Professional Documents
Culture Documents
ANESTESI UMUM
Seorang Wanita Datang Dengan Keluhan Patah Tulang Selangka
Pembimbing :
dr. H. Sabur Nugraha, Sp. An
dr. Ucu Nurhadiat, Sp. An
dr. Ade Nurkacan, Sp. An
Penyusun:
Shinta Arumadina
030.10.254
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
BAB I
ILUSTRASI KASUS
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 10
BAB III
PEMBAHASAN 22
BAB IV
KESIMPULAN . 26
DAFTAR PUSTAKA 27
BAB I
ILUSTRASI KASUS
Pemeriksaan pre operasi
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Ny. Anih Binti Rohali
Usia
: 31 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Tempat, tanggal lahir : Bekasi, 15 Juni 1982
Alamat
: Rawa kuda, karang harum, Rt. 01/ Rw. 01
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Pendidikan
: SLTA
Agama
: Islam
Status
: Sudah menikah
Nama suami
Pekerjaan
Pendidikan
: Mahfud
: Wiraswasta
: SLTA
No. CM
Ruang rawat
Tanggal masuk RS
Tanggal operasi
: 00542683
: Teluk jambe
: 11 Juni 2014
: 12 Juni 2014
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan terhadap pasien secara autoanamnesis di bangsal teluk jambe
RSUD Karawang pada tanggal 12 Juni 2014 pukul 07.30 WIB.
Keluhan utama
: patah pada tulang selangka kanan sejak 6 bulan SMRS.
Keluhan tambahan : nyeri seperti ditusuk di bahu kanan
punggung. Pasien mengeluh nyeri pada bagian yang patah tersebut apabila ditekan.
Pasien tidak mengeluh adanya demam ataupun nyeri di bagian tubuh lain. Pasien
tidak mengeluh pusing, sesak napas, mual, atau muntah. Pasien tidak mengalami
gangguan buang air kecil maupun buang air besar. Pasien tidak memiliki riwayat
penyakit hipertensi, alergi, asma, penyakit jantung, maupun kencing manis.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien baru pertama kali mengalami hal seperti ini. Sebelumnya pasien belum pernah
dirawat maupun dioperasi. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi, alergi,
asma, penyakit jantung, maupun kencing manis.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami hal serupa. Tidak ada yang memiliki riwayat
penyakit hipertensi, alergi, asma, penyakit jantung, maupun kencing manis.
Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak merokok, tidak minum minuman beralkohol. Pasien mengaku jarang
berolahraga. Pasien sehari-hari jarang minum kopi dan cukup minum air putih.
Hidung
: pernafasan cuping hidung -/-, sekret -/Mulut
: bibir sianosis -, lidah kotor +
Tenggorokan : tonsil T1/T1, mukosa faring hiperemis (-)
Leher
: simetris, pembesaran KGB (-)
Thorax
Paru
- Inspeksi
: simetris, retraksi dinding dada (-)
- Palpasi
: gerak nafas simetris, vocal fremitus sama kuat kanan kiri
- Perkusi
: tidak dilakukan
- Auskultasi
: suara nafas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/Jantung
- Inspeksi
- Palpasi
- Perkusi
- Auskultasi
Abdomen
- Inspeksi
- Auskultasi
- Perkusi
- Palpasi
Genitalia
Anus
Ekstremitas
: tidak dilakukan
: tidak dilakukan
:
Ekstremitas
Akral dingin
Akral sianosis
Superior
-/-/-
Inferior
-/-/-
: 86 mg/dL
5
Ureum
Creatinin
: 22,4 mg/dL
: 0,53 mg/dL
Perencanaan anestesi
Pada pasien ini direncanakan untuk dilakukan anestesi umum dan dilakukan intubasi
menggunakan ETT non kinking no. 28
Intraoperasi
Status anestesi
-
Jenis operasi
: Anestesi Umum
Status fisik
: ASA I
: Supine
Infus
Premedikasi
: Miloz (Midazolam) 3 mg
Medikasi
Tindakan
Tekanan
darah
(mmHg)
Nadi
(x/menit)
09.20
101/70
Premedikasi:
Miloz: 3 mg
Medikasi:
Fentanyl 100 g
Propofol 100 mg
Pemberian oksigen
sungkup 5 L/menit selama
3 menit
Melakukan pemasangan
ETT non kingking no.28
(intubasi)
Pemberian Oksigen 2
L/menit
Pemberian N2O 2 L/menit
Isofluran 2 vol %
Dilakukan asepsis dan
antisepsis lapangan
operasi
Operasi dimulai
101/70
120/80
09.25
09.35
72
SPO2: 98 %
72
SPO2 : 99 %
90
SPO2 : 99 %
09.50
120/80
90
SPO2 : 98 %
10.05
Pemberian Ceftazidime 1
g
Pemberian Dicynone 500
mg
10.20
10.35
100/70
60
SPO2 : 98%
115/70
60
110/70
SPO2 : 99 %
70
7
dioperasi
Pemberian Ketorolac 30 mg
Pemberian Ondansentron 4
SPO2 : 98 %
mg
Pemberian Ranitidin 50
mg
10.50
95/65
68
10.55
95/65
SPO2 : 98 %
68
11.05
Dilakukan tindakan
ekstubasi, pemberian
oksigen murni 5 L/menit
Pemberian oksigen dihentikan
SPO2 : 99 %
82/60
70
SPO2 :100 %
2
1
Sadar, orientasi
Dapat
baik
dibangunkan
Warna
Merah muda
Pucat atau
(pink) tanpa O2,
kehitaman perlu O2
SaO2 > 92 %
agar SaO2 > 90%
Aktivitas
4 ekstremitas
2 ekstremitas
bergerak
bergerak
Respirasi
Dapat napas
Napas dangkal
dalam
Sesak napas
Batuk
Kardiovaskular
Tekanan darah
Berubah 20-30 %
berubah 20 %
Total = 8 Pasien tetap dipantau di ruang pemulihan
0
Tak dapat
dibangunkan
Sianosis dengan O2
SaO2 tetap < 90%
Tak ada ekstremitas
bergerak
Apnu atau
obstruksi
Berubah > 50 %
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anestesi umum adalah menghilangkan nyeri secara sentral disertai dengan hilangnya
kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). Anestesi memungkinkan pasien untuk
mentoleransi prosedur bedah yang akan menimbulkan sakit yang tak tertahankan.
Anestesi memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:
8
khusus, misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak nafas
pasca bedah, sehingga dapat dirancang anestesi berikutnya dengan lebih baik.
Beberapa peneliti menganjurkan obat yang mungkin bisa menimbulkan masalah
dimasa lampau sebaiknya jangan digunakan ulang, misalnya halotan jangan
digunakan ulang dalam waktu tiga bulan, suksinilkolin yang menimbulkan apnoe
berkepanjangan juga jangan diulang. Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 12 hari sebelumnya
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat penting
untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Leher
pendek dan kaku juga akan menyulitkan laringoskopi intubasi. Pemeriksaan rutin
secara sistemik tentang keadaan umum tentu tidak boleh dilewatkan seperti
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien
Pemeriksaan Laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan
penyakit yang sedang dicurigai. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi
pemeriksaan darah (Hb, lekosit, masa perdarahan dan masa pembekuan) dan
urinalisis. Pada usia pasien diatas 50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan
foto thoraks.
Klasifikasi status fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang adalah
yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi
fisik ini bukan
alat
perkiraan
resiko
12
a. Ponstan
b. Tramol
c. Toradon
3. Hipnotik
a. Ketamin ( fl 10cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB
b. Pentotal (amp 1cc = 1000 mg), dosis 4-6 mg/kgBB
4. Sedatif
a. Diazepam/valium/stesolid ( amp 2cc = 10mg), dosis 0,1 mg/kgBB
b. Midazolam/dormicum (amp 5cc/3cc = 15 mg),dosis 0,1mg/kgBB
c. Propofol/recofol/diprivan (amp 20cc = 200 mg), dosis 2,5 mg/kgBB
d. Dehydrobenzperidon/DBP (amp 2cc = 5 mg), dosis 0,1 mg/kgBB
5. Anti emetic
a. Sulfas atropine (anti kolinergik) (amp 1 cc = 0,25 mg), dosis 0,001
T : Tape, plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.
I : Introducer, mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yang mudah
dibengkokan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan.
C : Connector, penyambung antara pipa dan peralatan anesthesia
S : Suction, penyedot lender, ludah danlain-lainnya.
1. Induksi intravena
Paling banyak dikerjakan dan digemari. Indiksi intravena dikerjakan dengan hati-hati,
perlahan-lahan, lembut dan terkendali. Obat induksi bolus disuntikan dalam
kecepatan antara 30-60 detik. Selama induksi anestesi, pernapasan pasien, nadi dan
tekanan darah harus diawasi dan selalu diberikan oksigen. Dikerjakan pada pasien
yang kooperatif. Obat-obat induksi intravena:
a. Tiopental (pentotal, tiopenton), amp 500 mg atau 1000 mg
sebelum digunakan dilarutkan dalam akuades steril sampai kepekatan 2,5%
( 1ml = 25mg). Hanya boleh digunakan untuk intravena dengan dosis 3-7
mg/kg disuntikan perlahan-lahan dihabiskan dalam 30-60 detik. Bergantung
dosis dan kecepatan suntikan tiopental akan menyebabkan pasien berada
dalam keadaan sedasi, hypnosis, anestesia atau depresi napas. Tiopental
menurunkan aliran
darah
atau diazepam (valium) dengan dosis 0,1 mg/kg intravena dan untuk
mengurangi saliva diberikan sulfas atropin 0,01 mg/kg. Dosis bolus 1-2 mg/kg
14
dan untuk intramuscular 3-10 mg. ketamin dikemas dalam cairan bening
kepekatan 1% (1ml = 10mg), 5% (1 ml = 50 mg), 10% ( 1ml = 100 mg).
d. Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil)
Diberikan dosis tinggi. Tidak mengganggu kardiovaskular, sehingga banyak
digunakan untuk induksi pasien dengan kelainan jantung. Untuk anestesi
opioid digunakan fentanil dosis 20-50 mg/kg dilanjutkan dosis rumatan 0,3-1
mg/kg/menit.
2. Induksi intramuscular
Sampai sekarang hanya ketamin (ketalar) yang dapat diberikan secara intramuscular
dengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.
3. Induksi inhalasi
a. N2O (nitrous oxide, dinitrogen monoksida) berbentuk gas, tak berwarna, bau
manis, tak iritasi, tak terbakar dan beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian
harus disertai O2 minimal 25%. Bersifat anastetik lemah, analgesinya kuat,
sehingga sering digunakan untuk mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada
anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian, tapi dikombinasi dengan salah satu
cairan anastetik lain seperti halotan.
b. Halotan (fluotan), sebagai induksi juga untuk laringoskop intubasi, asalkan
anestesinya cukup dalam, stabil dan sebelum tindakan diberikan analgesi
semprot lidokain 4% atau 10% sekitar faring laring. Kelebihan dosis
menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus simpatis, terjadi hipotensi,
bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi miokard, dan
inhibisi refleks baroreseptor. Merupakan analgesi lemah, anestesi kuat. Halotan
menghambat pelepasan insulin sehingga mininggikan kadar gula darah.
c. Enfluran (etran, aliran), efek depresi napas lebih kuat dibanding halotan dan
enfluran lebih iritatif disbanding halotan. Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat
dibanding halotan, tetapi lebih jarang menimbulkan aritmia. Efek relaksasi
terhadap otot lurik lebih baik dibanding halotan.
d. Isofluran (foran, aeran), meninggikan aliran darah otak dan tekanan
intracranial. Peninggian aliran darah otak dan tekanan intracranial dapat
dikurangi dengan teknik anestesi hiperventilasi, sehingga isofluran banyak
digunakan untuk bedah otak. Efek terhadap depresi jantung dan curah
15
Berdasarkan sistem aliran udara pernapasan dalam rangkaian alat anestesi, anestesi
dibedakan menjadi 4 sistem, yaitu:
- Sistem open
Merupakan sistem yang paling sederhana. Disini udara ekspirasi bebas keluar
menuju udara bebas dan tidak ada hubungan fisik secara langsung antara jalan
-
menyaring CO2.
Sistem semi closed
Udara ekspirasi yang mengandung gas anestesi dan oksigen yang lebih rendah
dibandingkan dengan udara inspirasi, juga mengandung CO2 yang lebih tinggi.
Gas-gas ini dialirkan menuju canester yang mengandung sodalyme untuk
menyaring CO2. Lalu udara ini digabungkan dengan campuran gas anestesi dan
oksigen dari sumber gas (Fresh Gas Flow) untuk diinspirasi kembali. Kelebihan
aliran gas akan dikeluarkan melalui klep over flow. Karena udara ekspirasi dihirup
kembali, maka obat anestesi dan oksigem dapat dihemat dan polusi juga
berkurang.
Sistem closed
Prinsipnya sama dengan sistem semi closed, namun disini tidak ada udara yang
keluar menuju udara bebas. Sistem semi closed dan closed disebut juga sistem
rebreathing, karena udara ekspirasi dihirup kembali dan butuh sodalyme untuk
membersihkan CO2.
IV. Pemulihan
Pada akhir operasi, anestesi akan diakhiri dengan menghentikan pemberian obat anestesi.
Pada anestesi inhalasi, bersamaan dengan penghentian obat anestesi aliran oksigen
dinaikkan. Hal ini disebut oksigenasi. Dengan oksigenasi, maka oksigen akan mengisi
tempat yang sebelumnya ditempati oleh obat anestesi inhalasi di alveoli dan kemudian
17
keluar bersamaan dengan udara ekspirasi. Tekanan parsial obat anestesi di dalam alveoli
akan menurun, sehingga lebih rendah dibandingkan tekanan parsial obat anestesi di dalam
darah. Kemudian terjadi difusi dari dalam darah menuju alveoli, semakin tinggi
perbedaan tekanan parsial semakain cepat difusi.
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien seorang wanita berusia 31 tahun datang ke RSUD Karawang dengan kesadaran
compos mentis, keadaan umum tampak sakit sedang, dengan keluhan utama patah tulang
selangka tangan kanan sejak 6 bulan SMRS. Tekanan darah, pernafasan, suhu dan nadi pasien
dalam batas normal. Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik, ditemukan pada status lokalis
regio bahu kanan terdapat hiperemis, deformitas, bone protruded, dan teraba hangat. Dari
pemeriksaan laboratorium terdapat leukositosis dan trombositosis. Leukositosis dikarenakan
terjadinya reaksi peradangan, sedangkan trombositosis dikarenakan terdapat inflamasi kronik.
18
Pasien dianjurkan untuk menjalani operasi, izin operasi didapatkan dari pasien dan
disetujui oleh dokter spesialis anestesi. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang, disimpulkan bahwa pasien termasuk ASA I. Menjelang operasi, pasien tampak
sakit sedang, tenang, tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu dalam batas normal.
Operasi dilakukan pada tanggal 12 Juni 2014 pukul 09.25 WIB sedangkan anestesi
dimulai pada pukul 09.20 WIB di RSUD Karawang dengan memberikan obat premedikasi
Miloz 3 mg selanjutnya obat medikasi Fentanyl 100 g, Profopol 100 mg, Ceftazidime 1 g,
Dicynone 500 mg, Ketorolac 30 mg, Ondansentron 4 mg, Ranitidin 50 mg serta diberikan
anestesi inhalasi berupa campuran N20 2 L/menit dan O2 2 L/menit serta isofluran 2 vol%.
Anestesia dilakukan secara umum dengan suntikan secara intra vena dan inhalasi sesuai
indikasinya
Untuk premedikasi diberikan midazolam dengan dosis premedikasi dewasa 0,07-0,1
mg/kgBB. Untuk induksi 10-15 mg (0,1-0,4 mg/kgBB) iv, penderita akan tertidur setelah 2-3
menit. Kebutuhan midazolam untuk sedasi menurun dengan bertambahnya usia, kira-kira
15% tiap dekade peningkatan usia.
Fentanyl termasuk golongan obat analgetik opioid yang mudah larut dalam lemak dan
dapat menembus sawar jaringan dengan mudah. Dosis 1-3 ug/kgBB kira-kira berlangsung
selama 30 menit. Untuk induksi, diperlukan dosis yg lebih besar seperti 50-150 ug/kgBB.
Propofol merupakan derivate fenol yang banyak digunakan sebagai anastesi intravena.
Dosis sedasinya 2-3 mg/kgBB. Sebaiknya menyuntikkan obat anastesi ini pada vena besar
karena dapat menimbulkan nyeri.
Ceftazidime adalah kelompok obat yang disebut cephalosporin antibiotics.
Ceftazidime bekerja dengan mematikan bakteri dalam tubuh. Ceftazidime digunakan untuk
mengobati berbagai jenis infeksi bakteri termasuk keadaan parah atau yang mengancam
nyawa. Dosis dewasa 1-6 gram/hari, dalam 2-3 dosis terbagi. Untuk bayi >2 bulan dan anakanak 30-100 mg/kgBB/hari dalam 2-3 dosis terbagi. Neonatus dan bayi <2 bulan 25-60
mg/kgBB/hari dalam 2 dosis terbagi.
Dicynone membantu pembentukan trombosit sehingga perdarahan lebih cepat
berhenti. Indikasi perdarahan operatif terutama yang melibatkan jaringan yang kaya
pembuluh darah. Dosis dewasa pre operasi adalah 2 ampul iv/im 1 jam sebelum operasi, dosis
intra operasi adalah 2 ampul iv/im, dosis post operasi 3x1 ampul iv/im.
19
Ketorolac efek analgetiknya sama baiknya dengan morfin dengan dosis yang
sebanding, tanpa takut terjadinya depresi pernafasan. Hal inilah salah satu sebab dipilihnya
ketorolac sebagai analgetik pasca operasi Ketorolac juga bersifat anti inflamasi sedang. Dosis
awal Ketorolac yang dianjurkan adalah 10 mg diikuti dengan 1030 mg tiap 4 sampai 6 jam
bila diperlukan.
Ondansetron adalah antagonis reseptor 5HT yang poten dan selektif. Pemberian obatobat kemoterapi dan radioterapi dapat menyebabkan pelepasan 5HT ke dalam usus halus
yang akan merangsang refleks muntah dengan mengaktifkan serabut afferen vagal lewat
reseptor 5HT3. Ondansetron menghambat dimulainya refleks ini. Aktivasi serabut afferen
vagal juga dapat menyebabkan pelepasan 5HT3 dalam area postrema, yang berlokasi di dasar
ventrikel keempat, dan ini juga dapat merangsang emesis melalui mekanisme sentral.
Karenanya efek Ondansetron dalam penanganan mual dan muntah yang diinduksi oleh
kemoterapi dan radioterapi sitotoksik ini disebabkan oleh antagonisme reseptor 5HT3, pada
neuron yang berlokasi di sistem saraf pusat maupun di sistem saraf tepi. Pada percobaan
psikomotor, Ondansetron tidak mengganggu kinerja. Ondansetron tidak mengganggu
konsentrasi prolaktin dalam plasma. Pencegahan mual dan muntah pasca bedah 4 mg/i.m.
sebagai dosis tunggal atau injeksi i.v. secara perlahan.
Ranitidin adalah suatu histamin antagonis reseptor H2 yang menghambat kerja
histamine secara kompetitif pada reseptor H2 dan mengurangi sekresi asam lambung.
Ranitidin diabsorpsi 50% setelah pemberian oral. Waktu paruh 2,5-3 jam pada pemberian
oral, ranitidine diekskresi melalui urin. Dosis intravena pada dewasa adalah 50 mg setiap 6-8
jam, jika perlu dosis dapat ditingkatkan dengan meningkatkan frekuensi pemberian namun
tidak boleh melebihi 400 mg sehari.
N2O (nitrous oxide, dinitrogen monoksida) berbentuk gas, tak berwarna, bau manis,
tak iritasi, tak terbakar dan beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian harus disertai O2
minimal 25%. Bersifat anastetik lemah, analgesinya kuat, sehingga sering digunakan untuk
mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan sendirian,
tapi dikombinasi dengan salah satu cairan anastetik lain seperti halotan.
Isofluran merupakan eter berhalogen berbau tajam dan mudah terbakar. Keuntungan
isofluran adalah irama jantung stabil dan tidak terangsang oleh adrenalin serta induksi dan
20
masa pulih anestesi cepat. Namun harga obat ini mahal. Dosis induksi 3 3,5 % dalam
oksigen atau campuran N2 dan O2.
Ringer laktat adalah larutan steril dari kalsium klorida, natrium klorida, kalium
klorida, dan natrium laktat dalam air untuk injeksi. Injeksi ringer laktat tidak boleh
mengandung antimikroba, dan kecepatan pemberiannya tidak boleh lebih dari 300 ml/jam.
Indikasi pemberian ringer laktat adalah untuk menambah kadar elektrolit yang diperlukan
tubuh.
Pemberian cairan intraoperatif
Kebutuhan cairan basal (BB= 45 kg)
4 x 10kg = 40
2 x 10kg = 20
1 x 25kg = 25
----------+
85 ml/jam
Kebutuhan cairan intraoperasi (operasi sedang)
6 x 45kg = 270 ml/jam
Kebutuhan cairan saat puasa dari pukul 24.00 10.00 (10 jam)
10 x 85 ml/jam = 850 ml/jam
Di ruangan sudah diberi cairan 500 ml
Jadi kebutuhan cairan puasa sekarang = 850 500 = 350 ml
Pemberian cairan pada jam pertama operasi
: Kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi + 50% x kebutuhan cairan puasa
: 85 + 270 + 175 = 530 ml
Pemberian cairan pada jam kedua operasi
: Kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi + 25% x kebutuhan cairan puasa
: 85 + 270 + 87,5 = 442,5 ml
Kebutuhan cairan selama operasi : ( 1 Jam 30 menit )
Jam I + Jam II
= 530 ml + x 442,5 ml
= 530 ml + 221,25 ml
= 751,25 ml
Cairan yang masuk selama operasi (1 Jam 30 menit)
1000 cc Ringer Laktat
Allowed Blood Loss
20 % x EBV = 20 % x (45 x 65) = 585 ml
Jumlah cairan keluar
= darah di kassa sedang 6 buah + botol suction
= 6x20 ml + 400 ml
= 520 ml
21
Maka tidak perlu dilakukan transfusi darah, namun cukup diberikan cairan kristaloid
sebanyak 1560 ml atau koloid sebanyak 520 ml
Kebutuhan cairan selama operasi + cairan yang harus diberikan sebagai pengganti
Pasien Ny. Anih berumur 31 tahun datang dengan keluhan patah tulang selangka
tangan kanan sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit. Setelah melalui hasil anamnesis,
pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang, pasien mendapat diagnosis Non Union
Fraktur Clavicula Dextra dan mendapatkan tindakan operasi ORIF dan bone graft.
Selama pembedahan, pasien mendapatkan anestesi umum dengan dilakukan intubasi
menggunakan ETT non kingking no.28. Selama pembedahan, dilakukan monitoring terhadap
pasien yaitu tekanan darah, nadi, dan saturasi oksigen setiap 15 menit. Tindakan pemberian
obat-obat anestesi sudah sesuai dengan indikasi.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Brockwell RC, Andrew JJ: Inhaled Anesthetic Delivery Sistems dalam Miller RD:
Millers Anesthesia, 6th ed. Philadelphia, Elsevier Churchill Livingstone, 2005, p 273311.
2. Orkin FK: Anesthetic Systems dalam Miller RD: Anesthesia. New York, Churchill
Livingstone, 1981, p 117-152.
3. Howley JE, Roth PA: Anesthesia Delivery Systems dalam Stoelting RK, Miller RD
(eds.): Basics of Anesthesia. 5th ed. Philadelphia. Churchill Livingstone, 2007, p 185206.
4. Taylor D: Choice of Anesthetic Technique dalam Stoelting RK, Miller RD (eds):
Basics of Anesthesia, 5th ed. Philadelphia, Churchill Livingstone, 2007, p 178-184.
23