You are on page 1of 18

REFERAT

SUPRAVENTRIKULAR TAKIKARDI

Disusun Oleh :
Ade Putri Asiah
1102009005

Pembimbing
dr. Bondan H. Putranto, Sp. JP (K), FIHA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
RSUD Kabupaten BEKASI
2013

BAB I
PENDAHULUAN

Aritmia merupakan kelainan irama jantung yang sering dijumpai. Aritmia


adalah irama jantung di luar irama sinus normal. Istilah aritmia sebenarnya
tidak tepat karena aritmia berarti tidak ada irama. Oleh karena itu saat ini
digunakan istilah disritmia yang berarti irama yang tidak normal. Supraventrikular
takikardi (SVT) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan perubahan laju jantung
yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150 kali/menit sampai 250
kali/menit. 1

Insiden SVT sekitar 1-3 per 1000 orang . Dalam sebuah studi berbasis populasi,
prevalensi SVT adalah 2,25 kasus per 1000 orang dengan kejadian 35 kasus per
100.000 orang/tahun. AVNRT (Atrioventricular nodal re-entry tachycardia )
lebih sering terjadi pada pasien yang berusia menengah atau lebih tua,
sementara remaja lebih cenderung memiliki SVT dimediasi oleh jalur aksesori. 2

SVT dapat dipicu oleh mekanisme reentry. Hal ini dapat disebabkan oleh
denyut atrium prematur atau denyut ektopik ventrikel. Pemicu lainnya termasuk
hipertiroidisme dan stimulan, termasuk kafein, obat-obatan, dan alkohol. SVT
dapat terjadi pada pasien dengan infark miokard sebelumnya, prolaps katup
mitral, penyakit jantung rematik, perikarditis, pneumonia, penyakit paru-paru
kronis. Toksisitas digoxin juga dapat dikaitkan dengan SVT. 2
Gangguan irama jantung secara elektrofisiologi disebabkan oleh gangguan
pembentukan

rangsang,

gangguan

konduksi

rangsang

dan

gangguan

pembentukan serta penghantaran rangsang. 3


Pengobatan pada SVT terbagi menjadi short term therapy dan long term
therapy. Pemberian adenosin, Ca channel blocker, dan beta blocker dapat
menjadi terapi untuk pasien SVT.

Prognosis SVT tergantung pada penyakit jantung struktural yang mendasari.


Pasien dengan struktural jantung yang normal memiliki prognosis yang sangat
baik. 4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi
Supraventrikular takikardi (SVT) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan
perubahan laju jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150
kali/menit sampai 250 kali/menit. Kelainan pada SVT mencakup komponen
sistem konduksi dan terjadi dibagian atas bundel HIS. Pada kebanyakan SVT
mempunyai kompleks QRS normal. 1
II.2. Epidemiologi
Insiden SVT sekitar 1-3 per 1000 orang . Dalam sebuah studi berbasis populasi,
prevalensi SVT adalah 2,25 kasus per 1000 orang dengan kejadian 35 kasus per
100.000 orang/tahun. AVNRT (Atrioventricular nodal re-entry tachycardia )
lebih sering terjadi pada pasien yang berusia menengah atau lebih tua,
sementara remaja lebih cenderung memiliki SVT dimediasi oleh jalur aksesori. 2
Dalam sebuah studi berbasis populasi, resiko SVT dua kali lebih tinggi pada
wanita dibandingkan pria.
Prevalensi SVT meningkat dengan usia. AVNRT terlihat lebih sering pada orang
yang tengah baya atau lebih tua, sementara remaja biasanya memiliki SVT dari
jalur aksesori. 2
II.3. Etiologi
SVT dipicu oleh mekanisme reentry. Hal ini dapat disebabkan oleh denyut
atrium prematur atau denyut ektopik ventrikel. Pemicu lainnya termasuk
hipertiroidisme dan stimulan, termasuk kafein, obat-obatan, dan alkohol.
SVT diamati tidak hanya pada orang sehat, melainkan juga terjadi pada pasien
dengan infark miokard sebelumnya, prolaps katup mitral, penyakit jantung
rematik, perikarditis, pneumonia, penyakit paru-paru kronis, dan keracunan
alkohol saat ini. Toksisitas digoxin juga dapat dikaitkan dengan SVT. 3
4

II.4. Elektrofisiologi
Gangguan irama jantung secara elektrofisiologi disebabkan oleh gangguan
pembentukan

rangsang,

gangguan

konduksi

rangsang

dan

gangguan

pembentukan serta penghantaran rangsang. 1 , 2 , 3


1. Gangguan pembentukan rangsang
Gangguan ini dapat terjadi secara aktif atau pasif. Bila gangguan rangsang
terbentuk secara aktif diluar urutan jaras hantaran normal, seringkali
menimbulkan gangguan irama ektopik dan bila dibentuk secara pasif sering
menimbulkan escape rhytm (irama pengganti).
a. Irama ektopik timbul karena pembentukan rangsangan ektopik secara
aktif dan fenomena reentry.
b. Escape beat (denyut pengganti) ditimbulkan bila rangsang normal tidak
atau belum sampai waktu tertentu dari irama normal, sehingga bagian
jantung yang belum atau tidak mendapat rangsang itu bekerja secara
otomatis untuk mengeluarkan rangsangan intrinsik yang memacu jantung
berkontraksi.
c. Active ectopic firing terjadi pada keadaan dimana terdapat kenaikan
kecepatan automasi pembentukan rangsang pada sebagian otot jantung
yang melebihi keadaan normal.
d. Reentry terjadi bila pada sebagian

otot

jantung

terjadi

blokade

unidirectional (blokade terhadap rangsang dalam arah antegrad) dimana


rangsang dari arah lain masuk kembali secara retrograd melalui bagian
yang mengalami blokade tadi setelah masa refrakternya dilampaui.
Keadaan ini menimbulkan rangsang baru secara ektopik. Bila reentry
terjadi secara cepat dan berulang-ulang, atau tidak teratur (pada
beberapa tempat), maka dapat menimbulkan keadaan takikardi ektopik
atau fibrilasi.
2. Gangguan konduksi
Kelainan irama jantung dapat disebabkan oleh hambatan pada hantaran
(konduksi) aliran yang disebut blokade. Hambatan tersebut mengakibatkan
tidak adanya aliran rangsang yang sampai ke bagian miokard yang
seharusnya menerima rangsang untuk dimulainya kontraksi. Blokade ini
dapat terjadi pada tiap bagian sistem hantaran rangsang mulai dari nodus
SA atrium, nodus AV, jaras HIS, dan cabang-cabang jaras kanan kiri sampai
pada percabangan purkinje dalam miokard.
3. Gangguan pembentukan dan konduksi rangsang
5

Gangguan

irama

jantung

dapat

terjadi

sebagai

akibat

gangguan

pembentukan rangsang bersama gangguan hantaran rangsang.


II.5. Klasifikasi
Terdapat 3 jenis SVT yang sering ditemukan : 2 , 3
a. Takikardi atrium primer (takikardi atrial ektopik)
Terdapat sekitar 10% dari semua kasus SVT, tetapi SVT jenis ini sukar
untuk diobati. Takikardi ini jarang menimbulkan gejala akut. Biasanya
ditemukan jika pasien melakukan pemeriksaan rutin atau karena ada gagal
jantung akibat aritmia yang lama. Pada takikardi atrium primer tampak
adanya gelombang p yang agak berbeda dengan gelombang p pada waktu
irama sinus tanpa disertai pemanjangan interval PR. Pada pemeriksaan
elektrofisiologi intrakardiak tidak didapatkan jaras abnormal.
b. Atrioventricular re-entry tachycardia (AVRT)
Pada AVRT pada sindrom Wolf Parkinson White (WPW) jenis orthodromic,
konduksi antegrad terjadi pada jaras his purkinje (slow conduction)
sedangkan konduksi retrograd terjadi pada jaras tambahan (fast conduction).
Kelainan yang tampak pada EKG adalah takikardi dengan kompleks QRS
yang sempit dengan gelombang p yang timbul segera setelah kompleks QRS
dan terbalik. Pada jenis
jaras

tambahan

yang antidromic, konduksi antegrad terjadi pada

sedangkan

retrograd

terjadi

pada

jaras

his-purkinje.

Kelainan pada EKG tampak adalah takikardi dengan kompleks QRS yang
lebar dengan gelombang p yang terbalik dan timbul pada jarak yang lebih
jauh setelah kompleks QRS.
c. Atrioventricular nodal re-entry tachycardia (AVNRT)
Pada jenis AVNRT, reentry terjadi di dalam nodus AV. Sirkuit tertutup pada
jenis ini merupakan sirkuit fungsional. Jika konduksi antegrad terjadi pada
sisi lambat (slow limb) dan konduksi retrograd terjadi pada sisi yang cepat
(fast limb), jenis ini disebut juga jenis typical (slow-fast) atau orthodromic.
Kelainan pada EKG yang tampak adalah takikardi dengan kompleks QRS
sempit dengan gelombang P yang timbul segera setelah kompleks QRS
tersebut dan terbalik atau terkadang tidak tampak karena gelombang p
tersebut terbenam di dalam kompleks QRS. Jika konduksi antegrad terjadi
pada sisi cepat dan konduksi retrograd terjadi pada sisi lambat, jenis ini
disebut dengan atypical (fast-slow) atau antidromic. Kelainan yang tampak
pada ekg adalah kelainan dengan kompleks QRS sempit dan gelombang p
terbalik dan timbul pada jarak yang cukup jauh setelah kompleks QRS.
6

II.6. Manifestasi klinis 3 , 4


Karena keparahan gejala tergantung pada adanya penyakit jantung struktural
dan cadangan hemodinamik pasien, individu dengan SVT mungkin hadir dengan
gejala ringan atau keluhan cardiopulmonary yang parah. Gejala yang muncul
SVT dan tingkat frekuensi sebagai berikut :
- Palpitasi
- Dizziness
- Sesak napas
- Sinkop
- Nyeri dada
- Kelelahan
- Diaforesis
- Mual
Palpitasi dan dizziness adalah gejala yang paling umum dilaporkan oleh pasien
dengan SVT. Sesak nafas mungkin menjadi sekunder untuk detak jantung yang
cepat, dan sering menghilang dengan penghentian takikardia. SVT Persistent
dapat menyebabkan tachycardia-induced cardiomyopathy .
Pasien yang hemodinamik tidak stabil harus segera disadarkan dengan
kardioversi. Elektrokardiogram ( EKG ) harus dilakukan sesegera mungkin.
Banyak pasien dengan episode sering SVT cenderung menghindari kegiatan
seperti berolahraga dan mengemudi karena episode masa lalu syncope.
II.7. Diagnosis 4
1. Anamnesis
Dalam menganamesis pasien dengan SVT, klinisi harus mengetahui durasi
dan frekuensi episode SVT, onset, penyakit jantung sebelumnya, dan hal-hal
yang dapat memicu terjadinya SVT (alkohol, kafein, pergerakan yang tibatiba, stress emosional, kelelahan, dan pengobatan). Gambaran ini dapat

membedakan SVT dengan takiaritmia lainnya. SVT memiliki onset dan


terminasi palpitasi yang tiba-tiba, sedangkan sinus takikardi memiliki onset
yang mengalami percepatan ataupun perlambatan secara bertahap. Dengan
adanya gejala yang khas pada anamnesis yaitu onset yang tiba-tiba, cepat,
palpitasi

yang

reguler,

dapat

ditegakkan

diagnosis

SVT

tanpa

dibutuhkannya pemeriksaan EKG berulang. Adapun pasien yang mengalami


onset SVT yang tidak tiba-tiba sering kali mengalami misdiagnosis dengan
gangguan panik.
Karena keparahan gejala SVT tergantung pada adanya gangguan pada
struktur janung atau hemodinamik dari pasien, pasien dengan SVT dapat
memiliki

gejala

kardiopulmoner

ringan

atau

berat.

Palpitasi

dengan

dizziness merupakan gejala yang paling sering dijumpai pada pasien SVT.
Nyeri dada dapat dijumpai sekunder terhadap nadi yang cepat dan biasanya
berkurang setelah terminasi dari takikardi.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik umumnya terbatas pada kardiovaskular dan respirasi.
Pasien sering merasa terganggu dan mungkin takikardi satu-satunya yang
dijumpai

pada

pasien

sehat

dan

memiliki

hemodinamik

yang

baik.

Sedangkan pada pasien yang memiliki gangguan hemodinamik dapat


dijumpai takipneu dan hipotensi, crackles dapat dijumpai pada auskultasi
sekunder terhadap gagal jantung, S3 dapat dijumpai dan pulsasi vena
jugularis dapat terlihat. Pada pemeriksaan fisik pada saat episode dapat
menunjukkan frog sign (penonjolan vena jugularis, gelombang yang timbul
akibat kontraksi atrium terhadap katup trikuspid yang tertutup).
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pada pasien dengan nyeri dada, pasien dengan faktor risiko untuk infark
miokard, dan pasien yang dinyatakan tidak stabil dan hadir dengan gagal
jantung, hipotensi, atau edema paru harus dilakukan evaluasi enzim
jantung. Pasien muda tanpa cacat jantung struktural memiliki risiko yang
sangat rendah infark miokard .
Tes laboratorium lainnya adalah sebagai berikut :
- Kadar elektrolit
Harus diperiksa karena kelainan elektrolit

dapat

berkontribusi

SVT( SVT paroxysmal )


8

Hitung darah lengkap


Untuk membantu menilai apakah anemia berkontribusi terhadap
takikardi atau iskemia
Tingkat Digoxin
Untuk pasien yang mengkonsumsi digoxin, karena SVT adalah salah
satu dari banyak disritmia yang dapat disebabkan oleh tingkat
supratherapeutic obat ini

b. Elektrokardiografi (EKG)
Presentasi EKG pada pasien dengan SVT biasanya terdapat QRS
kompleks yang sempit (QRS interval kurang daru 120msec), tetapi
beberapa

kasus

dapat

dijumpa

QRS

kompleks

yang

lebar

jika

berhubungan dengan pre existing or rate related bundle branch block .


Pada kompleks QRS yang lebar lebih baik kita mengasumsikan takikardi
berasal dari ventrikel sampai dapat dibuktikan. Setelah kembali keirama
sinus rhytm ke 12 lead EKG harus diperhatikal ada atau tidaknya
gelombang delta (slurred upstroke at the onset of QRS complex ), yang
mengindikasi adanya jalur tambahan ( accessory pathway). Adapun bukti
adanya preexcitation dapat minimal jika jalur tambahan terletak jauh
dari nodus sinus atau jika jalur tambahan concealed. Pada pasien
ambulatori dengan SVT sering (dua atau lebih perbulan), rekaman EKG
lanjutan sampai 7 hari dapat berguna untuk dokumentasi aritmia.
Gambaran EKG sesuai dengan tipe SVT :
- Atrioventricular re-entry tachycardia (AVRT)
Bentuk yang paling sering
Sirkuit reentry melibatkan nodus AV
Gelombang p retrogard dapat melibatkan tertanam ( burried
-

within) atau hanya setelah kompleks QRS pada takikardi


Atrioventricular nodal re-entry tachycardia (AVRT)
Bentuk kedua yang paling sering
Sirkuit reentry melibatkan jalur tambahan
Beberapa jalur disebut concealed pathway, hanya berkonduksi

dengan arah retrogard.


Jalur yang berkonduksi dengan arah antegrad menunjukkan
preexcitation pada EKG (Wolf-Parkinson White Syndrome).

The P wave of the atrial ectopic beat is visible as a distortion of the T wave of
the preceding beat (solid arrow). Retrograde P waves are visible immediately after the QR
Scomplex (dotted arrows). This tachycardia may be due to atrioventricular re10

entrant tachycardia with a concealed pathway, or atrioventricular node re-entry. This


patient did not elect to undergo an electrophysiology study and ablation therapy, and is
not on maintenancemedical therapy.
c. Rontgen thorax
Rontgen thorax untuk menilai adanya edema paru dan kardiomegali. Infeksi
seperti pneumonia, yang dalam kasus-kasus tertentu yang terkait dengan
SVT, juga dapat dikonfirmasi dengan temuan dari metode ini pencitraan.
d. Ekokardiografi
Dipertimbangkan pada pasien untuk memeriksa adanya gangguan struktural
jantung walaupun hal ini jarang ditemukan. Kebanyakan pasien normal.
e. Electrophysiological testing
Untuk mengidentifikasi mekanisme aritmia, tetapi pemeriksaan ini dilakukan
apabila ablasi kateter dipertimbangkan.
II.8. Diagnosis banding 3 , 5

II.9. Penatalaksanaan

1,3,4

11

Pasien dengan atrial fibrilasi preexcited tidak boleh diberikan secara intravena
AV nodal agent blocker, seperti adenosin, beta - blocker, calcium channel
blockers,

dan

digoxin.

Sebaliknya,

jika

pasien

hemodinamik

stabil,

procainamide intravena harus diberikan. Jika pasien tidak stabil, kardioversi


arus searah harus dilakukan.
Sebagian besar pasien yang datang dengan SVT yang memiliki AVNRT atau
AVRT. Aritmia bergantung pada AV nodal konduksi dan karena itu dapat
diakhiri oleh transiently memblokir konduksi ini.
Kardioversi listrik
Kardioversi listrik adalah metode yang paling efektif untuk memulihkan irama
sinus. Kardioversi Synchronized mulai 50J dapat digunakan segera pada pasien
yang hipotensi, memiliki edema paru, mengalami nyeri dada dengan iskemia,
atau sebaliknya tidak stabil. Jika fibrilasi atrium ada selama lebih dari 24-48
jam, menunda kardioversi sampai pasien telah cukup antikoagulan untuk
mencegah komplikasi tromboemboli.
Short term pharmacological
12

Ketika SVT tidak diakhiri oleh manuver vagal, manajemen jangka pendek
melibatkan adenosine dan Ca channel blocker. Adenosine adalah obat shortacting yang berhasil menterminasi takikardi pada 90 % kasus takikardia karena
AVNRT atau AVRT. Dosis adenosine yang diberikan 6-12 mg secara IV. Efek
samping khas adenosin termasuk pembilasan, nyeri dada, dan dizziness. Efek ini
bersifat sementara karena adenosin memiliki waktu paruh yang sangat pendek
10-20 detik .
Alternatif lain untuk pengobatan akut SVT adalah Ca channel blocker, seperti
verapamil dan diltiazem, serta beta blocker seperti metoprolol atau esmolol.
Verapamil adalah Ca channel blocker yang juga memiliki sifat memblokir AV.
Ia memiliki waktu paruh lebih panjang dari adenosin dan dapat membantu untuk
mempertahankan

irama

sinus

setelah

penghentian

SVT.

Hal

ini

juga

menguntungkan untuk mengendalikan laju ventrikel pada pasien dengan


takiaritmia atrial. Dosis Verapamil yang diberikan 5-10 mg IV atau diltiazem
0,25 0,35 mg/kgbb IV. Keduanya diberikan saat adenosine dan manufer vagal
gagal.
Long term pharmacological
Pilihan terapi jangka panjang untuk pasien dengan SVT tergantung pada jenis
takiaritmia yang terjadi dan frekuensi dan durasi episode, serta gejala dan
risiko

yang

mendadak).

terkait

dengan

Mengevaluasi

aritmia
pasien

(misalnya,
secara

gagal

individual,

jantung,
dan

kematian

pengobatan

menyesuaikan terapi terbaik untuk takiaritmia tertentu.


Pasien dengan SVT awalnya mungkin diobati dengan Ca channel blocker,
digoxin, serta beta-blocker. Kelas IA, IC, atau agen antiarrhythmic III jarang
digunakan karena keberhasilan Radiofrequency ablation

Radiofrequency ablation
Definisi
Ablasi kateter adalah suatu tindakan untuk mengatasi aritmia dengan menggunakan kateter
yang dimasukkan ke dalam ruang dalam jantung.
Kateter dihubungkan dengan mesin khusus untuk memberikan energi listrik untuk memutus
jalur konduksi tambahan atau fokus-fokus aritmia yang menyebabkan ketidaknormalan irama
jantung.
13

Indikasi
Dilakukan pada pasien dengan aritmia jantung.
Syarat kesuksesan ablasi kateter

Pemahaman yang cermat tentang penanganan aritmia .

Pemahaman tentang anatomi jantung yang terkait dengan jalur tersebut.

Membutuhkan teknologi untuk memungkinkan posisi yang tepat dari kateter dan juga
menciptakan lesi yang tepat pada lokasi kritis di antara jalur tersebut.

Klasifikasi

Direct current (DC) shocks : kateter elektroda standar terhubung dengan defibrilator
konvensional. Potensi menyebabkan kerusakannya tinggi.

Radiofrequency (RF) energy : Merupakan prosedur nonsurgical yang digunakan untuk


terapi beberapa tipe aritmia (terutama SVT). Ablasi RF dilakukan dengan cara
memasukkan sebuah kateter elektroda melalui pembuluh darah untuk melakukan
elektrokauter yang ditargetkan di dalam jantung. RFA menggunakan panas yang dihasilkan
dari frekuensi tinggi arus bolak-balik (dalam kisaran 100kHz 1,5 MHz). Sel otot jantung
di daerah yang sangat kecil (sekitar 1/5 inci) mati dan berhenti melakukan dorongan ekstra
yang menyebabkan takikardi.

Kelebihan RFA dibandingkan DC shock :

RFA tidak menyebabkan explosion. Sehingga tidak terjadi ruptur dari vena-vena
jantung.

RFA hanya memberikan sedikit stimulasi ke otot dan nervus. Jadi tidak membutuhkan
anestesi umum.

Menyebabkan kerusakan jaringan yang parsial.

Lesi yang ditimbulkan kecil, homogen, dan sedikit arrhythmogenic.

Kekurangan RFA :

Lesi yang dibentuk kecil (d = 4-5mm dan kedalaman = 3mm). Pada target yang luas
dan dalam tidak tepat bila digunakan teknik RFA.
14

RFA tidak instan. Kontak yang stabil antara ujung kateter dan jaringan harus
dipertahankan selama 5-12 detik selama RFA diterapkan.

Komplikasi RFA :
Komplikasi yang paling sering terjadi :

Complete heart block : Saat ablasi dilakukan berdekatan dengan sistem konduksi yang
normal.
Perforasi jantung

Komplikasi RFA lainnnya :

Arrhythmogenic foci

Regurgitasi mitral

Emboli sistemik

Stenosis vena pulmonal

II.11. Komplikasi 4 , 5
SVT dapat menyebabkan gagal jantung, edema paru, iskemia miokard, infark
miokard sekunder untuk detak jantung meningkat pada pasien dengan fungsi
ventrikel kiri yang buruk. Bahkan, satu studi menemukan bahwa sepertiga dari
pasien dengan SVT mengalami sinkop atau dibutuhkan kardioversi.
II.12. Prognosis 3 , 5
Pasien dengan sindrom WPW gejala memiliki risiko kecil kematian mendadak .
Jika tidak, prognosis pada SVT tergantung pada penyakit jantung struktural
yang mendasari. Pasien dengan struktural jantung yang normal memiliki
prognosis yang sangat baik .
Morbiditas dan mortalitas
SVT dapat tiba-tiba dan berakhir di mana saja dari detik ke hari. Pasien
mungkin asimptomatik, tergantung pada cadangan hemodinamik dan denyut
jantung, durasi dari SVT, dan penyakit penyerta.
Tingkat ventrikel yang sangat cepat selama fibrilasi atrium atau atrial flutter
dapat menyebabkan kerusakan fibrilasi ventrikel . Komplikasi dan terjadi
terutama pada pasien yang memiliki gejala sebelumnya karena WPW syndrome.
15

Kematian mendadak mungkin presentasi awal sindrom WPW, tapi seberapa


sering hal ini terjadi tidak jelas .

16

BAB III
KESIMPULAN

Supraventrikular takikardi (SVT) adalah satu jenis takidisritmia yang ditandai dengan
perubahan laju jantung yang mendadak bertambah cepat menjadi berkisar antara 150
kali/menit sampai 250 kali/menit.
Insiden SVT sekitar 1-3 per 1000 orang . Dalam sebuah studi berbasis populasi,
prevalensi SVT adalah 2,25 kasus per 1000 orang dengan kejadian 35 kasus per
100.000 orang/tahun.
SVT dapat dipicu oleh mekanisme reentry. Hal ini dapat disebabkan oleh
denyut atrium prematur atau denyut ektopik ventrikel. Pemicu lainnya termasuk
hipertiroidisme dan stimulan, termasuk kafein, obat-obatan, dan alkohol. SVT
dapat terjadi pada pasien dengan infark miokard sebelumnya, prolaps katup
mitral, penyakit jantung rematik, perikarditis, pneumonia, penyakit paru-paru
kronis. Toksisitas digoxin juga dapat dikaitkan dengan SVT.
Gangguan irama jantung secara elektrofisiologi disebabkan oleh gangguan
pembentukan

rangsang,

gangguan

konduksi

rangsang

dan

gangguan

pembentukan serta penghantaran rangsang.


Gejala yang timbul pada SVT biasanya berupa palpitasi, dizziness, sesak napas,
sinkop, nyeri dada, kelelahan, diaforesis, dan mual.
Pemeriksaan
hematologi,

penunjang

yang

elektrokardiografi,

dapat

dilakukan

rontgen

toraks,

antara
dan

lain

pemeriksaan

electrophysiological

testing.
Penatalaksanaan pada SVT terbagi menjadi short term therapy dan long term
therapy. Pemberian adenosin, Ca channel blocker, dan beta blocker dapat
menjadi terapi untuk pasien SVT.
Prognosis SVT tergantung pada penyakit jantung struktural yang mendasari.
Pasien dengan struktural jantung yang normal memiliki prognosis yang sangat
baik.
17

DAFTAR PUSTAKA

1. Olgin, Jeffrey E., Douglas P. Zipes. Tachyarrhythmias. Braunwalds Heart Disease. A


Texbook of Cardiovascular Medicine Ninth Edition. Page: 863-99.
2. Wang, Paul J dan N.A. Mark Estes II. Supraventricular Tachycardia. Website
http://circ.ahajournals.org/content/106/25/206 Accessed October 16, 2013
3. Delacretaz,
Etienne.
Supraventricular
Tachycardia.

Website

http://www/nejm.org/doi/full/10/1056/NEJMep051145 Accessed October 16, 2013


4. Medi, Carolin. Jonathan M Kalman, dan Saul B Freedman. Supraventricular Tachycardia.
Website

http://www.mia.com.au/public/issue/190_05_020309/med107_27_fm.html

Accessed October 16, 2013


5. Gugneja,
Monika.
Paroxysmal

Supraventricular

Tachycardia.

Website

http://emedicine.medscape.com/article/156670-overview Accessed October 16, 2013

18

You might also like