You are on page 1of 14

1.

PENDAHULUAN
Hematemesis (muntah darah) dan melena (berak darah kehitaman) merupakan keadaan
yang diakibatkan oleh perdarahan saluran cerna bagian atas (upper gastrointestinal tract).
Kebanyakan kasus hematemesis adalah keadaan gawat di rumah sakit yang menimbulkan
8%-14% kematian di rumah sakit. Faktor utama yang berperan dalam tingginya angka
kematian adalah kegagalan untuk menilai masalah ini sebagai keadaan klinis yang gawat
dan kesalahan diagnostik dalam menentukan sumber perdarahan1.
Di negara barat perdarahan karena tukak peptik menempati urutan terbanyak
sedangkan di Indonesia perdarahan karena ruptura varises gastroesofagus merupakan
penyebab tersering yaitu sekitar 50% - 60%, gastritis erosifa hemoragika sekitar 25% 30%, tukak peptik sekitar 10% - 15% dan karena sebab lainnya < 5%. Kecenderungan saat
ini menunjukkan bahwa perdarahan yang terjadi karena pemakaian jamu rematik
menempati urutan terbanyak sebagai penyebab perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas
(SCBA) yang datang ke Unit Gawat Darurat (UGD) RS Hasan Sadikin. Mortalitas secara
keseluruhan masih tinggi yaitu sekitar 25%, kematian pada penderita ruptur varises bisa
mencapai 60% sedangkan kematian pada perdarahan non varises sekitar 9% - 12%. Angka
kematian di berbagai belahan dunia menunjukkan jumlah yang cukup tinggi, terutama di
Indonesia yang wajib menjadi perhatian khusus. Berdasarkan hasil penelitian di Jakarta
didapati bahwa jumlah kematian akibat perdarahan saluran cerna atas berkisar 26%.
Insiden perdarahan SCBA dua kali lebih sering pada pria dari pada wanita dalam seluruh
tingkatan usia; tetapi jumlah angka kematian tetap sama pada kedua jenis kelamin. Angka
kematian meningkat pada usia yang lebih tua(>60 tahun) pada pria dan wanita2.
Pada dasarnya perdarahan pada saluran cerna akan berhenti sendiri, tetapi sebaiknya
setiap perdarahan pada saluran cerna dianggap sebagai suatu keadaan serius yang setiap
saat dapat membahayakan pasien. Setiap pasien dengan perdarahan harus dirawat di rumah
sakit tanpa terkecuali walaupun perdarahan dapat berhenti secara spontan. Hal ini harus
ditanggulangi secara seksama dan optimal untuk mencegah perdarahan lebih banyak, syok
hemoragik dan akibat lain yang berhubungan dengan perdarahan tersebut, termasuk
kematian pasien4.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perdarahan Saluran Cerna Atas

Definisi Perdarahan saluran cerna bagian atas (didefinisikan sebagai perdarahan yang
terjadi di sebelah proksimal ligamentum Treitz pada duodenum distal). Sebagian besar
perdarahan saluran cerna bagian atas terjadi sebagai akibat pecahnya varises esofagus,
penyakit ulkus peptikum (PUD), peptic ulcer disease) (yang disebabkan oleh H. Pylori
atau penggunaan obat-obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS) atau alkohol). Perdarahan
saluran cerna bagian atas dapat bermanifestasi klinis mulai dari yang ringan, misalnya
perdarahan tersamar sampai pada keadaan yang mengancam hidup. Hematemesis adalah
muntah darah segar (merah segar) atau hematin (hitam seperti kopi) yang merupakan
indikasi adanya perdarahan saluran cerna bagian atas atau proksimal ligamentum Treitz.
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA), terutama dari duodenum dapat pula
bermanifestasi dalam bentuk melena. Hematokezia (darah segar keluar per anum) biasanya
berasal dari perdarahan saluran cerna bagian bawah (kolon). Maroon stools (feses
berwarna merah hati) dapat berasal dari perdarahan kolon bagian proksimal (ileo-caecal).
Upper gastrointestinal tract bleeding (UGI bleeding) atau lebih dikenal perdarahan saluran
cerna bagian atas memiliki prevalensi sekitar 75 % hingga 80 % dari seluruh kasus
perdarahan akut saluran cerna. Insidensinya telah menurun, tetapi angka kematian dari
perdarahan akut saluran cerna, masih berkisar 3 % hingga 10 %, dan belum ada perubahan
selama 50 tahun terakhir2.
Tidak berubahnya angka kematian ini kemungkinan besar berhubungan dengan
bertambahnya usia pasien yang menderita perdarahan saluran cerna serta dengan
meningkatnya kondisi komorbid. Perdarahan karena ruptura varises gastroesofagus
merupakan penyebab tersering yaitu sekitar 50% - 60%, gastritis erosifa hemoragika
sekitar 25% - 30%, gastric ulcer sekitar 10% - 15% dan karena sebab lainnya < 5%3.
2.2 Etiologi
Banyak kemungkinan penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas pada buku The
Merck Manual of Patient Symptoms: 1. Duodenal ulcer (20 30 %) 2. Gastric atau
duodenal erosions (20 30 %) 3. Varices (15 20 %) 4. Gastric ulcer (10 20 %) 5.
Mallory Weiss tear (5 10 %) 6. Erosive esophagitis (5 10 %) 7. Angioma (5 10 %)
8. Arteriovenous malformation (< 5 %) 9. Gastrointestinal stromal tumors2.
Dalam buku Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology ada beberapa
etiologi yang dapat menimbulkan perdarahan saluran cerna bagian atas beserta tabel hasil
penelitian dari Center for Ulcer Research and Education (CURE):
Tabel 2.1. Etiologi UGIB dari Data Center for Ulcer Research and Education (CURE)
Diagnosis

Number of Patients (%)(n=948)


2

Peptic ulcers

524 (55)

Gastroesophageal varices

131 (14)

Angiomas

54 (6)

Mallory-Weiss tear

45 (5)

Tumors

42 (4)

Erosions

41 (4)

Dieulafoys lesion

6 (1)

Other

105 (11)

2.2.1 Gastroesophageal Varices


Esophageal varices dan gastric varices adalah vena collateral yang berkembang
sebagai hasil dari hipertensi sistemik ataupun hipertensi segmental portal. Beberapa
penyebab dari hipertensi portal termasuk prehepatic thrombosis, penyakit hati, dan
penyakit postsinusoidal. Hepatitis B dan C serta penyakit alkoholic liver adalah
penyakit yang paling sering menimbulkan penyakit hipertensi portal intrahepatic di
Amerika Serikat2.
2.2.2 Penyakit-Penyakit Ulcerativa atau Erosive
Penyakit Peptic Ulcer Di Amerika Serikat, PUD (Peptic Ulcer Disease) dijumpai
pada sekitar 4,5 juta orang pada tahun 2011. Kira-kira 10 % dari populasi di Amerika
Serikat memiliki PUD. Dari sebagian besar yang terinfeksi H pylori, prevalensinya
pada orang usia tua 20%. Hanya sekitar 10% dari orang muda memiliki infeksi H
pylori; proporsi orang-orang yang terinfeksi meningkat secara konstan dengan
bertambahnya usia. Secara keseluruhan, insidensi dari duodenal ulcers telah menurun
pada 3-4 dekade terkahir. Walaupun jumlah daripada simple gastric ulcer mengalami
penurunan, insidensi daripada complicated gastric ulcer dan opname tetap stabil,
sebagian dikarenakan penggunaan aspirin pada populasi usia tua. Jumlah pasien
opname karena PUD berkisar 30 pasien per 100,000 kasus. Prevalensi kemunculan
PUD berpindah dari yang predominant pada pria ke frekuensi yang sama pada kedua
jenis kelamin. Prevalensi berkisar 11-14 % pada pria dan 8-11 % pada wanita.
Sedangkan kaitan dengan usia, jumlah kemunculan ulcer mengalami penurunan pada
pria usia muda, khususnya untuk duodenal ulcer, dan jumlah meningkat pada wanita
usia tua2.
2.2.3 Stress Ulcer

Berdasarkan buku Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology dikatakan


bahwa hingga saat ini masih belum dipahami bagaimana terjadinya stress ulcer, tetapi
banyak dikaitkan dengan hipersekresi daripada asam pada beberapa pasien, mucosal
ischemia, dan alterasi pada mucus gastric5.
2.2.4 Medication-Induced Ulcer
Berbagai macam pengobatan berperan penting dalam perkembangan daripada
penyakit peptic ulcer dan perdarahan saluran cerna bagian atas akut. Paling sering pada
golongan NSAIDs dapat menyebabkan erosi gastroduodenal atau ulcers, khususnya
pada pasien lanjut usia8.
2.2.5 Mallory-Weiss Tear
Mallory- Weiss Tear muncul pada bagian distal esophagus di bagian
gastroesophageal junction. Perdarahan muncul ketika luka sobekan telah melibatkan
esophageal venous atau arterial plexus. Pasien dengan hipertensi portal dapat
meningkatkan resiko daripada perdarahan oleh Mallory-Weiss Tear dibandingkan
dengan pasien hipertensi non-portal. Sekitar 1000 pasien di University of California
Los Angeles datang ke ICU dengan perdarahan saluran cerna bagian atas yang berat,
Mallory-Weiss Tear adalah diagnosis keempat yang menyebabkan perdarahan saluran
cerna bagian atas, terhitung sekitar 5 % dari seluruh kasus2.
2.3 Faktor Resiko
The American Society for Gastrointestinal Endoscopy (ASGE) mengelompokkan
pasien dengan perdarahan saluran cerna bagian atas berdasarkan usia dan kaitan antara
kelompok usia dengan resiko kematian. ASGE menemukan angka mortalitas untuk
3.3% pada pasien usia 21-31 tahun, untuk 10.1% pada pasien berusia 41-50 tahun, dan
untuk 14.4% untuk pasien berusia 71- 80 tahun . Menurut organisasi tersebut, ada
beberapa faktor resiko yang menyebabkan kematian, perdarahan berulang, kebutuhan
akan endoskopi hemostasis ataupun operasi, yaitu: usia lebih dari 60 tahun, faktor
komorbid berat, perdarahan aktif (contoh, hematemesis, darah merah per nasogastric
tube, darah segar per rectum), hipotensi, dan coagulopathy berat Pasien dengan
hemorrhagic shock memiliki angka kematian yang mencapai 30 %6.
2.4 Gejala Klinis
Gejala klinis perdarahan saluran cerna: Ada 3 gejala khas, yaitu: 1) Hematemesis
Muntah darah dan mengindikasikan adanya perdarahan saluran cerna atas, yang
berwarna coklat merah atau coffee ground. 2) Hematochezia Keluarnya darah dari
rectum yang diakibatkan perdarahan saluran cerna bagian bawah, tetapi dapat juga
4

dikarenakan perdarahan saluran cerna bagian atas yang sudah berat. 3) Melena
Kotoran (feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan kotoran bercampur asam
lambung; biasanya mengindikasikan perdarahan saluran cerna bagian atas, atau
perdarahan daripada usus-usus ataupun colon bagian kanan dapat juga menjadi sumber
lainnya. Disertai gejala anemia, yaitu: pusing, syncope, angina atau dyspnea.
Studi meta-analysis mendokumentasikan insidensi dari gejala klinis SCAB akut
sebagai berikut: Hematemesis - 40-50%, Melena - 70-80%, Hematochezia - 15-20%,
Hematochezia disertai melena - 90-98%, Syncope - 14.4%, Presyncope - 43.2%,
Dyspepsia - 18%, Nyeri epigastric - 41%, Heartburn - 21%, Diffuse nyeri abdominal 10%, Dysphagia - 5%, Berat badan turun - 12%, dan Jaundice - 5.2%7.
2.5 Diagnosis
Riwayat penyakit sekarang dapat digali bagaimana kronologi awal terjadinya
perdarahan dan kejadian yang berlangsung setelahnya, apakah darah keluar lewat
muntah atau berupa feces berwarna hitam dan kondisi terakhir pasien. Riwayat
penyakit dahulu perlu ditanyakan untuk mencari penyakit dasar, misalnya gejala nyeri
epigastrik yang kronik, penyakit jantung, penyakit paru, penyakit ginjal, penyakit hati
dan kanker. Selain itu riwayat pemakaian obat-obatan juga perlu ditanyakan. Riwayat
konsumsi alkohol dapat berhubungan dengan gastritis erosif atau sirosis hepatis2.
Riwayat muntah yang kuat sebelum hematemesis dapat berhubungan dengan
sindrom Mallory-Weiss. Bila varises esofagus pecah dan berdarah perlahan, pasien
dapat merasakan darah berkumpul naik ke dalam kerongkongan dan sebenarnya tidak
dimuntahkan. Tanda-tanda fisik bila dicuriga akibat penyakit hati seperti sirosis hepatis
dapat ditemukan ikterus, spider nevi, eritema palmaris, gynecomastia dan asites2.
Diagnosis dapat dibuat berdasarkan inspeksi muntahan pasien atau pemasangan
selang nasogastric (NGT, nasogastric tube) dan deteksi darah yang jelas terlihat; cairan
bercampur darah, atau ampas kopi Namun, aspirat perdarahan telah berhenti,
intermiten, atau tidak dapat dideteksi akibat spasme pilorik.

Pada semua pasien

dengan perdarahan saluran gastrointestinal (GIT) perlu dimasukkan pipa nasogastrik


dengan melakukan aspirasi isi lambung. Hal ini terutama penting apabila perdarahan
tidak jelas. Tujuan dari tindakan ini adalah: 1. Menentukan tempat perdarahan. 2.
Memperkirakan

jumlah

perdarahan

dan

apakah

perdarahan

telah

berhenti.

Angiography dapat digunakan untuk mendiagnosa dan menatalaksana perdarahan


berat, khususnya ketika penyebab perdarahan tidak dapat ditentukan dengan
menggunakan endoskopi atas maupun bawah. Conventional radiographic imaging
biasanya tidak terlalu dibutuhkan pada pasien dengan perdarahan saluran cerna tetapi
5

adakalanya dapat memberikan beberapa informasi penting. Misalnya pada CT scan;


CT Scan dapat mengidentifikasi adanya lesi massa, seperti tumor intra-abdominal
ataupun abnormalitas pada usus yang mungkin dapat menjadi sumber perdarahan2.
2.6 Tata Laksana
2.6.1 Tata Laksana Non Farmakologi
Resusitasi harus dilakukan jika pasien mengalami perdarahan gastrointestinal yang
berat. Cairan salin normal dapat segera diberikan untuk menggantikan volume
intravaskular yang hilang. Pemberian oksigen bermanfaat untuk memaksimalkan
kapasitas darah membawa O2. Pemberian transfusi darah bergantung pada usia pasien,
adanya penyakit kardiopulmoner penyerta dan derajat perdarahan2,4.
Pasien dengan perdarahan aktif memerlukan konsultasi emergensi untuk
esofagogastroduodenoskopi (EGD). Pasien tanpa perdarahan aktif dapat dipantau,
diobservasi, dan mungkin dijadwalkan untuk EGD. Intervensi selama EGD meliputi
injeksi epinefrin submukosa, skleroterapi, dan ligase pita. Jika tindakan ini gagal
menghentikan perdarahan, angiografi dengan embolisasi atau pembedahan mungkin
diperlukan. Untuk pasien yang diduga mengalami perdarahan varises, tata laksana
medis dapat diberikan sambil menunggu tindakan definitif. Oktreotid dapat digunakan
untuk menurunkan tekanan vena porta, dan pipa Sengstaken-Blakmore dapat dipasang
sebagai tindakan sementara untuk bertahan. Intervensi lainnya yang dapat digunakan
adalah intervensi radiologis dan tindakan bedah2,4.
2.6.1 Tata Laksana Farmakologis
Penggunaan obat-obatan antifibrinolitik misalnya asam tranexamat cukup rasional
karena tingginya kandungan enzim-enzim fibrinolitik pada traktus digestif.
Penggunaan asam tranexamat pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal dapat
menurunkan kejadian perdarahan ulang sebesar 20-30%, tindakan operatif sebesar 3040% dan tingkat mortalitas sebesar 40%4.
Pada perdarahan varises esofagus, vasopresin, somatostatin dan octreotide
merupakan obat-obatan yang bermanfaat menurunkan aliran darah splanknik.
Vasopresin diberikan dengan dosis 10 unit/jam bersamaan dengan nitrogliserin untuk
mencegah insufisiensi koroner. Somatostatin dan analognya octreotide mempunyai
efek terapi yang lebih baik dari vasopresin. Somatostain diberikan dengan dosis awal
250 mcg secara bolus dan dilanjutkan per infus 250 mcg selama 12 24 jam atau
hingga perdarahan berhenti. Octreotide diberikan secara bolus 100 mcg dan dilanjutkan
dengan infus 25 mcg/jam selama 8-24 jam atau hingga perdarahan berhenti5.

Obat anti sekresi asam yang bermanfaat untuk mencegah perdarahan ulang karena
gastric ulcer adalah golongan PPI (omeprazol, lansoprazol, pantoprazol). Pemberian
omeprazol diawali dengan bolus 80 mg dilanjutkan dengan infus 80 mg/jam selama 72
jam dan per oral 20 mg/hari selama 8 minggu. Pemberian Pantoprazol diawali dengan
bolus 40 mg dilanjutkan dengan infus 8 mg/jam selama 48-72 jam. Antasida, sukralfat
dan antagonis reseptor H2 dapat diberikan untuk tujuan penyembuhan mukosa lesi
perdarahan. Pemberian vitamin K pada pasien dengan penyakit hati kronis dengan
perdarahan saluran cerna bagian atas diperbolehkan dengan pertimbangan tidak
merugikan dan relatif murah.
Salah satu yang dikhawatirkan pada pasien dengan sirosis hepatis yang terjadi
perdarahan pada esofagus adalah terjadinya koma hepatik akibat pencernaan darah
pasien di dalam kolon sehingga diberikan neomisin untuk mensterilisasi usus agar
bakteri yang mencerna darah mati, selain itu juga dapat diberikan laksan agar darah
yang ada di dalam saluran cerna dapat dikeluarkan dengan cepat2,5.
2.7 Komplikasi
Syok, koma hepatik, kematian2.
2.8 Prognosis
Tingkat mortalitas perdarahan akibat varises saat perawatan awal setidaknya
mencapai 30% dan risiko perdarahan ulang mencapai 50-70%. Indikator prognosis
yang dapat digunakan pada perdarahan saluran cerna bagian atas adalah warna aspirat
NGT dan warna feces2.

3. DATA PASIEN
3.1 Identitas
Nama: Tn. S
Umur: 72 tahun
Agama: Islam
Suku: Madura
Pekerjaan: Tidak bekerja
Alamat: Wot Galih
Jenis Kelamin: Laki-laki
Tanggal Masuk: 08-03-2015

3.2 Anamnesis
KU: Lemah
RPS: pasien datang dengan keluhan lemas dan pusing sejak malam sebelum MRS, dan
terus bertambah lemah sampai akhirnya dibawa ke IGD pada jam 02.00 dini hari.
lemah dan pusing sebelumnya akibat pasien buang air besar kehitaman terus menerus
sepanjang malam, tidak diketahui aktifitas sebelumnya yang dilakukan pasien sebelum
buang air besar kehitaman dan belum mendapatkan obat apapun. Pasien juga
mengeluhkan nyeri perut bagian atas sejak malam sebelum MRS.

RPD: riwayat darah tinggi dan kencing manis disangkal, minum obat-obat anti nyeri
disangkal, minum jamu-jamuan disangkal, riwayat sakit kuning disangkal, riwayat
batuk lama disangkal dan riwayat sesak dan bengkak pada tubuh disangkal dan tidak
pernah sakit seperti ini sebelumnya
RPK: keluarga tidak ada yang punya riwayat sakit seperti ini, riwayat sakit kuning
dikeluarga disangkal
RPSos: pasien dulu merokok, suka minum kopi (3-4x sehari), tinggal serumah dengan
anak-anaknya
3.3 Pemeriksaan Fisik
Kesan umum: Lemah

kesadaran: Compos Mentis

Tanda vital: tensi: 160/90 mmHg nadi: 100x/menit suhu: 37 C respirasi 30x/menit
Kepala: anemis -/- ikterus -/- cyanosis -/- dyspneu -/Leher: pembesaran KG regional -/Dada: simetris, sonor, vesikuler +/+ apex cordis +
Perut: Flat, nyeri tekan kanan bawah
Punggung: nyeri ketok CVA -/- massa -/Ekstremitas: aktif +/+ oedema -/-

3.4 Diagnosis
Melena e.c susp. Sirosis Hepatis

3.5 Pemeriksaan Penunjang


DL

3.5 Terapi
Infus Futrolit 1000 ml/24 jam
9

Injeksi Ranitidin 2x50 mg i.v


Injeksi Asam Tranexamat 3x500 mg i.v
Injeksi Ceftriaxone 2x1 gram i.v

3.6 Follow Up
Tanggal

08-03-

Muntah

TD:110/70 Hematemesis

2015

darah 40 N: 80
cc, nyeri t:
perut

Lab/Radiolog
i
DC, DL

NGT,

-melena ec s. Gastric
36,5 Sirosis

RR: 18

lavage,

hepatis

puasa,

KL:a-i-c-

metronidazol

d-

inf

Tho:sim,

mg,

ves, rh -/-

pantoprazole

wh -/-

inj. 1x40 mg

Cor:s1/s2

As.

tunggal

Tranexamat

M- G-

inj.

Abd:flat,

mg

3x500

3x250

soefel
Ext
Hangat,
kering,
09-03-

Nyeri

merah
TD:

2015

perut,

110/70

-melena ec s. l inf 3x500

darah

N:84

Sirosis

NGT (-)

t:

Hematemesis

36,5 hepatis

10

Metronidazo
mg

dd. Pantoprazole

RR: 28

Gastric ulcer

Inj. 1x40 mg

KL:a-i-c-

As.

d-

Tranexamat

Tho:sim,

Inj.

ves, rh -/-

3x500mg

wh -/Cor:s1/s2
tunggal
M- GAbd:flat,
soefel,
nyeri
tekan +
Ext
Hangat,
kering,
10-03-

Nyeri

merah
TD:

2015

perut,

120/80

-melena ec s. telp ke dr. Pro

BAB

N:90

Sirosis

hitam 1x t:
malam

Hematemesis

36,8 hepatis

RR:16

Konsul

via Albumin 3,5

Zainudin

HbsAg

dd. Sp.PD:

Gastric ulcer

gastric

KL:a-i-c-

lavage bila

d-

bersih NGT

Tho:sim,

di

ves, rh -/-

mulai

wh -/-

cair

Cor:s1/s2

Cefotaxim

tunggal

3x1 gr

M- G-

Ketorolac

Abd:flat,

inj. 3x30 mg

soefel,

Laktulosa

nyeri

Syr 3xC I

tekan +
11

aff

diit

cek

Ext
Hangat,
kering,
11-03-

NGT (-)

merah
TD:

2015

Nyeri

110/70

-melena ec s. Tx

perut

N: 72

Gastric ulcer

dilanjutkan

Hematemesis

Boleh KRS

t:

Hematemesis

Diit cair

HbsAg
Pro USG Abd

37

RR: 17
KL:a-i-cdTho:sim,
ves, rh -/wh -/Cor:s1/s2
tunggal
M- GAbd:flat,
soefel,
nyeri
tekan +
Ext
Hangat,
kering,
12-03-

Nyeri

2015

erut

merah
TD:
(-), 130/80

-melena ec s. Tx pulang:

makan-

N:82

Gastric ulcer

minum

t:

baik

RR: 18

1x1, vit B

KL:a-i-c-

2x1

36,5

Ranitidin tab
2x1, tablet fe

dTho:sim,

Kontrol

ves, rh -/-

poli penyakit
12

di

wh -/-

dalam

hari

Cor:s1/s2

jumat

20-

tunggal

03-2015

M- GAbd:flat,
soefel,
nyeri
tekan +
Ext
Hangat,
kering,
merah

13

4. DAFTAR PUSTAKA
1) Davey P, 2006. Hematemesis & Melena: dalam At a Glance Medicine. Jakarta:
Erlangga. Hlm 36-7
2) EIMED PAPDI, 2012. Kegawatdaruratan Penyakit Dalam. Interna Publishing:
Jakarta. Hal 425-442.
3) Hadi S, 2002. Perdarahan Saluran Makan : dalam Gastroenterologi. Bandung: PT
Alumni. Hlm 281-305.
4) Richter JM, Isselbacher KJ, 1999. Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Harrison. Jakarta:
EGC.Hlm 259-62
5) Adi P, 2006. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas : Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I. Jakarta:FKUI. Hlm 289-97
6) Purwadianto A, Budi S, 2000. Hematemesis & Melena: dalamKedaruratanMedik.
Jakarta: Binarupa Aksara. Hlmm 105-110
7) Astera IWM, Wibawa IDN, 1999. Tata Laksana Perdarahan Saluran Makan
BagianAtas: dalam Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta: EGC. Hlm
53-62.
8) PBPAPDI, 2005. Standar Pelayanan Medik. Jakarta: PBPAPDI. Hlm 272-273

14

You might also like