Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Amenorea adalah keadaan tidak datangnya menstruasi tepat waktu siklusnya yang
normal, untuk sedikitnya 3 bulan berturut-turut. Amenorea bukan suatu penyakit tetapi
merupakan gejala dari disfungsi ovarium dan sistem reproduksi yang biasanya berhubungan
dengan masalah infertilitas. Siklus menstruasi normal meliputi interaksi antara kompleks
hipotalamus-hipofisis-ovarium aksis serta organ reproduksi yang sehat.
Di Amerika Serikat, setiap tahun sekitar 5-7% wanita mengalami amenore sekunder
selama 3 bulan. Tidak ada bukti menunjukkan bahwa prevalensi amenore bervariasi menurut
asal-usul kebangsaan atau kelompok etnis. Namun, faktor lingkungan setempat yang
berhubungan dengan gizi dan prevalensi penyakit kronis diragukan berpengaruh. Misalnya,
usia menstruasi pertama (menarche) bervariasi tergantung lokasi geografis, seperti yang
ditunjukkan oleh sebuah studi Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO yang membandingkan
11 negara, melaporkan rata-rata usia menarche dari 13-16 tahun.
Data terbaru adanya peningkatan tingkat obesitas di seluruh dunia juga berkontribusi
untuk onset menarche yang lebih awal dan meningkatan prevalensi gangguan menstruasi
terkait obesitas, terutama di daerah di mana obesitas lebih dominan. Paparan racun
lingkungan, yaitu hormonally active endocrine disruptors dapat juga meningkatkan gangguan
haid dan gangguan reproduksi di daerah endemik.
BAB II
ANATOMI DAN ENDOKRINOLOGI REPRODUKSI
Sistem endokrin meliputi suatu sistem dalam tubuh manusia yang terdiri dari sejumlah
kelenjar penghasil zat yang dinamakan hormon. Kelenjar ini dinamakan endokrin karena
tidak mempunyai saluran keluar untuk zat yang dihasilkannya. Hormon yang dihasilkannya
itu dalam jumlah sedikit pada saat dibutuhkan dan dialirkan ke organ sasaran melalui
pembuluh darah bercampur dengan darah.
Kelenjar endokrin terdiri dari (1) kelenjar hipofise atau pituitari (hypophysis or pituitary
gland) yang terletak di dalam rongga kepala dekat dasar otak; (2) kelenjar tiroid (thyroid
gland) atau kelenjar gondok yang terletak di leher bagian depan; (3) kelenjar paratiroid
(parathyroid gland) dekat kelenjar tiroid; (4) kelenjar suprarenal (suprarenal gland) yang
terletak di kutub atas ginjal kiri-kanan; (5) pulau Langerhans (islets of langerhans) di dalam
jaringan kelenjar pankreas; (6) kelenjar kelamin (gonad) laki di testis dan indung telur pada
wanita. Placenta dapat juga dikategorikan sebagai kelenjar endokrin karena menghasilkan
hormon.
1. Hipotalamus
2. Hipofisis
Hipofise terletak di sella tursika, lekukan os spenoidalis basis cranii. Berbentuk oval
dengan diameter kira-kira 1 cm dan dibagi atas dua lobus. Lobus anterior, merupakan
bagian terbesar dari hipofise kira-kira 2/3 bagian dari hipofise. Lobus anterior ini juga
disebut adenohipofise. Lobus posterior, merupakan 1/3 bagian hipofise dan terdiri dari
jaringan saraf sehingga disebut juga neurohipofise. Hipofise stalk adalah struktur yang
menghubungkan lobus posterior hipofise dengan hipotalamus. Struktur ini merupakan
jaringan saraf.
Lobus intermediate (pars intermediate) adalah area diantara lobus anterior dan posterior,
fungsinya belum diketahui secara pasti, namun beberapa referensi yang ada mengatakan
lobus ini mungkin menghasilkan melanosit stimulating hormon (MSH). Secara histologis,
sel-sel kelenjar hipofise dikelompokan berdasarkan jenis hormon yang disekresi yaitu:
a
Sel-sel somatotrof bentuknya besar, mengandung granula sekretori, berdiameter 350500 nm dan terletak di sayap lateral hipofise. Sel-sel inilah yang menghasilkan
No.
Hormon
Prinsip kerja
Hormon Somatrotof
Hormon
Adrenokortikotropik
korteks adrenal
(ACTH)
4
Follicle
Hormon (FSH)
Luteinizing
(LH)
Prolaktin
No.
Hormon
Prinsip kerja
Oksitosin
Hormon ADH
3. Ovarium
Pada umumnya perempuan memiliki 2 indung telur (ovarium), masing-masing di kanan dan
di kiri. Mesovarium menggantung ovarium di bagian belakang ligamentum latum kanan dan
kiri. Ukuran ovariun berukuran kurang lebih sebesar ibu jari tangan dengan ukuran Panjang
kira-kira 3 sampai 5 cm, lebar 2 sampai 3 cm, dan tebal 1 cm. Berbentuk seperti kacang
kenari. Bagian pinggir atasnya atau hilusnya berhubungan dengan mesovarium tempat
ditemukannya pembuluh-pembuluh darah dan serabu-serabut saraf untuk ovarium. Pinggir
bawahnya bebas. Permukaan belakangnya menuju ke atas dan belakang, sedangkan
permukaan depannya ke bawah dan depan. Ujung yang dekat dengan tuba terletak lebih
tinggi dari pada ujung yang dekat dengan uterus dan tidak jarang diselubungi oleh beberapa
fimbria dari infundibulum. Ujung ovarium yang lebih rendah berhubungan dengan uterus
melalui ligamentum ovarii proprium tempat ditemukannya jaringan otot di ligamentum
rotundum.
Gambar 3. Ovarium
Ovarium dilapisi epitelium germinal (permukaan). Jaringan ikat ovarium disebut stoma dan
tersusun dari korteks pada bagain luar dan medula pada bagian dalam. Diperkirakan pada
perempuan terdapat kira-kira 100.000 folikel primer. Tiap bulan satu folikel akan keluar,
kadang-kadang dua folikel, yang dalam perkembangannya akan menjadi folikel de Graaf.
Folikel-folikel ini merupakan bagian terpenting dari ovarium yang dapat dilihat di korteks
ovarii dalam letak yang beraneka ragam dan pula dalam tingkat-tingkat perkembangan yang
berbeda, yaitu dari sel telur yang dikelilingi oleh satu lapisan sel-sel saja sampai menjadi
folikel de Graaf yang matang terisi dengan likuor follikuli, mengandung estrogen dan siap
untuk berovulasi.
Folikel de Graaf yang matang terdiri atas :
1. Ovum, yakni suatu sel besar dengan diameter 0,1 mm yang mempunyai nukleus
dengan anyaman kromatin yang jelas sekali
2. Stratum granulosum, yang terdiri atas sel-sel granulosa, yakni sel-sel bulat kecil
dengan inti yang jelas pada pewarnaan dan mengelilingi ovum. Pada perkembangan
lebih lanjut di tengahnya terdapat suatu rongga terisi likuor follikuli
3. Teka interna, yaitu suatu lapisan yang melingkari stratum granulosum dengan sel-sel
lebih kecil daripada sel granulosa
4. Teka eksterna, di luar teka interna yang terbentuk oleh stroma ovarium yang terdesak
5. Diskus proligerus
6. Likuor follikuli
7
Ovarium berfungsi sebagai organ endokrin dan organ reproduksi.Sebagai organ endokrin,
ovarium menghasilkan hormon estrogen dan progesteron. Sebagai organ reproduksi, ovarium
menghasilkan ovum (sel telur).
Estrogen
Hormon ini dihasilkan oleh Folikel Graaf. Pembentukan estrogen dirangsang oleh
FSH. Fungsi estrogen ialah menimbulkan dan mempertahankan tanda-tanda kelamin
sekunder pada wanita. Tanda-tanda kelamin sekunder adalah ciri-ciri yang dapat
membedakan
wanita
dengan
pria
tanpa
melihat
kelaminnya.
Contohnya,
perkembangan pinggul dan payudara pada wanita dan kulit menjadi bertambah halus.
Progesteron
Hormon ini dihasilkan oleh korpus luteum. Pembentukannya dirangsang oleh LH dan
berfungsi menyiapkan dinding uterus agar dapat menerima telur yang sudah dibuahi.
Plasenta membentuk estrogen dan progesteron selama kehamilan guna mencegah
pembentukan FSH dan LH. Dengan demikian, kedua hormon ini dapat
mempertahankan kehamilan.
BAB III
FISIOLOGI
Hormon peptida merupakan protein dengan beragam ukuran. Protein yang disintesis
disisipkan ke dalam vesikel untuk sekresi, dilipat, dan dapat diproses melalui proteolisis
atau modifikasi lain. Pelipatan ditentukan oleh rangkaian primer protein maupun oleh
protein tambahan.
Untuk sekresi, protein disisipkan ke dalam retikulum endoplasmik, yang akhirnya
mencapai vesikel sekretorik. Setelah transpor protein kedalam retikulum endoplasmik,
protein bergerak melalui suatu seri kompartemen khusus, dimodifikasi sebelum
dilepaskan.Vesikel bergerak ke dan berfusi dengan aparatus Golgi. Vesikel ini ditutupi
oleh suatu lapisan protein yang memungkinkan untuk berikatan dengan membran
aparatus Golgi. Vesikel ini kemudian berfusi yang memerlukan hidrolisis ATP dan protein
lain, termasuk protein pengikat GTP (dan hidrolisis GTF). Akhirnya, vesikel ke luar dari
jaringan trans-Golgi dan diangkut ke permukaan sel, berfusi dengan membran untuk
menyampaikan isinya ke luar sel. Gerakan dari vesikel-vesikel ke permukaan terjadi
sepanjang jalur mikrotubulus.
Hormon-hormon dilepaskan dari sel sebagai respons terhadap rangsangan. Sebagian besar
sel-sel endokrin (hipofisis, paratiroid, pankreas) menggunakan lintasan sekretorik yang
diatur; dengan demikian, mereka menyimpan hormon peptida dalam granula sekretorik,
dan melepaskannya sebagai respons terhadap rangsangan. Dengan menyimpan produk
ini, sel sekretorik mampu untuk melepaskannya dalam periode yang pendek dengan
kecepatan melebihi kemampuan sintesis sel. Hal ini merupakan kasus pada pulau
Langerhans pankreas, kelenjar paratiroid, dan kelenjar hipofisis. Namun, hati, yang
melepaskan angiotensin, dan plasenta, yang melepaskan CG dan laktogen plasenta
(korionik somatomamatropin), hanya menggunakan lintasan tetap.
Hipothamalus mengeluarkan GnRH dengan proses sekresinya setiap 90-120 menit
melalui aliran portal hipothalamohipofisial. Setelah sampai di hipofise anterior, GnRH
akan mengikat sel gonadotrop dan merangsang pengeluaran FSH (Follicle Stimulating
Hormone) dan LH (Lutheinizing Hormone).
Waktu paruh LH kurang lebih 30 menit sedangkan FSH sekitar 3 jam. FSH dan LH
berikatan dengan reseptor yang terdapat pada ovarium dan testis, serta mempengaruhi
fungsi gonad dengan berperan dalam produksi hormon seks steroid dan gametogenesis.
Pada wanita selama masa ovulasi GnRH akan merangsang LH untuk menstimulus
produksi estrogen dan progesteron. Peranan LH pada siklus pertengahan (midcycle)
adalah ovulasi dan merangsang korpus luteum untuk menghasilkan progesteron. FSH
berperan akan merangsang perbesaran folikel ovarium dan bersama-sama LH akan
merangsang sekresi estrogen dan ovarium.
9
Selama siklus menstruasi yang normal, konsentrasi FSH dan LH akan mulai meningkat
pada hari-hari pertama. Kadar FSH akan lebih cepat meningkan dibandingkan LH dan
akan mencapai puncak pada fase folikular, tetapi akan menurun sampai kadar yang yang
terendah pada fase preovulasi karena pengaruh peningkatan kadar estrogen lalu akan
meningkat kembali pada fase ovulasi. Regulasi LH selama siklus menstruasi, kadarnya
akan meninggi di fase folikular dengan puncaknya pada midcycle, bertahan selama 1-3
hari, dan menurun pada fase luteal.
Sekresi LH dan FSH dikontrol oleh GnRH yang merupakan pusat kontrol untuk basal
gonadotropin, masa ovulasi dan onset pubertas pada masing-masing individu. Proses
sekresi basal gonadotropin ini dipengaruhi oleh beberapa macam proses:
Sekresi episodik
Pada pria dan wanita, proses sekresi LH dan FSH bersifat periodik, dimana terjadinya
2. Hormon Steroid
Hormon steroid disintesis dari kolesterol yang berasal dari sintesis asetat, dari kolesterol
ester pada janingan steroidogenik, dan sumber makanan. Sekitar 80% kolesterol
digunakan untuk sintesis hormon seks steroid.
Pada wanita, ovum yang matang akan mensintesis dan mensekresi hormon steroid aktif.
Ovarium yang normal merupakan sumber utama dari pembentukan. Pada wanita
menopause dan kelainan ovarium estrogen dihasilkan dari prekursor androgen pada
jaringan lain. Selain itu ovarium juga memproduksi progesteron selama fase luteal pada
siklus menstruasi, testoteron dan androgen dalam jumlah sedikit. Korteks adrenal juga
memproduksi hormon testoteron dan androgen dalam jumlah yang sedikit yang
10
digunakan bukan hanya untuk prekursor estrogen tetapi langsung dikeluarkan ke jaringan
perifer.
Estrogen
Estrogen terdiri dari tiga jenis hormon yang berbeda, yaitu estron, estradiol, dan estriol.
Pada wanita normal, estrogen banyak diproduksi oleh folikel selama proses ovulasi dan
korpus luteum selama kehamilan.
Pada awal siklus ovulasi - produksi estradiol akan menurun sampai titik terendah, tetapi
karena pengaruh hormon FSH estradiol akan mulai meningkat. Sebelum fase mid cycle
kadar estradiol dibawah 50 pg/mL, tetapi akan terus meningkat sejalan dengan
pematangan ovum. Estradiol akan mencapai puncaknya sebesar 250-500 pg/mL pada hari
ke 13-15 siklus ovulasi. Pada fase luteal, kadar estrogen akan menurun sampai 125
pg/mL. Progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum bersama-sama dengan estrogen
akan memberikan umpan balik negatif pada hipotalamus dan hipofise antenior. Kadar
dibawah 30 pg/mL menunjukan keadaan oligomenore atau amenore sebagai indikasi
kegagalan gonad. Hormon estradiol dipenganihi oleh ritme sirkadian yaitu adanya variasi
diurnal pada wanita pasca menopause yang diperkirakan.karena adanya variasi pada
kelenjar adrenal.
Kadar estrogen meningkat pada keadaan ovulasi, kehamilan, pubertas prekoks,
ginekomastia, atropi testis, tumor ovarium., dan tumor adrenal. Kadarnya akan menurun
pada keadaan menopause, disfungsi ovarium, infertilitas, sindroma turner, amenorea
akibat hipopituitari, anoreksia nervosa, keadaan stres, dan sindroma testikular ferninisasi
pada wanita. Faktor interfeernsi yang meningkatkan estrogen adalah preparat estrogen,
kontrasepsi oral, dan kehamilan. Serta yang menurunkan kadarnya yaitu obat clomiphene.
11
dehidroepiandrosteron yang
dikonversi menjadi
mempertahankan
plasenta,
menghambat
kontraktilitas
uterus
dan
MENSTRUASI
13
Pada pengertian haid klinik, haid dinilai berdasarkan tiga hal. Pertama, siklus haid yaitu jarak
antara haid pertama dengan hari pertama haid berikutnya. Kedua, lama haid, yaitu jarak dari
hari pertama haid sampai perdarahan haid berhenti. Dan ketiga, jumlah darah yang keluar
selama satu kali haid. Haid dikatakan normal bila didapatkan siklus haid tidak kurang dari 24
hari, tetapi tidak melebihi 35 hari, lama haid 3-7 hari, dengan jumlah darah selama haid
berlangsung tidak melebihi 80 ml, ganti pembalut 2-6 kali per hari. Haid pertama kali yang
dialami oleh seorang perempuan disebut menarke, yang pada umumnya terjadi pada usia
sekitar 14 tahun. Menarke merupakan petanda berakhirnya masa pubertas, masa peralihan
dari masa anak menuju masa dewasa. Selama kehidupan seorang perempuan, haid dialaminya
mulai dari menarke sampai menopause. Menopause adalah haid terakhir yang dikenali bila
setelah haid terakhir tersebut minimal satu tahun tidak mengalami haid lagi. Masa sesudah
satu tahun dari menopause dikenal sebagai masa pascamenopause. Haid normal merupakan
hasil akhir suatu siklus ovulasi. Siklus ovulasi diawali dari pertumbuhan beberapa folikel
antral pada awal siklus, diikuti ovulasi dari satu folikel dominan, yang terjadi pada
pertengahan siklus. Kuranglebih 14 hari pascaovulasi, bila tidak terjadi pembuahan akan
diikuti dengan haid.
Sistem hormon wanita terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;
1
14
dari hipotalamus.
Hormon-hormon ovarium, estrogen dan progesteron, yang disekresi oleh ovarium
sebagai respons terhadap kedua hormon dari kelenjar hipofisis anterior.
Siklus haid dapat ditinjau dari uterus maupun ovarium. Siklus uterus berupa pertumbuhan
dan pengelupasan bagian dalam uterus (endometrium). Pada akhir fase menstruasi
endometrium mulai tumbuh kembali dan memasuki fase proliferasi. Pasca ovulasi,
pertumbuhan endometrium berhenti sesaat dan kelenjar endometrium menjadi lebih aktif
fase sekresi.
Lama siklus haid rata-rata adalah 28 hari dan terdiri dari :
1
2
3
Fase folikuler
Ovulasi
Fase luteal (pasca ovulasi)
Bila siklus menjadi panjang, fase folikuler yang akan menjadi panjang dan fase luteal akan
tetap konstan berlangsung selama 14 hari. Agar siklus haid berlangsung secara normal
diperlukan :
1
2
3
15
progesteron oleh korpus luteum. Aktivitas siklis dalam ovarium berlangsung melalui
mekanisme umpan balik diantara ovarium hipotalamus dan hipofisis.
Siklus Ovarium
Gambar 7. Ovarium
Fase Folikuler (Hari ke 1 10)
Pada awal siklus, kadar FSH dan LH relatif tinggi dan hormon ini akan merangsang
pertumbuhan 10 20 folikel namun hanya 1 folikel yang dominan yang menjadi matang
16
dan sisanya akan mengalami atresia. Kadar FSH dan LH yang relatif tinggi dipicu oleh
penurunan
kadar
estrogen
dan
progesteron
pada
akhir
fase
sebelumnya.
Selama dan segera setelah haid, kadar estrogen relatif rendah namun dengan pertumbuhan
folikel kadarnya akan segera meningkat.
Hari ke 10 - 14
Dengan bertambahnya ukuran folikel, terjadi akumulasi cairan diantara sel granulosa
dan menyebabkan terbentuknya anthrum, sehingga folikel primer berubah bentuk menjadi
folikel de Graaf, disini oosit menempati posisi eksenterik dan dikelilingi oleh 2 3 lapisan sel
granulosa dan disebut sebagai cumulus oophorus. Dengan semakin matangnya folikel, kadar
estrogen menjadi semakin bertambah (terutama dari jenis estradiol) dan mencapai puncaknya
18 jam sebelum ovulasi. Dengan semakin meningkatnya kadar estrogen, produksi FSH dan
LH menurun ( umpan balik negatif ) untuk mencegah hiperstimulasi ovarium dan maturasi
folikel lainnya.
17
Selama fase luteal, kadar gonadotropin tetap rendah sampai terjadi regresi korpus
luteum pada hari ke 26 28. Bila terjadi konsepsi dan implantasi, corpus luteum tidak akan
mengalami regresi oleh karena keberadaanya dipertahankan oleh gonadotropin yang
diproduksi oleh trofoblas. Namun, bila tidak terjadi konsepsi dan implantasi, korpus luteum
akan mengalami regresi dan siklus haid akan mulai berlangsung kembali. Akibat penurunan
18
kadar hormon steroid, terjadi peningkatan kadar gonadotropin dan siklus haid akan
berlangsung kembali.
Siklus Endometrium
Endometrium memberikan respon secara khas terhadap progestin, androgen dan estrogen.
Inilah sebabnya mengapa endometrium dapat mengalami proses haid dan memungkinkan
terjadinya
proses
implantasi
hasil
konsepsi
saat
terjadi
proses
kehamilan
Bagian dalam ( stratum basalis ) yang secara relatif tidak mengalami perubahan dan
berperan penting dalam proses penggantian sel endometrium yang terkelupas saat haid.
Arteri basalis berada dalam stratum basalis dan arteri spiralis khususnya terbentuk dalam
stratum fungsionalis.
Perubahan siklis endometrium secara histofisiologi dibagia menjadi 3 stadium : fase
menstruasi, fase proliferasi (estrogenik) dan fase sekresi (progestasional)
Fase Proliferasi
Selama fase folikuler, endometrium terpapar dengan sekresi estrogen. Pada akhir haid,
regenerasi endometrium berlangsung dengan cepat.
Pada stadium ini Fase Proliferasi, pola kelenjar endometrium adalah regular dan tubuler,
sejajar satu sama lain dan mengandung sedikit cairan sekresi.
Fase Sekresi
Pasca ovulasi, produksi progesteron memicu terjadi perubahan sekresi pada kelenjar
endometrium. Terlihat adanya vakuola yang berisi cairan sekresi pada epitel kelenjar.
Kelenjar endometrium menjadi semakin berliku-liku.
Fase Menstruasi
Secara normal fase luteal berlangsung selama 14 hari. Pada saat-saat akhir korpus luteum,
terjadi penurunan produksi estrogen dan progesteron. Penurunan ini diikuti dengan kontraksi
spasmodik dari arteri spiralis sehingga terjadi ischemik dan nekrosis lapisan superfisial
endometrium sehingga terjadi perdarahan. Vasospasme nampaknya merupakan akibat adanya
produksi prostaglandin lokal. Prostaglandin juga menyebabkan kontraksi uterus saat haid.
19
Darah haid tidak mengalami pembekuan oleh karena adanya aktivitas fibrinolitik dalam
pembuluh darah endometrium yang mencapai puncaknya saat menstruasi.
Pada fase folikuler dini, konsistensi lendir servik kental dan impermeable ( seperti
putih telur )
Pada fase folikuler lanjut, meningkatnya kadar estrogen menyebabkan lendir yang
menjadi lebih encer dan relatif semipermeabel dan relatif mudah ditembus oleh
spermatozoa. Perubahan lendir serviks yang menjadi lebih encer ini disebut sebagai
spinnbarkheit
Pasca ovulasi, progesteron yang dihasilkan korpus luteum menetralisir efek estrogen
sehingga lendir servik menjadi kental kembali dan impermeabel.
20
Perubahan psikologi
Beberapa wanita mengalami perubahan mood terkait dengan siklus haid. Terjadi
instabilitas emosional pada fase luteal. Perubahan ini disebabkan oleh penurunan
progesteron. Tidak dapat dipastikan apakah perubahan mood tersebut disebabkan oleh
siklus haid atau merupakan sindroma premenstrual.
21
BAB IV
AMENOREA
I.
DEFINISI
Amenorea (A [bahasa Yunani yang berarti Negatif], men [bulan atau rembulan], rohia
[aliran] ) adalah gejala yang lazim dari berbagai jenis keadaan patofisiologik. Amenorea
biasanya terjadi apabila perubahan yang dinamis dan berirama yang terjadi pada system
endocrine reproduktif tidak diinisiasikan atau dihentikan oleh perubahan anatomic, genetic,
atau fungsional.
Amenorea merupakan keadaan dimana menstruasi berhenti pada masa menstruasi
teratur. Biasanya seorang wanita akan mengalami haid pertama sekitar usia 10 tahun hingga
16 tahun, jika usianya sudah menginjak 16 tahun dan belum haid, berarti hal ini perlu
diwaspadai dan mendapat perhatian. Hal ini terjadi kemungkinan karena fungsi indung telur
hormon tidak normal, kesehatan atau masalah tekanan jiwa dan emosi. Namun, pada wanita
hamil, menyusui, dan menopause wajar jika wanita tersebut tidak mengalami haid.
Amenorea merupakan perubahan umum yg terjadi pada beberapa titik dalam sebagian
besar siklus menstruasi wanita dewasa. Sepanjang kehidupan individu,tidak adanya
menstruasi
dapat
berkaitan
dengan
kejadian
hidup
yang
normal
seperti
merupakan gejala dari disfungsi ovarium dan sistem reproduksi yang biasanya berhubungan
dengan masalah infertilitas. Siklus menstruasi normal meliputi interaksi antara kompleks
hipotalamus-hipofisis-ovarium aksis serta organ reproduksi yang sehat. Walaupun secara
klasik terdapat pembagian amenorrhea primer maupun sekunder, perbedaan ini seringkali
menghasilkan kesalahan diagnostik, sehingga pembagian ini harus dihindari.
Amenorea primer
Amenorea primer merupakan suatu keadaan dimana tidak terjadi menstruasi pada
wanita yang berusia 16 tahun keatas dengan karaktersitik seksual sekunder normal,
atau umur 14 tahun keatas tanpa adanya perkembangan karakteristik seksual
sekunder. Amenorea primer terjadi pada 0.1 2.5% wanita usia reproduksi.
Amenorea sekunder
Amenorea sekunder adalah hilangnya menstruasi setelah menarche. Yaitu tidak
terjadinya menstruasi selama lebih dari 6 bulan pada wanita yang biasanya mendapat
siklus menstruasi teratur atau bisa sampai 12 bulan pada wanita yang biasanya
mengalami oligomenorrhoea. Angka kejadian berkisar antara 1 5%.
II.
EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, setiap tahun sekitar 5-7% wanita mengalami amenore sekunder
selama 3 bulan. Tidak ada bukti menunjukkan bahwa prevalensi amenore bervariasi menurut
asal-usul kebangsaan atau kelompok etnis. Namun, faktor lingkungan setempat yang
berhubungan dengan gizi dan prevalensi penyakit kronis diragukan berpengaruh. Misalnya,
usia menstruasi pertama (menarche) bervariasi tergantung lokasi geografis, seperti yang
ditunjukkan oleh sebuah studi Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO yang membandingkan
11 negara, melaporkan rata-rata usia menarche dari 13-16 tahun.
Data terbaru adanya peningkatan tingkat obesitas di seluruh dunia juga berkontribusi
untuk onset menarche yang lebih awal dan meningkatan prevalensi gangguan menstruasi
terkait obesitas, terutama di daerah di mana obesitas lebih dominan. Paparan racun
lingkungan, yaitu hormonally active endocrine disruptors dapat juga meningkatkan gangguan
haid dan gangguan reproduksi di daerah endemik.
23
III.
apabila kita mengevaluasi pasien dengan amenorrhea. Amenorrhea sendiri adalah hal yang
normal kita temui pada perempuan sebelum pubertas, pada saat kehamilan, laktasi, dan
setelah menopause.
Penyebab-penyebab dari amenorrhea primer dan sekunder dan frekuensinya dapat
dilihat pada kedua tabel dibawah ini :
24
Presentation
Hypergonadotropic hypogonadism
Frequency (%)
43
27
46,XX
14
46,XY
Eugonadism
30
Mllerian agenesis
15
Vaginal septum
Imperforate hymen
AIS
PCOS
CAH
27
Constitutional delay
14
GnRH deficiency
25
26
Etiology
Frequency (%)
67.5
15.5
Nonspecific hypothalamic
18
28
Hypothyroidism
1.5
Cushing syndrome
Sheehan syndrome
1.5
10.5
46,XX
10
Abnormal karyotype
0.5
13
Anatomic
Asherman syndrome
Hyperandrogenic states
27
Hormonal/endocrinologic
Inherited
Hypergonadotropic
hypogonadism
pituitary gland
complete)
Premature ovarian failure
Vaginal septum
Cervical atresia
Imperforate hymen
Labial fusion
Acquired
Intrauterine synechiae
(Asherman syndrome)
Inherited
(POF)
Inherited
Chromosomal (gonadal
Pituitary hypoplasia
Acquired
dysgenesis)
Acquired
Infectious
Autoimmune
Adenoma
Prolactinoma
Destructive processes
Macroadenoma
28
Infection (tuberculosis)
Cervical stenosis
Iatrogenic
Metastases
Environmental
Radiation
Idiopathic
Trauma
Hypogonadotropic
hypogonadism
Disorders of the
Infarction (Sheehan
syndrome)
Infiltrative disease
hypothalamus
Inherited
Idiopathic
Chronic disease
hypogonadotropic
hypogonadism (IHH)
Kallmann syndrome
Acquired
Hypothalamic
amenorrhea ("functional")
Liver disease
Malignancy
Acquired
immunodeficiency
syndrome
Eating disorders
Excessive exercise
Malabsorption syndromes
Eugonadotropic
29
amenorrhea
Stress
Destructive processes
Inherited
Polycystic ovarian
syndrome
Tumor
Late-onset congenital
adrenal hyperplasia
Radiation
Infection
Infiltrative disease
Pseudocyesis
Acquired
Hyperprolactinemia
Thyroid disease
Cushing syndrome
Acromegaly
30
seks
sekunder. Tidak
berkembangnya
karakteristik
seks
sekunder
Physiologic delay
Sindrom Kallmann
Tumor SSP
KELAINAN GENETIK
Defisiensi 5-reduktase
Mutasi reseptor GnRH
Defisiensi FSH
DISFUNGSI HIPOTALAMUS/HIPOFISIS LAINNYA
Malnutrisi
Malabsorbsi
Penurunan BB (Anoreksia nervosa)
Olahraga berlebihan
Penyakit kronis
Neoplasia
Penggunaan marijuana
Hipotiroidisme
Sindrom polikistik ovarian
Sindrom Cushing
Hiperprolaktinemia
Penyakit infiltratif dari SSP
Cone biopsy
Prosedure loop electroexcision
Akibat infeksi
Pelvic Inflammatory Disease
IUD
Tuberkulosis
Skistosomiasis
TANPA KELAINAN ANATOMIK
Kegagalan ovarium
Kelainan hipofisis/hipotalamus
Tumor hipotalamus : craniopharyngioma, germinoma, tubercular granuloma, sarcoid
granuloma, kista dermoid
Kelainan hipofisis
Nonfunctioning adenomas
Hormone secreting adenomas
Prolactinoma
Penyakit Cushing
Akromegali
Hipertiroidisme primer
Infark
Hipofisitis limfositik
Ablasi pembedahan atau radiologik
Sindroma Sheehan
Vaskulitis diabetik
Gangguan sekresi GnRH
Status esterogen yang bervariasi
Anoreksia nervosa
Olahraga
Stress
Pseudocyesis
Malnutrisi
Penyakit kronis : DM, penyakit ginjal, penyakit pulmo, penyakit hati, infeksi kronis,
penyakit Addison
Hiperprolaktinemia
33
Disfungsi tiroid
Status eustrogenik
Obesitas
Hiperandrogenisme : sindrom polikistik ovarium, sindrom Cushing, hiperplasia kongenital
adrenal, tumor adrenal, tumor ovarium
Tumor sel granulosa
Idiopatik
Amenorea yang disertai perkembangan karakteristik seks sekunder normal, dengan
kelainan anatomik
Amenorea terjadi jika ada hambatan dalam saluran keluar atau saluran keluar
menghilang. Saluran keluar yang intak terdiri atas vagina yang paten dan serviks dan uterus
yang berfungsi. Adanya blokade transversal pada sistem Mullerian dapat menyebabkan
amenorea. Obstruksi saluran keluar termasuk himen imperforata, septum vagina transversal,
dan hipoplasia dan tidak adanya uterus, serviks, dan vagina (sindroma Mayer-RokitanskyKuster-Hauser). Sindroma Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser terkait dengan kelainan
metabolisme galaktosa. Blokade transversal dari saluran keluar dengan intak endometrium
seringkali menyebabkan nyeri siklik tanpa perdarahan menstruasi pada usia dewasa muda.
Blokade aliran darah dapat menyebabkan hematokolpos, hematometra, atau hemoperitoneum.
Dapat pula terjadi endometriosis.
Bila penemuan pemeriksaan fisik normal, kelainan anatomik masih dapat
dipertimbangkan. Tidak adanya endometrium kongenital jarang ditemukan pada pasien
dengan amenorea primer. Sindroma Asherman yang lebih sering terjadi pada amenorea
sekunder atau hipomenorea, dapat terjadi pada pasien dengan faktor risiko parut endometrium
dan servikal. Faktor risikonya termasuk riwayat pembedahan uterus dan serviks, infeksi
akibat pemakaian IUD, dan pelvic inflammatory disease. Infeksi seperti tuberkulosis dan
skistosomiasis dapat menyebabkan sindroma Asherman namun jarang terjadi. Stenosis
serviks yang diakibatkan pembedahan seperti cone biopsy atau loopelectroexcision
procedure, dapat menyebabkan amenorea.
34
menstruasi, namun menstruasi tidak pernah dilaporkan pada genotip XY. Genitalia eksternal
biasanya bersifat ambigu, dan perkembangan payudara ditemukan pada pasien ini.
Amenorea yang disertai perkembangan karakteristik seks sekunder normal, tanpa
kelainan anatomik
Kehamilan harus dipikirkan pada setiap perempuan pada usia reproduktif dengan
amenorea. Disfungsi tiroid dan hiperprolaktinemia biasanya menjadi penyebab amenorea.
Amenorea dengan karakteristik seks sekunder dan anatomi normal dapat disebabkan oleh
kegagalan ovarium, lesi hipotalamus/hipofisis, dan sekresi GnRH abnormal.
Kegagalan ovarium (Ovarian failure)
Kegagalan ovarium biasa ditemukan pada saat menopause. Usia menopause
biasanya sesuai keturunan genetik. Saat pasien terpapar esterogen, gejala withdrawal
menyebabkan hot flashes dan vagina yang kering. Hal ini terjadi hampir 50% pada pasien,
dimana kegagalan ovarium prematur atau terjadi pada usia normal. Penemuan fisiknya ialah
atrofi mukosa vagina dan tidak adanya mukus serviks. Kegagalan ovarium yang terjadi pada
sebelum usia 40 tahun dipikirkan sebagai patologis (premature ovarian failure). Kegagalan
dini dapat disebabkan akibat menurunnya fungsi folikuler dan atresia folikuler dini. Jika
kegagalan ovarium terjadi sebelum pubertas, tidak akan terjadi perkembangan payudara
(contoh : sindroma Turner), dan terjadi agenesis gonadal.
Tabel 6. Penyebab kegagalan ovarium setelah perkembangan seks sekunder
Penyebab kromosom
Penyebab iatrogenik
Radiasi
Kemoterapi
Gangguan aliran darah ovarium akibat pembedahan
Infeksi
Penyakit autoimun
Galaktosemia
Sindroma Savage
Merokok
Idiopatik
36
ovarium prematur. Abses tubo-ovarian juga dikaitkan dengan destruksi folikuler dan
kegagalan ovarium prematur.
Kegagalan ovarium dapat pula menjadi bagian dari sindroma autoimun
poliglandular. Antibodi ditemukan pada beberapa pasien dengan kegagalan ovarium
prematur. Jarang sekali kegagalan ovarium prematur dikaitkan dengan myastenia gravis,
idiopathic trombocytopenic purpura, rheumatoid arthritis, vitiligo, autoimmune hemolytic
anemia, diabetes melitus, dan penyakit autoimun lainnya.
Galaktosemia disebabkan oleh kurangnya enzim galaktosa-1-fosfat uridyl
transferase. Metabolit dari galaktosa terbukti memiliki efek toksik pada folikel ovarium,
menyebabkan destruksi prematur.
Sindrom Savage atau resistensi gonadotropin, disebabkan oleh disfungsi reseptor
FSH. Terjadinya mutasi heterozigot pada reseptor FSH menyebabkan amenorea primer tanpa
karakteristik seks sekunder, namun beberapa pasien memiliki perkembangan payudara
normal. Pasien ini memiliki folikel ovarium.
Lesi hipotalamus/hipofisis
Agar normal menstruasi terjadi, hipotalamus harus dapat mengeluarkan GnRH, dan
hipofisis harus dapat merespon dengan produksi dan pengeluaran FSH dan LH.
Tumor hipotalamus seperti craniopharyngioma, germinoma, granuloma tuberculoid
atau sarcoid, atau kista dermoid dapat mencegah sekresi hormon yang normal.
Craniopharyngioma adalah tumor yang paling sering. Berlokasi di regio suprasellar dan
seringkali menyebabkan nyeri kepala dan gangguan penglihatan. Pembedahan dan radiasi
tumor dapat pula menyebabkan gangguan sekresi hormon.
Hipopituitarisme adalah kondisi yang jarang, karena porsi besar dari kelenjar harus
dihancurkan sebelum terjadinya penurunan sekresi hormon yang berpengaruh secara klinis.
Kelenjar pituitari (hipofisis) dapat dihancurkan oleh tumor, infark, lesi infiltrasi, dan ablasi
pembedahan atau radiologik.
Sindroma Sheehan dikaitkan dengan nekrosis postpartum pada hipofisis yang
diakibatkan oleh episode hipotensif yang ditandai pasien shock. Gejala yang terjadi ialah
nyeri kepala terlokalisir, berat, retro-orbital atau gangguan penglihatan pada lapang pandang
dan ketajaman penglihatan. Pasien dengan gejala sedang pada nekrosis hipofisis postpartum
menyebabkan tidak dapat laktasi, hilangnya rambut pubis dan ketiak, dan tidak menstruasi
setelah persalinan.
Hipopituitarisme terkait dengan hiposekresi ACTH dan TSH, maka dari itu fungsi
38
tiroid dan adrenal harus dievaluasi. Jika hipopituitarimse terjadi sebelum pubertas, mens dan
perkembangan karakteristik seks sekunder tidak akan terjadi.
Growth hormone (GH), TSH, ACTH, dan prolaktin juga disekresi oleh hipofisis,
dan kelebihan produksi dari salah satu hormon tersebut akibat timor pituitari menyebabkan
kelainan menstruasi. Kelebihan sekresi prolaktin ialah salah satu dari penyebab amenorea
yang tersering. Prolaktinoma ialah tumor yang paling sering pada hipofisis.
Kelainan sekresi GnRH
Sekresi GnRH yang abnormal terjadi pada satu per tiga pasien dengan amenorea.
Penyakit kronis, malnutrisi, stress, kelainan psikiatri, dan olahraga menghambat sekresi
GnRH, sehingga mengganggu siklus menstruasi. Sistem hormonal lain yang memproduksi
kelebihan atau kekurangan hormon dapat menyebabkan feedback abnormal dan
mempengaruhi sekresi GnRH. Pada hiperprolaktinemia, penyakit Cushing (kelebihan
ACTH), dan akromegali (kelebihan GH), kelebihan sekresi hormon pituitari menghambat
sekresi GnRH. Jarang terjadi amenorea fungsional hipotalamik tanpa penyebab sekunder.
39
nervosa. Kelebihan opioid endogen dan peningkatan sekresi CRH menghambat sekresi
GnRH.
Pasien dengan obesitas memiliki lebih banyak sel lemak dimana terjadi aromatisasi
ekstraglandular dari androgen menjadi esterogen. Pasien dengan obesitas juga memiliki kadar
sex hormone-binding globulin yang rendah, sehingga porsi besar androgen bebas dikonversi
menjadi esterogen. Gangguan dari sekresi endorfin, kortisol, insulin, GH, dan IGF-1 dapat
berinteraksi dengan esterogen abnormal dan feedback androgen ke generator GnRH yang
menyebabkan gangguan menstruasi.
Sekresi dari neuromodulator hipotalamik dapat terganggu dari feedback abnormal
akibat kadar hormon perifer. Kelebihan atau kekurangan hormon tiroid, glukokortikoid,
androgen, dan esterogen menyebabkan disfungsi menstruasi. Walaupun PCOS biasanya
menyebabkan perdarahan irregular dibandingkan amenorea, PCOS tetap menjadi salah satu
penyebab tersering dari amenorea. PCOS terjadi akibat kelainan perifer dari kadar IGF-1,
androgen, dan esterogen, yang menyebabkan disfungsi hipotalamik. Peningkatan kadar
androgen dan esterogen oleh tumor ovarium menyebabkan gangguan pola menstruasi,
termasuk amenorea. Pada pasien hirsutisme dan amenorea, tumor adrenal yang mensekresi
androgen dan hiperplasia adrenal kongenital perlu dipertimbangkan.
Kelebihan sekresi GH, TSH, ACTH, dan prolaktin pada kelenjar hipofisis dapat
menghambat feedback dari sekresi GnRH, menyebabkan amenorea. Kelebihan GH
menyebabkan akromegali, yang terkait anovulasi, hirsutisme, dan PCOS sebagai akibat
stimulasi ovarium oleh IGF-1. Kelebihan GH disertai amenora, rendahnya kadar
gonadotropin, dan peningkatan prolaktin. Penyakit Cushing disebabkan oleh tumor hipofisis
yang mensekresi ACTH, bermanifestasi sebagai obesitas trunkus, moon face, hirsutisme, dan
gangguan menstruasi.
Evaluasi penyebab amenorea dapat dibagi juga berdasarkan pembagian 4 kompartemen, yaitu
:
41
H
O
U
i
tv
p
e
a
o
rr
t
fi
u
a
iu
s
lm
s
a
i
m
s
u
s
Macam gangguan penyebab amenorea sekunder berdasarkan kompartemennya :
Gangguan pada Kompartemen I
Sindroma Asherman
Terjadi kerusakan pada endometrium akibat tindakan kuret berlebihan terlalu dalam
sehingga terjadi perlengketan intrauterin. Perlengketan akan menyebabkan obliterasi
lengkap atau parsial pada rongga uterus, ostium uteri interna, dan kanalis servikalis.
Hematometra tidak terjadi karena endometrium menjadi tidak sensitif terhadap
stimulus. Penanganan sindroma Asherman dilakukan dengan melakukan dilatasi kuret
untuk menghilangkan perlengketan. Saat ini visualisasi langsung menggunakan
histeroskopi dan dengan memakai alat gunting dan kateter untuk menghilangkan
perlengketan memberikan hasil lebih baik dibandingkan tindakan dilatasi kuret secara
membuta. Selanjutnya, dipasang IUD untuk mencegah perlengketan pascaoperasi.
Untuk memacu pertumbuhan endometrium dan mengembalikan siklus haid diberikan
stimulus estrogen 2,5 mg setiap hari selama 3 minggu, dan progestin 10 mg setiap hari
saja.
Sindroma Sweyer
Disebut juga disgenesis gonad XY, suatu keadaan yang jarang ditemukan. Gambaran
klinis adalah perempuan amenorea dengan kariotipe 46 XY, kadar testosteron normal
perempuan dan tidak didapatkan perkembangan seksual karena ia tidak didapatkannya
hormon esterogen. Pada penanganan sebaiknya dilakukan pengangkatan streak gonad
segera setelah diagnosis ditegakkan.
pengobatan selanjutnya.
Sindroma Sheehan
Terjadi infark akut dan nekrosis pada kelenjar hipofisis yang disebabkan oleh
perdarahan pascapersalinan dan syok dapat menyebabkan terjadi sindroma Sheehan.
Keluhan segera terlihat setelah melahirkan dalam bentuk kegagalan laktasi,
berkurangnya rambut pubis, dan aksila. Defisiensi hormon pertumbuhan dan
gonadotropin paling sering terlihat, diikuti dengan ACTH. Saat ini dengan perawatan
obstetri yang baik sindroma ini jarang ditemukan lagi.
Amenorea hipotalamus
Defisiensi sekresi pulsatil GnRH akan menyebabkan gangguan pengeluaran
44
gangguan psikis.
Eating disorder
o Anoreksia nervosa
Biasanya gejala anoreksia nervosa dimulai antara umur 10-30 tahun. Badan
tampak kurus dengan berat badan berkurang 25%, disertai pertumbuhan
rambut lanugo, bradikardia, aktivitas berlebih, bulimia (makan berlebih),
muntah yang biasanya dibuat sendiri, amenorea, dan lain sebagainya. Penyakit
ini biasanya ditemui pada perempuan muda dengan gangguan emosional yang
berat. Keadaan dimulai dengan diet untuk mengontrol berat badan, selanjutnya
diikuti ketakutan tidak bisa disiplin menjaga berat badan.
o Bulimia
Bulimia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan episode makan berlebihan
dan dilanjutkan dengan menginduksi muntah, puasa, atau penggunaan obat
pencahar dan diuretika. Anoreksia dan bulimia merupakan gambaran disfungsi
mekanisme tubuh untuk mengatur rasa lapar, haus, suhu, dan keseimbangan
otonomik yang diregulasi oleh hipotalamus. Kadar FSH dan LH rendah,
sedangkan kadar kortisol meningkat.
Penanganan anoreksia nervosa harus dilakukan oleh ahli psikiatri untuk
melakukan intervensi psikologis berupa cognitive behavioral therapy.
Pendekatan secara terpadu melibatkan dokter psikiatri, ahli nutrisi, dan orang
tua sangat bermanfaat.
IV.
PATOFISIOLOGI
Menstruasi adalah siklus teratur peluruhan lapisan rahim akibat interaksi hormon yang
diproduksi oleh hipotalamus, hipofisis, dan ovarium. Hipotalamus, hipofisis, dan ovarium
membentuk axis endokrin fungsional, yang dikenal sebagai axis HPO, dengan regulasi
hormon dan reaksi umpan balik, seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah.
45
Siklus menstruasi yang teratur dapat diprediksi jika hormon estradiol dan progesteron
dikeluarkan ovarium secara teratur sesuai respon rangsangan dari hipotalamus dan hipofisis
estradiol yang beredar merangsang pertumbuhan endometrium. Progesteron yang diproduksi
oleh korpus luteum setelah ovulasi merubah endometrium proliferasi menjadi endometrium
sekretori. Jika kehamilan tidak terjadi, endometrium sekretori ini luluh selama periode
menstruasi.
Hipotalamus, terletak di sistem saraf pusat, melepaskan GnRH terus menerus, yang
diangkut ke hipofisis anterior, dimana ia mengikat reseptor GnRH untuk menstimulasi
gonadotropin. Sebagai respon terhadap rangsangan oleh GnRH, sel-sel ini mengeluarkan
gonadotropin FSH dan LH. Selanjutnya, hormon ini merangsang ovarium untuk mensintesis
dan mengeluarkan hormon steroid. Pelepasan hormon melalui axis (HPO) hipotalamushipofisis-ovarium diatur dengan umpan balik negatif hormon steroid pada gonadotropin di
hipofisis anterior dan inhibisi langsung pada tingkat hipotalamus. Stimulasi dan inhibisi
negatif melengkapi jalur antara hipotalamus, hipofisis, dan ovarium. Setiap gangguan axis ini
dapat mengakibatkan amenorea.
Menetapkan adanya disfungsi primer sangat penting dalam menentukan patofisiologi
amenorea. Amenorea terjadi jika hipotalamus dan pituitari gagal dalam memberikan stimulasi
gonadotropin pada ovarium, sehingga produksi estradiol tidak memadai dan atau terjadi
kegagalan ovulasi dan kegagalan produksi progesteron. Amenorea juga dapat terjadi jika
ovarium gagal menghasilkan jumlah estradiol yang cukup meskipun stimulasi gonadotropin
normal oleh hipotalamus dan hipofisis. Dalam beberapa kasus, hipotalamus, hipofisis, dan
ovarium semua dapat berfungsi normal, namun amenorea dapat terjadi karena kelainan uterus
46
seperti perlekatan dalam rongga endometrium, defek pada serviks, septum uteri, dan hymen
imperforata.
Prinsip dasar fisiologi fungsi menstruasi memungkinkan dibuatnya suatu sistem yang
memisahkan dalam beberapa kompartemen. Hal ini berguna untuk memakai evaluasi
diagnostik yang memilah penyebab amenorea dalam 4 kompartemen, yaitu:
Kompartemen I
Kompartemen II
Kompartemen III
Kompartemen IV
V.
lain. Sesudah anamnesis, perlu dilakukan pemeriksaan umum yang seksama; keadaan tubuh
penderita tidak jarang memberi petunjuk-petunjuk yang berharga.
Jika penyebabnya adalah kegagalan mengalami pubertas, maka tidak akan ditemukan
tanda-tanda pubertas seperti pembesaran payudara, pertumbuhan rambut kemaluan dan
rambut ketiak serta perubahan bentuk tubuh. Jika penyebabnya adalah kehamilan, akan
ditemukan morning sickness dan pembesaran perut. Jika penyebabnya adalah kadar hormone
tiroid yang tinggi maka gejalanya adalah denyut jantung yang cepat, kecemasan, kulit yang
hangat dan lembab. Sindroma Cushing menyebabkan wajah bulat (moon face), perut buncit
dan lengan serta tungkai yang kurus.
Pada pemeriksaan ginekologik umumnya dapat diketahui adanya berbagai jenis
ginatresis, adanya aplasia vaginae, keadaan klitoris, aplasia uteri, adanya tumor, ovarium dan
sebagainya.
Dengan anamnesis, pemeriksaan umum, dan pemeriksaan ginekologik, banyak kasus
amenorea dapat diketahui sebabnya. Apabila pemeriksaan klinik tidak memberi gambaran
yang jelas mengenai sebab amenorea, maka dapat dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
lanjutan.
VI.
DIAGNOSIS
Dalam menegakkan diagnosa amenorrhea, penting untuk menentukkan organ mana
yang mengalami ganguan kemudian baru dapat ditentukan secara tepat penyebab dari
amenorrhea ini.1 Diagnosa banding untuk amenorrhea cukup luas, mulai dari karena kelainan
genetik sampai gangguan endokrin, gangguan fisiologi, lingkungan dan struktural. Untuk
memfasilitasi penegakkan suatu diagnosa kerja yang cepat dan akurat, maka penting untuk
dilakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang detail. Semua pasien dengan amenorrhea
yang tidak dilakukan histerektomi sebaiknya dilakukan pemeriksaan kehamilan, kadar serum
thyroid-stimulating hormone (TSH) dan prolaktin1. Untuk menegakkan diagnosis pada kasus
amenorrhea primer dan sekunder, langkah yang terpenting dalam mendiagnosa adalah
dengan menyingkirkan kemungkinan bahwa pasien tersebut sedang hamil.
Dalam menegakkan diagnosa amenorrhea, hal pertama yang harus kita pikirkan
adalah adanya kehamilan. Setelah kehamilan disingkirkan, dengan mengikuti alogaritma
yang ada maka kita semakin dekat pada diagnosa yang sebenarnya. Sering terjadi overlapping
48
antara penyebab amenorrhea primer dan sekunder. Untuk itu memastikan perkembangan
seksual pasien merupakan kunci utama untuk membedakan kedua hal ini.
Anamnesa yang lengkap meliputi riwayat perkembangan masa kanak kanak dan
area perkembangan lainnya termasuk grafik tinggi badan dan berat badan terhadap usia pada
thelarche dan menarche. Memastikan usia saat menarche pada ibu serta saudara perempuan
pasien disarankan karena usia saat menarche di dalam anggota keluarga dapat terjadi dalam
usia yang hampir sama antar anggota keluarga satu sama lain. Durasi dan lamanya
menstruasi, berapa hari dalam 1 siklusnya, HPHT ( hari terakhir haid terakhir ), ada tidaknya
molimina ( nyeri pada payudara dan perubahan mood yang mendadak sebelum menstruasi )
adalah informasi penting yang harus ditanyakan ke pasien. Riwayat penyakit kronis, trauma,
operasi sebelumnya, dan pemakaian obat obatan juga penting. Riwayat melakukan
hubungan seksual sebaiknya ditanyakan dengan menjaga kerahasiaan pasien. Sebaiknya juga
ditanyakan tentang pemakaian obat obatan, latian fisik, situasi rumah dan sekolah serta
keadaan psikososialnya. Gejala klinik yang sering dijumpai meliputi gejala vasomotor, hot
flashes, perubahan virilizing, galaktorea, sakit kepala, lesu, palpitasi, cemas, kehilangan
pendengaran, dan gangguan penglihatan.
Pemeriksaan fisik dimulai dengan pemeriksaan tanda tanda vital, termasuk tinggi
badan dan berat badan, serta rasio maturitas seksual. Yang ditemukan pada pemeriksaan fisik
antara lain4 :
Keadaan Umum
o Anorexia : cachexia, bradikardi, hipotensi, hipotermia, yellow skin
( karotenemia ), BMI < 18.
o Tumor Hipofisis : perubahan funduskopi, gangguan lapangan pandang,
cranial nerve signs.
o Sindroma polikistik ovarii : acne, acanthosis nigricans, hirsuitisme, BMI > 30
o Inflammatory Bowel Disease : fisura, skin tags, darah samar pada pemeriksaan
rektal ( RT )
o Gonadal dysgenesis ( misal : Sindroma Turner ) : webbed neck, pembesaran
carrying angle, tidak adanya pembesaran payudara dan postur yang pendek.
Payudara
o Galaktorea : dengan mempalpasi payudara
49
Vagina
o Hymen imperforata : pembengkakan vagina eksternal
o Agenesis ( Syndrome Rokitansky Hauser ) : pemendekan vagina dengan
uterus yang rudimenter atau tidak adanya uterus, rambut pubis normal
o Androgen insensitivity syndrome - pemendekan vagina tanpa uterus, rambut
pubis tidak ada
Cervix :
o Menilai kanalis vaginalis, efek estrogen pada mukosa vagina, dan sekresi
mukus.
o Adanya mukus menunjukkan adanya produksi E2 oleh ovarium ( tidak
diimbangi oleh produksi progesteron )
o Mukus jernih, mukus berlebih setelah hari ke 20 siklus menunjukkan adanya
anovulasi
o Mukus yang sedikit dan vagina yang kering dan pucat menunjukkan tidak
diproduksinya E2
50
Evaluasi amenorea :
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat dan tepat harus dilakukan untuk
mencari penyebab amenorea. Beberapa keadaan yang harus diekplorasi antara lain yaitu
keadaan psikologi/stres emosi, riwayat keluarga dengan anomali genetik, status nutrisi,
gangguan pertumbuhan dan perkembangan organ reproduksi, serta penyakit sistem saraf
pusat. Terdapat 3 langkah evaluasi amenorea seperti tertera di bawah ini.
Langkah 1
Dipastikan dulu kehamilan telah disingkirkan dan dilakukan pemeriksaan kadar TSH
dan prolaktin. Pemeriksaan kadar TSH untuk evaluasi kemungkinan kelainan tiroid dan kadar
prolaktin untuk evaluasi hiperprolaktinemia sebagai penyebab amenorea. Adanya keluhan
galaktorea (keluarnya air susu tanpa adanya kehamilan) perlu pemeriksaan kadar prolaktin
dan foto sella tursika dengan MRI. Bila kedua pemeriksaan tersebut dalam batas normal
selanjutnya dilakukan tes progestin. Tes progestin bertujuan bertujuan untuk mengetahui
kadar esterogen endogen dan patensi traktus genitalia. Medroksi progesteron asetat (MPA) 10
mg per hari diberikan selama 5 hari dan selanjutnya ditunggu 2-7 hari setelah obat habis
untuk dilihat terjadi haid atau tidak. Bila terjadi perdarahan berarti diagnosis adalah
anovulasi. Tidak ada hambatan pada traktus genitalia dan kadar esterogen endogen yang
cukup untuk menumbuhkan endometrium telah dapat ditegakkan. Hasil ini menunjukkan
bahwa fungsi ovarium, hipofisis, dan sistem saraf pusat berfungsi baik.
Langkah 2
Langkah 2 dikerjakan bila tidak terjadi perdarahan dengan tes progestin, yaitu dengan
pemberian estrogen progestin siklik. Esterogen konjugasi 1,25 mg atau estradiol 2 mg setiap
hari selama 21 hari ditambah pemberian progestin (MPA 10 mg setiap hari) pada 5 hari
terakhir. Bila tidak terjadi perdarahan setelah langkah 2 menunjukkan bahwa terdapat
gangguan pada kompartemen I sering terjadi pada keadaan tindakan kuret terlalu dalam
(sindroma Asherman) atau infeksi endometrium (TBC). Bila terjadi perdarahan berarti
kompartemen I berfungsi baik dengan stimulasi estrogen eksogen. Hasil ini menunjukkan
51
bahwa esterogen endogen tidak ada karena perdarahan yang terjadi akibat stimulus estrogen
progesteron eksogen secara siklik.
Langkah 3
Langkah 3 dikerjakan untuk mengetahui penyebab tidak adanya esterogen endogen.
Seperti diketahui bahwa estrogen dihasilkan oleh folikel yang sedang berkembang di ovarium
setelah mendapat stimulus gonadotropin yang berasal dari sentral (merupakan hasil kerja
sama hipotalamus dan hipofisis). Jadi langkah 3 digunakan untuk mengetahui masalah
tersebut berasal dari kompartemen II (folikel ovarium) atau kompartemen III dan IV
(hipotalamus dan hipofisis). Pada langkah ke-3 dilakukan pemeriksaan kadar gonadotropin
(FSH dan LH) yang sebaiknya dikerjakan 2 minggu setelah obat pada langkah 2 habis guna
menghindari penekanan esterogen ke sentral.
Hasil pemeriksaan pada langkah 3 bisa menunjukkan kadar gonadotropin yang tinggi,
rendah, atau normal. Kadar gonadotropin tinggi menunjukkan masalah ada di kompartemen
II (ovarium), sedang bila kadar gonadotropin rendah atau normal menunjukkan masalah ada
di kompartemen III atau IV (hipotalamus dan hipofisis). Perempuan dengan amenorea usia di
bawah 30 tahun dengan masalah di kompartemen II sebaiknya dilakukan pemeriksaan
kromosom kariotipe. Terdapatnya tanda mosaik dengan kromosom Y merupakan indikasi
untuk dilakukan eksisi gonad karena risiko terjadinya perubahan keganasan. Bila hasil kadar
gonadotropin rendah atau normal diperlukan pemeriksaan imaging (MRI) untuk membedakan
lokasi antara hipotalamus atau hipofisis..
didiagnosis jika tidak ada rambut pubis dan rambut ketiak. Untuk konfirmasi diagnosis
dilakukan pemeriksaan kariotipe untuk melihat adanya kromosom Y. Pada beberapa pasien,
defek pada reseptor androgen tidak lengkap, dan terjadi virilisasi.
Tidak adanya endometrium ialah kelainan saluran keluar yang tidak bisa didiagnosis
dengan pemeriksaan fisik pada pasien dengan amenorea primer. Tidak adanya endometrium
perlu dipikirkan pada pasien dengan amenorea primer dan karakteristik seks sekunder normal
jika hasil pemeriksaan hormonal normal dan pasien tidak terjadi perdarahan setelah terapi
hormon esterogen dan progesteron kombinasi.
Sindrom Asherman juga tidak dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik.
Sindrom Asherman didiagnosis dengan melakukan histerosalpingografi, infus saline, USG,
atau histeroskopi. Tes ini menunjukkan adanya obliterasi komplit atau defek pengisian
multiple yang disebabkan sinekia. Jika dicurigai tuberkulosis atau skistosomiasis, kultur
endometrium perlu dilakukan.
Diagnosis amenorea yang disertai perkembangan karakteristik seks sekunder normal,
tanpa kelainan anatomik
Tes kehamilan (hCG urin atau serum) sebaiknya dilakukan pada wanita usia
reproduktif dengan amenorea dengan karakteristik sekunder normal dan pemeriksaan pelvis
normal. Jika pemeriksaan kehamilan negatif, evaluasi amenorea ialah sebagai berikut :
1. Serum TSH
Pertimbangan ke arah penyakit tiroid dan hiperprolaktinemia pada pasien dengan
amenorea perlu dilakukan akibat banyaknya insidens kelainan ini.
Pemeriksaan kadar TSH yang sensitif berguna untuk mengevaluasi adanya kelainan
hipotiroid dan hipertiroidisme. Evaluasi lebih lanjut pada kelainan ini dilakukan jika
kadar TSH tidak normal.
2. Serum prolaktin
Hiperprolaktinemia sering menyebabkan anovulasi pada perempuan. Jika ditemukan
peningkatan TSH dan prolaktin, maka kelainan tiroid perlu diperbaiki sebelum
mengobati hiperprolaktinemia. Biasanya kadar prolaktin menjadi normal dengan
tatalaksana hipotiroid, karena TRH yang meningkat pada keadaan hipotiroidisme,
menstimulasi sekresi prolaktin. Jika kadar prolaktin meningkat terus-menerus, maka
diperlukan pemeriksaan MRI.
3. Kadar FSH
Pemeriksaan kadar FSH diperlukan untuk menentukan apakah pasien memiliki
amenorea hipergonadotropik, hipogonadotropik, atau eugonadotropik. Kadar FSH
53
serum lebih dari 25-40 mIU/mL pada dua kali pemeriksaan darah, mengindikasikan
adanya amenorea hipergonadotropik. Hipergonadotropik menyimpulkan bahwa
penyebab amenorea berada pada tingkat ovarium. Anamnesis diperlukan untuk
menentukan apakah penyebab kegagalan ovarium akibat kemoterapi atau radiasi.
Pemeriksaan kadar galaktose-1 fosfat uridil transferase perlu dilakukan untuk
menentukan keadaan galaktosemia. Status pembawa fragile X perlu dievaluasi pada
pasien jika terdapat riwayat keluarga dengan kegagalan ovarium prematur.
Pada pasien yang berusia dibawah 30 tahun dengan amenorea hipergonadotropik,
pemeriksaan kariotipe diperlukan untuk menyingkirkan adanya kromosom Y.
4. Status estrogen
Secara
tradisional,
status
esterogen
diperiksa
dengan
memberikan
medroxyprogesterone acetat 5 atau 10 mg selama 10 hari. Perdarahan biasanya terjadi
setelah 2-10 hari dosis terakhir. Jika tidak terjadi perdarahan setelah pemberian per
oral, maka diberikan 100-200 mg progesteron secara intramuskular. Adanya rasa
kering pada vagina dan hot flashes menandakan keadaan hipoesterogenisme.
Adanya perdarahan setelah pemberian progesteron bermakna apabila dicurigai terjadi
sindrom Asherman. Pada pasien dengan amenorea primer dan status esterogen
normal, pemberian progesteron dapat mendiagnosis tidak adanya endometrium
kongenital. Jika status esterogen masih dipertanyakan, dapat dilakukan pemberian 2,5
mg estrogen terkonjugasi atau 2 mg estradiol selama 25 hari, disertai 5-10 mg MPA
selama 10 hari terakhir. Tidak adanya endometrium kongenital didiagnosis jika tidak
terjadi perdarahan dengan pengobatan ini pada pasien amenorea primer dan tidak
terjadi kelainan fisik. USG transvaginal untuk menentukan ketebalan endometrium
juga dapat dilakukan. Jika penemuan tersebut pada pasien dengan amenorea sekunder,
maka diagnosisnya ialah sindrom Asherman. Sindrom Asherman dipastikan dengan
adanya filling defect pada pemeriksaan histerosalfingografi atau dengan adanya
adhesi pada pemeriksaan histeroskopi.
5. Gambaran hipotalamus dan hipofisis
Jika pasien hipoesterogenik dan kadar FSH tinggi, perlu dilakukan pemeriksaan
terhadap hipotalamus dan hipofisis.
Pemeriksaan neurologik lengkap termasuk EEG dapat membantu melokalisir lesi. CT
scan atau MRI perlu dilakukan untuk menentukan adanya tumor. Setelah kelainan
anatomik telah disingkirkan, riwayat pasien dengan perubahan berat badan, olahraga,
kebiasaan makan, gambaran tubuh, pencapaian karir atau akademis adalah faktor
penting untuk membedakan anoreksia nervosa, malnutrisi, obesitas, atau kelainan
menstruasi yang disebabkan oleh latihan atau stress.
54
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan amenorea dibagi menjadi penatalaksanaan amenorea yang disertai
Pasien biasanya lebih peduli terhadap keadaan tidak menstruasi dibandingkan dengan
hirsutisme atau infertilitas. Endometrium dari pasien ini sebaiknya diproteksi dari lingkungan
yang berlawanan dengan esterogen yang menyertai keadaan anovulasi.
Anovulasi kronis disebabkan oleh hiperplasia adrenal kongenital, pemberian
glukokortikoid (seperti dexametason 0,5 mg) kadang sukses menyebabkan mekanisme
feedback normal, sehingga dapat terjadi ovulasi dan menstruasi regular.
BAB V
LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS
Nama
Umur
: 17 tahun
Pendidikan
: SMP
Pekerjaan
: Pelajar
Agama
: Islam
Suku Bangsa
: Jawa
57
Alamat
Tanggal
II.
: 31 Desember 2014
ANAMNESIS
Auto dan alloanamnesis, pada tanggal 31 Desember 2014, di Poli Kebidanan RSUD Kota
Bekasi
Keluhan utama
Tidak menstruasi sejak 1 tahun yang lalu
Keluhan tambahan
(-)
berat badan lahir 3300 gram. Tidak ada penyulit apapun selama persalinan. Setelah lahir
pasien sehat.
Riwayat pertumbuhan
58
Riwayat perkembangan
menulis pada usia 5 tahun. Pasien pernah tidak naik kelas 2 kali pada kelas 2 SD dan kelas 1
SMP.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah di rawat di RS. Pasien tidak ada riwayat menderita penyakit apapun.
Riwayat konsumsi obat-obatan rutin disangkal. Riwayat TB atau batuk-batuk lama disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang menderita hal yang sama. Ibu pasien memiliki siklus
menstruasi yang teratur, dengan menarche saat usia 13 tahun.
Riwayat Menstruasi
Menstruasi pertama kali usia 13 tahun. Siklus menstruasi tidak teratur, pasien tidak ingat
tepatnya siklus. Lama menstruasi 5-7 hari, Dengan ganti pembalut rata-rata 3-4 kali per
hari. Saat menstruasi, pasien tidak pernah merasa nyeri perut.
Riwayat Perkawinan
Pasien belum pernah menikah sebelumnya.
Riwayat Operasi
Pasien tidak pernah melakukan operasi ataupun kuret sebelumnya.
Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak pernah merokok, minum alkohol, dan juga minum jamu-jamuan.
III.
PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
59
Keadaan umum
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda vital
Tekanan darah
: 110/70 mmHg
Nadi
: 100 x/menit
Napas
: 20 x/menit
Suhu
: 36,6oc
Berat badan
: 47 kg
Tinggi badan
: 136 cm
BMI
Kepala
Mata
: Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/- Eksoftalmos -/Epicanthal folds -/-
Gigi
THT
Leher
Thoraks
Paru-paru
Jantung
60
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas
B. Status Ginekologis
a. Pemeriksaan luar
i. Wajah
ii. Payudara
: Kumis (-)
: Perkembangan payudara (+) tidak sesuai usia (M3
pada diagram Tanner), Nyeri tekan -/-, massa -/-, retraksi -/-, sekret -/iii. Ketiak
: Rambut ketiak -/iv. Abdomen
:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
v. Genitalia eksterna :
Mons pubis
Klitoris
: Pembesaran (-)
OUE
b. Pemeriksaan dalam
Tidak dilakukan pemeriksaan dalam
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan :
Uterus antefleksi, ukuran 4,9 x 4,2 cm
62
Endometrium tipis
Adneksa tidak ada massa
D. DIAGNOSIS
a. Diagnosis Kerja
Amenorea sekunder et causa suspek kelainan hipofisis/hipotalamus
b. Diagnosis Banding
Amenorea sekunder et causa premature ovarian failure
Amenorea sekunder et causa gangguan sekresi GnRH
E. PENATALAKSANAAN
Lynoral tab 1 x 1 selama 10 hari
Kontrol setelah obat habis
F. PROGNOSIS
Ad vitam
Ad functionam
Ad sanationam
: Ad bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
G. FOLLOW-UP
15 Januari 2015
S
: Pasien sudah mengalami perdarahan menstruasi sejak hari ini. Obat habis
O
A
P
63
BAB VI
ANALISIS KASUS
Pasien seorang perempuan usia 17 tahun datang dengan keluhan utama tidak
menstruasi sejak 1 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan BB : 47 kg, TB : 136
cm, BMI : obesitas stage I. Pada pemeriksaan gigi : jumlah gigi kurang dari normal,
pemeriksaan leher : kelenjar tiroid tidak teraba membesar, pemeriksaan refleks fisiologis :
normorefleks. Pada pemeriksaan status ginekologi didapatkan, payudara : Perkembangan
payudara (+) tidak sesuai usia (M3 pada diagram Tanner), sekret -/-, rambut ketiak (-), rambut
pubis (-), introitus vagina (+), selaput hymen intak. Tanda-tanda hirsutisme (-). Pada
pemeriksaan penunjang USG didapatkan : uterus (+) antefleksi, ukuran 4,9 x 4,2 cm,
endometrium tipis, adneksa tidak ada massa.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang di atas, maka
pasien mengalami amenorea sekunder karena pasien pernah mengalami menstruasi
sebelumnya, namun tidak mengalami menstruasi lagi dalam waktu > 6 bulan. Pada pasien,
didapatkan karakteristik seks sekunder, seperti payudara, walaupun pertumbuhan payudara
tidak sesuai usia. Pada pasien tidak didapatkan kelainan anatomis dan tanda-tanda hirsutisme.
Karena dengan pemberian estradiol pasien mengalami perdarahan, maka dapat disingkirkan
amenorea akibat kelainan uterus dan saluran keluar. Maka dari itu, pasien digolongkan
sebagai amenorea dengan karakteristik seks sekunder dengan penyebab non-anatomik.
Berikut diagnosis banding yang dapat dipikirkan.
Penyebab amenorea yang disertai perkembangan karakteristik seks sekunder normal
TANPA KELAINAN ANATOMIK
Kegagalan ovarium
Kelainan hipofisis/hipotalamus
Tumor hipotalamus : craniopharyngioma, germinoma, tubercular granuloma, sarcoid
granuloma, kista dermoid
Kelainan hipofisis
Nonfunctioning adenomas
Hormone secreting adenomas
64
Prolactinoma
Penyakit Cushing
Akromegali
Hipertiroidisme primer
Infark
Hipofisitis limfositik
Ablasi pembedahan atau radiologik
Sindroma Sheehan
Vaskulitis diabetik
Gangguan sekresi GnRH
Status esterogen yang bervariasi
Anoreksia nervosa
Olahraga
Stress
Pseudocyesis
Malnutrisi
Penyakit kronis : DM, penyakit ginjal, penyakit pulmo, penyakit hati, infeksi kronis,
penyakit Addison
Hiperprolaktinemia
Disfungsi tiroid
Status eustrogenik
Obesitas
Hiperandrogenisme : sindrom polikistik ovarium, sindrom Cushing, hiperplasia kongenital
adrenal, tumor adrenal, tumor ovarium
Tumor sel granulosa
Idiopatik
Pasien mengalami tanda-tanda gangguan pertumbuhan seperti kelainan pertumbuhan
gigi dan tinggi badan. Pertumbuhan diatur oleh hormon GH yang juga disekresi oleh hipofisis
anterior. Maka dari itu, pasien dicurigai menderita amenorea akibat dari kelainan pada
hipofisis/hipotalamus, tanpa menyingkirkan diagnosis kelainan pada ovarium (prematur
ovarian failure) dan gangguan sekresi GnRH. Untuk membuktikan hal tersebut, pada pasien
perlu dilakukan pemeriksaan kadar FSH dan LH. Jika kadar FSH dan LH normal atau rendah,
maka kelainan hipofisis/hipotalamus dapat ditegakkan. Dilakukan pula pemeriksaan terhadap
65
kadar TSH dan prolaktin. Jika kadar TSH tinggi, maka kelainannya ialah hipotiroidisme dan
perlu pengobatan dengan penggantian hormon tiroid. Jika kadar TSH tinggi dan prolaktin
tinggi, maka diberikan terapi penggantian hormon tiroid terlebih dahulu, karena kadar TRH
yang tinggi juga dapat meningkatkan sekresi prolaktin. Jika kadar prolaktin tetap tinggi, maka
evaluasi terhadap hipofisis dilakukan lebih lanjut. Perlu dilakukan pemeriksaan CT scan atau
MRI untuk membuktikan adanya kelainan pada hipofisis atau hipotalamus. Jika kadar FSH
dan LH tinggi, maka kelainan ovarium perlu ditegakkan.
Penatalaksanaan pada pasien tergantung penyebab yang ditemukan. Saat ini pasien
masih berada dalam tahap diagnostik. Prognosis ad vitam ialah bonam, karena keadaan
amenorea tidak menyebabkan kematian, ad functionam dan ad sanationam ialah dubia ad
bonam, hal ini karena tergantung dari penyebab amenorea.
66
BAB VII
KESIMPULAN
Untuk mendiagnosis penyebab amenorea, diperlukan anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang lengkap, serta pemeriksaan penunjang. Anamnesis yang baik dan lengkap sangat
penting. Pertama, harus diketahui apakah amenorea itu primer atau sekunder. Dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik umum, dan pemeriksaan ginekologik, kasus amenorea dapat
diketahui sebabnya. Apabila pemeriksaan klinik tidak memberi gambaran yang jelas
mengenai sebab amenorea, maka dapat dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan penunjnag
lanjutan.
Penanganan amenorea lebih ditujukan pada penyebab utama, bukan pada amenoreanya sendiri. Dengan memperbaiki keadaan yang menyebabkan amenorea, maka diharapkan
pasien tersebut kembali mendapatkan haid secara lancar dan teratur.
67
DAFTAR PUSTAKA
1
2
3
4
Wilkins; 2011.
Norwitz E, Schorge J. Obstetry & Gynaecology at a Glance. 2nd ed. US : Blackwell
Publishing; 2006.
68