoritma penatalaksanaan dan komplikasi hematemesis dan melena.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
B. DEFINISI
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) yaitu perdarahan yang
berasal dari dalam lumen saluran cerna di atas (proksimal) ligamentum Treitz,
mulai dari jejunum proksimal, duodenum, gaster, dan esophagus (1). Hal tersebut
. Melena yaitu keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal (ter) dengan
bau khas, yang menunjukkan perdarahan saluran cerna atas serta dicernanya darah
pada usus halus(3)(4).
C. ETIOLOGI
Beberapa penyebab timbulnya perdarahan di saluran cerna atas yaitu :
1. Kelainan di esophagus
a. Pecahnya varises esophagus
Perdarahan varises secara khas terjadi mendadak dan masif,
kehilangan darah gastrointestinal kronik jarang ditemukan. Perdarahan
varises esofagus atau lambung biasanya disebabkan oleh hipertensi portal
yang terjadi sekunder akibat sirosis hepatis. Meskipun sirosis alkoholik
merupakan penyebab varises esofagus yang paling prevalen di Amerika
Serikat, setiap keadaan yang menimbulkan hipertensi portal dapat
mengakibatkan perdarahan varises. Lebih lanjut, kendati adanya varises
berarti adanya hipertensi portal yang sudah berlangsung lama, penyakit
hepatitis akut atau infiltrasi lemak yang hebat pada hepar kadang-kadang
menimbulkan varises yang akan menghilang begitu abnormalitas hepar
disembuhkan. Meskipun perdarahan SMBA pada pasien sirosis umumnya
berasal dari varises sebagai sumber perdarahan, kurang lebih separuh dari
pasien ini dapat mengalami perdarahan yang berasal dari ulkus peptikum
atau gastropati hipertensi portal. Keadaan yang disebut terakhir ini terjadi
akibat
penggembungan
vena-vena
mukosa
lambung.
Sebagai
D. PATOFISIOLOGI
Mekanisme perdarahan pada hematemesis dan melena sebagai berikut :
1. Perdarahan tersamar intermiten (hanya terdeteksi dalam feces atau adanya anemia
defisiensi Fe+)
2. Perdarahan masif dengan renjatan
Untuk mencari penyebab perdarahan saluran cerna dapat dikembalikan pada
faktor-faktor penyebab perdarahan, yaitu (1):
1. Faktor pembuluh darah (vasculopathy) seperti pada tukak peptik, pecahnya
varises esophagus
2. Faktor trombosit (trombopathy) seperti pada Idiopathic Thrombocytopenia
Purpura (ITP)
3. Faktor kekurangan zat pembekuan darah (coagulopathy) seperti pada hemophilia,
sirosis hati, dan lain-lain
Pada sirosis kemungkinan terjadi ketiga hal di atas : vasculopathy
(pecahnya varises esophagus); trombopathy (pengurangan trombosit di tekanan
perifer akibat hipersplenisme); coagulopathy (kegagalan sel-sel hati)(1).
Khusus pada pecahnya varises esophagus ada 2 teori(1) :
1. Teori erosi : pecahnya pembuluh darah karena erosi dari makanan kasar
(berserat tinggi dan kasar) atau konsumsi NSAID
2. Teori erupsi : karena tekanan vena porta terlalu tinggi, atau peningkatan
tekanan intraabdomen yang tiba-tiba karena mengedan, mengangkat barang
berat, dan lain-lain
7
E. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis yang muncul bisa berbeda-beda, tergantung pada(6) :
1. Letak sumber perdarahan dan kecepatan gerak usus
2. Kecepatan perdarahan
3. Penyakit penyebab perdarahan
4. Keadaan penderita sebelum perdarahan
Pada hematemesis, warna darah yang dimuntahkan tergantung dari asam
hidroklorida dalam lambung dan campurannya dengan darah. Jika vomitus terjadi
segera setelah perdarahan, muntahan akan tampak berwarna merah dan baru
beberapa waktu kemudian penampakannya menjadi merah gelap, coklat atau
hitam. Bekuan darah yang mengendap pada muntahan akan tampak seperti ampas
kopi yang khas. Hematemesis biasanya menunjukkan perdarahan di sebelah
proksimal ligamentum Treitz karena darah yang memasuki traktus gastrointestinal
di bawah duodenum jarang masuk ke dalam lambung(2).
Meskipun perdarahan yang cukup untuk menimbulkan hematemesis
biasanya mengakibatkan melena, kurang dari separuh pasien melena menderita
hematemesis. Melena biasanya menggambarkan perdarahan esophagus, lambung
atau duodenum. Namun lesi di jejunum, ileum bahkan kolon ascendens dapat
menyebabkan melena jika waktu perjalanan melalui traktus gastrointestinal cukup
panjang(2). Diperkirakan darah dari duodenum dan jejunum akan tertahan di
saluran cerna selama 68 jam untuk merubah warna feses menjadi hitam. Feses
tetap berwarna hitam seperti ter selama 4872 jam setelah perdarahan berhenti. Ini
bukan berarti keluarnya feses warna hitam tersebut menandakan perdarahan masih
berlangsung. Darah sebanyak 60 mL cukup untuk menimbulkan satu kali buang
air besar dengan tinja warna hitam. Kehilangan darah akut yang lebih besar dari
jumlah tersebut dapat menimbulkan melena lebih dari tujuh hari. Setelah warna
tinja kembali normal, hasil tes untuk adanya perdarahan tersamar dapat tetap
positif selama 710 hari setelah episode perdarahan tunggal.
Warna hitam melena akibat kontak darah dengan asam HCl sehingga
terbentuk hematin. Tinja akan berbentuk seperti ter (lengket) dan menimbulkan
bau khas. Konsistensi ini berbeda dengan tinja yang berwarna hitam/ gelap yang
muncul setelah orang mengkonsumsi zat besi, bismuth atau licorice. Perdarahan
gastrointestinal sekalipun hanya terdeteksi dengan tes occult bleeding yang positif,
menunjukkan penyakit serius yang harus segera diobservasi(2).
Kehilangan darah 500 ml jarang memberikan tanda sistemik kecuali
perdarahan pada manula atau pasien anemia dengan jumlah kehilangan darah yang
sedikit sudah menimbulkan perubahan hemodinamika. Perdarahan yang banyak
dan cepat mengakibatkan penurunan venous return ke jantung, penurunan curah
jantung (cardiac output) dan peningkatan tahanan perifer akibat refleks
vasokonstriksi. Hipotensi ortostatik 10 mmHg (Tilt test) menandakan
perdarahan minimal 20% dari volume total darah. Gejala yang sering menyertai :
sinkop, kepala terasa ringan, mual, perspirasi (berkeringat), dan haus. Jika darah
keluar 40 % terjadi renjatan (syok) disertai takikardi dan hipotensi. Gejala pucat
menonjol dan kulit penderita teraba dingin(2).
Pasien muda dengan riwayat perdarahan saluran cerna atas singkat dan
berulang disertai kolaps hemodinamik dan endoskopi normal, dipertimbangkan
lesi Dieulafoy (adanya arteri submukosa dekat cardia yang menyebabkan
perdarahan saluran cerna intermiten yang banyak)(3).
F. DIAGNOSIS BANDING
1. Hemoptoe(8)
2. Hematokezia(8)
G. DIAGNOSIS
1. Anamnesis(9)
a. Sejak kapan terjadi perdarahan, perkiraan jumlah, durasi dan frekuensi
perdarahan
b. Riwayat perdarahan sebelumnya dan riwayat perdarahan dalam keluarga
c. Ada tidaknya perdarahan di bagian tubuh lain
d. Riwayat muntah berulang yang awalnya tidak berdarah (Sindrom MalloryWeiss)
e. Konsumsi jamu dan obat (NSAID dan antikoagulan yang menyebabkan nyeri
atau pedih di epigastrium yang berhubungan dengan makanan)
f. Kebiasaan minum alkohol (gastritis, ulkus peptic, kadang varises)
9
g. Kemungkinan penyakit hati kronis, demam dengue, tifoid, gagal ginjal kronik,
diabetes mellitus, hipertensi, alergi obat
h. Riwayat tranfusi sebelumnya
2. Pemeriksaan fisik
Langkah awal adalah menentukan berat perdarahan dengan fokus pada
status hemodinamik, pemeriksaannya meliputi(9) : a. Tekanan darah dan nadi
posisi baring
b. Perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi
c. Ada tidaknya vasokonstriksi perifer (akral dingin)
d. Kelayakan napas dan tingkat kesadaran
e. Produksi urin
Perdarahan akut dalam jumlah besar (> 20% volume intravaskuler)
mengakibatkan kondisi hemodinamik tidak stabil, dengan tanda(9) :
a. Hipotensi (<90/60 mmHg atau MAP <70 mmHg) dengan frekuensi nadi >
100 x/menit
b. Tekanan diastole ortostatik turun >10 mmHg, sistole turun >20 mmHg.
c. Frekuensi nadi ortostatik meningkat >15 x/menit
d. Akral dingin
e. Kesadaran turun
f. Anuria atau oligouria (produksi urin <30 ml/jam)
Selain itu pada perdarahan akut jumlah besar ditemukan hal-hal berikut(9): a.
Hematemesis
b. Hematokezia
c. Darah segar pada aspirasi nasogastrik, dengan lavase tidak segera jernih
d. Hipotensi persisten
e. Tranfusi darah > 800 1000 ml dalam 24 jam
Khusus untuk penilaian hemodinamik (keadaan sirkulasi) perlu dilakukan
evaluasi jumlah perdarahan, dengan criteria(10) :
Perdarahan (%)
Keadaan hemodinamik
<8
Hemodinamik stabil
8 15
Hipotensi ortostatik
15 25
Renjatan (syok)
25 40
Renjatan + penurunan kesadaran
>40
Moribund (physiology futility)
Selanjutnya pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan adalah(10) :
10
dengan
Perdarahan SCBA
Hematemesis dan/atau
melena
Berdarah
Meningkat >35
Hiperaktif
Perdarahan SCBB
Hematokezia
Jernih
<35
Normal
I. PENATALAKSANAAN
1. Tatalaksana Umum
11
Tindakan
umum
terhadap
pasien
diutamakan
airway-
12
3. Memulangkan pasien(10)
Sebagian besar pasien umumnya pulang pada hari ke 14 perawatan.
Algoritma Penatal
a ksanaan Penderita Perdarahan SCBA
14
J. KOMPLIKASI(8)
1. Syok hipovolemik
2. Aspirasi pneumonia
3. Gagal ginjal akut
4. Sindrom hepatorenal koma hepatikum
5. Anemia karena perdarahan
15
BAB III
KESIMPULAN
1. Perdarahan saluran cerna atas (SCBA) yaitu perdarahan dari lumen saluran cerna
di atas ligamentum Treitz mengakibatkan hematemesis dan melena.
2. Hematemesis adalah muntah darah dalam bentuk segar atau berubah karena
enzim dan asam lambung menjadi kecoklatan berbentuk butiran kopi.
3. Melena adalah tinja yang lengket dan hitam seperti aspal dengan bau khas.
4. Etiologi perdarahan SCBA antara lain :
a. Kelainan esophagus : pecah varises esophagus, Ca esophagus, sindrom
Mallory-Weiss, esofagogastritis korosiva, esofagitis & tukak esofagus
b. Kelainan lambung : gastritis erosif hemoragika, tukak lambung, Ca lambung
c. Kelainan di duodenum : tukak duodeni, Ca papilla vaterii
5. Manifestasi klinis perdarahan SCBA tergantung dari : a) letak sumber perdarahan
& kecepatan gerak usus; b) kecepatan perdarahan; c) penyakit penyebab
perdarahan; d) keadaan sebelum perdarahan.
6. Diagnosis perdarahan SCBA yaitu :
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisik : penentuan status hemodinamik, evaluasi jumlah perdarahan,
tanda fisik lain
c. Pemeriksaan penunjang : tes darah, faal hemostasis, elektrolit, faal hati, EKG &
foto thorax, endoskopi (gold standar) 7. Diagnosis bandingnya yaitu hemoptoe
dan hematokezia.
8. Penatalaksaan secara umum dan khusus.
9. Keadaan memperburuk prognosis : gagal jantung kongestif/ infark miokard,
PPOK, sirosis, gagal ginjal, keganasan, >60 tahun, gangguan pembekuan.
10. Komplikasinya yaitu : syok hipovolemik, aspirasi pneumonia, gagal ginjal akut,
sindrom hepatorenal koma hepatikum, anemia karena perdarahan.
LAMPIRAN
16
Ca-esofagus
Mallory-Weiss syndrom
Esofagogastritis korosiva
Gastritis erosiva
hemoragika
Tukak lambung
17
Ca-lambung
Tukak duodeni
Ca-papila Vateri
DAFTAR PUSTAKA
(1) Astera, I W.M. & I D.N. Wibawa. Tata Laksana Perdarahan Saluran Makan
Bagian Atas : dalam Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta : EGC.
1999 : 53 62.
(2) Richter, J.M. & K.J. Isselbacher. Perdarahan Saluran Makanan : dalam
Harrison (Prinsip Ilmu Penyakit Dalam) Jilid I. Jakarta : EGC. 1999 : 259 62.
(3) Davey, P. Hematemesis & Melena : dalam At a Glance Medicine. Jakarta :
Erlangga. 2006 : 36 7.
(4) Hastings,
G.E. Hematemesis &
Melena
wichita.kumc.edu/hastings/hematemesis.pdf . 2005.
(7) Purwadianto, A. & Budi S. Hematemesis & Melena : dalam Kedaruratan Medik.
Jakarta : Binarupa Aksara. 2000 : 105 10.
18
19