Professional Documents
Culture Documents
Hematemesis diartikan sebagai muntah darah, dan Melena sebagai pengeluaran kotoran
yang hitam seperti ter karena adanya darah yang berubah bentuknya.(1)
b. Histology
1. Gaster
Gaster manusia terbagi atas tiga bagian : kardia, fundus, dan korpus, dan pilorus. Fundus
dan korpus adalah bagian lambung yang terluas.(5)
Dinding gaster terdiri dari atas empat lapisan umum saluran cerna : Mukosa, Submukosa,
muskularis eksterna, dan serosa.(5)
Mukosa gaster terdiri dari atas tiga lapisan: epitel, lamina propria, dan mukosa
muskularis. Permukaan lumen mukosa ditutupi epitel selapis gepeng silindris. Epitel ini juga
meluas ke dalam dan melapisi foveola gastrika yang merupakan invaginasi epitel permukaan. Di
daerah fundus gaster, foveola ini tidak dalam dan masuk ke dalam mukosa sampai kedalaman
seperempat tebalnya. Di bawah epitel permukaan terdapat lapisan jaringan ikat longgar, yaitu
lamina propria di antara kelejar gaster ke arah epitel permukaan.(5)
Kelenjar gaster berhimpitan di dalam lamina propria dan menempati seluruh tebal
mukosa. Kelenjar-kelenjar ini bermuara ke dalam dasar foveola gastrika. Epitel permukaan
gaster mengandung jenis sel yang sama, dari daerah kardia sampai ke pilorus; namun terdapat
perbedaan regional pada jenis sel yang menyusun kelenjar gastrika. Dengan pembesaran yang
lebih lemah, dua jenis sel dapat dikenali di kelenjar gaster pada fundus gaster. Sel parietal
asidofilik terlihat pada bagian atas kelenjar ; sel zimogen yang lebih basofilik menmpati bagian
lebih ke bawah. Lamina propria daerah di bawah kelenjar dapat mengandung kelompok jaringan
limfoid dan limfonodus kecil.(5)
Mukosa: Mukosa gaster kosong memperlihatkan banyak lipatan yang disebut rugae.
Lipatan- lipatan ini bersifat sementara dan terbentuk akibat kontraksi lapisan otot polos, yaitu
mukosa muskularis. Saat lambung terisi cairan atau materi padat, ruge ini menghilang dan
mukosa tampak licin.(5)
Submukosa : Lapisan tebal tepat dibawah mukosa muskularis adalah submukosa. Pada
lambung kosong, lapisan ini meluas sampai ke dalam lipatan atau ruge. Submukosa mengandung
jaringan ikat tidak teratur ang lebih padat dengan lebih banyak serat kolagen dibandingkan
dengan lamina propria. Selain unsur normal sel sel jaringan ikat, submukosa mengandung
banyak jaringan pembuluh limfe kapiler, arteriol besar, dan venul. Di bagian yang lebih dalam
submukosa terlihat juga ganglia parasimpatis pleksus saraf Meissner mukosa yang terisolasi atau
berada dalam kelompok kecil.(5)
Muskularis eksterna : pada gaster, muskularis eksterna terdiri dari tiga lapis otot polos,
masing-masing terorientasi dalam bidang berbeda : lapisan oblik di dalam, sirkular di tengah,
dan longitudinal di luar. Lapisan oblik tidak utuh, dan akibatnya lapisan ini tidak selalu tampak
pada sediaan dinding gaster. Pada sediaan ini, lapisan sirkuler terpotong memanjang dan lapisan
memanjang terpotong melintang. Di antara lapisan otot polos sirkular dan longitudinal, terdapat
pleksus saraf mesentericus ganglia parasimpatis dan serat saraf.(5)
Serosa : Lapisan paling luar dinding gaster adalah serosa. Lapisan ini adalah lapisan tipis
jaringan ikat yang menutupi muskularis eksterna. Di luarnya, lapisan ini ditutupi selapis mesotel
gepeng peritoneum visceral. Jaringan ikat yang ditutupi peritoneum viseral dapat mengandung
banyak sel lemak. (5)
2. Peralihan Duodenum Pilorus
Pilorus gaster dipisahkan dari duodenum usus halus oleh lapisan otot polos tebal yang
disebut sfingter pilori. Sfingter ini dibentuk oleh penebalan lapisan sirkular muskularis eksterna
gaster.(5)
Pada peralihan pilorus dengan duodenum, rigi mukosa di sekitar foveola gastrika
melebar, lebih tidak teratur, dengan bentuk lebih variabel. Kelenjar pilorus tubular bergelung
berada di dalam lamina propria dan bermuara di dasar foveola gastrica. Sering terlihat
limfonodulus di daerah peralihan gaster dan usus halus.(5)
Epitel gaster penghasil mukus langsung berubah menjadi epitel usus di duodenum. Epitel
ini terdiri atas sel silindris dengan mikrovili dan sel goblet yang terdapat sepanjang saluran
cerna. Duodenum memiliki modifikasi permukaan khusus berupa vili. Setiap vilus merupakan
tonjolan permukaan berbentuk daun dengan ujung lancip. Di antara vili terdapat ruang antarvili
yang merupakan perluasan lumen usus.(5)
Di dalam lamina propria duodenum tampak kelenjar intestinal tubuler simpleks. Kelenjarkelenjar ini terutama terdiri dari sel goblet dan sl dengan mikrovili pada epitel permukaan.(5)
Kelenjar duodenal menempati sebagian besar submukosa di duodenum bagian atas dan
khas untuk bagian usus halus ini. Saluran keluar kelenjar ini menembus mukosa muskularis
duodenum dan bermuara pada dasar kelenjar intestinal. Akibatnya, mukosa muskularis tampak
terputus-putus di daerah ini. Kecuali kelenjar submukosa esofageal propria, kelenjar duodenal
adalah kelenjar submukosa satu-satunya pada saluran cerna. Di muskularis eksterna gaster dan
muskularis eksterna duodenum terdapat neuron-neuron pleksus syaraf mienterica.(5)
3. Duodenum
Dinding duodenum terdiri atas empat lapisan : mukosa dengan epitel pelapisnya, lamina
propria, dan mukosa muskularis; jaringan ikat submukosa dibawahnya dengan kelenjar duodenal
mukosa; kedua lapisan otot polos muskularis eksterna dan serosa. Lapisan-lapisan ini menyatu
dengan lapisan yang serupa pada gaster, usus halus, dan usus besar. Lipatan sirkuler terbentuk di
dalam duodenum, mereka adalah bagian dari membran mukus dan jaringan submukosa dan
memiliki ketebalan hingga 8 mm. Tunica muscularis bukan merupakan bagian dari plika. Bagian
ini memperlihatkan 2 lipatan yang bergabung. Permukaan dari lipatan Kerckring memperlihatkan
intestinal vili dalam beberapa bentuk dan ukuran. Bagian tersebut memiliki ketinggian 0,5-1,5
mm dengan ketebalan sekitar 0,15 mm. Interstinal vili selimuti oleh epitel kolumner.Sel otot
halus bermula dari mukosa lamina muskularis sampai ke lamina propria vili. Vili ini melekat di
membran mukosa. Tubular canal memanjang mulai dari permukaan sel dibawah invaginasi
antara mikrovili dan mukosa lamina muskularis. Canal ini lah yang merupakan kelenjar intestinal
Lieberkuhn atau juga dapat disebut rongga Lieberkuhn. Kelenjar duodenal atau disebut juga
dengan kelenjar Brunner adalah ciri khas dari duodenum. Kelenjar ini terletak di lapisan
submukosa. Kelenjar dengan saluran berkelok ini serupa dengan yang terdapat pada gaster.(5)
II.3 FISIOLOGI
Fisiologi yang akan dibahas yaitu fisiologi saluran cerna terhadap makanan yang masuk
melalui mulut sampai masuk ke gaster.(5)
Faring dan Oesofagus memiliki fungsi yang utama yaitu untuk mentransfer makanan dari
mulut masuk ke lambung.(5)
Stimulus yang dihasilkan oleh makanan yang masuk ke esofagus berupa rangsangan
mekanik. Menelan menghasilkan rangsangan mekanis terhadap faring dan masuknya bolus ke
esofagus memberikan efek distensi terhadap esofagus. Kemudian juga terjadi reflex berupa
relaksasi dari proximal dari esofagus dan pada bagian distal terjadi kontraksi refleks ini juga
disebut peristaltik yang berfungsi untuk mendorong makanan masuk ke lambung. Stimulasi dari
esofagus bagian proxismal mengakibatkan lower esofagus sfingter relaksasi dan membuka
sehingga makanan masuk ke lambung.(5)
Lambung mempunyai 2 mekanisme untuk mencerna makanan yaitu fungsi mekanik
dengan cara distensi dan kotraksi dari otot polos dari lambung dan dengan cara kimiawi dengan
cara mengeluarkan asam lambung untuk mencerna protein di lumen. Perlu diketahui bahwa asam
lambung yang dikeluarkan mempunyai pH yang sangat rendah sehingga bakteri yang tidak tahan
asam akan mati sesaat setelah masuk ke lambung. Mukosa lambung menjaga dirinya dari efek
buruk dari asam lambung dengan adanya prostaglandin.(5)
II.4 ETIOLOGI
II.4.1 Etiologi perdarahan saluran makanan bagian atas
Riwayat dan pemeriksaan fisik yang pada orofaring dan rongga nasal harus dilakukan
untuk menyingkirkan adanya darah yang tertelan sebagai sumber hematemesis.(1)
Ada empat penyebab perdarahan saluran makanan bagian atas (SMBA) yang paling sering
ditemukan, yaitu (1) ulkus peptikum, (2) gastritis erosif, (3) varises, dan (4) ruptur mukosa
esofagogastrika. Semua keadaan ini meliputi sampai 90 persen dari semua kasus perdarahan
gastrointestinal atas dengan ditemukannya suatu lesi yang pasti.(1)
Ulkus peptikum yang mengenai lambung atau doudenum merupakan penyebab perdarahan
SMBA yang paling sering ditemukan. Karena perdarahan merupakan manifestasi pertama pada
ulkus peptikum, lesi ini harus dipertimbangkan secara serius bahkan kalau riwayat penyakit
dengan ciri khas ulkus tersebut tidak didapat.(1)
Gastritis dapat berkaitan dengan konsumsi alkohol yang baru saja dilakukan atau dengan
penggunaan obat-obat antiinflamasi seperti aspirin atau ibuprofen. Erosi lambung lebih sering
pada pasien yang mengalami trauma berat, pembedahan atau penyakit sistemik yang berat,
khususnya para korban luka bakar dan pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial. Karena
tidak ada gejala fisis yang khas, diagnosa gastritis harus harus dicurigai kalau ditemukan kondisi
klinis yang sesuai.(1)
Perdarahan varises secara khas terjadi mendadak dan masif; kehilangan darah
gastrointestinal yang kronik jarang ditemukan. Perdarahan dari varises esofagus atau lambung
biasanya disebabkan oleh hipertensi portal yang terjadi sekunder akibat sirosis hepatis. Meskipun
sirosis alkoholik merupakan penyebab varises esofagus yang paling prevalen di Amerika serikat,
setiap keadaan yang menimbulkan hipertensi portal dapat mengakibatkan perdarahan varises.
Lebih lanjut, kendati adanya varises berarti adanya hipertensi portal yang sudah berlangsung
lama, penyakit hepatitis akut atau infiltrasi lemak yang hebat pada hepar kadang-kadang dapat
menimbulkan varises yang akan menghilang begitu abnormalitas hepar disembuhkan. Meskipun
perdarahan SMBA pada pasien sirosis umumnya berasal dari varises sebagai sumber perdarahan,
kurang lebih separuh dari pasien ini dapat mengalami perdarahan nyang berasal dari ulkus
peptikum atau gastropati hipertensi portal. Keadaan yang disebut terakhir ini terjadi akibat
penggembungan vena-vena mukosa lambung. Sebagai konsekuensinya, sangat penting
menentukan penyebab perdarahan nagar penanganan yang tepat dapat dikerjakan.(1)
Dengan kemajuan bidang esofagogastroduodenoskopi, sindroma Mallory-Weiss ditemukan
dengan frekuensi yang meningkat sebagai penyebab perdarahan SMBA akut. Laserasi mukosa
terjadi didaerah batas esofagogastrika dan riwayat medisnya sering ditandai oleh gejala muntah
tanpa isi atau vomitus tanpa darah, yang kemudian diikuti dengan hematemesis.(1)
Lesi perdarahan esofagus yang jarang termasuk esofagitis dan karsinoma; semua ini
menyebabkan hilangnya darah kronik dan jarang menimbulkan perdarahan masif.(1)
Karsinoma gaster, Limpoma, Polip, dan Tumor lambung dan usus kecil lainya jarang
menimbulkan perdarahan. Leiomioma leiomiosarkoma jarang terjadi, tetapi dapat menyebabkan
perdarahan masif. Perdarahan divertikula duodenum dan jejunum relatif jarang terjadi.
Insufisiensi vaskular pembulih darah mesenterik , termasuk penyakit oklusif dan nonoklusif,
dapat menyebabkan diare berdarah.(1)
Ruptur aneurisma aorta aterosklerotik kedalam usus kecil hampir selalu fatal. Ruptur
biasanya terjadi setelah pembedahan rekontruksi arteri dengan pembentukan fistula antar graf
sintetik dan lumen usus. Perdarahan yang sedikit atau banyak dapat mendahului perdarahan
masif yang mendadak dari fistulo aortoenterik. Perdarahan mendadak juga dapat terjadi setelah
trauma yang dapat menyebabkan laserasi hepar; keadaan ini dapat menyebabkan hilangnya darah
kedalam saluran empedu.(1)
Diskrasi darah primer, vaskulitis dan kelainan jaringan ikat dapat menyebabkan perdarahan
SMBA yang signifikan. Uremia dapat menyebabkan hilangnya darah dari gastrointestinal. Gejala
yang paling sering adalah perdarahan kronik dari lesi yang difusdari mukosa lambung dan usus
kecil.(1)
II.4.2 Etiologi Perdarahan Saluran Makanan Bagian Bawah
Lesi pada anus dan rektum. Sedikit darah yang berwrna merah cerah pada permukaan
feses dan kertas toilet sering disebabkan oleh hemorhoid, fisura ani atau fistula. Perdarahan
semacam ini biasanya dicetuskan oleh kotoran yang keras sehingga defekasi dilakukan dengan
mengejan. Proktitis merupakan perdarahan rektum yang lain. Proktitis ini sering merupakan
varian kolitis ulseratif yang terbatas dan bersifat idiopatik. Pada keadaan lain, terutama pada
kaum laki-laki homoseksual atau pada pasien yang terinfeksi HIV, proktitis dapat disebabkan
oleh sitomegalovirus (CMV) atau gonore atau neoplasma. Trauma rektum merupakan penyebab
hematokezia, dan benda asing yang dimasukkan kedalam lekukan rektum dapat menimbulkan
perforasi disamping perdarahan rektum yang akut. Harus ditekankan bahwa kelainan patologi
anus tidak meniadakan sumber-sumber kehilangan darah lainnya, dan kemungkinan adanya
sumber-sumber ini harus dicari dan dikesampingkan.(1)
Lesi pada kolon. Baik karsinoma kolon maupun polip pada kolon dapat menyebabkan
kehilangan darah yang kronik. Angiodisplasia, yaitu telengiektesia mukosa, yang biasanya
mengenai kolon ascendens, merupakan sumber utama perdarahan akut atau kronik pada pasien
lanjut usia. Diare berdarah yang nyata sering dijumpai dan merupakan gejala yang tampak pada
pasien kolitis ulserativa. Gejala ini tidak begitu sering dijumpai pada kolitis granulomatosa,
tetapi darah okulta dapat ditemukan dalam tinja. Perdarahan dapat pula menyertai diare yang
disebabkan oleh infeksi Shigella, Amoeba, Campylobacter, C.difficile, dan kadang-kadang
salmonella. Pada pasien lanjut usia, kolitis iskemik dapat menyebabakan diare berdarah. Lesi ini
dapat pula dijumpai pada perempuanyang lebih muda, yang menggunakan preparat kontrasepsi
oral.(1)
Divertikula. Perdarahan pada divertikula kolon merupakan penyebab terjadinya
perdarahan gastrointestinal bawah yang masif. Gambaran yang lazim ditemukan pada perdarahan
divertikula adalah tinja berwarna merah tua yang dikeluarkan tanpa rasa nyeri. Divertikula
Meckel, yaitu suatu anomali kongenital pada ileum bagian dista, ditemukan pada sekitar dua
persen populasi dan merupakan penyebab perdarahan akut yang penting pada anak-anak serta
dewasa muda. Meskipun hanya sekitar 15 persen dari divertikula ini yang mengandung mukosa
lambung, namun separuh lesi yang menyebabkan perdarahan akut berisi mukosa lambung.(1)
II.5 PATOFISIOLOGI
Gejala perdarahan intestinal ini menunjukkan bahwa sumber perdarahan terletak di bagian
proksimal. Warna darah yang dimuntahkan tergantung pada konsentrasi asam hidroklorida
didalam lambung dan campurannya dengan darah. Jika vomitus terjadi segera setelah terjadinya
perdarahan, muntahan akan tampak berwarna merah gelap, coklat, atau hitam. Bekuan darah
yang mengendap pada muntahan akan tampak seperti ampas kopi yang khas. Hematemesis
biasanya menunjukkan perdarahan disebelah proksimal ligamentum Treitz, karena darah yang
memasuki traktus gastrointestinal dibawah doudenum jarang masuk kedalam lambung.(2)
Perdarahan SMBB
- Manifestasi klinis
- Hematemesis dan /
- Hematokezia
pada umumnya
melena
- Aspirasi nasogastrik
- Berdarah
- Jernih
- Rasio
- Meningkat > 35
- < 35
- Hiperaktif
- Normal
(BUN/Kreatinin)
- Auskultasi usus
stabil. Biasanya tidak sampai memerlukan cairan koloid (misalnya dekstran) kecuali pada
kondisi hipoalbuminemia berat. Secepatnya kirim pemeriksaan darah untuk menentukan
golongan darah, kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit. Leukosit. Adanya kecurigaan diatesis
hemoragik perlu ditindaklanjuti dengan melakukan tes Rumpel-Leede, pemeriksaan waktu
perdarahan, waktu pembekuan, retraksi bekuan darah, PPT, dan aPTT.(3)
Kapan tranfusi darah diberikan sifatnya sangant individual, tergantung jumlah darah yang
hilang, perdarahan masih aktif atau sudah berhenti, lamanya perdarahan berlangsung, dan akibat
klinik perdarahan tersebut. Pemberian tranfusi darah pada perdarahan saluran cerna
dipertimbangkan pada keadaan berikut ini : 1). Perdarahan pada kondisi hemodinamik tidak
stabil, 2). Perdarahan baru atau masih berlangsung dan diperkirakan jumlahnya 1 liter atau lebih,
3). Perdarahan baru atau masih berlangsung dengan hemoglobin < 10 g% atau hematokrit <
30%, 4). Terdapat tanda-tanda oksigenasi jaringan yan g menurun. Perlu dipahami bahwa nilai
hematokrit untuk memperkirakan jumlah perdarahan kurang akurat bila perdarahan sedang atau
baru berlangsung. Proses hemodilusi dari cairan ekstravaskuler selesai 24-72 jam setelah onset
perdarahan. Target pencapaian hematokrit setelah tranfusi darah tergantung kasus yang dihadapi,
untuk usia muda dengan kondisi cukup sehat 20-25%, usia lanjut 30%, sedangkan pada
hipertensi portal jangan melebihi 27-28%.(3)
c. Pemeriksaan Lanjut
Sambil melakukan upaya mempertahankan stabilitas hemodinamik lengkapi anamnesa,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan-pemeriksaan lain yang diperlukan.(3)
Dalam anamnesa yang perlu ditekankan : 1). Sejak kapan terjadinya perdarahan dan berapa
perkiraan darah yang keluar, 2). Riwayat perdarahan sebelumnya, 3). Riwayat perdarahan dalam
keluarga, 4). Ada tidaknya perdarahan dibagian tubuh yang lain, 5). Penggunaan obat-abatan
terutama antiinflamasinon steroid dan antikoagulan, 6). Kebiasaan minum alkohol, 7). Mencari
kemungkinan adanya penyakit hari kronik, demam berdarah, demam tifoid, gagal ginjal kronik,
diabetes melitus, hipertensi, alergi obat-obatan, 8). Riwayat tranfusi sebelumnya.(3)
Pemeriksaan fisik yang perlu diperhatikan : 1). Stigmata penyakit hati kronik, 2). Suhu
badan dan perdarahan ditempat lain, 3). Tanda-tanda kulit dan mukosa penyakit sistemik yang
bisa disertai perdarahan saluran makanan, misalnya pigmentasi mukokutaneus pada sindroma
Peutz-Jeger.
Kelengkapan pemeriksaan yang perlu diperhatikan : 1). EKG; terutama pasien berusia >40
tahun, 2). BUN, kreatinin serum; pada perdarahan SMBA pemecahan darah oleh kuman usus
akan mengakibatkan kenaikan BUN, sedangakan kreatinin serum tetap normal atau sedikit
meningkat, 3). Elektrolit (Na, K, Cl); perubahan elektrolit bisa terjadi karena perdrahan, tranfusi,
atau kumbah lambung, 4). Pemeriksaan lainnya tergantung pada kasus yang dihadapi.(3)
d. Pemeriksaan Fisik
Setelah dilakukan pemeriksaan untuk mengevaluasi perubahan orthostatik pada denyut nadi
dan tekanan darah, penilaian klinis tekanan vena sentral dan pemberian cairan untuk penggantian
volume cairan yang hilang, pasien harus diperiksa untuk menentukan bukti-bukti yang
menunjukkan adanya penyakit yang mendasari perdarahan tersebut. Sumber perdarahan diluar
intestinum harus dikesampingkan dengan pemeriksaan yang teliti terhadap rongga mulut dan
nasofaring. Pemeriksaan Dermatologi yang mengungkapkan telangeaktesia yang khas pada
penyakit osler-weber-rendu (kendati lesi ini tidak akan terlihat bila terdapat anemia berat),
pigmentasi peroral pada sindroma Peutz-Jeghers, fibroma pada neurofibromatosis, kista sebasea
serta tumor-tumor tulang pada sindroma Gardner, purpura yang teraba sering terlihat pada
penyakit vaskulitis atau pigmentasi difus pada hemokromatosis. Stigmata pada penyakit hepar
kronis
seperti
spider
angiomata,
ginekomastia,
atrofi
testis,
ikterus,
asites,
dan
jika lesi iskemik atau perforasi dicurigai. Meskipun uji awal berguna dan penting, evaluasi
ulangan data laboratorium penting untuk mengikuti perjalanan klinis perdarahan.(1)
Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah:
1. Chemistry panel (liver disease, kidney disease);
2. Liver function tests (esophageal varices) ;
3.
Upper GI series and esophagram (reflux esophagitis, ulcer, esophageal carcinoma, gastric
carcinoma);
Namun demikian, bila tidak terdapat gejala yang membuktikan adanya perdarahan aktif pada
saat selang nasogastrik dipasang, kita tidak boleh mengasumsi bahwa perdarahan bukan berasal
dari lambung atau doudenum, dan pada keadaan ini diperlukan pemeriksaan endoskopi.(1)
Jika darah yang berwarna merah atau bahan seperti ampas kopi teraspirasi lewat selang
nasogastrik, irigasi lambung dengan larutan garam faali (saline) harus dilakukan. Tindakan
irigasi ini memiliki du tujuan: memberikan informasi kepada dokter tentang kecepatan
perdarahan, dan membersihakan darah yang lama dari dalam lambung sebelum dilakukan
endoskopi. Tindakan diagnostik selanjutnya akan tergantung apakah perdarahan masih terus
berlanjut; keadaan ini dapat dinilai berdasarkan tanda-tanda vital, kebutuhan tranfusi dan jumlah
serta konsistensi tinja.(1)
Jika perdarahan sudah berhenti dan keadaan pasien sudah stabil, pemeriksaan lanjut dengan
esogastroduodenoskopi dapat dilakukan. Meskipun pada beberapa penelitian menunjukkan pada
endoskopi emergensi dan pendekatan diagnostik yang intensif pada umumnya tidak menurunkan
morbiditas atau mortalitas pasien, namun tindakan endoskopi emergensi sangat penting untuk
penyusunan rencana terapi pada pasien tertentu dengan riwayat pembedahan lambung, hipertensi
portal atau penyakit multisistem yang kompleks. Dengan mengenali pasien yang pembuluh
darahnya terlihat atau mempunyai varises, sebagian pasien dapat ditangani lewat endoskopi dan
komplikasi yang mungkin terjadi bisa diantisipasi. Endoskopi tidak diperlukan jika pendekatan
diagnostik dan tindakan terapeutiknya sudah jelas dari data klinis atau data lainnya.(1)
Perdarahan SMBA yang persisten harus dilihat secara berbeda, dan kebanyakan dokter
akan segera melanjutkan pemeriksaan dengan esofagogastroduodenoskopi. Penentuan lokasi dan
penyebab perdarahan sangat penting dalam penyusunan rencana untuk terapi yang tepat.
Antisipasi tindakan pembedahan, angiografi atau kecurigaan akan adanya varises yang berdarah
merupakan indikasi kuat untuk tindakan esofagogastroduodenoskopi. Perdarahan dari arteriol
pada ulkus peptikum dapat dikendalikan lewat tindakan koagulasi endoskopik dengan
menggunakan
laser
Nd:YAG,heater
probe
atau
elektrokauter.
Namun
demikian,
situasi ini, sering sangat membantu dalam menegakkan diagnosa. Untuk melihat lokasi
perdarahan lewat angiografi diperlukan kehilangan darah dengan kecepatan sedikitnya
0,5mL/menit. Korelasi klinis yang mencerminkan derajat kehilangan darah ini mencakup
hipotensi postural dan keharusan tranfusi darah untuk mempertahankan tanda-tanda vital yang
stabil. Pemeriksaan angiografi emergensi dapat menentuka lokasi perdarahan; kendati demikian,
penyebab perdarahan mungkin tidak bisa ditentukan kecuali bila terlihat varises, malfornasi
vaskuler atau aneurisma.(1)
Angiografi terapeutik merupakan pendekatan yang sangat membantu dalam mengendalikan
perdarahan yang persisten. Pemberian preparat vasokonstriktor intraarteri, seperti vasopresin,
secara kontinyu sering berhasilmengendalikan perdarahan akibat ulkus lambung atau ruptur
Mallory-Weiss. Selain itu, bahan yang bisa menghasilkan embolus dapat disuntikkan langsung ke
dalam pembuluh arteri yang mengaliri tempat perdarahan.(1)
Jika varises esofagus yang berdarah terlihat pada endoskopi proksimal, infus vasopresin
melalui vena perifer dapat mengendalikan perdarahan dengan segera. Respon terhadap terapi
seperti ini tergantung pada keadaan umum pasien yang dinilai berdasarkan parameter klinis dan
laboratorium. Penyuntikan vasopresin intraarterial ternyata tidak lebih efektif daripada
penyuntikan intravena dalam pengendalian perdarahan varises. Terapi sklerosis endoskopik dan
ligasi varises kini telah digunakan sebagai terapi yang efektif untuk perdarahan varises esofagus.
Skeroterapiendoskopik yang periodik dan ligasi juga membatasi timbulnya perdarahan lebih
lanjut pada pasien dengan riwayat perdarahan varises tetapi tidak memperpanjang usia pasien ini.
Perdaraha varises juga dapat dikendalikan dengan temponade balon dengan SengstakenBlakemore tube. Seperti halnya vasopresin, teknik ini umumnya digunakan sebagai tindakan
untuk membuat stabil keadaan pasien dan harus diikuti dengan terapi definitif yang kalau
mungkin sudah dilakukan dalam tempo 48 jam. Karena angka morbiditasnya, pembuatan pintas
(shunt). Portosistemik hanya dilakukan pada keadaan yang paling gawat. Transpalntasi hepar
mungkin merupakan satu-satunya pilihan bagi sebagian penderita sirosis hepatis dan perdarahan
varises.(1)
Dalam mengevaluasi perdarahan SMBB (saluran makanan bagian bawah), prosedur yang
paling penting adalah pemeriksaan colok dubur, anoskopi, dan sigmoidoskopi. Pemeriksaan yang
disebutkan terakhir ini dapat mengenali lokasi perdarahan atau melihat perdarahan yang datang
dari sebelah atas daerah yan g terjangkau oleh instrumen tersebut. Pada keadaan yang terakhir
ini, persiapan kolon dengan larutan lavase saline memungkinkan evaluasi kolonoskopik usus
dalam beberapa jam. Banyak kelainan kolon dapat dideteksi dan diterapi dengan polipektomi
atau elektrokoagulasi. Jika perdarahan terjadi dengan cepat, arteriografi dapat membantu
menentukan
lokasi
perdarahan
dan
memungkinkan
penyuntikan
setempat
preparat
Farmakologis:
Transfusi darah PRC (sesuai perdarahan yang terjadi dan Hb). Pada kasus varises transfusi
sampai dengan Hb 10gr%, pada kasus non varises transfusi sampai dengan Hb 12gr%.
Sementara menunggu darah dapat diberikan pengganti plasma (misalnya dekstran-hemacel) atau
NaCl
0,9%
atau
RL
Propanolol, dimulai dosis 2 x 10 mg dosis dapat ditingkatkan hingga tekanan diastolik turun
20mmHg atau denyut nadi turun 20% (setelah keadaan stabil hematemesis melena (-)
Degene
rative
Vascul Inflamma Neoplas
Intoxic Congen Autoimmu Traum Endoc
and
ar
tory
m
ation
ital
ne Allergic a
rine
Deficie
ncy
Carcino
Esoph Reflux
mas of
Esoph
ageal esophatiti esophag
agus
varices s
us and
lung
Lye
and
Hiatal
other
hernia
irritant
s
Cardia
Stoma
c
Gastritis
ch
varices
Foreig
n body
Nasog
astric
tube
Esopha
gitis
Ulcer
Aortic Trypanos
aneury omiasis
sm
cruzi
Scleroder
ma
Foreig
n body
Mallor
y
Weiss
syndro
me
Alcoho
lic
gastriti
s,
Atrophi aspirin,
Carcino
c
and
ma
gastritis other
drugs
(e.g.,
arsenic
)
Perfor
ation
and
lacerat
ion
surger
y
Zollin
ger
Elliso
n
syndr
ome
Perfor
ation
and
Zollin
ger
Elliso
Heredit
ary
telangie
ctasis
Ruptur
ed
Gastric
aneury ulcer
sm
Duode
num
Ulcer
Regional
ileitis
Degene
rative
Vascul Inflamma Neoplas
Intoxic Congen Autoimmu Traum Endoc
and
ar
tory
m
ation
ital
ne Allergic a
rine
Deficie
ncy
lacerat
n
ion
syndr
surger
ome
y
Pancre
as
Acute
pancreatit
is
(hemorrh
agic)
Blood
Aplasti
Leukem
c
ia
anemia
Hemop
hilia
and
other
Warfar heredita
ITP
in
ry
coagula
tion
disorder
s
Vitamin
Polycyt K
Hepari
hemia
deficien n
cy
Collagen
disease
and other
causes of
thrombocy
topenia
Other
drugs
ITP, idiopathic thrombocytopenic purpura.
II.13 KOMPLIKASI
Syok hipovolemik, aspirasi pneumonia, gagal ginjal akut. sindrom hepatorenal koma
hepatikum, anemia karena perdarahan.(6)
II.14 PROGNOSA
Dubia.(6)
BAB III
PENUTUP
III.1 KESIMPULAN
Hematemesis adalah muntah darah benvarna hitam ter yang berasal dari saluran cerna bagian
atas. Melena adalah buang air besar (BAB) berwama hitam ter yang berasal dari saluran cerna
bagian atas. Yang dimaksud dengan saluran cerna bagian atas adalah saluran cerna di atas
(proksimal) ligamentum Treitz, mulai dari jejunum proksimal, duodenum, gaster dan esofagus.(6)
DAFTAR PUSTAKA
1. Asdie Ahmad H: Perdarahan Saluran Makanan dalam: Harrison: Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit
Dalam.Isselbacher Kurt J, Braunwald Eugene, Wilson Jean D, Martin Joseph B, Fauci Anthony
S, Kasper Dennis L.Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr.Sardjito.Yogjakarta 1999. hlm 259-262
2.
AHLQUIST DA et al: Fecal blood levels in health and disease: A study using Hemoguant.N
Engl J Med 312:1422,1985
3.
4. Pain Management Spescialist Treats Chronic Back Pain and Neck Pain 2007.Hematemesis and
Melena.Website Address: http://pain specialist.com.sq
5. Pustaka Medika Indo 2008.Patofisiologi Muntah.Website Address:http://Cetrione.blogspot.com
6.