Professional Documents
Culture Documents
OLEH
MUSTIKA MUTHAHARAH
NPM 08045 D3 FI.
Oleh
Mustika Muthaharah
NPM 08045 D3 FI.
ABSTRAK
Mustika.M. 2011. Rasionalitas Peresepan Antibiotik Untuk Pengobatan Infeksi
Saluran Pernapasan Akut Pada Anak di Puskesmas Pekauman Banjarmasin.
Karya Tulis Ilmiah, Program Studi D3 Farmasi STIK Muhammadiyah
Banjarmasin. Pembimbing : (I) Andika, S.Far.,Apt
(II) Hiryadi, M.Kep.
Sp.Kom
Kata Kunci : Rasionalitas, Peresepan, Antibiotik, ISPA, Anak
Angka kesakitan dan kematian anak akibat Infeksi Saluran Pernafasan Akut
(ISPA) di Indonesia saat ini masih cukup tinggi. Pengobatan Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA) memerlukan perhatian khusus dan pemilihan obat yang tepat seta tindakan
yang cepat agar menurunkan angka kematian. Ketidakrasionalan peresepan sering
terjadi pada pengobatan Infeksi Saluran Pernafasan. Penggunaan antibiotic yang tidak
sesuai dengan diagnosis penyakit menyebabkan terjadinya peresepan yang tidak
rasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah rasionalitas peresepan
antibiotik yang digunakan untuk mengobati penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut
(ISPA) pada pasien anak di Puskesmas Pekauman Banjarmasin.
Penelitian ini mengambil tempat di Puskesmas Pekauman Banjarmasin.
Rancangan dalam penelitian ini bersifat deskriptif. Populasi yang digunakan adalah
resep untuk pasien anak penderita ISPA di Puskesmas Pekauman Banjarmasin pada
bulan Mei tahun 2011 yang berjumlah 400 resep. Dari polulasi tersebut diambil
sebanyak 80 resep sebagai sampel dengan menggunakan metode acak sederhana.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode observasi. Data primer
diperoleh dari hasil observasi resep sedangkan data sekunder diperoleh dari formulir
monitoring indikator peresepan antibotik Puskesmas Pekauman Banjarmasin. Hasil
penelitian disajikan dalam bentuk tabulasi dan persentase yang kemudian di analisis
secara deskripitif.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa peresepan antibiotik untuk pengobatan
ISPA pada anak di Puskesmas Pekauman Banjarmasin yang rasional adalah sebanyak
dua puluh dua resep (dua puluh tujuh koma lima persen). Jumlah tersebut jauh lebih
kecil daripada jumlah ketidakrasionalan yang terjadi yaitu sebanyak lima puluh delapan
resep (tujuh puluh dua koma lima persen).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasionalitas peresepan antibiotik untuk
pengobatan Infeksi Saluran Pernafasan Akut pada anak di Puskesmas Pekauman
Banjarmasin terbilang cukup rendah sehingga perlu ditingkatkan dengan melakukan
pemilihan obat yang tepat sesuai dengan diagnosis ISPA yang diderita pasien.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya serta memberikan kekuatan dan kekampuan sehingga penulis
dapat menyelesaikan proposal Karya Tulis Ilmiah dengan judul RASIONALITAS
PERESEPAN ANTIBIOTIK UNTUK PENGOBATAN ISPA PADA ANAK DI
PUSKESMAS PEKAUMAN BANJARMASIN.
Proposal ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk
menyelesaikan pendidikan Diploma III Farmasi di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Muhammadiyah Banjarmasin.
Dalam proses penulisan proposal ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak.
Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Hj. Ulfah Hidayati, SST.,M.Kes selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Muhammadiyah Banjarmasin.
2. Ibu Sri Rahayu, S.Far.,Apt selaku Ketua Program Studi D3 Farmasi.
3. Bapak Andika, S.Far.,Apt selaku pembimbing I yang telah banyak memberikan
bimbingan, masukan dan motivasi sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat
diselesaikan.
4. Bapak Hiryadi, M.Kep. Sp.Kom selaku pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan untuk penulisan proposal ini.
5. Dinas Kesehatan Kota yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian
di Puskesmas Pekauman Banjarmasin.
Penulis
Ade
Jadilah diri sendiri, karena meski terlahir dari rahim yang
sama, kita lahir dengan membawa cahaya yang berbeda
warna
Maka bersinarlah dengan cahaya yang kau punya
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ......................................................................................................
ii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..........................................................................
TINJAUAN PUSTAKA
A. Rasionalitas Peresepan .............................................................
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................. 38
B. Saran ........................................................................................ 38
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.
Definisi Operasional . 22
2.
3.
Lembar Observasi
4.
5.
. 26
7.
8.
9.
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Kerangka Pikir .
20
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1.
41
2.
42
3.
43
4.
44
5.
45
6.
46
7.
Lembar Observasi.
47
8.
48
9.
Riwayat Hidup .
49
50
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obat merupakan suatu komponen penting dalam pelayanan kesehatan.
Penggunaan obat yang benar, tepat dan aman dapat memberikan efek yang
maksimal bagi penyembuhan. Antibiotik sebagai salah satu jenis obat yang
digunakan untuk menyembuhkan infeksi oleh mikrobakteri merupakan jenis obat
yang seringkali diresepkan oleh dokter karena efektifitasnya yang sangat baik untuk
mengobati penyakit yang disebabkan oleh mikrobakteri.
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah suatu tanda dan gejala akut
akibat infeksi yang terjadi pada setiap bagian saluran pernafasan baik atas maupun
bawah yang disebabkan oleh jasad renik, bakteri, virus maupun riketsin tanpa atau
disertai radang dari parenkim (Alsagaff & Abdul, 2005:110). ISPA adalah infeksi
saluran pernafasan yang berlangsung sampai 14 hari. Yang dimaksud dengan
saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung sampai gelembung paru, beserta
organ-organ disekitarnya seperti: sinus, ruang telinga tengah, dan selaput paru
(Rasmaliah, 2004: 4).
Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut atau ISPA baik Infeksi Saluran
Pernafasan atas maupun bawah, dewasa ini semakin sering dijumpai. Di berbagai
tempat pelayanan kesehatan seringkali dijumpai pasien dengan keluhan gangguan
pernafasan dari yang tergolong infeksi ringan seperti flu sampai infeksi berat seperti
Tuberculosis (TBC), Bronkhitis dan Pneumonia.
jarang terjadi.
Contoh
penyakit infeksi saluran pernafasan bagian atas seperti influenza dan sinusitis. Untuk
penyakit influenza yang disebabkan oleh virus biasanya dapat sembuh dengan
sendirinya setelah 7 hari. Akan tetapi dapat juga diberikan terapi pengobatan dengan
pemberian antihistamin dan dekongestan sebagai terapi pendukung untuk mengobati
peradangan yang terjadi karena infeksi ringan tersebut. Sedangkan untuk infeksi pada
saluran pernafasan bagian bawah (paru-paru dan organ pernafasan sekitarnya) biasanya
beresiko besar untuk terjadi kegawatan sehingga memerlukan terapi pengobatan yang
khusus dan intensif (Mandal, 2008: 28).
ISPA pada anak sebagian besar disebabkan oleh pneumococcus yang dapat
menyebabkan terjadinya penyakit pneumonia. Pneumococcus merupakan 90%
penyebab utama terjadinya infeksi dan radang paru pada masa anak-anak. Pengobatan
untuk ISPA yang terjadi pada saluran pernafasan bagian bawah dan disebabkan oleh
infeksi bakteri dilakukan dengan menggunakan antibiotik. Sebagai terapi pengobatan
awal sebelum diketahui jenis bakterinya dapat digunakan antibiotik berspektrum luas
seperti golongan aminopenisilin. Sebagai obat pilihan pertama dapat digunakan
ampisilin atau amoksisillin dengan dosis 125-250mg per oral tiap 8 jam atau 30mg/kg
berat badan selama 7 hari. Jika infeksi yang terjadi sudah berat maka dosis dapat
ditingkatkan menjadi 2 kali lipat. Antibiotik lainnya yang dapat digunakan untuk terapi
pada infeksi pernafasan adalah erythromycin dengan dosis 20-40mg/kg barat badan/
hari selama maksimal 7 hari. Dapat juga digunakan sefadroksil dengan dosis 25mg/kg
berat badan (anak dibawah 1 tahun) atau 250-500mg (1 tahun keatas), diberikan 2 kali
sehari setiap 12 jam (Sukandar, 2008: 767).
Untuk terapi pengobatan yang lebih spesifik dapat dilakukan setelah adanya
pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui jenis bakterinya. Jika jenis bakteri telah
diketahui maka dapat diberikan antibiotik berspektrum sempit yang sesuai dengan jenis
bakteri penyebab infeksi, misalnya setelah pemeriksaan laboratorium diketahui kuman
yang menginfeksi saluran pernafasan tersebut adalah Pneoumococcus yang merupakan
bakteri gram positif maka dapat di berikan terapi obat dengan menggunakan
benzilpenisislin (Penisislin-G) yang berspektrum sempit dan bekerja efektif terhadap
bakteri gram positif. Hal ini dimaksudkan agar dapat membunuh bakteri dengan lebih
spesifik hingga pengobatan menjadi lebih fokus dan memberikan efek yang maksimal
(Ethical Digest, 2010: 24).
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab kematian
tersering pada anak di Negara sedang berkembang (WHO, 2003). Penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyebab kematian yang paling sering terjadi
pada anak-anak di seluruh dunia. 40%-60% dari kunjungan di Puskesmas adalah oleh
penyakit ISPA. Dari seluruh kematian yang disebabkan oleh ISPA mencakup 20%-30%
(Rasmaliah, 2004). Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut masih merupakan
penyebab utama kesakitan dan kematian balita di Indonesia yaitu sebesar 28% (Rosdy
dan Kristiani, 2005: 2).
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2002, penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) masih merupakan penyebab utama kesakitan dan
kematian balita di Indonesia. Menurut catatan Dinas Kesehatan Kalimantan Selatan,
sepanjang tahun 2009 tercatat 5 balita meninggal akibat serangan ISPA. Jumlah
penderita ISPA di 13 kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Selatan ini tercatat
mencapai 111.590 orang, terdiri dari 52.130 balita dan 59.460 di atas usia lima tahun
dengan jumlah penderita terbanyak di wilayah Kota Banjarmasin. Berdasarkan data
Dinas Kesehatan Kalimantan Selatan tahun 2010 hingga bulan oktober menyebutkan
bahwa kasus ISPA yang terjadi sebanyak 120.354 kasus yang tersebar di 13
kabupaten/kota. Banjarmasin menempati urutan pertama sebagai daerah dengan kasus
ISPA terbanyak yaitu 33.083 kasus. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota
Banjarmasin, Puskesmas Pekauman pada tahun 2009 menempati urutan pertama untuk
kasus ISPA pada anak dan balita dari 26 Puskesmas di daerah Kota Banjarmasin.
Berdasarkan data dari Puskesmas Pekauman selama tiga tahun terakhir kasus ISPA pada
anak dan balita selalu menempati urutan pertama dalam daftar 10 penyakit terbanyak
pada poli anak di Puskesmas Pekauman Banjarmasin. Selama tahun 2010 penyakit
ISPA menempati posisi ketujuh dari 10 penyakit terbanyak di Puskesmas Pekauman.
Untuk bulan Januari 2011 ISPA menempati posisi keenam, sedangkan pada bulan
Februari dan Maret menempati posisi ketujuh dari 10 penyakit terbanyak yang terjadi di
Puskesmas Pekauman.
tidak rasional adalah sebanyak 36 resep dari jumlah total 60 resep untuk pasien ISPA
anak usia 0-12 tahun. Jumlah dalam persen yakni sebesar 60% dari total peresepan. Dari
total 60 resep untuk pengobatan ISPA non pneumonia, 36 resep diataranya
menggunakan antibiotik sebagai pilihan terapi sedangkan untuk pengobatan ISPA non
pneumonia sebenarnya tidak diperlukan terapi dengan menggunakan antibiotik.
Ketidaksesuaian pemilihan terapi pengobatan dengan patofisiologi penyakit yang
diderita pasien menjadikan resep tersebut dapat dikatakan tidak rasional. Jumlah
ketidakrasionalan tersebut masih dapat berubah tergantung kepada jumlah pasien ISPA
yang datang untuk berobat ke Puskesmas. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas,
penulis akhirnya memutuskan untuk mengangkat permasalahan tentang Rasionalitas
Peresepan Antibiotik untuk Pengobatan ISPA pada Anak di Puskesmas Pekauman
Banjarmasin.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut: Bagaimana rasionalitas peresepan antibiotik untuk
pengobatan ISPA di Puskesmas Pekauman Banjarmasin ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui rasionalitas peresepan
antibiotik untuk pengobatan ISPA di Puskesmas Pekauman Banjarmasin.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat bagi Puskesmas Pekauman Banjarmasin :
Penelitian
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Rasionalitas Peresepan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2005, rasional adalah sesuatu
yang dilakukan menurut pertimbangan dan pikiran yang sehat, menurut penikiran
yang logis. Rasionalitas adalah pendapat yang berdasarkan pemikiran yang
bersistem dan logis; hal dan keadaan rasional.
Resep dalam arti yang sempit ialah suatu permintaan tertulis dari dokter,
dokter gigi, atau dokter hewan kepada apoteker untuk membuatkan obat dalam
bentuk sediaan tertentu dan menyerahkannya kepada penderita. Suatu resep
umumnya hanya diperuntukkan bagi satu penderita. Pada kenyataannya resep
merupakan perwujudan akhir dari kompetensi, pengetahuan dan keahlian dokter
dalam menerapkan pengetahuannya dalam bidang farmakologi dan terapi. Selain
sifat-sifat obat yang diberikan dan dikaitkan dengan variabel dari penderita, maka
dokter yang menulis resep idealnya perlu pula mengetahui nasib obat dalam tubuh:
penyerapan, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat; toksikologi serta penentuan
dosis regimen yang rasional bagi setiap penderita secara individual. Resep juga
merupakan perwujudan hubungan profesi antara dokter, apoteker dan penderita
(Joenoes, 2004: 7).
Peresepan atau penulisan resep adalah tindakan terakhir dari dokter untuk
penderitanya, yaitu setelah menentukan anamnesis, diagnosis dan prognosis serta
terapi yang akan diberikan; terapi dapat profilaktik, simtomatik, kausal. Terapi ini
diwujudkan dalam bentuk resep. Penulisan resep yang tepat dan rasional
merupakan penerapan berbagai ilmu, karena begitu banyak variabel-variabel yang
harus diperhatikan, maupun variabel unsur obat dan kemungkinan kombinasi obat,
ataupun variabel penderitanya secara individual (Joenoes, 2004: 13).
Jadi rasionalitas peresepan dapat diartikan sebagai suatu penulisan resep atau
permintaan tertulis oleh dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker yang
dilakukan dengan penuh pertimbangan berdasarkan kepada pemikiran yang
bersistem dan logis. Definisi peresepan yang rasional itu sendiri menurut WHO
adalah penggunaan obat yang efektif. aman, murah, tidak polifarmasi, drug
combination (fixed), individualisasi, pemilihan obat atas dasar daftar obat yang
telah ditentukan bersama. Pemberian obat yang rasional adalah pemberian obat
yang mencakup 6 tepat atau benar, yaitu tepat pasien, tepat obat, tepat waktu, tepat
dosis, tepat jalur pemberian dan tepat dokumentasi (Priyanto, 2008: 26).
Penulisan suatu resep seyogyanya didasarkan pada serangkaian langkah
rasional. Penerapan langkah yang dimaksud dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Membuat diagnosis spesifik.
Resep yang dibuat semata-mata pada keinginan untuk memuaskan pasien secara
psikologis sehingga memerlukan beberapa jenis terapi, sering tidak mencapai
sasaran dan dapat mengakibatkan timbulnya efek-efek samping. Suatu diagnosis
spesifik, meskipun suatu perkiraan diperlukan untuk pindah ke tahap
berikutnya.
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan
yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasanya.
Infeksi saluran pernapasan atas terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi
pada semua golongan masyarakat pada bulan-bulan musim dingin. Akan tetapi
ISPA yang berlanjut menjadi pneumonia sering teradi pada anak kecil terutama
apabila terdapat gizi kurang dan dikombinasi dengan keadaan lingkungan yang
tidak higienis. Risiko terutama terjadi pada anak-anak karena meningkatnya
kemungkinan infeksi silang, beban immunologisnya terlalu besar karena dipakai
untuk penyakit parasit dan cacing, serta tidak tersedianya atau berlebihannya
pemakaian antibiotik (Alsagaff & Abdul, 2005: 111).
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda tampak di
pemeriksaan klinik dan tanda-tanda tampak di pemeriksaan laboratorium. Tandatanda klinis ISPA adalah sebagai berikut :
a. Pada sistem pernafasan : Nafas pendek, tidak teratur dan cepat, retraksi /
tertariknya kulit kedalam dinding dada, suara nafas lemah atau hilang, suara
nafas seperti ada cairannya sehingga terdengar keras.
b. Pada sistem peredaran darah dan jantung : denyut jantung cepat atau lemah,
hipertensi, hipotensi dan gagal jantung.
c. Pada sistem syaraf : Gelisah, mudah terangsang, sakit kepala, bingung, kejang
dan koma.
d. Pada hal umum : Mudah letih dan banyak berkeringat.
Untuk tanda-tanda laboratorium dapat diketahui melalui pemeriksaan secara
khusus dengan menggunakan sampel berupa sputum (dahak). Sampel berupa sputum
sangat baik digunakan, bakteri, jamur atau virus yang menyebabkan ISPA dapat
diketahui dengan lebih akurat karena sputum merupakan spesimen yang bersentuhan
langsung dengan saluran pernafasan. Suatu spesimen sputum dianggap mewakili sekresi
saluran nafas bagian bawah yang dapat dikeluarkan melewati saluran nafas bagian atas.
Tetapi untuk pasien bayi dan balita seringkali kesulitan dalam pengambilan sputum
sebagai sampel karena pasien tidak dapat mengeluarkan sendiri sputum tersebut.
Penggunaan nebulizer bisa membantu mengeluarkan sekret. Kultur sputum merupakan
cara diagnosis yang direkomendasikan untuk membantu pemberian terapi. Kultur ini
sangat membantu mengidentifikasi signifkasi epidemiologi dari organisme penyebab,
baik untuk melihat pola penularan atau resistensi (Ethical Digest, 2010: 20).
Hasil analisa laboratorium dapat digunakan untuk mengetahui penyebab utama
ISPA, apakah disebabkan oleh bakteri, jamur, atau virus. Jika ISPA disebabkan oleh
bakteri maka hasil laboratorium juga dapat memberikan keterangan tentang jenis bakteri
yang menjadi penyebab ISPA tersebut.
Gambaran klinik yang menonjol adalah suara serak dan nyeri tenggorok dengan
derajat ringan sampai berat. Terdapat keradangan faring dan pembesaran
adrenoid serta tonsil, kadang-kadang adrenoid sangat besar sehingga
menimbulkan obstruksi pada hidung. Kadang bercak-bercak serta eksudasi
berwarna didapatkan pada permukaan tonsil disertai pembesaran kelenjar di
leher. Sering dijumpai penderita dengan batuk-batuk, tanpa disertai korisa.
Gejala sindroma faring berua panas dingin, malaise, nyeri/pegal seluruh badan,
nyeri kepala, dan kadang-kadang suara parau. Penyebab utama sindrom ini
adalah adenovirus.
3. Sindroma Faringokonjungtiva
Merupakan varian dari sindroma faring yang disebabkan oleh virus yang sama.
Gejala klinik diawali dengan faringitis yang berat kemudian diikuti dengan
konjuntivitis yang sering kali bilateral. Dapat juga dimulai dengan gejal
konjungtivitis yang berlangsung selam 1-2 minggu sebelum gejala faringitis itu
sendiri. Pada sindroma faringokonjungtiva didapatkan fotofobi dan nyeri pada
bola mata.
4. Sindroma Influenza
Gambaran yang menonjol pada sindroma influenza adalah gangguan fisik
cukup berat, dengan gejala batuk, meriang, panas badan, lemah badan, nyeri
kepala, nyeri tenggorok, nyeri retrostenal, nyeri seluruh tubuh, malaise dan
anoreksia. Gejala-gejala ini terjadi secara mendadak dan dengan cepat dapat
menular ke semua anggota keluarga dalam satu rumah.
5. Sindroma Herpangina
Gambaran klinik Sindroma Herpangina berupa vesikel-vesikel yang terdapat di
dalm mulut an faring. Vesikel ini kemudian mengalami ulserasi dengan tepi
yang membengkak, disertai nyeri tenggorokan, nyeri kepala dan panas badan.
Penyebab sindroma herpangina adalah virus Coxssckie A dan umumnya
menyerang anak-anak.
6. Sindroma Laringotrankeobronkitis Obstruktif Akuta (Croup Syndrome)
Pada anak-anak, gambaran klnik dari sindroma laringotrankeobronkitis
obstruktif akuta tampak gawat dan berat berupa batuk-batuk, sesak napas yang
disertai stridor inspirasi, sianosis serta gangguan-gangguan sistemik lainnya.
Gejala awal sering ringan yaitu berupa sindroma korisa, kemudian cepat
memburuk berupa obstruksi jalan napas yang hebat dengan penarikan sela
antara iga dan toraks bagian bawah serta penggunaan otot-otot napas bantu
secara menonjol.
Penyebab utama keadaan ini adalah virus parainfluenza, RSV, adenovirus dan
virus influenza. Pada umumnya gejala tersebut menghilang dengan cepat, akan
tetapi ada kalanya berkembang menjadi kegagalan pernapasan yang
memerlukan tindakan trakeostomi dengan segera. Hal ini disebabkan ada
superinfeksi antibiotik yang biasanya disebabkan oleh kuman Streptokokus
Hemolitikus dan Stafilokokus. Pada keadaan gawat dapat diberikan antibiotika
ampisislin atau eritromisin. Pemberian kortikosteroid intravena sering juga
akurat menjadi factor penting dalam penyembuhan penyakit ISPA (Chayono, 2010:
72).
dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan terdapat bercak
nanah dan pembesaran kelenjar getah bening dileher dianggap sebagai radang
tengggorokan oleh kuman streptococcus dan harus diberi antibiotik selam 10
hari (Rasmaliah,2004: 34)
F. Kerangka Pikir
Rasionalitas
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Rancangan dalam penelitian ini adalah jenis rancangan penelitian
noneskperimental yang bersifat deksriptif. Metode penelitian deskriptif adalah
penelitian yang berhubungan dengan variabel yang ada tanpa membuat suatu
perbandingan atau pun menghubungkan (Hidayat, 2009:30). Rancangan penelitian
ini digunakan untuk mengetahui rasionalitas peresepan antibiotik untuk pengobatan
ISPA pada anak di Puskesmas Pekauman Banjarmasin.
B. Variabel dan Definisi Operasional
1.
Variabel
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang
dimiliki atau didapatkan oleh suatu penelitian tentang suatu konsep pengertian
tertentu/sebagai konsep yang mempunyai bermacam-macam nilai (Notoamodjo,
2010: 130). Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah rasionalitas
menyangkut tentang peresepan antibiotik untuk pengobatan ISPA pada anak.
2. Definisi
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional
berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk
melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau
fenomena (Hidayat, 2007: 79).
Dalam penelitian ini, peneliti membuat tabel definisi operasional sebagai berikut :
Definisi
Parameter
Operasional
Alat
Ukur
Rasionalitas
Kesesuaian
Resep
peresepan
peresepan
antibiotik
antibiotik
antibiotik
yang
dengan
diberikan
diagnosis
untuk
Lembar
Skala
Kategori
Ukur
Ordinal
observasi
Rasional
( Non
Pneumonia
antibiotik)
Tidak rasional
pneumonia
(Non
Pneumonia
antibiotik)
Populasi pada penelitian ini adalah semua resep untuk pasien anak penderita
ISPA di Puskesmas Pekauman Banjarmasin. Populasi resep untuk pasien anak
penderita ISPA di Puskesmas Pekauman Banjarmasin pada bulan Mei tahun
2011 berjumlah 400 orang.
2.
Sampel
Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian
jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2007:60).
Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah resep untuk pasien
anak penderita ISPA Non pneumonia di Puskesmas Pekauman pada bulan Mei
tahun 2011. Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan menggunakan rumus
sebagai berikut:
N
n=
Nd + 1
400
n=
400 (10%) + 1
400
n=
4+1
400
n=
5
n=
80
pemberian kode dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku (code
book) untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari suatu
variabel.
c. Entry Data, adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan
kedalam master table atau database komputer, kemudian membuat frekuensi
sederhan atau bisa juga dengan membuat tabel kontigensi.
2.
Analisa Data
Setelah semua data terkumpul, data diolah secara manual dalam bentuk
tabulasi dan persentase. Data yang sudah diolah tersebut kemudian dianalisa secara
deskriptif.
Data yang diperoleh dari hasil observasi kemudian dipersentasekan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (Mahfoedz, 2009).
F
P=
x 100 %
N
Keterangan :
P = Persentase
F = Jumlah resep yang tidak rasional
N = Jumlah resep (sampel)
Jumlah
Persentase ( % )
Rasional
..........
..
Tidak Rasional
..
..
\
G. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini proses pengumpulan data dilakukan dengan cara
observasi
atau pengamatan.
Pengamatan
dilakukan
Tgl
No
Jenis
Kelamin
P/L
Umur
Diagnosis
Item
Obat
Antibiotik
Ya / Tidak
Rasional
Ya /
Tidak
H. Etika Penelitian
Penelitian dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi dari Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Banjarmasin, kemudian dilanjutkan dengan
mengajukan permohonan izin kepada Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin untuk
mendapatkan
persetujuan
melakukan
penelitian
di
Puskesmas
Pekauman
Banjarmasin dengan menekankan masalah etika yang harus diperhatikan antara lain
sebagai berikut :
1. Informed consent
Informed Consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan
responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed
Consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilekukan dengan memberikan
lember persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan Informed Consent adalah
agar subjek mengerti maksud dan tujan penelitian, mengetahui dampaknya.
Penelitian ini dilakukan berdasarkan persetujuan responden yang diperoleh
melalui lembar persetujuan dan diberikan kepada subjek yang akan diteliti.
2. Anonymity (tanpa nama)
Masalah ini merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan
subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama
responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar
pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.
3. Confidentially (kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika dalam memberikan jaminan kerahasiaan
penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi
yang telah dikumpulkan dijaminkerahasiaannya oleh peneliti.
I.
Jalan Penelitian
Penelitian dimulai dari analisa situasi dan studi literatur/pustaka.
Selanjutnya proses bimbingan judul pada bulan Maret 2011. Pad bulan April
dilaksanakan studi pendahuluan di lokasi penelitian, dilanjutkan dengan
kerangka
pikir,
mengidentifikasi
variabel
penelitian,
BAB IV
HASIL PENELITIAN
a. Sebelah Utara
: Sungai Martapura
: Sungai Martapura
d. Sebelah Timur
: Kelayan Luar
Jumlah Penduduk
Jumlah RT
Pekauman
10.372
30
Kelayan Selatan
22.90
63
Kelayan Barat
8.288
30
Mantuil
11.629
34
53.194
160
Jumlah
No.
Kelurahan
Jumlah
Jumlah
Rata-rata
Rumah
Penduduk
jiwa/rumah
Tangga
tangga
1.
Mantuil
2612
10977
2.
Kelayan Selatan
6667
19642
3.
Pekauman
2783
12370
4.
Kelayan Barat
1799
9203
Tabel 4.3. Jumlah Penduduk berdasarkan jenis kelamin di wilayah kerja Puskesmas
Pekauman Tahun 2010
No.
Kelurahan
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1.
Mantuil
5508
5469
10977
2.
Kelayan Selatan
9864
9778
19642
3.
Pekauman
6152
6218
12370
4.
Kelayan Barat
4687
4516
9203
Tabel 4.4. Jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur di wilayah kerja Puskesmas
Pekauman Tahun 2010
60 tahun
No.
Kelurahan
0-4
5-9
10-19
20-59
tahun
tahun
tahun
tahun
dan ke
atas
1.
Mantuil
1112
826
2237
6272
530
2.
Kelayan Selatan
2313
1584
3691
11106
948
3.
Pekauman
1247
842
2243
7233
805
4.
Kelayan Barat
892
658
1652
5385
616
B. Hasil Penelitian
1. Jumlah Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
Dari hasil penelitian diperoleh data jumlah sampel berdasarkan jenis
kelamin seperti tertera pada tabel 4.5.
Jenis Kelamin
Jumlah
1.
Laki-laki
42 orang
2.
Perempuan
38 orang
80 orang
Jumlah Resep
Persentase
Rasional
22
27,5 %
Tidak Rasional
58
72,5 %
Jumlah
80
100 %
C. Pembahasan
Pada bagian ini akan dibahas mengenai permasalahan tersebut berdasarkan
data diatas, yaitu berdasarkan kategori hasil data dari sampel mengenai rasionalitas
peresepan antibiotik untuk pengobatan Infeksi Saluran Pernapasan Akut pada anak
di Puskesmas Pekauman bulan Mei tahun 2011.
Infeksi Saluran Pernafasan Akut adalah penyakit saluran pernafasan atas
atau bawah, biasanya menular. Infeksi saluran pernafasan akut bagian atas
mencakup infeksi akut pada telinga, hidung, dan tenggorokan. Sedangkan infeksi
pernafasan akut bagian bawah mencakup infeksi akut pada epiglottis, larynx,
trachea, bronchi, bronchioli dan paru
besar disebabkan oleh virus pernafasan. Sampai saat ini telah dikenal lebih dari 100
jenis virus penyebab ISPA (Anonim,1994).
Infeksi virus memberikan gambaran klinik yang khas. Gambaran klinik
secara umum yang sering didapati adalah: rhinitis, nyeri tenggorokan, batuk-batuk
dengan dahak kuning atau putih kental, nyeri retrosternal dan konjungtivitis. Suhu
badan akan meningkat antara 4-7 hari, disertai dengan malaise, mialgia, nyeri
kepala, anoreksia, mual, muntah-muntah dan insomnia. Kadang-kadang dapat juga
terjadi diare.
Gejala spesifik yang timbul pada penderita ISPA tergantung kepada jenis
virus yang menyerang. Jenis virus penyebab ISPA yaitu Influenza virus,
Parainfluenza virus, Respiratory syncitial virus ( RS-virus), Adenovirus,
Rhinovirus, Coxsackie virus A, Coxsackie virus B, Echovirus dan Coronavirus.
Gejala yang timbul akibat infeksi virus ini dikelompokkan menjadi enam bagian
berdasarkan sindrom yang ada yaitu sindroma Korisa, Sindroma Faring, Sindroma
Faringokonjungtiva, Sindroma Influenza, Sindroma Herpangina dan Sindroma
Laringotrakeobronkitis Obstruktif Akuta (Croup Syndrome).
Penyakit ISPA non pneumonia disebabkan oleh virus sehingga untuk
pengobatannya tidak dapat dilakukan dengan menggunakan antibiotik. Pemberian
antibiotik pada penderita ISPA non pneumonia tidak akan memberikan efek
kesembuhan karena antibiotik tidak dapat bekerja terhadap infeksi virus. Untuk
infeksi virus seharusnya diobati dengan menggunakan anti virus, akan tetapi sampai
saat ini belum ditemukan obat yang khusus anti virus untuk mengobati penyakit
ISPA non pneumonia. Karena hal tersebut maka tujuan terapi pada penderita ISPA
non pneumonia adalah terapi simtomatik. Obat yang dapat digunakan adalah
analgetik,
antipiretik,
dekongestan,
antitusif,
mukolitik,
ekspektoran
dan
kortikosteroid. Obat-obatan tersebut dapat diberikan secara oral atau topikal seperti
tetes / semprot hidung dan obat kumur (Mandal,2008).
Pemberian antibiotik harus disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Diagnosis
yang tepat akan menentukan rasionalitas pemilihan obat untuk terapi pengobatan
pasien. Kesalahan dalam diagnosis akan mengakibatkan kesalahan juga pada
pemilihan obat untuk terapi pengobatan. Selain itu peresepan obat yang tidak sesuai
dengan diagnosis dapat menyebabkan pengobatan menjadi tidak rasional dan dapat
menimbulkan efek yang berlebihan dan tidak diharapkan.
Dari hasil data yang diolah tentang rasionalitas peresepan antibiotik untuk
pengobatan ISPA pada anak hanya 27,5 % resep yang rasional. Resep dibuat sesuai
dengan ketentuan untuk pengobatan penyakit ISPA non pneumonia yang bersifat
simptomatis tanpa penggunaan antibiotik. Sedangkan jumlah resep yang tidak
rasional mencapai 72,5 % dari total keseluruhan resep. Angka ketidakrasionalan
resep ini dikarenakan adanya penggunaan antibiotik yang tidak diperlukan dalam
pengobatan. Penggunaan obat yang tidak diperlukan seperti antibiotik tersebut
menjadi faktor penyebab terjadinya tidak tepat indikasi yang mengakibatkan resep
dinilai tidak rasional.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap rasionalitas peresepan
antibiotik untuk pengobatan infeksi saluran pernafasan akut pada anak di
Puskesmas Pekauaman Banjarmasin tahun 2011 dapat disimpulkan bahwa hampir
separuh resep dikatakan rasional.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas maka peneliti menyarankan beberapa hal
sebagai berikut :
1. Kepada pihak Puskesmas agar lebih spesifik dalam menegakkan diagnosis
penyakit sehingga dapat memberikan terapi pengobatan yang sesuai dengan
diagnosis yang ada.
2. Meningkatkan rasionalitas peresepan dengan pemilihan obat yang sesuai dengan
kebutuhan pasien berdasarkan diagnosis yang telah ditegakkan, karena
penggunaan obat yang rasional dan tidak berlebihan sesuai dengan diagnosis
penyakit akan memaksimalkan proses penyembuhan dan mengurangi efek
samping dari pengobatan.
DAFTAR RUJUKAN
Alsagaff, Hood & Mukty, Abdul (Eds.). 2005. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru.
Surabaya. Airlangga University Press.
Depkes RI. 2002. Penggunaan Obat Rasional. Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan
Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis
Data. Jakarta: Salemba Medika
Joenoes, Nanizar Zaman. 2003. ARS PRESCRIBENDI (Resep yang Rasional) Edisi 1.
Surabaya. Airlangga University Press.
Mandal, B.K.,Wilkins, E.G.L., Dunbar, E.M., White, R.T. Mayon. 2004. Lecture Notes
Penyakit Infeksi. Terjemahan oleh dr. Juwalita Surapsari. 2008. Jakarta:
Erlangga
Rosdy, Edi & Kristiani. 2005. Penanggulangan ISPA. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada.
Sukandar, Elin Yulinah, dkk. 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta. PT. ISFI Penerbitan.
WHO. 1994. Out Patient Management of Young Children With Acute Respiratory
Infection.
WHO. 2003. Penanganan ISPA pada Anak di Rumah Sakit Kecil Negara Berkembang.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lampiran 2.
Surat Izin Penelitian dari Institusi
Lampiran 3.
Surat Izin Penelitian dari Instansi
Lampiran 4.
Surat Permohonan Bimbingan
Lampiran 5.
Lembar Konsultasi Bimbingan KTI ( Pembimbing I)
Lampiran 6
. Lembar Konsultasi Bimbingan KTI ( Pembimbing II)
Lampiran 7.
LEMBAR OBSERVASI
Tgl
No
. R/
Jenis
Kelamin
P/L
Umur
Diagnosis
Item
Obat
Antibiotik
Ya / Tidak
Rasional
Ya /
Tidak
Lampiran 8
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
MUSTIKA MUTHAHARAH
NPM
08045 D3 Fi.
Program Studi
DIII FARMASI
Program
REGULER
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benarbenar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan plagiat, yaitu
pengambilalihan tulisan, atau pikiran orang lain yang saya akui sebagai hasil tulisan
atau pikiran saya sendiri.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Kerya Tulis Ilmiah ini hasil
jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Mustika Muthaharah
Lampiran 9
RIWAYAT HIDUP
1. Nama Lengkap
Mustika Muthaharah
2. Tempat/tanggal lahir
4. Riwayat Pendidikan
a. TK
b. SD