Professional Documents
Culture Documents
CARCINOMA COLORECTAL
Disusun oleh:
Ayu Nabila Kusuma Pradana
030.10.046
Pembimbing:
Dr. Daddy S. Carol, Sp.B
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul Carcinoma
Colorectal ini.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada pembimbing
dr. Daddy S. Carol, Sp.B yang telah menyediakan waktu serta memberi tambahan
banyak ilmu dan informasi mengenai referat ini.
Referat ini disusun sebagai salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Ilmu Bedah RSUD Bekasi. Penulis sangat menyadari bahwa referat ini masih banyak
kekurangan baik mengenai isi, tata bahasa, maupun informasi ilmiah yang terdapat di
dalam tulisan ini. Oleh karena itu kritik dan saran senantiasa diharapkan. Semoga
referat ini bermanfaat bagi pembacanya.
Penulis
DAFTAR ISI
Lembar pengesahan.... 4
Bab I Pendahuluan.......
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.
J.
K.
L.
M.
N.
Anatomi ...
Fisiologi ...
Definisi ....
Epidemiologi ...
Etiologi dan Faktor Risiko ..
Klasifikasi .......
Patofisiologi
Patologi .......
Manifestasi Klinis ...
Diagnosis .
Diagnosis Banding ...
Tatalaksana ..
Komplikasi ..
Prognosis .
6
8
9
9
9
12
15
16
17
19
24
24
27
28
29
Daftar Pustaka 30
LEMBAR PENGESAHAN
Nama Mahasiswa
NIM
: 030.10.046
Bagian
Periode
Judul
: Carcinoma Colorectal
Pembimbing
Bekasi,
April 2015
BAB I
PENDAHULUAN
Karsinoma kolorektal adalah keganasan pada kolon dan rektum. Keganasan ini
merupakan keganasan saluran pencernaan terbanyak. Kanker kolorektal berada pada
urutan ketiga sebagai kanker paling banyak dan urutan ketiga sebagai penyebab
kematian terkait kanker di Amerika Serikat. The American Cancer Society
memperkirakan bahwa 96.830 orang didiagnosis dengan kanker usus besar di
Amerika Serikat pada tahun 2014. Di seluruh dunia, kanker kolorektal berada pada
urutan kedua penyebab kanker paling umum pada wanita (614.000 kasus, 9,2% dari
semua kanker) dan nomor tiga penyebab kanker paling umum pada pria (746.000
kasus, 10,0% dari total).1,2
Di Indonesia jumlah penderita kanker kolorektal menempati urutan ke- 10
(2,75%) setelah kanker lain (leher rahim, payudara, kelenjar getah bening, kulit,
nasofaring, ovarium, jaringan lunak, dan tiroid). Dibandingkan penyakit jantung
koroner, penyakit keganasan pada kolon dan rektum kurang menjadi perhatian
masyarakat awam, padahal angka kejadianya cukup tinggi. Semakin bertambahnya
usia harapan hidup, penyakit-penyakit degeneratif seperti kanker juga akan semakin
meningkat.3 Risiko terjadinya karsinoma kolorektal (KKR) mulai meningkat setelah
umur 40 tahun dan meningkat tajam pada umur 50 sampai 55 tahun, risiko meningkat
dua kali lipat setiap dekade berikutnya. Saat ini mulai terjadi pergeseran usia, banyak
KKR ditemukan pada usia yang lebih muda. Indonesia memiliki perbedaan persentase
pasien KKR usia muda yang lebih besar dibanding negara lainnya. Data Departemen
Kesehatan (Depkes) tahun 2006 menunjukkan insiden KKR dengan usia kurang dari
45 tahun pada 4 kota besar di Indonesia sebagai berikut, 47,85% ,54,5% ,44,3% dan
48,2% di Jakarta, Bandung, Makassar, dan Padang. 3
Kunci utama keberhasilan penanganan karsinoma ini adalah ditemukannya
kanker dalam stadium dini, sehingga terapi kuratif dapat dilakukan. Namun sebagian
besar penderita di Indonesia berobat dalam stadium lanjut sehingga angka survival
rendah. Penderita sering datang ke rumah sakit sudah dalam stadium lanjut karena
tidak jelasnya gejala awal dan tidak menganggap penting gejala dini yang terjadi, oleh
karena itu sudah menjadi tugas dokter untuk mendeteksi karsinoma kolorektal dalam
stadium dini, sehingga prognosis penyakit ini menjadi lebih baik.4
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi
Kolon mempunyai panjang 1,5 meter dan terbentang dari sekum sampai
dengan rektum. Diameter terbesarnya 8,5 cm dalam sekum, berkurang menjadi
2,5 cm dalam kolon sigmoideum dan menjadi sedikit lebih berdilatasi dalam rektum.
Bagian asendens dan desendens terutama retroperitoneum, sedangkan kolon
sigmoideum dan transversum mempunyai mesenterium, sehingga terletak di
intraperitoneum. Lapisan otot longitudinal kolon membentuk tiga buah pita yang
disebut taenia koli. Panjang taenia lebih pendek daripada kolon itu sendiri sehingga
kolon berlipat-lipat dan berbentuk seperti kantong yang dinamakan haustra.
Secara embriologik kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan kolon
kiri sampai rektum berasal dari usus belakang. Kolon dibagi menjadi kolon asendens,
transversum, desenden dan sigmoid. Tempat di mana kolon membentuk kelokan tajam
yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika
dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu
lekukan berbentuk S. Dinding kolon terdiri dari empat lapisan histologi yang jelas,
yaitu tunika serosa, tunika muskularis, tunika submukosa dan tunika mukosa. Tunika
serosa membentuk apendises epiploika, sedangkan tunika mukosa terdiri dari epitel
selapis toraks dan tidak mempunyai vili serta banyak kriptus tubular, dalam sepertiga
bawahnya mempunyai sel goblet pensekresi mukus yang ada di keseluruhan kolon.
Pada tunika muskularis terdapat sel ganglion pleksus mienterikus (Auerbach)
terutama terletak sepanjang permukaan luar stratum sirkulasi.5
Sekum, kolon asendens dan bagian kanan kolon transversum diperdarahi oleh
cabang arteri mesenterika superior, yaitu a. ileokolika, a. kolika dekstra dan a. kolika
media. Kolon transversum sebelah kiri, kolon desendens, kolon sigmoid dan sebagian
besar rektum diperdarahi oleh arteri mesenterika inferior melalui a. kolika sinistra, a.
sigmoid dan a. hemoroidalis superior. Pembuluh vena kolon berjalan paralel dengan
arterinya.
Aliran darah vena disalurkan melalui vena mesenterika superior untuk kolon
asendens dan kolon transversum dan melalui vena mesenterika inferior untuk kolon
desendens, sigmoid dan rektum. Keduanya bermuara ke dalam vena porta, tetapi v.
mesenterika inferior melalui v. lienalis. Aliran vena dari kanalis analis menuju ke v.
kava inferior. Pada batas rektum dan anus terdapat banyak kolateral arteri dan vena
melalui peredaran hemoroidal antara sistem pembuluh saluran cerna dan sistem arteri
dan vena iliaka.5,6
Aliran limfe kolon sejalan dengan aliran darahnya, mengikuti arteria regional ke
nodi limfatisi preaorta pada pangkal arteri mesenterika superior dan inferior. Hal ini
penting diketahui sehubungan dengan penyebaran keganasan dan kepentingannya
dalam reseksi keganasan kolon. Sumber aliran limfe terdapat pada muskularis
mukosa.
Kolon dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus splanknikus
dan pleksus presakralis serta serabut parasimpatis yang berasal dari nervus vagus.
Karena distribusi persarafan usus tengah dan usus belakang, nyeri alih pada kedua
bagian kolon kiri dan kanan berbeda. Lesi pada kolon bagian kanan yang berasal dari
usus tengah terasa mula-mula pada epigastrium atau di atas pusat. Nyeri dari lesi pada
kolon desendens atau sigmoid yang berasal dari usus belakang terasa mula-mula di
hipogastrium atau di bawah pusat.5,6
B. Fisiologi
Fungsi usus besar ialah menyerap air, vitamin, dan elektrolit, ekskresi mukus,
serta menyimpan feses, dan kemudian mendorongnya keluar. Dari 700-1000 ml cairan
usus halus yang diterima oleh kolon, 150-200 ml sehari dikeluarkan sebagai feses
setiap harinya. Absorbsi terutama terjadi di kolon asendens dan kolon transversum.
Bakteri dalam kolon mensintesis vitamin K dan beberapa vitamin B. Pembusukan
oleh bakteri dari sisa-sisa protein menjadi asam amino dan zat-zat yang lebih
sederhana seperti peptida, indol, skatol, fenol dan asam lemak. Pembentukan berbagai
gas seperti NH3, CO2, H2, H2S dan CH4 membantu pembentukan flatus di kolon.
Beberapa substansi ini dikeluarkan dalam feses, sedangkan zat lainnya diabsorbsi dan
diangkut ke hati di mana zat-zat ini akan diubah menjadi senyawa yang kurang toksik
dan diekskresikan melalui urin. 5,6
Udara ditelan sewaktu makan, minum atau menelan ludah. Oksigen dan CO 2
di dalamnya diserap di usus sedangkan sedangkan nitrogen bersama dengan gas hasil
pencernaan dan peragian dikeluarkan sebagai flatus. Jumlah gas di dalam usus
mencapai 500 ml sehari. Pada infeksi usus produksi gas meningkat dan bila mendapat
obstruksi usus gas tertimbun di jalan cerna yang menimbulkan flatulensi.
Kolon hanya memproduksi mukus dan sekresinya tidak mengandung enzim
atau hormon pencernaan. Kolon mengekskresi zat sisa dalam bentuk feses. Fungsi
utama dari rectum dan kanalis analis ialah untuk mengeluarkan massa feses yang
terbentuk dan melakukan hal tersebut dengan cara yang terkontrol. Apabila feses
masuk ke dalam rektum, terjadi peregangan rektum sehingga menimbulkan
gelombang peristaltik pada kolon desendens dan kolon sigmoid mendorong feses ke
arah anus. 5,6
C. Definisi
Kanker kolorektal adalah suatu penyakit neoplasma yang ganas yang berasal
atau tumbuh di dalam struktur saluran usus besar (kolon) dan atau rektum. Karsinoma
ini merupakan keganasan saluran pencernaan terbanyak. Jenis keganasan yang
terbanyak adalah adenokarsinoma. Lokasi tersering di rektum, sigmoid, kolon
asenden, dan kolon desenden. metastasis dapat terjadi secara limfogen, hematogen,
dan per kontinuitatum.5
D. Epidemiologi
Keganasan ini merupakan keganasan saluran pencernaan terbanyak. Kanker
kolorektal berada pada urutan ketiga sebagai kanker paling banyak dan urutan ketiga
sebagai penyebab kematian terkait kanker di Amerika Serikat. Penelitian di Amerika
menunjukkan angka insiden kanker kolorektal dan angka kematian karena kanker
kolorektal lebih tinggi pada ras African Americans dibandingkan ras kulit putih. Ras
hispanik memiliki angka insiden kanker kolorektal dan angka kematian yang paling
rendah. Di negara Barat, perbandingan insidens lelaki dengan perempuan adalah 3:1.
Di Indonesia jumlah penderita kanker kolorektal menempati urutan ke- 10 (2,75%)
setelah kanker lain (leher rahim, payudara, kelenjar getah bening, kulit, nasofaring,
ovarium, jaringan lunak, dan tiroid). Indonesia memiliki perbedaan persentase pasien
KKR usia muda yang lebih besar dibanding negara lainnya. Data Departemen
Kesehatan (Depkes) tahun 2006 menunjukkan insiden KKR dengan usia kurang dari
45 tahun pada 4 kota besar di Indonesia sebagai berikut, 47,85% ,54,5% ,44,3% dan
48,2% di Jakarta, Bandung, Makassar, dan Padang.1-3
E. Etiologi dan Faktor Risiko
Secara umum dinyatakan bahwa untuk perkembangan KKR merupakan
interaksi antara faktor lingkungan dan faktor genetik. Faktor lingkungan multipel
beraksi terhadap predisposisi genetik atau defek yang didapat dan berkembang
menjadi KKR.5
Terdapat 3 kelompok KKR berdasarkan perkembangannya yaitu:
1. kelompok yang diturunkan (inherited) yang mencakup kurang dari 10% dari kasus
KKR;
2. kelompok sporadik, yang mencakup sekitar 70%;
3. kelompok familial, mencakup 20%. 6
Kelompok diturunkan adalah mereka yang dilahirkan sudah dengan mutasi
germline (germline mutation) pada salah satu allele dan terjadi mutasi somatik pada
allele yang lain. Contohnya adalah FAP (Familial Adenomatous Polyposis) dan
HNPCC (Hereditary Non-Polyposis Colorectal Cancer. HNPCC terdapat pada sekitar
5% dari KKR. Kelompok sporadik membutuhkan dua mutasi somatik, satu pada
masing masing allele-nya. Kelompok familial tidak sesuai kedalam salah satu dari
dominantly inherited syndromes diatas (FAP & HNPCC) dan lebih dari 35% terjadi
pada umur muda. Meskipun kelompok familial dari KKR dapat terjadi karena
kebetulan saja, akan tetapi faktor lingkungan, penetrant mutations yang lemah atau
currently germline mutations dapat berperan.6
Terdapat 2 model perjalanan perkembangan KKR (karsinogenesis) yaitu LOH
(Loss of Heterozygocity) dan RER (Replication Error).
mutasi tumor gen supresor meliputi gen APC, DCC dan p-53 serta aktifasi onkogen
yaitu K-ras. Model ini contohnya adalah perkembangan polip adenoma menjadi
karsinoma. Sementara model RER karena adanya mutasi gen hMSH2, hMLH1,
hPMS1, hPMS2. Model terakhir ini contohnya adalah perkembangan HNPCC. Pada
bentuk sporadik, 80% berkembang lewat model LOH dan 20% berkembang lewat
model RER.7
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian karsinoma kolon, yaitu:
a. Umur
Kanker kolon sering terjadi pada usia tua. Lebih dari 90% penyakit ini
menimpa penderita di atas usia 40 tahun, dengan insidensi puncak pada usia 60-70
tahun. Kanker kolon ditemukan di bawah usia 40 tahun yaitu pada orang yang
memiliki riwayat kolitis ulseratif atau poliposis familial.7
b. Faktor Genetik
Meskipun sebagian besar kanker kolon kemungkinan disebabkan oleh faktor
lingkungan, namun faktor genetik juga berperan penting. Ada beberapa indikasi
bahwa ada kecenderungan faktor keluarga pada terjadinya kanker kolon. Risiko
terjadinya kanker kolon pada keluarga pasien kanker kolon adalah sekitar 3 kali
dibandingkan pada populasi umum. Banyak kelainan genetik yang dikaitkan dengan
10
beberapa abses bersatu membentuk ulkus. Pada stadium lanjut timbul pseudopolip
yaitu penonjolan mukosa kolon yang ada diantara ulkus. Perjalanan penyakit yang
sudah lama, berulang-ulang dan lesi luas disertai adanya pseudopolip merupakan
resiko tinggi terhadap karsinoma. Pada kasus demikian harus dipertimbangkan
tindakan kolektomi. Tujuannya adalah mencegah terjadinya karsinoma dan
menghindari penyakit yang sering berulang-ulang. Karsinoma yang timbul sebagai
komplikasi kolitis ulserosa sifatnya lebih ganas, cepat tumbuh dan metastasis.7
f. Merokok
Perokok jangka lama mempunyai risiko relatif berkisar 1,5-3 kali.
Diestimasikan bahwa satu dari lima KKR di Amerika bisa diatributkan kepada
merokok. Penelitian kohort dan kasus-kontrol dengan disain yang baik menunjukkan
bahwa merokok berhubungan dengan kenaikan risiko terbentuknya adenoma dan
juga kenaikan risiko perubahan adenoma menjadi KKR.7
F. Klasifikasi1,5
Derajat keganasan karsinoma kolon dan rektum dibagi berdasarkan gambaran
histologik menurut klasifikasi Dukes. Dukes membagi karsinoma berdasarkan
dalamnya infiltrasi karsinoma di dinding usus.
Klasifikasi karsinoma rektum menurut Dukes: 1,5
Tahap A: Infiltrasi karsinoma terbatas pada dinding usus
12
Klasifikasi TNM1,5
T Tumor primer
Tx - Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 - Tidak ada tumor primer
T1 - Invasi tumor di lapisan sub mukosa
T2 - Invasi tumor di lapisan otot propria
T3 - Invasi tumor melewati otot propria ke subserosa atau masuk ke perikolik
yang tidak dilapisi peritoneum atau perirektal
13
14
G. Patofisiologi
Kanker kolorektal timbul melalui interaksi yang kompleks antara faktor
genetik dan faktor lingkungan. Kanker kolorektal yang sporadik muncul setelah
melewati rentang masa yang lebih panjang sebagai akibat faktor lingkungan yang
menimbulkan berbagai perubahan genetik yang berkembang menjadi kanker. Kedua
jenis kanker kolorektal (herediter dan sporadik) tidak muncul secara mendadak
melainkan melalui proses yang diidentifikasikan pada mukosa kolon (seperti pada
displasia adenoma). Kanker kolon terjadi sebagai akibat dari kerusakan genetik pada
lokus yang mengontrol pertumbuhan sel. Perubahan dari kolonosit normal menjadi
jaringan adenomatosa dan akhirnya karsinoma kolon menimbulkan sejumlah mutasi
yang mempercepat pertumbuhan sel.
Terdapat 2 mekanisme yang menimbulkan instabilitas genom dan berujung
pada kanker kolorektal yaitu : instabilitas kromosom (Cromosomal Insyability atau
CIN) dan instabilitas mikrosatelit (Microsatellite Instability atau MIN). Umumnya asl
kenker kolon melalui mekanisme CIN yang melibatkan penyebaran materi genetik
yang tak berimbang kepada sel anak sehingga timbulnya aneuploidi. Instabilitas
mikrosatelit (MIN) disebabkan oleh hilangnya perbaikan ketidakcocokan atau
missmatch repair (MMR) dan merupakan terbentuknya kanker pada sindrom Lynch.
Awal dari proses terjadinya kanker kolon yang melibatkan mutasi somatik terjadi pada
gen Adenomatous Polyposis Coli (APC). Gen APC mengatur kematian sel dan mutasi
pada gen ini menyebabkan pengobatan proliferasi yeng selanjutnya berkembang
menjadi adenoma. Mutasi pada onkogen K-RAS yang biasnya terjadi pada adenoma
kolon yang berukuran besar akan menyebabkan gangguan pertumbuhan sel yang tidak
normal.8,9
Transisi dari adenoma menjadi karsinoma merupakan akibat dari mutasi gen
supresor tumor p53. Dalam keadaan normal protein dari gen p53 akan menghambat
proliferasi sel yang mengalami kerusakan DNA, mutasi gen p53 menyebabkan sel
dengan kerusakan DNA tetap dapat melakukan replikasi yang menghasilken sel-sel
dengan kerusakan DNA yang lebih parah. Replikasi sel-sel dengan kehilangan
sejumlah segmen pada kromosom yang berisi beberapa alele (misal loss of
15
heterizygosity), hal ini dapat menyebabkan kehilangan gen supresor tumor yang lain
seperti DCC (Deleted in Colon Cancer) yang merupakan transformasi akhir menuju
keganasan.
H. Patologi
Pada umumnya dalam perjalanan penyakit pertumbuhan adenokarsinoma usus
besar sebelah kanan dan kiri berbeda. Adenokarsinoma usus besar kanan, yaitu
sekum, kolon asenden, kolon transversum sampai batas fleksura hepatika, tumor
cenderung tumbuh eksofitik atau polipoid.
16
Karsinoma usus besar kiri, yaitu kolon transversum batas fleksura lienalis,
kolon desenden, sigmoid dan rektum tumbuh berbentuk cincin menimbulkan napkinring.
Tipe nodular
Bentuk nodular berupa suatu massa yang keras dan menonjol ke dalam lumen,
Skirous (Schirrous)
Pada tipe ini reaksi fibrous sangat banyak sehingga terjadi pertumbuhan yang
keras serta melingkari dinding kolon sehingga terjadi konstriksi kolon untuk
membentuk napkin ring. Mengakibatkan penyempitan sehingga terjadi stenosis
dan gejala obstruksi, terutama ditemukan di kolon ascenden, sigmoid dan rektum.
3.
atau adenoma. Tumbuh menonjol ke dalam lumen usus dan berbentuk bunga kol
ditemukan terutama di sekum dan kolon ascenden.
Secara histologis, hampir semua kanker usus besar adalah adenokarsinoma
yang berasal dari epitel kolon. Bentuk dan diferensiasinya sempurna mempunyai
struktur glandula dan kelenjar-kelenjarnya sendiri membesar, terjadi pembengkakan
sel kolumna dengan nuklei hipokromasi dengan sel yang mengalami mitosis. Pada
bentuk yang kurang berdifirensiasi sel-sel epitel terlihat didalam kolumna atau massa.
Desar sel barvariasi dan mungkin terdapat invasi dari pembuluh darah dan pembuluh
limfe. Pada pertumbuhan anplastik kadang terlihat signet ring cell (inti mendesak ke
arah sel).9
I. Manifestasi Klinis
17
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan sejalan dengan
suplai darah yang diterima. Arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian
kanan (caecum, kolon ascendens dan duapertiga proksimal kolon transversum), dan
arteri mesenterika inferior yang memperdarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon
transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum). Tanda
dan gejala dari kanker kolon sangat bervariasi dan tidak spesifik. Keluhan utama
pasien dengan kanker kolorektal berhubungan dengan besar dan lokasi dari tumor.
Kolon kanan memiliki kaliber yang besar, tipis dan dinding distensi serta isi
fecal ialah air. Karena fitur anatomisnya, karsinoma kolon kanan dapat tumbuh besar
sebelum terdiagnosa. Pasien sering mengeluh lemah karena anemia. Darah
makroskopis sering tidak tampak pada feses tetapi dapat mendeteksi tes darah samar.
Pasien dapat mengeluh ketidaknyamanan pada kuadran kanan perut setelah makan
dan sering salah diagnosa dengan penyakit gastrointestinal dan kandung empedu.
Jarang sekali terjadi obstruksi dan gangguan berkemih.
Kolon kanan :
-
Kolon kiri memiliki lumen yang lebih kecil dari yang kanan dan konsistensi
feses ialah semisolid. Tumor dari kolon kiri dapat secara gradual mengoklusi lumen
yang menyebabkan gangguan pola defekasi yaitu konstipasi atau peningkatan
frekuensi BAB. Pendarahan dari anus sering namun jarang yang masif. Feses dapat
diliputi atau tercampur dengan darah merah atau hitam. Serta sering keluar mukus
bersamaan dengan gumpalan darah atau feses.
Kolon kiri :
-
18
Gejala akut dari pasien biasanya adalah obstruksi atau perforasi, sehingga jika
ditemukan pasien usia lanjut dengan gejala obstruksi, maka kemungkinan besar
penyebabnya adalah kanker. Obstruksi total muncul pada < 10% pasien dengan
kanker kolon, tetapi hal ini adalah sebuah keadaan darurat yang membutuhkan
penegakan diagnosis secara cepat dan penanganan bedah. Pasien dengan total
obstruksi mungkin mengeluh tidak bisa flatus atau buang air besar, kram perut dan
perut yang menegang. Jika obstruksi tersebut tidak mendapat terapi maka akan terjadi
iskemia dan nekrosis kolon, lebih jauh lagi nekrosis akan menyebabkan peritonitis
dan sepsis. Perforasi juga dapat terjadi pada tumor primer, dan hal ini dapat disalah
artikan sebagai akut divertikulosis. Perforasi juga bisa terjadi pada vesika urinaria
atau vagina dan dapat menunjukkan tanda tanda pneumaturia dan fecaluria.
Metastasis ke hepar dapat menyebabkan pruritus dan jaundice, dan yang sangat
disayangkan hal ini biasanya merupakan gejala pertama kali yang muncul dari kanker
kolon.
Rektum :
-
Aspek klinis
Kolon Kanan
Kolitis
Nyeri
Tenesmi
Defekasi
Diare
Kolon Kiri
Obstruksi
diare Konstipasi
berkala
progresif
Obstruksi
Jarang
Hampir selalu
Samar
Samar
Rektum
Proktitis
Tidak jarang
atau Makroskopik
makroskopik
Feses
Normal / diare
Normal
Perubahan bentuk
Dispepsia
Sering
Jarang
Jarang
Hampir selalu
Lambat
Lambat
Anemia
Hampir selalu
Lambat
Lambat
19
J. Diagnosis
Diagnosis dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik termasuk
colok dubur, dan pemeriksaan penunjang lainnya:
Anamnesis
Anamnesis meliputi perubahan pola kebiasaan defekasi, baik berupa diare
ataupun konstipasi (change of bowel habit), perdarahan per anum (darah segar),
penurunan berat badan, faktor predisposisi, riwayat kanker dalam keluarga, riwayat
polip usus, riwayat colitis ulserosa, riwayat kanker payudara/ovarium, uretero
sigmoidostomi, serta kebiasaan makan (rendah serat, banyak lemak). Gejala yang
paling sering dikeluhkan adalah adanya perubahan pola buang air besar (change of
bowel habits), bisa diare bisa juga obstipasi.
Semakin distal letak tumor semakin jelas gejala yang ditimbulkan karena
semakin ke distal feses semakin keras dan sulit dikeluarkan akibat lumen yang
menyempit, bahkan bisa disertai nyeri dan perdarahan, bisa jelas atau samar. Warna
perdarahan sangat bervariasi, merah terang, mahogany, dan kadang merah kehitaman.
Makin ke distal letak tumor warna merah makin pudar. Perdarahan sering disertai
dengan lendir, kombinasi keduanya harus dicurigai adanya proses patologis pada
colorektal. Selain itu, pemeriksaan fisik lainnya yaitu adanya massa yang teraba
pada
fossa iliaca dextra dan secara perlahan makin lama makin membesar.
Penurunan berat badan sering terjadi pada fase lanjut, dan 5% kasus sudah metastasis
jauh ke hepar.
Pemeriksaan Fisik
20
dan penurunan serta menghilangnya peristaltik. Bisa juga ditemukan nyeri tekan pada
seluruh dinding abdomen apabila terjadi perforasi usus.
Pemeriksaan colok dubur atau rectal toucher dipakai untuk menilai tonus dari
muskulus sfingter ani, ampula rektum, mukosa dan massa. Tonus sfingter ani dinilai
kuat atau lemah, ampula rektumnya kolaps atau tidak dan isinya, mukosa dinilai
permukaannya apakah kasar, licin atau berbenjol benjol, dan dinilai apakah teraba
massa, lokasinya, batasnya dan permukaannya. Kemudian dinilai juga apakah terdapat
perdarahan.
Pada pemeriksaan colok dubur yang harus dinilai adalah pertama, keadaan
tumor: ekstensi lesi pada dinding rectum. Kedua, mobilitas tumor untuk mengetahui
prospek terapi pembedahan. Ketiga, ekstensi penjalaran yang diukur dari ukuran
tumor dan karakteristik pertumbuhan primer, mobilitas atau fiksasi lesi.Pemeriksaan
Digital Rectal Examination (DRE) bisa ditemukan massa maligna (massa berbenjolbenjol dengan striktura) di rektum dan rektosigmoid teraba keras kenyal dan lendir
darah yang terdapat pada sarung tangan.
Tabel : Ringkasan Diagnosis Karsinoma Kolorektal1,8
Kolon Kanan :
- Anemia dan kelemahan
- Darah okul di feses
- Dispepsia
- Perasaan kurang enak di perut kanan bawah
- Massa di perut kanan bawah
- Foto rontgen perut khas
- Penemuan kolonoskopi
Kolon Kiri :
- Perubahan pola defekasi
- Darah di feses
- Gejala dan tanda obstruksi
- Foto rontgen khas
- Penemuan kolonoskopi
Rektum :
- Perdarahan rektum
- Darah di feses
- Perubahan pola defekasi
- Pasca defekasi perasaan tidak puas atau rasa penuh
- Penemuan tumor pada colok dubur
- Penemuan tumor rektosigmoid
Pemeriksaan Penunjang
21
Pemeriksaan Laboratorium
Meliputi pemeriksaan tinja apakah ada darah secara makroskopis/mikroskopis
atau ada darah samar (occult blood) serta pemeriksaan CEA (carcino embryonic
antigen). Kadar yang dianggap normal adalah 2,5-5 ngr/ml. Kadar CEA dapat
meninggi pada tumor epitelial dan mesenkimal, emfisema paru, sirhosis hepatis,
hepatitis, perlemakan hati, pankreatitis, colitis ulserosa, penyakit crohn, tukak peptik,
serta pada orang sehat yang merokok. Peranan penting dari CEA adalah bila diagnosis
karsinoma kolorektal sudah ditegakkan dan ternyata CEA meninggi yang kemudian
menurun setelah operasi maka CEA penting untuk tindak lanjut. Anemia dapat
dibuktikan dengan pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit. Pemeriksaan
bensidin untuk darah samar bukan pemeriksaan yang khas, tetapi memberi petunjuk
adanya perdarahan didalam saluran cerna. Fecal Occult Bleeding Test (FOBT)
menawarkan beberapa keuntungan sebagai alat screening yang telah terbukti efektif
dalam percobaan secara random, yang non-invasive, dan hemat biaya. Akan tetapi,
penurunan angka kematian termasuk rendah (1533%).1,8 Pemeriksaan fungsi hati
sering memberi keterangan yang cukup berguna. Perlu disadari bahwa hasil
laboratorium tidak memberikan gambaran yang khas tentang kelainan tertentu di
kolon atau rektum. 1,8
Prosedur bisa dilakukan dalam kantor tanpa pemberian obat penenang, hemat biaya
dan murah, dapat untuk mengurangi angka kematian kanker colon sekitar 6070%,
dan persiapan pasien lebih mudah dibandingkan dengan kolonoskopi. Akan tetapi, FS
mendeteksi hanya separuh adenomas dan 40% kanker dari proximal sampai splenic
flexure. Dapat mengedintifikasi sampai 75% lesi proximal dan tidak dapat mendeteksi
lesi distal. Pemeriksaannya sering dibatasi oleh ketidaknyamanan pasien dan kurang
persiapan. Dengan melakukan pemeriksaan FOBT setiap tahun dan FS setiap lima 5
tahun. Metode ini memberikan gambaran pada kolon descenden dan memberikan
22
sensitifitas yang baik pada FOBT untuk proximal kanker yang tidak bisa dicapai oleh
FS. 1,8
Barium enema
Pemeriksaan sinar-x enema barium (BE) mempunyai manfaat cost effective
Kolonoskopi
Kolonoskopi merupakan standar baku diagnosis karsinoma kolorektal.
Biopsi
Konfirmasi adanya malignansi dengan pemeriksaan biopsi sangat penting.
Kolitis ulserativa
Polip adenomatosa
Hemoroid interna
Fisura ani5
L. Tatalaksana
Satu-satunya kemungkinan terapi kuratif adalah tindakan operatif. Tujuan
utama tindakan operatif ialah memperlancar saluran cerna, baik bersifat kuratif
maupun non kuratif. Kemoterapi dan radiasi bersifat paliatif dan tidak memberikan
manfaat kuratif. Sebelum melakukan tindakan operasi harus terlebih dahulu dinilai
keadaan umum dan toleransi operasi serta ekstensi dan penyebaran tumor. Terapi
standar untuk kanker kolorektal yang digunakan antara lain ialah :
1. Pembedahan
24
Bedah kuratif dilakukan bila tidak ditemukan gejala penyebaran lokal maupun
jauh. Penatalaksanaan objektif dari karsinoma kolon adalah dengan membuang tumor
primer bersama dengan suplai limfovaskularnya. Pada tumor sekum ataupun
ascendens, dilakukan hemikolektomi kanan, kemudian anastomosis ujung ke ujung.
Pada tumor di fleksura hepatica dilakukan juga hemikolektomi. Pada tumor kolon
transversum dilakukan reseksi kolon transversum, kemudian anastomosis ujung ke
ujung sedangkan pada tumor kolon descendens dilakukan hemikolektomi kiri. Pada
tumor sigmoid dilakukan reseksi sigmoid dan pada rectum sepertiga proksimal
dilakukan reseksi anterior.
Untuk kanker rektum, jenis operasinya tergantung pada seberapa jauh jarak
kanker ini dari anus dan seberapa dalam tumbuh ke dalam dinding rektum. Pada
tumor rektum sepertiga tengah, dilakukan reseksi dengan mempertahankan sfingter
anus, sedangkan pada tumor sepertiga distal dilakukan amputasi rektum melalui
reseksi abdominoperineal Quenu-Miles. Pada operasi ini, anus turut dikeluarkan.
Pengangkatan seluruh rektum dan anus mengharuskan penderita menjalani kolostomi
menetap (pembuatan hubungan antara dinding perut dengan kolon). Dengan
kolostomi, isi usus besar dikosongkan melalui lubang di dinding perut ke dalam suatu
kantung, yang disebut kantong kolostomi. Bila memungkinkan, rektum yang diangkat
hanya sebagian, dan menyisakan ujung rektum dan anus. Kemudian ujung rektum
disambungkan ke bagian akhir dari kolon. 8,10
Hemikolektomi kanan
Hemikolektomi kiri
25
Kolostomi
2. Kemoterapi
Pasien dengan karsinoma rektum stadium II-III berisiko tinggi untuk
mengalami kekambuhan lokal dan sistemik. Terapi adjuvan harus bertujuan
menanggulangi kedua masalah tersebut. (NCI PDQ). Sebagian besar penelitian yang
menggunakan radioterapi pra- dan pasca bedah saja dapat menurunkan angka
kekambuhan lokal tetapi tidak bermakna dalam angka survival. Kemoterapi
Intrahepatic untuk carcinoma colon dengan metastase ke hepar adalah intraarterial
floxuridine (FUDR).
26
Mayo
1. 5-FU 425 mg/m2 dengan bolus IV setiap hari 5 hari berturut-turut satu jam
sesudah LV
2. LV 20 mg/m2 IV setiap hari untuk 5 hari ber turut-turut
3. Frekuensi : ulang setiap 4 sampai 5 minggu.
de Gramont
1. LV 200 mg/m2 infus 2 jam, diikuti
2. 5-FU400 mg/m2 i.v. bolus diikuti
3. 5-FU 600 mg/m2 infus kontinu 22 jam
4. Frekuensi : hari 1+2, ulang setiap 21 hari
Dosis
1. capecitabine 1250 mg/m2 bid bila sebagai obat tunggal, capecitabine 1000
mg/m2 bila dikombinasi dengan oxaliplatin/irinotecan
2. irinotecan 250 mg/m2 bila diberikan dengan kombinasi 5-FU/FA setiap 21 hari
dan 130 mg/m2 bila dikombinasi dengan capecitabine
3. oxaliplatin 135 mg/m2 bila diberikan dengan kombinasi 5-FU/FA setiap 21
hari dan 85 mg/m2 bila dikombinasi dengan capecitabine6
Rekomendasi Tingkat A
1. Stadium I/Dukes A : tidak diberikan kemoterapi
2. Stadium III/Dukes C : kemoterapi 5-FU/FA atau capecitabine, hingga 6 bln
3. Stadium IV/metastasis : kemoterapi 5-FU/FA atau capecitabine, hingga 6 bln
ditambah oxaliplatin atau irinotecan, 6 bln
Tingkat Rekomendasi B
Stadium IIA/Dukes B1 : dipertimbangkan pemberian kemoterapi
Rekomendasi Tingkat D
Stadium IIB/Dukes B2 : kemoterapi 5-FU/FA atau capecitabine, hingga 6 bln
3. Radioterapi
Radiasi bertujuan untuk mengurangi resiko kekambuhan dari karsinoma
rektal. Radiasi bermanfaat juga sebagai terapi paliatif, yaitu mengurangi pertumbuhan
tumor pada lokasi spesifik yang merupakan hasil metastase dari karsinoma kolorektal.
Terapi ini juga bisa untuk meningkatkan kualitas hidup dan membantu mengontrol
nyeri atau kompresi medula spinalis atau sindrom vena cava.
27
Dukes D (metastasis ke tempat yang jauh atau penyebaran lokal tidak dapat
direseksi lagi) : <5 %
Insiden atau kejadian kekambuhan lokal dapat dikurangi jika saat operasi
28
berkembang ke arah keganasan. Diperlukan tindakan lanjut (follow up) yang lama
agar dapat mengetahui apakah kanker itu rekuren dan metakromatik. Dilakukan
sigmoidoskopi, pemeriksaan feses untuk mengetahui adanya darah, barium enema,
kolonoskopi fiiber optik dan serangkaian nilai CEA sebagai marker untuk deteksi dari
kekambuhan tumor. Bila kadar CEA tetap normal sesudah dilakukan reseksi kuratif,
maka peningkatan dikemudian hari dengan sendirinya merupakan bukti kemungkinan
adanya rekurensi.6,10
BAB III
KESIMPULAN
Karsinoma kolon adalah tumor ganas epitelial pada usus besar yang
memanjang dari sekum hingga rektum. Kanker kolorektal berada pada urutan ketiga
sebagai kanker paling banyak dan urutan ketiga sebagai penyebab kematian terkait
kanker di Amerika Serikat. The American Cancer Society memperkirakan bahwa
96.830 orang didiagnosis dengan kanker usus besar di Amerika Serikat pada tahun
2014. Faktor resikonya meliputi umur, diet tinggi lemak dan kolesterol, inflamatory
bowel disease (terutama kolitis ulseratif) dan genetik. Tingginya konsumsi daging
sapi dan lemak hewani, meningkatnya kuman-kuman anaerobik pada kolon, tumor
yang memproduksi asam empedu sekunder, diet rendah serat, dan kemungkinan
defisiensi bahan makanan protektif (yang mencegah timbulnya kanker) dalam diet
semakin meningkatkan risiko. Pertumbuhan sel diluar kontrol dapat merupakan suatu
keadaan prekanker, contohnya adalah polip di daerah usus besar. Setelah melalui
periode panjang dapat menjadi ganas. 1,2
Secara makroskopik karsinoma kolon dapat dibagi atas 4 tipe, yaitu: nodular,
koloid, skirous, papilar. Derajat keganasan karsinoma kolon berdasarkan gambaran
histolik dibagi menurut klasifikasi Dukes, berdasarkan infiltrasi karsinoma di dinding
usus. Gejala umum yang dikeluhkan pasien adalah: perdarahan segar peranal
(hematokezia), buang air besar lendir darah atau tidak teratur, obstruksi saluran cerna,
anoreksia, berat badan menurun, rasa nyeri perut ditempat kanker dan tenesmus.
Terapi farmakologi yang dapat diberikan adalah kombinasi dari 5-fluorouracil (5FU), leucovorin, dan irinotecan (CPT11). Kemoterapi Intrahepatic untuk carcinoma
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Wibisono E, Jeo WS. Karsinoma Kolorektal. Dalam: Tanto C, Liwang F, Hanifati
S, Pradipta EA, editor. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Media
Aesculapius; 2014.p.222-5.
2. World Health Organization, International Agency for Research on Cancer.
Colorectal Cancer: Estimated Cancer Incidence, Mortality and Prevalence
Worldwide in 2012. International Agency for Research on Cancer. Available at
http://globocan.iarc.fr/Pages/fact_sheets_cancer.aspx. Accessed April 25, 2015.
3. Sudoyo AW, Hernowo B, Krisnuhoni A, Reksodiputro AH, Hardjodisastro D,
Sinuraya ES. Colorectal Cancer Among Young Native Indonesians: A
Clinicopathological And Molecular Assessment on Microsatellite Instability. Med
J Indonesia. 2010. 19(4):245-251
4. IKABDI. Pengelolaan Karsinoma Kolorektal, Suatu Panduan Klinis Nasional.
2004.
Available
http://download.ikabdi.org/Panduan_KKR_(radioterapi_updated).doc.
at
Accessed
9. Price SA. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Jilid II. Jakarta:
EGC;2005.
10. Medscape. Dragovich T. 2014. Colon Cancer. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/277496overview#aw2aab6b2b2. Accessed April 25, 2015.
31