Professional Documents
Culture Documents
BRONKOPNEMONIA
LEMBAR PENGESAHAN
Nama Peserta
Wahana
Bidang
Tanggal Presentasi
Mengetahui:
Konsulen
Pembimbing
dr.Elly S. Sp.A
NAMA PRESENTAN
JUDUL KASUS
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama
: An. S
Umur
: 8 bulan
Jenis kelamin
: Perempuan
Pendidikan
: Belum Sekolah
Alamat
: Toboli
Agama
: Islam
Bangsal
: Anak
: Tn. R
: 35 tahun
: Swasta
Nama Ibu
Umur
Pekerjaan
: Ny. T
: 31 tahun
: Ibu Rumah Tangga
B. DATA DASAR
1. Anamnesis (Alloanamnesis)
Alloanamnesis dengan Ayah dan ibu penderita tanggal 7 januari 2015 pukul 11.00
WITA dan didukung catatan medis.
Keluhan Utama : Sesak dan batuk
a. Riwayat Penyakit Sekarang :
Sebelum masuk rumah sakit hari penderita mengalami batuk selama 3 hari dan
sesak terus menerus disertai batuk, pilek dan demam. Keluhan ini merupakan
yang pertama kalinya, kemudian penderita dibawa ke ke bidan dan dikasih obat
kemudian panas turun tetapi kembali panas lagi. Penderita kemudia dibawa ke RS
Anuntaloko Parigi. Pada saat masuk RS penderita masih panas, batuk, pilek dan
sesak. BAB dan BAK tidak ada kelainan.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit lain yang pernah diderita oleh pasien adalah demam tetapi tidak
sampai dirawat di rumah sakit atau balai pengobatan.
: 2 x suntik TT
Penyakit kehamilan
: disangkal (-)
: disangkal (-)
: disangkal (-).
g. Riwayat kelahiran
Persalinan
: 9 bulan
: 3100 gram
Panjang badan
: 50
DPT
Polio
Hepatitis B
Campak
:-
Riwayat Gizi
ASI
Susu formula
: 8,5 kg
Tinggi badan : 70 cm
Usia
: 8 bulan
j.
Pertumbuhan :
Berat badan lahir 3100 gram, panjang badan lahir 50cm, berat badan sekarang
8500 gram, panjang badan sekarang 70 cm
Kesan : Normal Growth
Perkembangan :
: perempuan
Usia
: 8 bulan
Berat badan
: 8,5 kg
Panjang badan
: 70 cm
Tanda vital
: HR
: RR
:t
= 36,7o C (aksila)
KU/Kesadaran
: Baik / komposmentis
Kepala
Rambut
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
: Bibir kering (-), sianosis (-), karies dentis (-), lidah kotor (-), gusi
berdarah (-), T1-1 Hiperemis (+/+), faring hiperemis (+/+)
Leher
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: Redup
Batas atas
Pinggang
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: timpani
Auskultasi
: peristaltik normal
Genital
Sianosis
Akral dingin
Oedem
Capillary refill
Inferior
-/-/-/< 2
Pemeriksaan Neurologis
Refleks Fisiologis
Rooting reflek
:+
Grasp reflek
:+
Moro reflek
:+
Startle reflek
:+
Refleks Patologis
Babinski
Chaddock
Oppenheim
Gordon
Tonus
: Normotonus
Clonus
:-
Rangsang Meningeal
Kaku kuduk
: -
Brudzinski I
: -
Brudzinski II
: -
Brudzinski III
:-
Brudzinski IV
:-
3. Pemeriksaan penunjang
8
Natrium : 131,1
Kalium : 4,87
Calcium : 1,19
( 4.000 11.000 / uI )
( 3,5 x 106 5,6 x 106/ul )
(11 18 g/dl )
( 32 54 % )
( 120.000 500.000 / uI )
(135-148 mmol/L)
(3,5-5,3 mmol/L)
(1,13-1,31 mmol/L)
C. DIAGNOSA BANDING
I. bronkopneumonia
pneumonia
II. Status gizi baik, perawakan normal
D. DIAGNOSA SEMENTARA
1. Bronkopneumonia
2. Status Gizi Baik, Perawakan normal
E. PENATALAKSANAAN
a. Suportif
b. Medikamentosa
-
Diit ASI
Qua ad vitam
: ad bonam
Qua ad sanam
: ad bonam
Qua ad fungsionam
: ad bonam
G. PERJALANAN PENYAKIT
Hari ke-1 Perawatan
Tanggal
5-1-15
Keluha Batuk (+)
n
Pilek (+)
Sesak (+)
Minum (+)
KU
TTV
N
RR
T
Sesak, CM
110 x/mnt
44 x/mnt
37,2oC
116 x/mnt
56 x/mnt
36,5oC
Hasil
lab
L : 13,4
Hb : 11,5
Ht : 29,9
T : 366.000
Obs.Sesak
Susp.Bronkopneumonia
Assess
ment
Terapi
I. O2 2 l/mnt
II. Inf D5 N mikro 15 tpm
Inj cefotaxim 3x200 mg
Dexametason 3x2 mg
III. P/o pamol drop 0,6 cc
RO thorax
RO : Broncopneumonia
Bronkopneumonia
Bronkopneumonia
I. O2 2 l/mnt
II. Inf D5 N mikro 15 tpm
Inj cefotaxim 3x200 mg
Dexametason 3x2 mg
III.P/o pamol drop 0,6 cc
IV. Nebu ventolin 3x1 amp
I. O2 2 l/mnt
II. Inf D5 N mikro 15 tpm
Inj cefotaxim 3x200 mg
Dexametason 3x2 mg
III.P/o puyer batuk 3x1
Sanmol syr cth
IV.Nebu ventolin 3x1 amp
BRONKOPNEUMONIA
10
ETIOLOGI
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah :
Faktor Infeksi
11
KLASIFIKASI
Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan, dan pada
umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli telah membuktikan
bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti secara klinis dan memberikan
terapi yang lebih relevan.
A. Pembagian secara anatomis :
12
Pneumonia lobaris
Pneumonia lobularis (bronkopneumonia)
Pneumonia interstisialis (bronkiolitis)
B. Pembagian secara etiologi :
Bakteri : Pneumococcus pneumonia, Streptococcus pneumonia, Staphylococcus
pneumonia, Haemofilus influenzae.
Virus
Jamur
Corpus alienum
Aspirasi
Pneumonia hipostatik
PATOGENESIS
Dalam keadaan sehat pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme,
keadaan ini disebabkan oleh adanya mekanisme pertahanan paru. Terdapatnya bakteri di
dalam
paru
merupakan
ketidakseimbangan
antara
daya
tahan
tubuh,
sehingga
Mekanisme daya tahan traktus respiratorius bagian bawah sangat efisien untuk mencegah
infeksi yang terdiri dari :
Susunan anatomis rongga hidung
Jaringan limfoid di nasofaring
Bulu getar yang meliputi sebagian besar epitel traktus respiratorius dan sekret lain
13
Sekresi enzim enzim dari sel-sel yang melapisi trakeo-bronkial yang bekerja sebagai
antimikroba yang non spesifik.
Bila pertahanan tubuh tidak kuat maka mikroorganisme dapat melalui jalan nafas sampai ke
alveoli yang menyebabkan radang pada dinding alveoli dan jaringan sekitarnya. Setelah itu
mikroorganisme tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat
stadium, yaitu :
A. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada
daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediatormediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast
juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas
kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang
interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus
ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling
berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
B. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan
fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus
yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan,
sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini
udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium
ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
C. Stadium III (3 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah
paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang
cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi
fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi
mengalami kongesti.
14
D. Stadium IV (7 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda,
sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan
kembali ke strukturnya semula.
GAMBARAN KLINIS
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama
beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-400C dan mungkin disertai
kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal
disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya
tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana
pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
Inspeksi : pernafasan cuping hidung(+), sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi sela iga.
Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.
Perkusi : Sonor memendek sampai beda
Auskultasi : Suara pernafasan mengeras ( vesikuler mengeras ) disertai ronki basah
gelembung halus sampai sedang.
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang
terkena.Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan.Pada auskultasi mungkin
hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang.
Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu ( konfluens ) mungkin pada perkusi terdengar
suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras.
Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi.Tanpa pengobatan biasanya proses
penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 40.000/ mm3 dengan
pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan dengan infeksi
virus atau mycoplasma.
2. Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.
3. Peningkatan LED.
4. Kultur dahak dapat positif pada 20 50% penderita yang tidak diobati. Selain kultur
dahak, biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat swab).
15
5. Analisa gas darah( AGDA ) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.Pada stadium lanjut
dapat terjadi asidosis metabolik
6. Foto thoraks posisi postero-anterior dan lateral untuk menentukan lokasi lobus yang
terkena. Pada Bronkopneumonia didapatkan gambaran bercak-bercak infiltrart pada satu
atau beberapa lobus. Dengan pemeriksaan radiologi juga dapat diketahui adanya
komplikasi lebih lanjut.
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai
dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada
bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus.
Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis,
abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga
dapat dijumpai. Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal.
Kadar hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun.
Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena
pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab
tidak selalu dapat ditemukan.
Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana.
Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan :
a. Bronkopneumonia sangat berat :
Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus dirawat
di rumah sakit dan diberi antibiotika.
b. Bronkopneumonia berat :
Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,maka anak
harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
c. Bronkopneumonia :
Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :
> 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
> 50 x/menit pada anak usia 2 bulan 1 tahun
> 40 x/menit pada anak usia 1 - 5 tahun.
d. Bukan bronkopenumonia :
16
Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan
tidak perlu diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman
penyebab:
1. kultur sputum atau bilasan cairan lambung
2. kultur nasofaring atau kultur tenggorokan (throat swab), terutama virus
3. deteksi antigen bakteri
DIAGNOSA BANDING
1. Bronkiolitis
2. Aspirasi pneumonia
3. Tb paru primer
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan bronkopneumonia tergantung pada penyebab yang sesuai dengan hasil dari
pemeriksaan sputum, yang mencakup:
Anak dengan sesak nafas,memerlukan cairan IV dan oksigen (1-2/menit)
Cairan sesuai dengan berat badan, kenaikan suhu dan status dehidrasi
Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tetapi hal ini tidak
dapat selalu dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama, maka dalam praktek diberikan
pengobatan polifarmasi seperti penisilin ditambah dengan kloramfenikol atau diberi
antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampicilin.
-
Pengobatan diteruskan sampai anak bebas panas selama 4-5 hari. Anak yang sangat sesak
nafasnya memerlukan pemberian cairan intravena dan oksigen. Jenis cairan yang diberikan
ialah campuran glukosa 5% dan NaCl 0,9% dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan KCl 10
mEq/500 plabot. Banyaknya cairan dihitung sesuai berat badan.
KOMPLIKASI
1.
2.
3.
4.
Otitis media
Bronkiektase
Abses paru
Empiema
PROGNOSIS
17
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada
anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan.
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat
dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi
esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan
tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama
dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan dampak oleh
faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.
PENCEGAHAN
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan
penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya
bronkopneumonia ini.
Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan
tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat, makan
makanan bergizi dan teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin berolahraga,
dll.
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain:
Vaksinasi Pneumokokus
Vaksinasi H. influenza
Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah
DAFTAR PUSTAKA :
1. Arif Mansjoer, Suprohaita, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setiowulan : Pneumonia.
Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2 Edisi 3. Media Aesculapius FKUI. Jakarta 2000
2. John D Synder. Larry K.Pickering. Pneumonia. Nelson Ilmu Kesehatan Anak 15th
eds. Vol 2 EGC:Jakarta
3. M.Hardjono Abdoerachman. : Open Comparison Study between Augmentin and
Ampicillin-Chloramphenicol in the Treatment of Bronchopneumonia in Children.
Original article Paediatrica Indonesiana 35 : 222-226. 1995
18