You are on page 1of 24

ASKEP GANGGUAN HALUSINASI PENDENGARAN

Diposkan oleh Amel_Lia


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perawat masa kini dituntut untuk memberikan pelayanan kesehatan/
keperawatan yang bermutu tinggi kepada masyarakat. Hal ini dapat diwujudkan
bila perawat mampu menggunakan metode pendekatan pemecahan masalah
(problem solving approach), menerapkan hasil penelitian/ pengetahuan terbaik
(evidence based practice), bekerja dengan baik bersama tim kesehatan, serta
melakukan pengkajian kemampuan diri/reflek diri untuk mengetahui kelebihan
dan kekurangan dari aspek profesional yang harus dikuasai.
Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan
antara rangsang yang timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan,
sensasi somatic dengan impuls dan stimulus eksternal. Dengan maksud bahwa
manusia masih mempunyai kemampuan dalam Membandingkan mana yang
merupakan respon dari dirinya.
Halusinasi merupakan respon persepsi paling maladapatif. Jika klien sehat,
persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus
berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra (pendengaran,
penglihatan, penghidupan, pengecapan, dan perabaan), sedangkan klien dengan
halusinasi mempersepsikan suatu stimulus pasca indra walaupun sebenarnya
stimulus itu tidak ada.
Pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang
melibatkan hubungan kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga atau
masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Asuhan keperawatan
juga menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian
menentukan masalah atau diagnosa, menyusun rencana tindakan keperawatan,
implementasi dan evaluasi.
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk memahami proses terjadinya halusinasi.

2. Untuk memahami penyebab, tahapan dan jenis-jenis halusinasi.


3. Untuk mempelajari penyusunan laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan
pada pasien dengan gangguan halusinasi.
1.3. Manfaat
Dengan disusunnya makalah ini, diharapkan dapat diperoleh manfaat sebagai
berikut :
1. Dapat menerapkan asuhan keperawatan pada pasien gangguan halusinasi kelak di
lapangan.
2. Sebagai bahan referensi untuk para pembaca.

BAB II
KASUS SEMU

KLIEN DENGAN MASALAH UTAMA PERUBAHAN SENSORI-PERSEPTUAL :HALUSINASI


PENDENGARAN.
Tuan A, umur 31 tahun, mempunyai anak satu, klien sudah 5 tahun
ditinggalkan oleh istrinya tanpa diketahui dan ke mana perginya. Klien beragama
Islam, pendidikan akademi tamat. Saat ini klien tidak bekerja. Klien tinggal di
rumah hanya dengan pembantunya orang yang terdekat dengan klien adalah orang
tua (ibu), tapi ibu klien telah meninggal 2 tahun yang lalu. Klien dirawat di RSJ
untuk ke-2 kalinya dengan alasan mengamuk, merusak lingkungan dan tidak
mengurus diri., klien mengatakan bahwa dirinya tidak mampu menjadi kepala
keluarga yang baik, dan tidak berdaya untuk melakukan apapun. Klien juga
mengatakan bahwa ia sering mendengar suara-suara yang ingin membunuh dirinya.
Suara-suara itu sangat menakutkan sehingga klien kesal dan ingin memukul-mukul,
melempar barang-barang agar suara tersebut hilang.
Dari observasi didapat data : rambut tidak disisir dan kotor, janggut dan
kumis tidak terawat, kuku panjang dan hitam, baju kotor, selama di RS, klien
selalu menyendiri duduk di pojok atau tiduran di tempat tidur, kadang-kadang
klien berjalan mondar-mandir. Klien sering berbicara sendiri.

BAB III
TINJAUAN TEORI

Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan
(stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya
padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu.
halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera
(Isaacs, 2002).
Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa
adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana
terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan
tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari
dalam diri individu. Dengari kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang
tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan (Nasution,
2003).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca
indera tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu
persepsi melalui panca indera tanpa stimulus eksterna: persepsi palsu halusinasi
adalah penyerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indera seseorang
pasien yang terjadi dalam keadaan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik,
psikotik ataupun histerik (Maramis, 1994).
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu
yang sebenarnya tidak, terjadi.
Halusinasi adalah suatu penghayatan yang dialami seperti suatu persepsi
melalui panca indera tanpa stimuli eksterna; persepsi palsu (Lubis, 1993).
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien
merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun
tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut (Izzudin,
2005).
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli mengenai
halusinasi di atas, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa halusinasi
adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada,
stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi pendengaran adalah
kondisi dimana pasien mendengar suara, terutamanya suara-suara orang yang
sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk
melakukan sesuatu.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

1.
2.

3.

4.

5.

Penyebab dari Halusinasi


Salah satu penyebab dari perubahan sensori perseptual : halusinasi yaitu
isolasi social : menarik diri. Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari
interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins,
1993).
Tanda dan Gejala :
Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
Menghindar dari orang lain (menyendiri).
Komunikasi kurang/tidak ada. Klien tidak tampak bercakap-cakap dengan klien
lain/perawat.
Tidak ada kontak mata, klien sering menunduk.
Berdiam diri di kamar/klien kurang mobilitas.
Menolak berhubungan dengan orang lain, klien memutuskan percakapan atau
pergi jika diajak bercakap-cakap.
Tidak/jarang melakukan kegiatan sehari-hari.
(Budi Anna Keliat, 1998)
Rentang Respon Halusinasi
Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu respon
maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi. Rentang
respon.
Rentang respon neurobiologi dijelaskan sebagai berikut :
Pikiran logis
Yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
Persepsi akurat
Yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indera yang didahului oleh
perhatian.
Emosi konsisten
Yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau efek keluar disertai banyak
komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
Perilaku sesuai
Perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah masih dapat
diterima oleh norma-norma sosial dan budaya umum yang berlaku.
Hubungan sosial harmonis

Yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar individu dan individu,
individu dan kelompok dalam bentuk kerjasama.
6. Proses pikir kadang terganggu (ilusi)
Yaitu manifestasi dari persepsi impuls eksternal melalui alat panca indera yang
memproduksi gambaran sensorik dan area tertentu diotak kemudian diinterpretasi
sesuai dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.
7. Emosi berlebihan atau kurang
Yaitu manifastasi perasaan atau afek keluar berlebihan atau kurang.
8. Perilaku tidak sesuai atau biasa
Yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalahnya
tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum yang berlaku.
9. Perilaku aneh atau tidak biasa
Perilaku individu berupa tindakan nyata dalam menyelesaikan masalahnya tidak
diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum yang berlaku.
10. Menarik diri
Yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari
hubungan dengan orang lain.
11. Isolasi sosial
Menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi.
Rentang respon halusinasi (berdasarkan Stuart dan Laria, 2001)
Respon Adaptif _______________________Respon Maladaptif
o Pikiran logis
o Distorsi pikiran.
o Gangguan pikir.
o Persepsi akurat.
o Ilusi.
o Halusinasi.
o Emosi konsisten dengan
o Reaksi emosi
o Sulit berespon emosi.
pengalaman.
o Prilaku sesuai.

o Perilaku aneh/tidak biasa.

o Prilaku disorganisasi.

o Menarik diri.
o Berhubungan sosial.

o Isolasi sosial.

Etiologi
Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah :
Faktor Predisposisi
1. Biologis

a.

b.

c.

2.

3.

a.

b.

Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon


neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh
penelitian-penelitian yang berikut :
Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas
dalam perkembangan schizophrenia. Lesi pada daerah frontal, teniporal dan limbik
berhubungan dengan perilaku psikotik.
Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan
masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya
schizophrenia.
Pembesaran ventrikel dan penurunan massakortikal menunjukkan terjadinya
atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan
schizophrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian
depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut
didukung oleh otopsi (post-mortem).
Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi
psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi
gangguan orientasi realitas, adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam
rentang hidup klien.
Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.
Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah
adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna,
putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah
koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006). Menurut
Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah :
Biologis
Gangguan dalam, komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses
informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang
diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
Stress lingkungan

Ambang toleraiisi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan


untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

Fase

Fase

Fase

Fase

Tahapan Halusinasi
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia
(2001) dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu :
I
: Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah
dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk
meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakkan mata yang cepat, diam dan asyik
sendiri.
II : Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan
mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan.
Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti
peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah), asyik
dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi
dengan realita.
III : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada
halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain,
berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada
dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubung dengan
orang lain.
IV : Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi.
Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon
terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang.
Kondisi klien sangat membahayakan.
Jenis-jenis Halusinasi
Struart dan Laria, 1998 membaginya seperti tabel berikut :
Jenis
Prosentase
Karakteristik
Halusinasi
Pendengaran
(auditorik)

70 %

Mendengar suara-suara atau kebisingan, paling sering


suara, orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas
sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien bahkan

sampai ke percakapan lengkap antara 2 orang atau lebih


tentang orang yang mengalami halusinasi.
Penglihatan
(Visual)

20%

Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar


geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau
kompleks, bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan
seperti melihat monster.

Penghidu

Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urine atau

(Olfactory)

feces. Umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan.

Pengecapan

Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urine atau feces.

(gustatory)
Perabaan

Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus

(tactile)

yang jelas, rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah,


benda mati atau orang lain.

Cenesthetic

Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau


arteri, pencernaan makanan atau pembentukan urine.

Kinesthetic

Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

BAB IV
LAPORAN PENDAHULUAN KASUS SEMU
DAN ASUHAN KEPERAWATAN
4.1. Pengertian
Halusinasi adalah gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca
indera tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu
persepsi melalui panca indera tanpa stimulus eksteren : persepsi palsu.
Halusinasi pendengaran adalah kondisi di mana pasien mendengar suara,
terutama suara-suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang
dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
3.1. Etiologi
Pohon Masalah

Akibat

Masalah
Utama

Penyebab

Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga bisa
membahayakan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal ini terjadi
halusinasi sudah sampai pada fase empat, dimana klien mengalami panic dan
perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya. Masalah yang menyebabkan
halusinasi itu adalah harga diri rendah dan isolasi sosial, akibat rendah diri dan
kurangnya berhubungan sosial maka klien menjadi menarik diri dari lingkungan
(Keliat, 2006).
3.2. Manifestasi Klinis
1. Kecemasan, stress.
2. Tampak tremor dan berkeringat.
3. Perilaku panik.
4. Perasaan yang terpisah.
5. Kesepian.
6. Suka menyendiri.
7. Tertawa/tersenyum sendiri.
8. Bicara sendiri/menggerakkan bibir tanpa suara.
9. Tidak dapat mengurus diri sendiri.
10. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah.
11. Pergerakan mata yang cepat.
12. Ekspresi muka tegang.
13. Menarik diri dari orang lain.
14. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
15. Berusaha untuk menghindari orang lain.
16. Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
17. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
18. Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
19. Sulit berhubungan dengan orang lain.
20. Bertindak merusak diri, orang lain, dan lingkungan.
21. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.

3.3. Asuhan Keperawatan


3.3.1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data meliputi data
biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Data pada pengkajian kesehatan jiwa
dapat dikelompokkan menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian
terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien.
Berbagai aspek pengkajian sesuai dengan pedoman pengkajian umum, pada
formulir pengkajian proses keperawatan. Pengkajian meliputi beberapa faktor
antara lain :
1. Identitas klien dan penanggung yang perlu dikaji yaitu: nama, umur, jenis
kelamin, agama, suku, status, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
2. Alasan masuk rumah sakit
Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa tidak
mampu menawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala yang
dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan
perawatan.
3. Faktor predisposisi :
a. Faktor perkembangan terlambat.
1) Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.
2) Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
3) Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan.
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
1) Komunikasi peran ganda;.
2) Tidak ada komunikasi.
3) Tidak ada komunikasi.
4) Tidak ada kehangatan.
5) Komunikasi dengan emosi berlebihan.
6) Komunikasi tertutup.
7) Orang tua yang membandingkan anak-anaknya, orang tua yang otoritas dan
komplik orang tua.
c. Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang
terlalu tinggi.
d. Faktor psikologis

e.

f.

4.

a.

b.

c.

Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal tinggi.
Harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan
koping destruktif.
Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel,
perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbik.
Faktor genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melaluiu kromoson
tertentu. Namun demikian kromoson yang ke berapa yang menjadi faktor penentu
gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian.
Perilaku
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa
tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak
mampu mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak
membedakan yang nyata dengan yang tidak nyata.
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis
halusinasinya. Apabila perawat. mengidentifikasi adanya tanda-tanda dan perilaku
halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar
mengetahui jenis halusinasi saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang
diperlukan meliputi :
Isi halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan
suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien,
jika halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang
dikecap jika halusinasi pengecepan, dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh
jika halusinasi perabaan.
Waktu dan frekuensi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi
muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu
muncul. Informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi
dan menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami halusinasi.
Situasi pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul.
Selain itu perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang
munculya halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.

d. Respon klien
Untuk menentukan sejauhmana halusinasi telah mempen-garuhi klien bisa dikaji
dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi.
Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak
berdaya terhadap halusinasinya.
5. Pemeriksaan fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi. pernafasan dan tekanan darah),
berat badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien.
Status Mental
Pengkajian pada status mental meliputi :
a. Penampilan : tidak rapi, tidak serasi dan cara berpakaian.
b. Pembicaraan: terorganisir atau berbelit-belit.
c. Aktivitas motorik: meningkat atau menurun.
d. Alami perasaan suasana hati dan emosi.
e. Afek: sesuai atau maladaptif seperti tumpul, datar, dan ambivlen.
f. Interaksi selama wawancara: respon verbal dan nonverbal.
g. Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai dengan
informasi.
h. Proses pikir : proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik dan
dapat mempengaruhi , proses pikir.
i. Isi pikir: berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis.
j. Tingkat kesadaran: orientasi waktu, tempat dan orang.
k. Memori
1) Memori jangka panjang : mengingat peristiwa setelah lebih setahun berlalu.
2) Memori jangka pendek : mengingat peristiwa seminggu yang lalu dan pada saat
dikaji.
l. Kemampuan konsentrasi dan berhitung : kemampuan menyelesaikan tugas dan
berhitung sederhana.
m. Kemampuan penilaian : apakah terdapat ringan sampai berat.
n. Daya tilik diri : kemampuan dalam mengambil keputusan tentang diri. Kebutuhan
persiapan pulang : yaitu pola aktifitas sehari-hari termasuk makan dan minum,
BAB dan BAK, istirahat tidur, perawatan diri, pengobatan dan pemeliharaan
kesehatan serta aktifitas dalam dan luar ruangan.
3.3.2. Masalah Keperawatan
Dari pohon masalah didapat masalah keperawatan sebagai berikut :

1.
2.
3.
4.
5.
6.
3.3.3.
1.

Gangguan sensori-perseptual : halusinasi pendengaran.


Potensial amuk.
Gangguan hubungan interpersonal : menarik diri.
Gangguan perawatan mandiri.
Intoleransi aktivitas.
Harga diri rendah kronis.
Diagnosa Keperawatan
Resiko tinggi melakukan kekerasan yang berhubungan dengan halusinasi
pendengaran.
2. Gangguan sensori perseptual : halusinasi pendengaran yang berhubungan dengan
menarik diri.
3. Gangguan hubungan interpersonal : menarik diri berhubungan dengan harga diri
rendah kronis.
4. Gangguan defisit perawat diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas.
3.3.4. Intervensi Keperawatan
Rencana Tindakan Keperawatan Kesehatan Jiwa
Nama : Tn. A
Ruangan : A
RM. No. 001
Data
Etiologi
1. Resiko Tinggi melakukan kekerasan yang
berhubungan dengan halusinasi
pendengaran.
Data subjektif :
1.
- Mendengar suara-suara.
- Takut terhadap suara-suara yang
a.
didengar.
b.
- Ingin memukul dan melempar barang- c.
barang.
Data objektif :
d.
- Dirawat ke-2 kalinya dengan alasan
amuk.
2.
- Klien sering berbicara sendiri.
a.
b.

Tujuan umum :
Klien tidak melakukan kekerasan.
Tujuan khusus :
Klien dapat mengungkapkan perasaannya.
Tindakan keperawatan :
Bina hubungan saling percaya
Ciptakan lingkungan yang hangat dan bersahabat.
Dorong dan beri kesempatan klien untuk mengungkapkan
perasaannya.
Ajak klien membicarakan hal-hal nyata yang ada di
lingkungan.
Klien dapat mengenal halusinasinya.
Tindakan keperawatan :
Adakah kontak sering dan singkat.
Observasi perilaku (verbal dan non verbal) yang berhubungan
dengan halusinasi.
c. Identifikasi bersama klien tentang waktu munculnya, dan
frekuensi timbulnya halusinasi.

d. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya ketika


halusinasi muncul.
e. Diskusikan dengan klien mengenai perasaannya saat terjadi
halusinasi.
3. Klien dapat mengendalikan halusinasinya
Tindakan keperawatan :
a. Identifikasi bersama klien tindakan yang bisa dilakukan bila
suara-suara tersebut ada.
b. Beri penguatan dan pujian terhadap tindakan klien yang
positif.
c. Bersama klien merencanakan kegiatan untuk mencegah
terjadinya halusinasi.
d. Diskusikan cara mencegah timbulnya halusinasi dan
mengendalikan halusinasi. Contoh : bicara dengan orang lain,
melakukan kegiatan, mengatakan pada suara saya tidak mau
dengar.
e. Dorong klien untuk memilih cara yang akan digunakannya
dalam menghadapi halusinasi.
f. Beri penguatan dan pujian terhadap pilihan klien yang benar.
g. Dorong klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan cara
yang telah dipilih dalam menghadapi halusinasi.
h. Diskusikan dengan klien hasil upaya yang telah dilakukan.
i. Berikan penguatan atau upaya yang berhasil dan beri jalan
keluar atas upaya yang belum berhasil.
4. Klien mendapat dukungan keluarga untuk mengendalikan
halusinasinya.
Tindakan keperawatan :
a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga.
b. Kaji pengetahuan keluarga tentang halusinas dan tindakan
yang dilakukan dalam merawat klien.
c. Beri penguatan dan pujian terhadap tindakan yang posisi.
d. Diskusikan dengan keluarga tentang halusinasi, tanda, dan cara
merawat klien di rumah.
e. Anjurkan keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien di
rumah.
f. Beri penguatan dan pujian terhadap tindakan yang tepat.
5. Klien dapat menggunakan obat untuk mengendalikan

a.
b.
c.
d.
2. Gangguan hubungan interpesonal :
menarik diri berhubungan dengan harga
diri rendah.
Data objektif :
1.
Pasien selalu menyendiri duduk di pojok.
a.
Kadang-kadang pasien berjalan mondar-b.
mandir.
c.
Pasien sering berbicara sendiri.
d.
e.
f.
2.

3.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
4.
a.

halusinasinya.
Tindakan keperawatan :
Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang obat utuk
mengendalikan halusinasi.
Bantu klien untuk pastikan bahwa klien minum obat sesuai
dengan program dokter.
Observasi tnda dan gejala terkait efek dan efek samping obat.
Diskusikan dengan dokter tentang efek dan efek samping obat.
Tujuan :
Klien tidak menarik diri dan berinteraksi dengan orang lain.
Tindakan keperawatan melalui :
Psikoterapeutik.
Bina hubungan saling percaya.
Dengarkan apa yang diungkapkan oleh klien.
Lakukan kontak yang sering dan singkat.
Support dan anjurkan klien untuk berkomunikasi dengan
perawat bila ada sesuatu yang dipikirkan.
Berikan reinforcement positif.
Dorong klien untuk melihat hal-hal yang positif tentang
dirinya.
Kegiatan sehari-hari (ADL)
Batasi klien untuk tidak melamun/menyendiri dengan cara
libatkan klien dala aktivitas rutin di ruangan, misalnya
menyiapkan makanan, menyapu, merapikan tempat tidur,
mencuci piring.
Psikofarmaka
Diskusikan dengan klien dan keluarganya tentang terapi obat
serta efek samping yang timbul.
Berikan obat-obatan dengan prinsip limabenar.
Dampingi klien saat minum obat.
Yakinkan bahwa obat telah diminum oleh klien.
Berikan reinforcement positif, bila klien minum obat dengan
teratur.
Lakukan pencatatan setelah pemberian obat.
Terapi lingkungan
Anjurkan klien untuk berkenalan dengan orang lain, satu kali
tiap hari.

b. Diskusikan cara berinteraksi lebih lanjut.


c. Temani klien dengan berada di samping klien mulai dari diam
sampiai berkomunikasi verbal sederhana, bertahap sesuai
dengan kemampuan klien.
d. Libatkan klien dalam berinteraksi kelompok yang dilakukan
secara bertahap dari kelompok yang kecil sampai kelompok
yang besar.
e. Libatkan klien dalam kegiatan aktivitas kelompok (TAK :
sosialisasi).
f. Sediakan sarana informasi dan hiburan seperti
majalah, surat kabar, TV.
5. Pendidikan kesehatan
a. Libatkan keluarga untuk selalu untuk selalu kontak dengan
klien, misalnya keluara mengunjungi klien minimal satu
seminggu.
b. Mengajarkan klien cara berkenalan pada klien lain.
c. Diskusikan dengan klien peristiwa yang menyebabkan
menarik diri.
d. Memberikan penjelasan kepada keluarga tentang cara merawat
klien dengan menarik diri.
e. Anjurkan pada keluarga mengikutisertakan klien dalam
keluarga dan lingkungan masyarakat.
f. Berikan penjelasan pentingnya minum obat secara teratur pada
klien dan keluarga.
3. Defisit perawatan diri berhubungan
dengan intoleransi aktivitas.
Data objektif :
- Rambut tidak disisir dan kotor.
- Janggut dan kumis tidak terawat.
- Kuku panjang dan hitam.
- Baju kotor.

1.
a.
b.
c.
d.
2.
a.

Tujuan :
Klien berminat dan mampu memelihara kebersihan dirinya.
Rencana tindakan :
Psikoterpeutik
Kaji perasaan klien dan pengetahuan tentang kebersihan diri.
Berikan dukungan yang positif terhadap hal-hal yang dicapai
oleh klien.
Support secara terus menerus agar mempertahankan dan
meningkatkan kebersihan dirinya.
Beri reinforcement positif terhadap hal-hal yang telah
dilakukan klien.
Kegiatan sehari-hari (ADL)
Buat jadwal bersama klien tentang perawatan diri : mandi,

b.
c.
d.
e.
3.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
4.
a.
b.

c.

d.
e.

5.
a.
b.

c.
d.
e.

gosok gigi, cuci rambut, potong kuku.


Bersama klien menyiapkan alat-alat kebersihan diri.
Buat jadwal bersama klien tentang kegiatan kebersihan diri.
Mengingatkan klien tentang waktu melakukan kebersihan diri.
Mengajak klien untuk melakukan kegiatan kebersihan diri
sesuai jadwal.
Psikofarmaka
Diskusikan dengan klien dan keluarganya tentang terapi obat
serta efek samping yang timbul.
Berikan obat-obatan dengan prinsip limabenar.
Dampingi klien saat minum obat.
Yakinkan bahwa obat telah diminum oleh klien.
Berikan reinforcement positif, bila klien minum obat dengan
teratur.
Lakukan pencatatan setelah pemberian obat.
Terapi lingkungan
Libatkan klien dalam terapi aktivitas kelompok (TAK :
kebersihan diri).
Orientasikan klien pada fasilitas/sarana untuk kebersihan diri,
seperti kamar mandi, lemari pakaian, washtafel, jemuran
handuk.
Kolaborasi dengan perawat ruangan dan keluarga untuk
mengadakan kebersihan diri : handuk, sabun, sikat gigi, odol,
gunting kuku, dan lain-lain.
Bersama klien menciptakan suasana lingkungan yang bersih.
Berikan gambar-gambar/poster, lukisan yang mendukung klien
untuk kebersihan diri seperti : bersih itu sehat, sudah rapikah
anda, gambar cara menggosok gigi yang benar.
Pendidikan kesehatan
Diskusikan dengan klien kebersihan diri.
Diskusikan cara-cara kebersihan diri, antara lain : mandi dua
kali dengan sabun, ganti pakaian setiap hari, sikat gigi dengan
odol, mencuci rambut dua sampai tiga kali seminggu, potong
kuku kalau panjang.
Diskusikan cara mandi yang benar.
Anjurkan klien ganti baju, celana, gosok gigi setiap hari.
Kaji pengetahuan klien tentang kebersihan diri.

f.

Diskusikan dengan keluarga tentang kebersihan diri, arti


bersih, tanda-tanda bersih, tujuan kebersihan diri.
g. Diskusikan dengan keluarga tentang cara-cara menjaga
kebersihan diri.

3.3.5. Implementasi Keperawatan


Menurut Keliat (2006), implementasi keperawatan disesuaikan dengan
rencana tindakan keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan
masalah utama yang aktual dan mengancam integritas klien beserta
lingkungannya. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah
direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan
masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien pada saat ini (here and now).
Hubungan saling percaya antara perawat dengan klien merupakan dasar utama
dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.
3.3.6. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi menurut Keliat (2006) adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai
efek dari tindakan keperawatan kepada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus
pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan. Evaluasi
dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan
tiap selesai melakukan tindakan keperawatan dan evaluasi hasil atau sumatif yang
dilakukan dengan membandingkan respons klien dengan tujuan yang telah
ditentukan :
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP dengan
penjelasan sebagai berikut :
S
: Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan. Dapat
diukur dengan menanyakan pertanyaan sederhana terkait dengan tindakan
keperawatan seperti coba bapak sebutkan kembali bagaimazna cara mengontrol
atau memutuskan halusinasi yang benar ?
O
: Respon objektif dari klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan.
Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku klien pada saat tindakan dilakukan.
A
: Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah
masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi
dengan masalah yang ada. Dapat membandingkan hasil dengan tujuan.

: Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien yang
terdiri dari tindak lanjut klien dan tindak lanjut perawat. Rencana tindak lanjut
dapat berupa.
a. Rencana diteruskan, jika masalah tidak berubah.
b. Rencana dimodifikasi jika masalah tetap, semua tindakan sudah dijalankan tetapi
hasil belum memuaskan.
c. Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan
masalah yang ada serta diagnosa lama diberikan.

BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa
ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi pendengaran
adalah kondisi dimana pasien mendengar suara, terutamanya suara-suara orang
yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.
2. Tanda dan gejala halusinasi :
a. Apatis, ekspresi sedih, afek tumpul.
b. Komunikasi kurang.
c. Tidak ada kontak mata.
d. Berdiam diri ke kamar.
e. Menolak berhubungan dengan orang lain.
f. Tidak/jarang melakukan kegiatan sehari-hari.
3. Faktor predispitasi terjadinya gangguan halusinasi :
a. Biologis.
b. Stress lingkungan.
c. Sumber koping.
4. Tahap halusinasi
Fase I
: Mengalami perasaan mendalam seperti ansietas.
Fase II
: Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan.
Fase III : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi.
Fase IV : Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti halusinasi.
5. Jenis halusinasi :
a. Pendengaran (auditorik).
b. Penglihatan (visual).
c. Penghidu (olfactori).
d. Pengecapan (gustatori).
e. Peraba (tactile).
f. Cenesthetic.
g. Kinestheti.
5.2. Saran
Dengan disusunnya makalah ini, maka diharapkan :
1. Para pembaca (mahasiswa) mau mengaplikasikannya dalam praktek keperawatan.

2. Para pembaca (mahasiswa) mampu membedakan tata cara memberikan asuhan


keperawatan pada masing-masing pasien.
3. Para pembaca (mahasiswa) mau menjadikan makalah ini sebagai salah satu bahan
bacaan dalam memberikan asuhan keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA
Keliat, Budi Anna. S.Kp.
Jiwa. Jakarta : EGC.

M.App.Sc.dkk.

1998. Proses

Keperawatan

Kesehatan

You might also like