Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Hematemesis (muntah darah) dan melena (berak darah kehitaman) merupakan keadaan
yang diakibatkan oleh perdarahan saluran cerna bagian atas (upper gastrointestinal tract).
Kebanyakan kasus hematemesis adalah keadaan gawat di rumah sakit yang menimbulkan
8%-14% kematian di rumah sakit. Faktor utama yang berperan dalam tingginya angka
kematian adalah kegagalan untuk menilai masalah ini sebagai keadaan klinis yang gawat
dan kesalahan diagnostik dalam menentukan sumber perdarahan1.
Di negara barat perdarahan karena tukak peptik menempati urutan terbanyak
sedangkan di Indonesia perdarahan karena ruptura varises gastroesofagus merupakan
penyebab tersering yaitu sekitar 50% - 60%, gastritis erosifa hemoragika sekitar 25% 30%, tukak peptik sekitar 10% - 15% dan karena sebab lainnya < 5%. Kecenderungan saat
ini menunjukkan bahwa perdarahan yang terjadi karena pemakaian jamu rematik
menempati urutan terbanyak sebagai penyebab perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas
(SCBA) yang datang ke Unit Gawat Darurat (UGD) RS Hasan Sadikin. Mortalitas secara
keseluruhan masih tinggi yaitu sekitar 25%, kematian pada penderita ruptur varises bisa
mencapai 60% sedangkan kematian pada perdarahan non varises sekitar 9% - 12%. Angka
kematian di berbagai belahan dunia menunjukkan jumlah yang cukup tinggi, terutama di
Indonesia yang wajib menjadi perhatian khusus. Berdasarkan hasil penelitian di Jakarta
didapati bahwa jumlah kematian akibat perdarahan saluran cerna atas berkisar 26%.
Insiden perdarahan SCBA dua kali lebih sering pada pria dari pada wanita dalam seluruh
tingkatan usia; tetapi jumlah angka kematian tetap sama pada kedua jenis kelamin. Angka
kematian meningkat pada usia yang lebih tua(>60 tahun) pada pria dan wanita2.
Pada dasarnya perdarahan pada saluran cerna akan berhenti sendiri, tetapi sebaiknya
setiap perdarahan pada saluran cerna dianggap sebagai suatu keadaan serius yang setiap
saat dapat membahayakan pasien. Setiap pasien dengan perdarahan harus dirawat di rumah
sakit tanpa terkecuali walaupun perdarahan dapat berhenti secara spontan. Hal ini harus
ditanggulangi secara seksama dan optimal untuk mencegah perdarahan lebih banyak, syok
hemoragik dan akibat lain yang berhubungan dengan perdarahan tersebut, termasuk
kematian pasien4.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perdarahan Saluran Cerna Atas
Definisi Perdarahan saluran cerna bagian atas (didefinisikan sebagai perdarahan yang
terjadi di sebelah proksimal ligamentum Treitz pada duodenum distal). Sebagian besar
perdarahan saluran cerna bagian atas terjadi sebagai akibat pecahnya varises esofagus,
penyakit ulkus peptikum (PUD), peptic ulcer disease) (yang disebabkan oleh H. Pylori
atau penggunaan obat-obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS) atau alkohol). Perdarahan
saluran cerna bagian atas dapat bermanifestasi klinis mulai dari yang ringan, misalnya
perdarahan tersamar sampai pada keadaan yang mengancam hidup. Hematemesis adalah
muntah darah segar (merah segar) atau hematin (hitam seperti kopi) yang merupakan
indikasi adanya perdarahan saluran cerna bagian atas atau proksimal ligamentum Treitz.
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA), terutama dari duodenum dapat pula
bermanifestasi dalam bentuk melena. Hematokezia (darah segar keluar per anum) biasanya
berasal dari perdarahan saluran cerna bagian bawah (kolon). Maroon stools (feses
berwarna merah hati) dapat berasal dari perdarahan kolon bagian proksimal (ileo-caecal).
Upper gastrointestinal tract bleeding (UGI bleeding) atau lebih dikenal perdarahan saluran
cerna bagian atas memiliki prevalensi sekitar 75 % hingga 80 % dari seluruh kasus
perdarahan akut saluran cerna. Insidensinya telah menurun, tetapi angka kematian dari
perdarahan akut saluran cerna, masih berkisar 3 % hingga 10 %, dan belum ada perubahan
selama 50 tahun terakhir2.
Tidak berubahnya angka kematian ini kemungkinan besar berhubungan dengan
bertambahnya usia pasien yang menderita perdarahan saluran cerna serta dengan
meningkatnya kondisi komorbid. Perdarahan karena ruptura varises gastroesofagus
merupakan penyebab tersering yaitu sekitar 50% - 60%, gastritis erosifa hemoragika
sekitar 25% - 30%, gastric ulcer sekitar 10% - 15% dan karena sebab lainnya < 5%3.
2.2 Etiologi
Banyak kemungkinan penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas pada buku The
Merck Manual of Patient Symptoms: 1. Duodenal ulcer (20 30 %) 2. Gastric atau
duodenal erosions (20 30 %) 3. Varices (15 20 %) 4. Gastric ulcer (10 20 %) 5.
Mallory Weiss tear (5 10 %) 6. Erosive esophagitis (5 10 %) 7. Angioma (5 10 %)
8. Arteriovenous malformation (< 5 %) 9. Gastrointestinal stromal tumors2.
Dalam buku Current Diagnosis and Treatment in Gastroenterology ada beberapa
etiologi yang dapat menimbulkan perdarahan saluran cerna bagian atas beserta tabel hasil
penelitian dari Center for Ulcer Research and Education (CURE):
Tabel 2.1. Etiologi UGIB dari Data Center for Ulcer Research and Education (CURE)
Diagnosis
Peptic ulcers
524 (55)
Gastroesophageal varices
131 (14)
Angiomas
54 (6)
Mallory-Weiss tear
45 (5)
Tumors
42 (4)
Erosions
41 (4)
Dieulafoys lesion
6 (1)
Other
105 (11)
dikarenakan perdarahan saluran cerna bagian atas yang sudah berat. 3) Melena
Kotoran (feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan kotoran bercampur asam
lambung; biasanya mengindikasikan perdarahan saluran cerna bagian atas, atau
perdarahan daripada usus-usus ataupun colon bagian kanan dapat juga menjadi sumber
lainnya. Disertai gejala anemia, yaitu: pusing, syncope, angina atau dyspnea.
Studi meta-analysis mendokumentasikan insidensi dari gejala klinis SCAB akut
sebagai berikut: Hematemesis - 40-50%, Melena - 70-80%, Hematochezia - 15-20%,
Hematochezia disertai melena - 90-98%, Syncope - 14.4%, Presyncope - 43.2%,
Dyspepsia - 18%, Nyeri epigastric - 41%, Heartburn - 21%, Diffuse nyeri abdominal 10%, Dysphagia - 5%, Berat badan turun - 12%, dan Jaundice - 5.2%7.
2.5 Diagnosis
Riwayat penyakit sekarang dapat digali bagaimana kronologi awal terjadinya
perdarahan dan kejadian yang berlangsung setelahnya, apakah darah keluar lewat
muntah atau berupa feces berwarna hitam dan kondisi terakhir pasien. Riwayat
penyakit dahulu perlu ditanyakan untuk mencari penyakit dasar, misalnya gejala nyeri
epigastrik yang kronik, penyakit jantung, penyakit paru, penyakit ginjal, penyakit hati
dan kanker. Selain itu riwayat pemakaian obat-obatan juga perlu ditanyakan. Riwayat
konsumsi alkohol dapat berhubungan dengan gastritis erosif atau sirosis hepatis2.
Riwayat muntah yang kuat sebelum hematemesis dapat berhubungan dengan
sindrom Mallory-Weiss. Bila varises esofagus pecah dan berdarah perlahan, pasien
dapat merasakan darah berkumpul naik ke dalam kerongkongan dan sebenarnya tidak
dimuntahkan. Tanda-tanda fisik bila dicuriga akibat penyakit hati seperti sirosis hepatis
dapat ditemukan ikterus, spider nevi, eritema palmaris, gynecomastia dan asites2.
Diagnosis dapat dibuat berdasarkan inspeksi muntahan pasien atau pemasangan
selang nasogastric (NGT, nasogastric tube) dan deteksi darah yang jelas terlihat; cairan
bercampur darah, atau ampas kopi Namun, aspirat perdarahan telah berhenti,
intermiten, atau tidak dapat dideteksi akibat spasme pilorik.
jumlah
perdarahan
dan
apakah
perdarahan
telah
berhenti.
Obat anti sekresi asam yang bermanfaat untuk mencegah perdarahan ulang karena
gastric ulcer adalah golongan PPI (omeprazol, lansoprazol, pantoprazol). Pemberian
omeprazol diawali dengan bolus 80 mg dilanjutkan dengan infus 80 mg/jam selama 72
jam dan per oral 20 mg/hari selama 8 minggu. Pemberian Pantoprazol diawali dengan
bolus 40 mg dilanjutkan dengan infus 8 mg/jam selama 48-72 jam. Antasida, sukralfat
dan antagonis reseptor H2 dapat diberikan untuk tujuan penyembuhan mukosa lesi
perdarahan. Pemberian vitamin K pada pasien dengan penyakit hati kronis dengan
perdarahan saluran cerna bagian atas diperbolehkan dengan pertimbangan tidak
merugikan dan relatif murah.
Salah satu yang dikhawatirkan pada pasien dengan sirosis hepatis yang terjadi
perdarahan pada esofagus adalah terjadinya koma hepatik akibat pencernaan darah
pasien di dalam kolon sehingga diberikan neomisin untuk mensterilisasi usus agar
bakteri yang mencerna darah mati, selain itu juga dapat diberikan laksan agar darah
yang ada di dalam saluran cerna dapat dikeluarkan dengan cepat2,5.
2.7 Komplikasi
Syok, koma hepatik, kematian2.
2.8 Prognosis
Tingkat mortalitas perdarahan akibat varises saat perawatan awal setidaknya
mencapai 30% dan risiko perdarahan ulang mencapai 50-70%. Indikator prognosis
yang dapat digunakan pada perdarahan saluran cerna bagian atas adalah warna aspirat
NGT dan warna feces2.
3. DATA PASIEN
3.1 Identitas
Nama: Tn. S
Umur: 72 tahun
Agama: Islam
Suku: Madura
Pekerjaan: Tidak bekerja
Alamat: Wot Galih
Jenis Kelamin: Laki-laki
Tanggal Masuk: 08-03-2015
3.2 Anamnesis
KU: Lemah
RPS: pasien datang dengan keluhan lemas dan pusing sejak malam sebelum MRS, dan
terus bertambah lemah sampai akhirnya dibawa ke IGD pada jam 02.00 dini hari.
lemah dan pusing sebelumnya akibat pasien buang air besar kehitaman terus menerus
sepanjang malam, tidak diketahui aktifitas sebelumnya yang dilakukan pasien sebelum
buang air besar kehitaman dan belum mendapatkan obat apapun. Pasien juga
mengeluhkan nyeri perut bagian atas sejak malam sebelum MRS.
RPD: riwayat darah tinggi dan kencing manis disangkal, minum obat-obat anti nyeri
disangkal, minum jamu-jamuan disangkal, riwayat sakit kuning disangkal, riwayat
batuk lama disangkal dan riwayat sesak dan bengkak pada tubuh disangkal dan tidak
pernah sakit seperti ini sebelumnya
RPK: keluarga tidak ada yang punya riwayat sakit seperti ini, riwayat sakit kuning
dikeluarga disangkal
RPSos: pasien dulu merokok, suka minum kopi (3-4x sehari), tinggal serumah dengan
anak-anaknya
3.3 Pemeriksaan Fisik
Kesan umum: Lemah
Tanda vital: tensi: 160/90 mmHg nadi: 100x/menit suhu: 37 C respirasi 30x/menit
Kepala: anemis -/- ikterus -/- cyanosis -/- dyspneu -/Leher: pembesaran KG regional -/Dada: simetris, sonor, vesikuler +/+ apex cordis +
Perut: Flat, nyeri tekan kanan bawah
Punggung: nyeri ketok CVA -/- massa -/Ekstremitas: aktif +/+ oedema -/-
3.4 Diagnosis
Melena e.c susp. Sirosis Hepatis
3.5 Terapi
Infus Futrolit 1000 ml/24 jam
9
3.6 Follow Up
Tanggal
08-03-
Muntah
TD:110/70 Hematemesis
2015
darah 40 N: 80
cc, nyeri t:
perut
Lab/Radiolog
i
DC, DL
NGT,
-melena ec s. Gastric
36,5 Sirosis
RR: 18
lavage,
hepatis
puasa,
KL:a-i-c-
metronidazol
d-
inf
Tho:sim,
mg,
ves, rh -/-
pantoprazole
wh -/-
inj. 1x40 mg
Cor:s1/s2
As.
tunggal
Tranexamat
M- G-
inj.
Abd:flat,
mg
3x500
3x250
soefel
Ext
Hangat,
kering,
09-03-
Nyeri
merah
TD:
2015
perut,
110/70
darah
N:84
Sirosis
NGT (-)
t:
Hematemesis
36,5 hepatis
10
Metronidazo
mg
dd. Pantoprazole
RR: 28
Gastric ulcer
Inj. 1x40 mg
KL:a-i-c-
As.
d-
Tranexamat
Tho:sim,
Inj.
ves, rh -/-
3x500mg
wh -/Cor:s1/s2
tunggal
M- GAbd:flat,
soefel,
nyeri
tekan +
Ext
Hangat,
kering,
10-03-
Nyeri
merah
TD:
2015
perut,
120/80
BAB
N:90
Sirosis
hitam 1x t:
malam
Hematemesis
36,8 hepatis
RR:16
Konsul
Zainudin
HbsAg
dd. Sp.PD:
Gastric ulcer
gastric
KL:a-i-c-
lavage bila
d-
bersih NGT
Tho:sim,
di
ves, rh -/-
mulai
wh -/-
cair
Cor:s1/s2
Cefotaxim
tunggal
3x1 gr
M- G-
Ketorolac
Abd:flat,
inj. 3x30 mg
soefel,
Laktulosa
nyeri
Syr 3xC I
tekan +
11
aff
diit
cek
Ext
Hangat,
kering,
11-03-
NGT (-)
merah
TD:
2015
Nyeri
110/70
-melena ec s. Tx
perut
N: 72
Gastric ulcer
dilanjutkan
Hematemesis
Boleh KRS
t:
Hematemesis
Diit cair
HbsAg
Pro USG Abd
37
RR: 17
KL:a-i-cdTho:sim,
ves, rh -/wh -/Cor:s1/s2
tunggal
M- GAbd:flat,
soefel,
nyeri
tekan +
Ext
Hangat,
kering,
12-03-
Nyeri
2015
erut
merah
TD:
(-), 130/80
-melena ec s. Tx pulang:
makan-
N:82
Gastric ulcer
minum
t:
baik
RR: 18
1x1, vit B
KL:a-i-c-
2x1
36,5
Ranitidin tab
2x1, tablet fe
dTho:sim,
Kontrol
ves, rh -/-
poli penyakit
12
di
wh -/-
dalam
hari
Cor:s1/s2
jumat
20-
tunggal
03-2015
M- GAbd:flat,
soefel,
nyeri
tekan +
Ext
Hangat,
kering,
merah
13
4. DAFTAR PUSTAKA
1) Davey P, 2006. Hematemesis & Melena: dalam At a Glance Medicine. Jakarta:
Erlangga. Hlm 36-7
2) EIMED PAPDI, 2012. Kegawatdaruratan Penyakit Dalam. Interna Publishing:
Jakarta. Hal 425-442.
3) Hadi S, 2002. Perdarahan Saluran Makan : dalam Gastroenterologi. Bandung: PT
Alumni. Hlm 281-305.
4) Richter JM, Isselbacher KJ, 1999. Prinsip Ilmu Penyakit Dalam Harrison. Jakarta:
EGC.Hlm 259-62
5) Adi P, 2006. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas : Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I. Jakarta:FKUI. Hlm 289-97
6) Purwadianto A, Budi S, 2000. Hematemesis & Melena: dalamKedaruratanMedik.
Jakarta: Binarupa Aksara. Hlmm 105-110
7) Astera IWM, Wibawa IDN, 1999. Tata Laksana Perdarahan Saluran Makan
BagianAtas: dalam Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta: EGC. Hlm
53-62.
8) PBPAPDI, 2005. Standar Pelayanan Medik. Jakarta: PBPAPDI. Hlm 272-273
14