Professional Documents
Culture Documents
Pembimbing :
dr. Tri Budiyanto, Sp.U
Disusun Oleh:
Aras Nurbarich Agustin
G4A013063
SMF BEDAH
RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015
HALAMAN PENGESAHAN
Telah dipresentasikan serta disetujui presentasi referat dengan judul :
BATU URETER DISTAL
Disusun Oleh:
Aras Nurbarich Agustin
G4A013063
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan
karuniaNya, sehingga dapat menyelesaikan presentasi referat ini. Presentasi
referat yang berjudul Batu Ureter Distal ini merupakan salah satu syarat ujian
kepanitraan klinik dokter muda SMF Bedah RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. Tri Budiyanto, Sp.U
sebagai pembimbing atas waktu yang diluangkan, bimbingan, dan saran yang
sifatnya membangun dalam penyusunan presentasi kasus ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan presentasi kasus ini masih
belum sempurna serta banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik membangun dari pembimbing serta seluruh pihak.
Purwokerto, Mei 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Batu saluran kemih adalah terbentuknya batu yang disebabkan oleh
pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih seperti garam kalsium,
magnesium, asam urat, atau sistein yang jumlahnya berlebihan atau karena
faktor lain yang mempengaruhi daya larut substansi (Purnomo, 2011).
Ureterolithiasis adalah kalkulus atau batu di dalam ureter. Batu ureter
pada umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Batu ureter
mungkin dapat lewat sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar
bersama kemih. Batu ureter juga bisa sampai ke kandung kemih dan
kemudian berupa nidus menjadi batu kandung kemih yang besar. Batu juga
bisa tetap tinggal di ureter sambil menyumbat dan menyebabkan obstruksi
kronik dengan hidroureter dan hidronefrosis. Jika disertai dengan infeksi
sekunder dapat menimbulkan pionefrosis, urosepsis, abses ginjal, abses
perinefrik, abses paranefrik, ataupun pielonefritis. Tidak jarang terjadi
hematuria yang didahului oleh serangan kolik (Purnomo, 2011).
B. Anatomi dan Fisiologi Ureter
Ureter adalah suatu saluran muskuler berbentuk silinder yang
menghantarkan urin dari ginjal menuju kandung kemih. Panjang ureter adalah
sekitar 20-30 cm dengan diameter maksimum sekitar 1,7 cm di dekat
kandung kemih dan berjalan dari hilus ginjal menuju kandung kemih. Ureter
dibagi menjadi pars abdominalis, pelvis, dan intravesikalis. Dindingnya
terdiri atas mukosa yang dilapisi oleh sel-sel transisional, otot-otot polos
sirkuler dan longitudinal yang dapat melakukan gerakan peristaltik
(berkontraksi) guna mengeluarkan urine ke buli-buli. Secara anatomis
terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya relative lebih sempit
daripada di tempat lain Sehingga batu atau benda-benda lain yang berasal dari
ginjal seringkali tersangkut. Tempat-tempat penyempitan itu antara lain
adalah :
1. Pada perbatasan antara pelvis renalis dan ureter atau pelvi-ureter junction
2. Tempat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis
3. Pada saat ureter masuk ke buli-buli (Snell, 2006).
Sistem perdarahan ureter bersifat segmental dan berasal dari pembuluh
arteri ginjal, gonad, dan buli-buli dengan hubungan kolateral kaya sehingaa
Tingginya
kejadian
BSK
pada
laki-laki
merupakan
keadaan
yang
dapat
meningkatkan
terjadinya
terdiri
atas
kristal-kristal
yang
tersusun
oleh bahan-
dan batu jenis lainya. Meskipun patogenesis pembentukan batu hampir sama,
tetapi suasana di dalam saluran kemih yang memungkinkan terbentuknay
jenis batu tidak sama. Dalam hal ini misalkan batu asam urat mudah terbentuk
dalam suasana asam, sedangkan batu magnesium amonium fosfat terbentuk
karena urin bersifat basa (Purnomo,2011).
F. Diagnosis
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius tergantung pada
adanya obstruksi, infeksi, dan edema (Tanagho et.all, 2004). Ketika batu
menghambat aliran urin, terjadinya obstruksi menyebabkan peningkatan
tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi
(pielonefritis dan sistitis yang disertai menggigil, demam, dan disuria) dapat
terjadi dari iritasi batu yang terus-menerus. Beberapa batu, jika ada,
menyebabkan sedikit gejala namun secara perlahan merusak unit fungsional
(nefron) ginjal; sedangkan yang lain menyebabkan nyeri yang luar biasa dan
ketidaknyamanan (Alrecht et al, 2002). Tanda dan gejala penyakit batu
saluran kemih ditentukan oleh letaknya, besarnya dan morfologinya.
1. Anamnesis
Pasien mengeluh nyeri yang hebat (kolik). Nyeri ini dapat menjalar
hingga ke perut bagian depan, perut sebelah bawah, daerah inguinal, dan
sampai ke kemaluan. Gerakan peristaltik ureter mencoba mendorong batu
ke distal, sehingga menimbulkan kontraksi yang kuat dan dirasakan
sebagai nyeri hebat (kolik). Pasien juga mengeluh nyeri pada saat kencing
atau sering kencing. Ini disebabkan oleh letak batu yang berada di sebelah
distal ureter. Hematuria sering kali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma
pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu Batu yang
ukurannya kecil (<5 mm) pada umumnya dapat keluar spontan sedangkan
yang lebih besar seringkali tetap berada di ureter dan menyebabkan reaksi
peradangan (periureteritis) maka akan ditemukan demam. Pasien juga
kemungkinan mengalami gejala-gejala gastrointestinal seperti mual,
muntah dan distensi abdomen (Alrecht et al, 2002; IAUI, 2007).
2. Pemeriksaan fisis
Inspeksi
Terlihat pembesaran pada daerah pinggang atau abdomen sebelah atas.
Pembesaran ini mungkin karena hidronefrosis.
Palpasi
Ditemukan nyeri tekan pada abdomen sebelah atas. Bisa kiri, kanan atau
dikedua belah daerah pinggang. Pemeriksaan bimanual dengan memakai
dua tangan atau dikenal juga dengan nama tes Ballotement. Ditemukan
pembesaran ginjal yang teraba disebut Ballotement positif.
Perkusi
Ditemukan nyeri ketok pada sudut kostovertebra yaitu sudut yang
dibentuk oleh kosta terakhir dengan tulang vertebra (Tanagho et al, 2004;
IAUI, 2007)
3. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
a) Urinalisis
Makroskopik didapatkan gross hematuria.
Mikroskopik ditemukan sedimen urin yang menunjukkkan adanya
leukosituria,hematuria, kristal-kristal pembentuk batu.
Pemeriksaan kimiawi ditemukan pH urin lebih dari 7,6 menunjukkan
adanya pertumbuhan kuman pemecah urea dan kemungkinan terbentuk
batu fosfat. Bisa juga pH urin lebih asam dan kemungkinan terbentuk
batu asam urat.
Pemeriksaan kultur urin menunjukkan adanya pertumbuhan kuman
pemecah urea.
Pemeriksaan Faal Ginjal. Pemeriksaan ureum dan kreatinin adalah
untuk melihat fungsi ginjal baik atau tidak. Pemeriksaan elektrolit
untuk memeriksa factor penyebab timbulnya batu antara lain kadar
kalsium, oksalat, fosfat maupun urat di dalam urin.
b) Pemeriksaan Darah Lengkap
Dapat ditemukan kadar hemoglobin yang menurun akibat terjadinya
hematuria. Bisa juga didapatkat jumlah lekosit yang meningkat akibat
proses peradangan di ureter.
Radiologis
Foto BNO-IVP untuk melihat lokasi batu, besarnya batu, apakah terjadi
bendungan atau tidak. Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat
dilakukan; pada keadaan ini dapat dilakukan retrograd pielografi atau
dilanjutkan dengan antegrad pielografi, bila hasil retrograd pielografi tidak
memberikan informasi yang memadai. Pada foto BNO batu yang dapat
dilihat disebut sebagai batu radioopak, sedangkan batu yang tidak tampak
disebut sebagai batu radiolusen, berikut ini adalah urutan batu menurut
densitasnya, dari yang paling opaq hingga yang paling bersifat radiolusent;
calsium fosfat, calsium oxalat, magnesium amonium fosfat, sistin, asam
urat, xantine.
Pielografi intra vena (PIV)
Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Juga
untuk mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non-opak yang
tidak terlihat oleh foto polos abdomen.
Ultrasonografi
USG dikerjakan bila tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV yaitu pada
keadaan seperti allergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun
dan pada wanita yang sedang hamil. Terlihat gambaran echoic shadow jika
terdapat batu.
Ct scan
Tehnik CT scan adalah tehnik pemeriksaan yang paling baik untuk melihat
gambaran semua jenis batu dan juga dapat terlihat lokasi dimana
terjadinya obstruksi.
Gambaran
radiologis
dari
hidronefrosis
terbagi
berdasarkan
G. Penatalaksanaan
Beberapa faktor yang mempengaruhi penanganan batu saluran kemih
antara lain letak batu, ukuran batu, adanya komplikasi (obstruksi, infeksi,
ganggguan fungsi ginjal) dan komposisi batu. Hal ini yang akan menentukan
macam penanganan yang diputuskan. Misalnya cukup dilakukan observasi,
menunggu batu keluar spontan atau melakukan intervensi aktif. Perlu
diketahui bahwa pengeluaran batu pada saluran kemih baru dapat diperlukan
apabila terdapat indikasi sebagai berikut: (1) obstruksi saluran kemih, (2)
infeksi, (3) nyeri menetap atau nyeri berulang, (4) batu metabolik yang
tumbuh cepat (Shanmugam et al, 2011).
Terapi konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter < 5 mm. Seperti
disebutkan sebelumnya, batu ureter < 5 mm bisa keluar spontan. Karena itu
dimungkinkan untuk pilihan terapi konservatif berupa :
1. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
2. blocker
3. NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu
syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada
tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan
observasi bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi,
apalagi pada pasienpasien tertentu (misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan
dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada toleransi terhadap obstruksi. Pasien
seperti ini harus segera dilakukan intervensi (EAU, 2013).
Operatif
Dahulu sebelum alat-alat minimal invasif berkembang, untuk keperluan
penanganan batu ureter, ureter dibagi menjadi 3 bagian. Yaitu ureter
proksimal (dari UPJ sampai bagian atas sakrum), ureter tengah (bagian atas
sakrum sampai pelvic brim) dan ureter distal (dari pelvic brim sampai muara
ureter). Hal ini berkaitan dengan teknik pembedahan (insisi). Namun dengan
berkembangnya terapi minimal invasif untuk batu ureter, maka saat ini untuk
keperluan alternatif terapi, ureter dibagi 2 saja yaitu proksimal (di atas pelvic
brim) dan distal (di bawah pelvic brim) (IAUI, 2007).
Batu ureter dengan ukuran < 4 mm, biasanya cukup kecil untuk bisa
keluar spontan. Karena itu ukuran batu juga menentukan alternatif terapi yang
akan kita pilih. Komposisi batu menentukan pilihan terapi karena batu dengan
komposisi tertentu mempunyai derajat kekerasaan tertentu pula, misalnya
batu kalsium oksolat monohidrat dan sistin adalah batu yang keras, sedang
batu kalsium oksolat dihidrat biasanya kurang keras dan mudah pecah (IAUI,
2007).
Adanya komplikasi obstruksi dan atau infeksi juga menjadi
pertimbangan dalam penentuan alternatif terapi batu ureter. Tidak saja
mengenai waktu kapan kita melakukan tindakan aktif, tapi juga menjadi
pertimbangan dalam memilih jenis tindakan yang akan kita lakukan.
Secara garis besar terdapat beberapa alternatif penanganan batu ureter
yaitu observasi, SWL, URS, PNL, dan bedah terbuka. Ada juga alternatif lain
yang jarang dilakukan yaitu laparoskopi dan ekstraksi batu ureter tanpa
tuntunan (blind basketing).
Wanita hamil
Gangguan pembekuan darah
Infeksi saluran kemih
Malformasi tulang yang berat dan obesitas
Aneurisma arteri di sekitar batu
Anatomical distruction distal of the stone (EAU, 2013)
Komplikasi SWL untuk terapi batu ureter hampir tidak ada. Tetapi
Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter
terkadang memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam
penanganan batu ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang disertai tanda-
tanda obstruksi, pemakaian stent sangat perlu. Juga pada batu ureter yang
melekat (impacted).
H. Komplikasi
Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang. Komplikasi
akut yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah kematian, kehilangan
ginjal, kebutuhan transfusi dan tambahan intervensi sekunder yang tidak
direncanakan. Data kematian, kehilangan ginjal dan kebutuhan transfusi pada
tindakan batu ureter memiliki risiko sangat rendah. Komplikasi akut dapat
dibagi menjadi yang signifikan dan kurang signifikan. Yang termasuk
komplikasi signifikan adalah avulsi ureter, trauma organ pencernaan, sepsis,
trauma vaskuler, hidro atau pneumotorak, emboli paru dan urinoma. Sedang
yang termasuk kurang signifikan perforasi ureter, hematom perirenal, ileus,
stein strasse, infeksi luka operasi, ISK dan migrasi stent.
Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak hanya
disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi inflamasi dari batu,
terutama yang melekat (IAUI, 2007).
I. Prognosis
Prognosis batu ureter tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak
batu, dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu,
makin buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi
dapat mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan
adanya infeksi karena faktor obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan
fungsi ginjal. Pembedahan pada hidronefrosis akut biasanya berhasil jika
infeksi dapat dikendalikan dan ginjal berfungsi dengan baik (Wedro, 2010).
J. Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur
yang menyusun batu ureter yang diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya
pencegahan itu berupa (Purnomo, 2011):
1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup 8 liter/hari dan diusahakan
produksi urin 2-3 liter per hari.
2. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.
3. Aktivitas harian yang cukup.
4. Pemberian medikamentosa.
Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah:
1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan
menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.
2. Rendah oksalat.
3. Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuri.
5. Rendah purin.
Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita
hiperkalsiuri tipe II.
DAFTAR PUSTAKA
Medicinet.