You are on page 1of 8

LAPORAN

UJI KANDUNGAN PROTEIN DALAM URINE DENGAN BIURET


Laporan ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Biokimia Semester II Diploma
IV Keperawatan

Disusun Oleh :
Ad Dieni Ulya Sholicah

( P07120214001 )

Endah Novitasari

( P07120214008 )

Haffisa Alfit Linasih

( P07120214010 )

Herlina Tri Astuti

( P07120214013 )

Nissa Kurniasih

( P07120214023 )

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
2015

Uji Kandungan Protein Urine


dengan Menggunakan Biuret

A. Tujuan
Untuk mengetahui kandungan protein dalam urin dengan menggunakan biuret.

B. Dasar Teori
Urin adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan
dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk
membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk
menjaga homeostasis cairan tubuh (http://wikipediaindonesia.com). Dalam
mempertahankan homeostasis tubuh peranan urin sangat penting, karena sebagian
pembuangan cairan oleh tubuh adalah melalui sekresi urin. Selain urin juga terdapat
mekanisme berkeringat dan juga rasa haus yang kesemuanya bekerja sama dalam
mempertahankan homeostasis ini.
Urine dihasilkan daalam proses penyaringan darah dan ginjal. Kandungan
urine bergantung keadaan kesehatan daan makanan sehari-hari yang dikonsumsi
oleh masing-masing individu. Individu normal meempunyai pH antara 5 sampai 7.
Banyak faktor yang memperngaruhi pH urine seseorang adalah makanan seharihari dan ketidakseimbangan hormonal. Warna urine dalah kuning keemasan yang
dianggap berasal dari emas.
Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obatobatan dari dalam tubuh. Anggapan umum menganggap urin sebagai zat yang
kotor. Hal ini berkaitan dengan kemungkinan urin tersebut berasal dari ginjal atau
saluran kencing yang terinfeksi, sehingga urinnyapun akan mengandung bakteri.
Cairan yang tersisa mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai
senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang akan dibuang keluar tubuh.
Materi yang terkandung di dalam urin dapat diketahui melalui urinalisis, yaitu suatu
metode analisis zat-zat yang dimungkinkan terkandung di dalam urin.
Analisis urin secara fisik meliputi pengamatan warna urin, berat jenis cairan
urin dan pH serta suhu urin. Sedangkan analisis kimiawi dapat meliputi analisis
glukosa, analisis protein dan analisis pigmen empedu. Untuk analisis kandungan

protein ada banyak sekali metode yang ditawarkan, mulai dari metode uji millon
sampai kuprisulfa dan sodium basa. Yang terakhir adalah analisis secara
mikroskopik, sampel urin secara langsung diamati dibawah mikroskop sehingga
akan diketahui zat-zat apa saja yang terkandung di dalam urin tersebut, misalnya
kalsium phospat, serat tanaman, bahkan bakteri.
Reavsorpsi asam amino terutama terjadi di bagian awal tubulus kontortus
proksimal yang menyerupai proses absorpsi di usus halus. Karier utama di
membrane luminal merupakan kotransport Na+ sedangkan karier di basolateral
tidak bergantung pada Na+. Na+ di pompa keluar sel oleh Na+, K+, ATP ase dan
kemudian asam amino keluar sel melalui proses difusi fasilitasi menuju cairan
intertisium. Untuk menguji adanya kekeruhan , periksalah tabung dengan cahaya
berpantul dan dengan latar belakang yang hitam. Cara penilaian uji protein adalah
sebagai berikut :
NILAI
Negatif
Positif +

SIMBOL
1+

DESKRIPSI
Tidak ada kekeruhan sedikitpun
Kekeruhan ringan tanpa butir-butir; kadar protein rata-rata 0,01-

Positif ++

2+

0,05%
Kekeruhan mudah dilihat dan nampak butir-butir dalam kekeruhan

Positif+++

3+

tersebut; kadar protein kira-kira 0,05-0,2%


Jelas keruh dengan kepingan-kepingan; kadar protein kira-kira 0,02-

Positif +++

4+

0,5%
Sangat keruh dengan kepingan kepingan besar atau bergumpal-

gumpal atau memadat; kadar protein kira-kira lebih dari 0,5%. Jika
terdapat lebih dari 3% protein akan membeku.
Proteinuria yaitu urin manusia yang terdapat protein yang melebihi nilai
normalnya yaitu lebih dari 150 mg/24 jam atau pada anak-anak lebih dari 140
mg/m2. Dalam keadaan normal, protein didalam urin sampai sejumlah tertentu
masih dianggap fungsional.
Sejumlah protein ditemukan pada pemeriksaan urin rutin, baik tanpa gejala,
ataupun dapat menjadi gejala awal dan mungkin suatu bukti adanya penyakit ginjal
yang serius. Walaupun penyakit ginjal yang penting jarang tanpa adanya
proteinuria, kebanyakan kasus proteinuria biasanya bersifat sementara, tidak
penting atau merupakan penyakit ginjal yang tidak progresif. Lagipula protein

dikeluarkan urin dalam jumlah yang bervariasi sedikit dan secara langsung
bertanggung jawab untuk metabolisme yang serius. Adanya protein di dalam urin
sangatlah penting, dan memerlukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan
adanya penyebab/penyakit dasarnya. Adapun proteinuria yang ditemukan saat
pemeriksaan penyaring rutin pada orang sehat sekitar 3,5%. Jadi proteinuria tidak
selalu merupakan manifestasi kelainan ginjal.
Biasanya proteinuria baru dikatakan patologis bila kadarnya diatas
200mg/hari pada beberapa kali pemeriksaan dalam waktu yang berbeda. Ada yang
mengatakan proteinuria persisten jika protein urin telah menetap selama 3 bulan
atau lebih dan jumlahnya biasanya hanya sedikit diatas nilai normal. Dikatakan
proteinuria massif bila terdapat protein di urin melebihi 3500 mg/hari dan biasanya
mayoritas terdiri atas albumin.
Dalam keadaan normal, walaupun terdapat sejumlah protein yang cukup
besar atau beberapa gram protein plasma yang melalui nefron setiap hari, hanya
sedikit yang muncul didalam urin. Ini disebabkan 2 faktor utama yang berperan
yaitu:
1. Filtrasi glomerulus
2. Reabsorbsi protein tubulus
Patofisiologi Proteinuria
Proteinuria dapat meningkat melalui salah satu cara dari ke-4 jalan yaitu:
1. Perubahan permeabilitas glumerulus yang mengikuti peningkatan filtrasi dari
protein plasma normal terutama abumin.
2. Kegagalan tubulus mereabsorbsi sejumlah kecil protein yang normal difiltrasi.
3. Filtrasi glomerulus dari sirkulasi abnormal, Low Molecular Weight Protein
(LMWP) dalam jumlah melebihi kapasitas reabsorbsi tubulus.
4. Sekresi yang meningkat dari mekuloprotein uroepitel dan sekresi IgA dalam respon
untuk inflamasi.
Derajat proteinuria dan komposisi protein pada urin tergantung mekanisme
jejas pada ginjal yang berakibat hilangnya protein. Sejumlah besar protein secara
normal melewati kapiler glomerulus tetapi tidak memasuki urin. Muatan dan

selektivitas dinding glomerulus mencegah transportasi albumin, globulin dan


protein dengan berat molekul besar lainnya untuk menembus dinding glomerulus.
Jika sawar ini rusak, terdapat kebocoran protein plasma ke dalam urin (proteinuria
glomerulus). Protein yang lebih kecil (100 kDal) sementara foot processes dari
epitel/podosit akan memungkinkan lewatnya air dan zat terlarut kecil untuk
transpor melalui saluran yang sempit.Saluran ini ditutupi oleh anion glikoprotein
yang kaya akan glutamat, aspartat, dan asam silat yang bermuatan negatif pada pH
fisiologis. Muatan negatif akan menghalangi transpor molekul anion seperti
albumin.
Mekanisme lain dari timbulnya proteinuria ketika produksi berlebihan dari
proteinuria abnormal yang melebihi kapasitas reabsorbsi tubulus. Ini biasanya
sering dijumpai pada diskrasia sel plasma (mieloma multipel dan limfoma) yang
dihubungkan dengan produksi monoklonal imunoglobulin rantai pendek.Rantai
pendek ini dihasilkan dari kelainan yang disaring oleh glomerulus dan di reabsorbsi
kapasitasnya pada tubulus proksimal.Bila ekskersi protein urin total melebihi 3,5
gram sehari, sering dihubungkan dengan hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan
edema (sindrom nefrotik).
Proteinuria Fisiologis
Proteinuria sebenarnya tidak selalu menunjukkan kelainan/penyakit ginjal.
Beberapa keadaan fisiologis pada individu sehat dapat menyebabkan proteinuria.
Pada keadaan fisiologis sering ditemukan proteinuria ringan yang jumlahnya
kurang dari 200 mg/hari dan bersifat sementara. Misalnya, pada keadaaan demam
tinggi, gagal jantung, latihan fisik yang kuat terutama lari maraton dapat mencapai
lebih dari 1 gram/hari, pasien hematuria yang ditemukan proteinuria masif, yang
sebabnya bukan karena kebocoran protein dari glomerulus tetapi karena banyaknya
protein dari eritrosit yang pecah dalam urin akibat hematuri tersebut (positif palsu
proteinuria masif).
Proteinuria Patologis
Sebaliknya, tidak semua penyakit ginjal menunjukkan proteinuria, misalnya
pada penyakit ginjal polikistik, penyakit ginjla obstruksi, penyakit ginjal akibat

obat-obatan analgestik dan kelainan kongenital kista, sering tidak ditemukan


proteinuria. Walaupun demikian proteinuria adalah manifestasi besar penyakit
ginjal dan merupakan indikator perburukan fungsi ginjal. Baik pada penyakit ginjal
diabetes maupun pada penyakit ginjal non diabetes.
C. Alat dan bahan :
1. Tabung reaksi
2. Rak tabung reaksi
3. Pipet tetes
4. Urine segar
5. Larutan biuret ( NaOH + CuSO4 )
D. Cara Kerja
1. Membuat larutan biuret dengan cara:
a. Memasukkan larutan perusi/terusi atau CuSO4 (kupri sulfat) seberat 1 gram
ke dalam air suling 99 gram. Menempatkannya di dalam botol sendiri.
b. Memasukkan larutan 20 gram NaOH dalam air suling 80 gram.
Menempatkannya di dalam botol terpisah.
2. Memasukkan urine sebanyak 2 ml ( 8-12 tetes ) ke dalam tabung reaksi
kemudian terlebih dahulu memberi tetesan larutan NaOH sebanyak 4 tetes, baru
setelah beberapa saat memberi tetesan larutan perusi sebanyak 4 tetes juga.
3. Mengamati perubahan warna yang terjadi.
4. Mencatat dalam tabel hasil pengamatan.
E. Hasil Pengamatan

No
.
1.
2.

Sampel

Sebelum ditetesi

Warna Urin
Setelah ditetesi

Setelah dilakukan

biuret

biuret

pengamatan

Urin normal
Kuning jernih
Urin Diabetes Kuning

Biru muda
Hijau jernih

selama 5 menit
Biru jernih
Kuning pekat

Militus

F. Pembahasan
Setelah dilakukan pengamatan pada urin normal tidak ditemukan kekeruhan.
Berdasarkan teori tidak adanya kekeruhan membuktikan bahwa kandungan protein
dalam urin tersebut adalah negative. Selain itu, pada urin normal warna urin
berubah dari kuning jernih menjadi biru jernih, berdasarkan teori bahwa urin yang

mengandung protein adalah berwarna ungu. Jadi, urin normal itu tidak mengandung
protein sehingga kandungan protein dalam urin tersebut negative.
Pengamatan pada urin Diabetes Miitus juga tidak ditemukan kekeruhan.
Warna urin setelah ditetesi biuret adalah kuning pekat. Berdasarkan data tersebut
maka urin penderita diabetes militus juga tidak mengandung protein.
G. Kesimpulan
1. Untuk menentukan kadar protein dalam urin dapat dilakukan
uji Biuret.
2. Kadar protein yang didapat pada urin normal dan urin
penderita Diabetes Militus setelah ditetesi biuret adalah
negative. Artinya tidak ada kandungan protein pada urin
tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Lehninger, A. 1988. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta : Erlangga.
Armstrong, Frank B. 1995. Buku Ajar Biokimia. Edisi ketiga. Jakarta : EGC.

You might also like