Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah infeksi yang disebabkan oleh
bakteri, virus, parasit, atau jamur, yang penularannya terutama melalui
hubungan seksual dari seseorang yang terinfeksi kepada mitra
seksualnya. Infeksi menular seksual merupakan salah satu penyebab
infeksi saluran reproduksi (ISR). Tidak semua IMS menyebabkan ISR, Dan
sebaliknya tidak semua ISR menyebabkan IMS.
Berdasarkan penyebabnya, ISR dapat dibedakan menjadi :
Infeksi menular seksual, misalnya gonore, sifilis, trikomoniasis,
herpes genitalis, kondiloma akuminata, dan infeksi HIV
Infeksi endogen oleh flora normal komensal yang tumbuh
berlebihan, misalnya kandidosis vaginalis Dan vaginosis bakterial.
Infeksi iatrogenik yang disebabkan bakteri atau mikroorganisme
yang masuk ke saluran reproduksi akibat prosedur medik atau
intervensi selama kehamilan, pada waktu partus atau pasca partus
dan dapat juga oleh karena kontaminasi instrument.
Secara gender perempuan memiliki resiko tinggi terhadap penyakit
yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan, juga terhadap penyakit
kronik dan infeksi. Selama masa kehamilan, perempuan mengalami
berbagai perubahan, yang secara alamiah sebenarnya diperlukan untuk
kelangsungan hidup janin dalam kandungannya. Namun, ternyata
berbagai perubahan tersebut dapat mengubah kerentanan dan juga
mempermudah terjadinya infeksi selama kehamilan, perubahan tersebut
antara lain sebagai berikut :
Perubahan Imunologik
o Selama kehamilan terjadi supresi imunokempetensi ibu yang
dapat mempengaruhi terjadinya berbagai penyakit infeksi.
Supresi sistem imun akan semakin meningkat seiring
berlanjutnya usia kehamilan. Limfosit T jumlahnya berkurang
dalam sampel darah tepi perempuan hamil, tetapi tidak
demikian halnya dengan limfosit B. Pengurangan maksimal
CD4+ limfosit T terjadi pada trimester 3.
Perubahan Anatomik
o Anatomi saluran genital sangat berubah saat kehamilan.
Dinding vagina menjadi hipertrofik dan penuh darah. Serviks
mengalami hipertrofi, dan semakin luas daerah epitel
1
1.2. Epidemiologi
Prevelensi IMS dinegara sedang berkembang jauh lebih tinggi
dibanding dengan di negara maju. Pada perempuan hamil di negara dunia
ketiga, angka kejadian gonore 10-15 kali lebih tinggi, infeksi klamidia 2 3
kali lebih tinggi, dan sifilis 10 100 kali lebih tinggi jika dibandingkan
dengan angka kejadiannya pada perempuan hamil di negara industri.
Prevalensi sifilis pada perempuan hamil dinegara maju hanya sebesar
0,03 0,3 %, tetapi di negara Afrika Sub-Sahara, sebagian besar Amerika
Latin, dan Fiji, sifilis didapatkan pada 3 22% perempuan hamil.
Di indonesia sendiri angka kejadian IMS pada perempuan hamil
sangat terbatas. Pada perempuan hamil pengunjung puskesmas Merak
Jawa Barat 1994, sebanyak 58% menderita ISR. Sebanyak 29,5% infeksi
genital nonspesifik, 10,2% vaginosis bakterial, 9,1% kandidosis vaginalis,
3,4% gonore, 1,1% trikomoniasis.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
DAMPAK IMS PADA KEHAMILAN
Dampak IMS pada kehamilan bergantung pada organisme
penyebab, lamanya infeksi dan usia kehamilan pada saat terinfeksi. Hasil
konsepsi yang tidak sehat seringkali terjadi akibat IMS, misalnya kematian
janin (abortus spontan atau lahir mati), bayi berat lahir rendah (akibat
prematuritas, retardasi pertumbuhan janin dalam rahim), dan infeksi
kongenital atau perinatal (kebutaan, pneumonia neonatus, dan retardasi
mental).
Diagnosis dan manajemen IMS pada kehamilan dapat menurunkan
morbiditas dan mortalitas maternal maupun janin. Sebagian besar IMS
bersifat asimptomatik atau muncul dengan gejala yang tidak spesifik.
Tanpa adanya tingkat kewaspadaan yang tinggi dan ambang batas tes
yang rendah, sejumlah besar kasus IMS dapat terlewatkan, yang pada
akhirnya mengarah pada hasil perinatal yang tidak diinginkan. Oleh
karena itu, riwayat IMS yang lengkap dan melakukan pemeriksaan
skrining yang sesuai pada pasien yang sedang hamil pada saat
pemeriksaan pranatal yang pertama adalah penting.
Dengan adanya perubahan fisiologik selama kehamilan yang
mempengaruhi farmakokinetik dari terapi medik, eksposur obat ke janin
dan pertimbangan keamanan menyusui bayi, penatalaksanaan IMS pada
ibu hamil dan pascapersalinan dapat berbeda dari tatalaksana IMS untuk
perempuan tidak hamil. Selain itu, pertimbangan khusus berkaitan
dengan
potensi
penularan
untuk
beberapa
IMS
viral
perlu
dipertimbangkan dalam menentukan keamanan dari pemberian air susu
ibu (ASI).
2.1.2.
Epidemiologi
Infeksi ini ditularkan melalui hubungan seksual, dapat juga
ditularkan kepada janin pada saat proses kelahiran berlangsung.
Walaupun semua golongan rentan terinfeksi penyakit ini, tetapi insidens
tertingginya berkisar pada usia 15-35 tahun. Di antara populasi wanita
pada tahun 2000, insidens tertinggi terjadi pada usia 15 -19 tahun (715,6
per 100.000) sebaliknya pada laki-laki insidens rata-rata tertinggi terjadi
pada usia 20-24 tahun (589,7 per 100.000). Epidemiologi N. gonorrhoeae
berbeda pada tiap tiap negara berkembang.
2.1.3.
Etiologi
Gonore disebabkan oleh gonokok yang dimasukkan ke dalam
kelompok Neisseria, sebagai Neisseria Gonorrhoeae. Gonokok termasuk
golongan diplokok berbentuk biji kopi dengan lebar 0,8 u, panjang 1,6 u,
dan bersifat tahan asam. Kuman ini juga bersifat negatif-Gram, tampak di
luar dan di dalam leukosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati
pada keadaan kering, tidak tahan suhu di atas 39 derajat C, dan tidak
tahan zat desinfektan. Daerah yang paling mudah terinfeksi adalah
dengan mukosa epitel kuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang
(imatur), yakni pada vagina wanita sebelum pubertas.
2.1.4.
Gambaran klinik
1. Masa tunas sulit untuk ditemukan karena pada umumnya asimtomatik,
2. Pada wanita, penyakit akut atau kronik jarang ditemukan gejala
subjektif dan objektifnya.
3. Infeksi pada wanita, pada mulanya hanya mengenai serviks uteri
4. Keluhan: kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri pada panggul
bawah, demam, keluarnya cairan dari vagina, nyeri ketika berkemih
dan desakan untuk berkemih, perdarahan antara masa haid dan
menoragia.
5. Pada pemeriksaan serviks tampak merah dengan erosi dan sekret
mukopurulen, duh tubuh akan terlihat lebih banyak, bila terjadi servitis
akut.
2.1.5.
a)
b)
c)
d)
e)
Komplikasi
Infeksi pada serviks (servisitis gonore)
Salpingitis (penyakit radang panggul) pada trimester pertama,
sebelum korion berfusi dengan desidua dan mengisi kavum uteri.
Infertilitas
Infeksi pada uretra dapat terjadi para uretritis
Pada kelenjar Bartholin (bartholinitis)
4
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis dan
pemeriksaan penunjang, serta biakan atau pemerikasaan gen hasilnya
positif.
Pemeriksaan Khusus
a) Eksudat untuk diplokok intraselular gram-negatif
b) Biakan pada media khusus
c) Pemeriksaan antibodi fluoresensi
d) Biakan dan serviks pada wanita
e) Biakan dan faring pada kasus-kasus yang dicurigai terjadi kontak
orogenital
f) Tes serologik untuk sifilis
2.1.7.
Pengobatan
Pada wanita hamil tidak dapat diberikan obat golongan kuinolon dan
tetrasiklin. Yang direkomendasikan adalah pemberian obat golongan
sefalosporin (Seftriakson 50-100 mg/kgBB IM, dosis tunggal 125 mg IM).
Jika wanita hamil alergi terhadap penisilin atau sefalosporin tidak dapat
ditoleransi sebaiknya diberikan Spektinomisin 2 gr IM sebagai dosis
tunggal. Pada wanita hamil juga dapat diberikan Amoksisilin 2 gr atau 3 gr
oral dengan tambahan probenesid 1 gr oral sebagai dosis tunggal yang
diberikan saat isolasi N. gonorrhoeae yang sensitive terhadap penisilin.
Amoksisilin direkomendasikan untuk pengobatan jika disertai infeksi C.
trachomatis.
5
2.1.8.
Pencegahan
a) Tidak melakukan hubungan seksual baik vaginal, anal dan oral dengan
orang yang terinfeksi
b) Pemakaian
Kondom
dapat
mengurangi
tetapi
tidak
dapat
menghilangkan sama sekali risiko penularan penyakit ini
c) Hindari hubungan seksual sampai pengobatan antibiotik selesai.
d) Sarankan juga pasangan seksual kita untuk diperiksa guna mencegah
infeksi lebih jauh dan mencegah penularan
e) Pengendalian penyakit menular seksual ini adalah dengan
meningkatkan keamanan kontak seks dengan menggunakan upaya
pencegahan.
2.2. Klamidiasis
2.2.1.
Definisi
Klamidiasis genital adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Chlamydia trachomatis, berukuran 0,2 1,5 mikron, berbentuk sferis,
tidak bergerak, dan merupakan parasit intrasel obligat.
2.2.2.
Manifestasi klinis
Masa inkubasi berkisar antara 1 3 minggu. Manifestasi klinis
infeksi CT merupakan efek gabungan berbagai faktor, yaitu kerusakan
jaringan akibat replikasi CT, respon inflamasi terhadap CT, dan bahan
nekrotik dari sel pejamu yang rusak. Sebagian besar infeksi CT
asimptomatik, 37% perempuan memberi gambaran klinik duh
mukopurulen, perdarahan, disuria, dan nyeri panggul.
Servisitis dapat ditegakkan bila ditemukan duh serviks yang
mukopurulen, ektopi serviks, edema, dan perdarahan serviks baik
spontan maupun dengan hapusan ringan lidi kapas. Infeksi pada serviks
dapat menyebar melalui rongga endometrium hingga mencapai tuba
Fallopi. Secara klinis dapat memberi gejala menoragia dan metroragia.
2.2.3.
Komplikasi
Infeksi CT pada serviks akan menyebar secara ascendens dan
menyebabkan penyakit radang panggul (PRP). Infeksi yang kronis dan
atau rekuren menyebabkan jaringan parut pada tuba. Komplikasi jangka
panjang yang sering adalah kehamilan ektopik dan infertilitas akibat
obstruksi. Komplikasi lain dapat pula terjadi seperti artritis reaktif dan
perihepatitis.
Dampak infeksi CT pada kehamilan dapat menyebabkan
abortus spontan, kelahiran prematur, dan kematian perinatal. Disamping
6
Penatalaksanaan
Obat yang diberikan terutama yang dapat mempengaruhi sintesis
protein CT, golongan tetrasiklin, eritromisin, quinolon. Obat yang
dianjurkan adalah doksisiklin 100 mg 2 x sehari selama 7 hari atau
azitromisin 1g per oral, dosis tunggal, atau tetrasiklin 500mg, 4 x perhari
selama 7 hari, atau eritromisin 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari, atau
ofloksasin 200mg, 2x sehari selama 9 hari. Untuk kehamilan obat
golongan kuinolon dan tetrasiklin tidak dianjurkan pemakaiannya.
Untuk pengobatan konjungtivitis pada neonatus atau pneumonia
infantil dianjurkan pemberian sirup eritromisin, 50 mg/kgBB peroral,
perhari dibagi dalam 4 dosis dan diberikan selama 14 hari.
Epidemiologi
Insidens sifilis di berbagai negeri di seluruh dunia pada tahun 1996
berkisar antara 0,04-0,52%. Insidens yang terendah di Cina, sedangkan
yang tertinggi di Amerika Selatan. Di Indonesia insidensnya 0,61%. Gejala
dan tanda dari sifilis banyak dan berlainan, sebelum perkembangan tes
7
Etiologi
Pada tahun 1905 penyebab sifilis ditemukan oleh Schaudinn dan
Hoffman ialah Treponema pallidum yang termasuk dlam ordo
Spirochaetales, familia Spirochaetaceae, dan genus Treponema.
Bentuknya sebagai spiral teratur, panjangnya 6,15um, lebar 0,15um,
terdiri atas delapan sampai dua puluh empat lekukan. Gerakannya berupa
rotasi sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol. Membiak
secara pembelahan melintang, pada stadium aktif terjadi setiap 30 jam.
Pembiakan pada umumnya tidak dapat dilakukan di luar badan. Di luar
badan kuman tersebut cepat mati, sedangkan dalam darah untuk
transfusi dapat hidup 72 jam.
Penularan sifilis dapat melalui cara sebagai berikut :
1.
Kontak langsung :
1.
sexually tranmited diseases (STD)
2.
non-sexually
3.
Transplasental, dari ibu yang menderita sifilis ke janin yang
dikandungnya.
2.
Transfusi
2.3.4.
Manifestasi Klinis
Infeksi terbagi atas beberapa fase, yaitu sifilis primer, sifilis
sekunder, sifilis laten dini dan lanjut, serta neurosifilis (sifilis tersier). Lesi
primer sifilis berupa tukak yang biasanya timbul di daerah genital
eksterna dalam waktu 3 minggu setelah kontak. Pada perempuan
kelainan sering ditemukan di labia mayor, labia minor, fourchette, atau
serviks. Lesi awal berupa papul berindurasi yang tidak nyeri, kemudian
permukaannya mengalami nekrosis dan ulserasi dengan tepi yang
meninggi, teraba keras, dan berbatas tegas. Jumlah ulserasi biasanya
hanya satu, namun dapat juga multipel.
8
2.3.5.
Komplikasi
Komplikasi Pada Janin Dan Bayi
Dapat menyebabkan kematian janin, partus immaturus dan partus
premature. Bayi dengan sifilis kongenital memiliki kelainan pada
tulang, gigi, penglihatan, pendengaran, gangguan mental dan tumbuh
kembang anak. Oleh karena itu, setiap wanita hamil sangat dianjurkan
untuk memeriksakan kesehatan janin yang dikandungnya. Karena
pengobatan yang cepat dan tepat dapat menghindari terjadinya
penularan penyakit dari ibu ke janin.
Pengaruh Terhadap Kehamilan
Sifilis yang terjadi pada ibu yang hamil dapat mempengaruhi proses
kehamilannya dan janin. Berikut ini adalah pengaruh sifilis terhadap
kehamilan yaitu:
1. Infeksi pada janin terjadi setelah minggu ke 16 kehamilan dan pada
kehamilan dini, dimana Treponema telah dapat menembus barier
plasenta. Akibatnya kelahiran mati dan partus prematurus.
9
Diagnosis
Diagnosis pasti pada sifilis kongenital ditegakan dengan
identifikasi T.pallidum. Selain itu, sifilis kongenital dapat didiagnosis
berdasarkan pemeriksaan antepartum dan pada bayi lahir mati. Untuk
pemeriksaan pada janin dapat digunakan ultrasonografi (USG). Pada
pemeriksaan USG dapat dijumpai penebalan kulit, penebalan plasenta,
hepatosplenomegali dan hidramnion. Pemeriksaan ini dilengkapi dengan
pemeriksaan cairan amnion untuk mencari adanya treponema.
Identifikasi T. pallidum dengan pemeriksaan mikroskop lapagan gelap
atau imunofluoresensi dapat dilakukan apabila dijumpai secret
hidung, mucous patches, lesi vesiko bulosa atau kondiloma lata. Namun,
cara konvensional untuk pengambilan specimen tidak sensitive dan
merupakan prosedur invasive, sehingga sulit dilakukan dan hanya
dilakukan pada bayi dengan lesi luas. Selain itu, terdapat beberapa
kendala yang menyebabkan identifikasi T.pallidum sulit dilakukan untuk
menegakkan diagnosis sifilis kongenital, yaitu :
a) T.pallidum bersifat tidak dapat dibiakkan dan sulit ditemukan pada
spesimen klinis
b) Analisis serologic pada bayi rumit oleh adanya antibody maternal yang
didapat transplasental
c) Sebagian besar bayi sakit yang hidup tidak menunjukkan adanya tanda
infeksi
Untuk menegakkan diagnosis klinis sifilis kongenital, saat ini di AS
digunakan dua criteria, yaitu kriteria dari Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) yang direvisi dan kriteria Kaufman yang dimodifikasi.
1)
Kriteria Kaufman yang dimodifikasi.
Pasti (definite)
Dijumpai T.pallidum pada pemeriksaan mikroskop lapangan
gelap atau pemeriksaan histologik
Kriteria minor berupa fisura pada bibir, lesi kulit, mucous patch,
hepatomegali, splenomegali, limfadenopati generalisata, kelainan SSP,
anemia hemolitik, sel cairan serebrospinal (CSS) >20, protein >100
2)
Kriteria CDC yang di revisi
Pasti (confirmed)
Diijumpai T. Pallidum pada pemeriksaan mikroskop lapangan gelap
Tersangka (presumtive)
1. Semua bayi yang ibunya menderita sifilis tanpa pengobatan atau
mendapat pengobatan tidak adekuat selama kehamilan
2. Semua bayi dengan TSS reaktif dan satu dari keadaan di bawah
ini :
- Gambaran sifilis kongenital pada pemeriksaan fisik
- VDRL CSS reaktif/ hitung sel CSS 5/protein CSS 50 diluar
sebab lain.
- Tes FTA-abs-19S-antibodi IgM reaktif
3. Bayi lahir mati (syphilitic stillbirth)
Kematian janin setelah umur kehamilan 20 minggu atau berat
janin 500 gram pada wanita yang menderita sifilis tanpa
pengobatan atau memperoleh pengobatan tidak adekuat saat
melahirkan.
2.3.7.
Penatalaksanaan
Pengobatan sifilis kongenital terbagi menjadi pengobatan pada ibu
hamil dan pengobatan pada bayi. Penisilin masih tetap merupakan obat
pilihan untuk pengobatan sifilis, baik sifilis didapat maupun sifilis
kongenital. Pada wanita hamil, tetrasiklin dan doksisiklin merupakan
kontraindikasi. Penggunaan sefriakson pada wanita hamil belum ada data
yang lengkap. Pengobatan sifilis pada kehamilan di bagi menjadi tiga,
yaitu :
1. Sifilis dini (primer, sekunder, dan laten dini tidak lebih dari 2 tahun).
Benzatin penisilin G 2,4 juta unit satu kali suntikan IM, atau penisilin
G prokain dalam aquadest 600.000 unit IM selama 10 hari.
2. Sifilis lanjut (lebih dari 2 tahun, sifilis laten yang tidak diketahui
lama infeksi, sifilis kardiovaskular, sifilis lanjut benigna, kecuali
neurosifilis)
11
Bayi normal
a) Ibu sifilis dini dan/atau tanpa terapi atau terapi tidak
tercatat diberikan :
12
untuk absorpsi sistemik podofilin. Pemakaian agen ini pada ibu hamil
dapat menyebabkan IUFD dan neuropati maternal.
Krioterapi, elektrokauterisasi, terapi laser, dan asam trikloroasetat
adalah pilian terapi kondiloma akuminata yang dapat digunakan untuk
wanita hamil. Penatalaksanaan kondiloma akuminata pada ibu hamil
secara eksisi lesi dengan kauter atau cryosyrgery
harus dilakukan
dengan hati-hati agar tidak menyebabkan skar yang ekstensif atau
melukai jaringan. Penggunaan laser CO2 terbukti lebih efektif untuk eksisi
dan keberhasilan penggunaan laser sampai 90%. Laser juga
meminimalkan kerusakan jaringan sekitar lesi tetapi terapi ini sangat
mahal dan membutuhkan anestesi lokal. Namun, laser CO2 dan
elektrokauterisasi dapat menyebabkan perdarahan yang berat pada 33%
pasien bila dilakukan pada kehamilan, serta dapat menimbulkan infeksi
dan nekrosis jaringan yang berat.
Agen kimia alternatif lainnya adalah asam trikloroasetat 50% yang
digunakan setiap minggu seperti halnya podofilin. Agen ini tidak perlu
dicuci setelah penggunaannya tetapi rasa terbakarnya dapat bertahan 530 menit. Asam trikloroasetat (TCA) merupakan zat yang bersifat kaustik
dan dapat mengikis kulit dan membrana mukosa. Mekanisme kerja TCA
adalah dengan cara koagulasi protein yang menyebabkan terjadi
kekeringan sel dan jaringan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
destruksi yang berat pada kondiloma. Asam trikloroasetat dinyatakan
aman digunakan pada kehamilan karena tidak diabsorbsi secara sistemik.
Zat ini dapat diaplikasikan langsung ke permukaan lesi dengan lidi/kapas
lidi aplikator setiap minggu. Tingkat keberhasilan TCA untuk terapi
kondiloma adalah 56-81% dengan tingkat rekurensi 36%.
Etiologi
Virus herpes simpleks tipe-2 (VHS-2) merupakan penyebab HG
tersering (82%), sedangkan virus herpes simpleks tipe-1 (VHS-1) yang
lebih sering dikaitkan dengan lesi di mulut dan bibir, ternyata dapat pula
ditemukan pada 18% kasus herpes genitalis. Cara Penularan: Herpes
16
Gambaran Klinik
Manifestasi dipengaruhi oleh faktor pejamu, pajanan VHS
sebelumnya, episode terdahulu, dan tipe virus. Masa inkubasi berkisar 3
7 hari, bahkan dapat lebih lama. Predileksi dapat ditemukan di labia
mayor/minor, klitoris, introitus vagina dan serviks, sedangkan yang lebih
jarang di daerah perianal, bokong, dan mons pubis.
Gejala bisa ringan sampai berat, diawali rasa gatal atau terbakar
didaerah lesi yang terjadi beberapa jam sebelum timbulnya lesi. Selain itu
bisa terjadi gejala konstitusi seperti malese, demam, dan nyeri otot. Lesi
tipikal berupa vesikel berkelompok dengan dasar eritema yang mudah
pecah dan menimbulkan erosi multipel. Kelenjar getah bening regional
dapat membesar dan nyeri.
Lesi rekuren dapat terjadi dengan gejala klinik umumnya lebih
ringan, penyembuhan lebih cepat, dan masa pelepasan virus berlangsung
kurang dari 5 hari. Herpes Genitalis rekuren dapat hanya berupa fisura
yang cepat hilang tanpa gejala. Umumnya, rekurensi lebih sering terjadi
pada 1 tahun pertama setelah episode pertama, sedangkan tahun-tahun
berikutnya lebih jarang.
2.5.4.
Komplikasi
Pasien yang terkena herpes primer pada kehamilan menghadapi
resiko komplikasi obstetrik dan neonatal, antara lain :
a) Aborsi spontan
b) IUGR
c) Persalinan kurang bulan
Sedangkan kelainan yang timbul pada bayi dapat berupa :
a) Ensefalopati
b) Keratokonjungtivitis
c) Hepatitis
d) Lesi pada kulit
2.5.5.
Diagnosis
17
Penatalaksanaan
Belum ada pengobatan untuk penyakit ini. Obat anti virus biasanya
efektif dalam mengurangi frekuensi dan durasi (lamanya) timbul gejala
karena infeksi HSV-2. Pengobatan dengan asiklovir harus diberikan
kepada semua perempuan yang menderita HG episode primer dalam
kehamilan. Terapi supresif dengan asiklovir pada 4 minggu terakhir
kehamilan dapat mencegah rekurensi HG pada saat partus. Dianjurkan
untuk dilakukan seksio sesarea terhadap semua perempuan hamil yang
datang dengan HG lesi primer pada saat menjelang kelahiran, namun
tidak dianjurkan untuk perempuan yang terserang HG lesi primer pada
trimester pertama ataupun kedua.
Dosis asiklovir/valasiklovir yang dianjurkan untuk infeksi primer:
Asiklovir per oral 5 x 200 mg/hari selama 7 hari; pada lesi berat i.v.
3-5 mg/kgBB/hari selama 7 10 hari, atau
Valasiklovir 2 x 500 mg/hari selama 7 hari
Dosis untuk infeksi rekuren:
Asiklovir 5 x 200 mg/hari selama 5 hari atau
Valasiklovir 2 x 500 mg/hari selama 5 hari
Pengobatan untuk neonatus dengan infeksi VHS dapat diberikan asiklovir
10 mg/ kgBB i.v. tiap 8jam selama 10 21 hari.
Penularan Prenatal
2.6.3.
20
Viral load ibu yang tinggi (HIV / AIDS baru atau lanjutan)
Infeksi virus, bakteri, maupun parasit melaui plasenta (khususnya
malaria)
Infeksi menular seksual
Malnutrisi maternal (secara tidak langsung)
Viral load ibu yang tinggi (HIV / AIDS baru atau lanjutan)
Pecahnya ketuban > 4 jam sebelum persalinan dimulai
Prosedur persalinan invasif
Janin pertama pada kehamilan gameli
Korioamnionitis
Viral load ibu yang tinggi (HIV / AIDS baru atau lanjutan)
Lama menyusui
Pemberian ASI dengan pemberian makanan pengganti yang awal
Abses payudara / puting yang terinfeksi
Malnutrisi maternal
Penyakit oral bayi (mis: trust atau luka mulut)
22
2.
2.
23
3.
2.6.5.
Persalinan
a. Persalinan pervaginam
Wanita hamil yang direncanakan persalinan pervaginam,
diusahakan selaput amnionnya utuh selama mungkin. Pengambilan
sampel darah janin harus dihindari. Jika sebelumnya telah diberikan obat
HAART, maka obat ini harus dilajutkan sampai partus. Jika direncanakan
pemberian infuse zidovudin, harus diberikan pada saat persalinan dan
dilanjutkan sampai tali pusat diklem. Tali pusat harus diklem secepat
mungkin dan bayi harus dimandikan segera. Seksio sesaria emergensi
biasanya dilakukan karena alasan obstetrik, menghindari partus lama,
dan ketuban pecah dini.
24
Pasca Persalinan
Terdapat 50-75% dari bayi yang terinfeksi HIV yang disusui ibu
HIV/AIDS tertular HIV pada 6 bulan pertama kehidupan. ASI eksklusif
memiliki resiko transmisi HIV yang rendah daripada ASI yang
dikombinasikan dengan cairan atau makanan lainnya (ASI campuran).
Ibu yang menderita HIV/AIDS sangat dianjurkan untuk memberikan
ASI Ekslusif hingga 6 bulan dan dilanjutkan dengan pemberian ASI
sekaligus makanan tambahan hingga usia 12 bulan. Bila ibu yang
menderita HIV/AIDS memutuskan untuk tidak memberikan ASI ekslusif,
dapat mengganti dengan makanan tambahan bila kriteria AFASS
terpenuhi. Adapun kriteria AFASS dari WHO yaitu: Acceptable = mudah
diterima, Feasible = mudah dilakukan, Affordable = harga terjangkau,
Sustainable = berkelanjutan, Safe= aman penggunaannya. Salah satu
alternatif untuk menghindari penularan HIV yaitu dengan menghangatkan
ASI > 66 0C untuk membunuh virus HIV. Adapun bayi yang telah
25
dinyatakan terinfeksi HIV positif maka harus diberikan ASI ekslusif selama
6 bulan diteruskan dengan pemberian ASI campuran hingga usia 24
bulan.
2.6.7.
Penatalaksanaan
Antiretrovirus direkomendasikan untuk semua wanita yang
terinfeksi HIV-AIDS yang sedang hamil untuk mengurangi resiko transmisi
perinatal. Hal ini berdasarkan bahwa resiko transmisi perinatal meningkat
sesuai dengan kadar HIV ibu dan resiko transmisi dapat diturunkan hingga
20% dengan terapi antiretrovirus.
Tujuan utama pemberian antiretrovirus pada kehamilan adalah
menekan perkembangan virus, memperbaiki fungsi imunologis,
memperbaiki kualitas hidup, mengurangi morbiditas dan mortalitas
penyakit yang menyertai HIV. Pada kehamilan, keuntungan pemberian
antiretrovirus ini harus dibandingkan dengan potensi toksisitas,
teratogenesis dan efek samping jangka lama. Akan tetapi, efek penelitian
mengenai toksisitas, teratogenesis, dan efek samping jangka lama
antiretrovirus pada wanita hamil masih sedikit. Efek samping tersebut
diduga akan meningkat pada pemberian kombinasi antiretrovirus, seperti
efek teratogenesis kombinasi antiretrovirus dan antagonis folat yang
dilaporkan Jungmann, dkk. Namun penelitian terakhir oleh Toumala, dkk
menunjukkan bahwa dibandingkan dengan monoterapi, terapi kombinasi
antiretrovirus tidak meningkatkan resiko prematuritas, berat badan lahir
rendah atau kematian janin intrauterine. Kategori Food and Drug
Administration (FDA) tentang ART dapat dilihat pada table 2.
A. Monoterapi Zidovudine
Obat antiretrovirus yang pertama kali diteliti untuk mengurangi
resiko transmisi perinatal adalah zidovudin (ZDV). Pada Pediatric Virology
Committee of the AIDS Clinical Trials Group (PACTG) 076, zidovudin yang
diberikan peroral mulai minggu ke-14 kehamilan, dilanjutkan zidovudin
intravena pada saat intrapartum untuk ibu, diikuti dengan zidovudin sirup
yang diberikan pada bayi sejak usia 6-12 jam sampai 6 minggu.
Regimen pemberian Zidovudine berdasarkan PACTG 076
Antepartum
:
Intrapartum
:
setelah
melahirkan
Postpartum
Zidovudine sirup, 2 mg/kgBB, dimulai 8-12 jam
:
postpartum dan diteruskan sampai 6 minggu
Selain monoterapi dengan zidovudin, regimen lain yang sudah
diteliti ialah monoterapi dengan nevirapin dan terapi kombinasi zidovudin
dan lamivudin.Lallement, dkk juga sedang meneliti kombinasi zidovudin
dan nevirapin.
B. Nevirapin
Dapat diberikan dosis tunggal 200 mg bagi ibu pada saat
melahirkan disertai pemberian nevirapin 2 mg/kgBB dosis tunggal bagi
bayi pada usia 2 atau 3 hari. Selain karena harga obat generiknya yang
cukup murah, seringkali wanita hamil terinfeksi HIV-AIDS baru dating pada
saat melahirkan.
Tabel 1. Kategori FDA antiretrovirus untuk digunakan pada
kehamilan
Golongan
Obat
Kategori
FDA
Nukleosida Reverse Zidovudin/ZDV/AZT
C
Transcriptase
Zalsitabin/ddC
C
Inhibitor (NRTI)
Didanosin/ddl
B
Stavudin/d4T
C
Lamivudin/3TC
C
Abacavir/ABC
C
Tenofovir/DF
B
Non
Nukleosida Nevirapin
C
Reverse
Delavirdin
C
Transcriptase
Efavirenz
C
Inhibitor (NNRTI)
Protease Inhibitor (PI) Indinavir
C
Ritonavir
B
Saquinavir
B
Nelvinafir
B
Amprenavir
C
Lopinavir
C
Golongan lain
Hidroksiurea
D
Keterangan :
27
Kategori B :Tidak terdapat resiko untuk janin pada penelitian pada hewan,
namun belum terdapat penelitian pada wanita hamil; atau
penelitian pada hewan menunjukkan efek samping yang tidak
sesuai dengan penelitian kontrol pada wanita hamil trisemester
pertama (dan tidak beresiko pada trisemester berikutnya).
Kategori C:Pada penelitian hewan ditemukan efek samping pada janin
(teratogenik atau embrisiodal atau lainnya) dan belum terdapat
penelitian kontrol pada wanita hamil atau belum terdapat
penelitian efek samping obat pada hewan ataupun wanita
hamil. Obat kategori ini hanya diberikan jika keuntungannya
melebihi resiko potensial pada janin.
Kategori D :
Terdapat bukti positif resiko efek samping pada janin
manusia, namun keuntungan pada wanita hamil dapat diterima
dibandingkan resikonya terutama untuk penyelamatan jiwa.
Berdasarkan pedoman PMTCT WHO 2010, pemberian ARV dimulai pada
semua wanita hamil dengan jumlah CD4 < 350 sel/mm 3 atau stadium
klinis 3 dan 4.
Stadium
Tidak
Tersedia Tes CD4
Klinik WHO
Tersedia Tes
CD4
1
Tidak diobati
Diobati jika jumlah sel CD4
2
Tidak diobati
<200/mm3
3
Diobati
Diobati jika jumlah sel CD4 <
350/mm3
4
Diobati
Diobati
tanpa
memandang
jumlah sel CD4
Tabel 2. Syarat Pemberian ART menurut PMTCT 2010
Pemberian ARV berdasarkan pedoman WHO 2010 yaitu:
AZT+3TC+NVP/EFV atau TDF+3TC+NVP/EFV. Terdapat 2 opsi yang
ditawarkan WHO untuk tindakan profilaksis:
1. Profilaksis Opsi A
a. Ibu
i.
Antepartum : AZT saat 14 minggu kehamilan
ii.
Intrapartum : AZT/3TC + NVP 2 kali sehari
iii.
Postpartum : AZT/3TC + NVP x 7 hari
b. Bayi
i.
Bila diberikan ASI: NVP hingga 1 minggu lepas ASI
ii.
Tanpa pemberian ASI: AZT atau NVP x 6 minggu
2. Profilaksis Opsi B
28
BAB 3
KESIMPULAN
Infeksi Menular Seksual (IMS) adalah infeksi yang disebabkan oleh
bakteri, virus, parasit, atau jamur, yang penularannya terutama melalui
hubungan seksual dari seseorang yang terinfeksi kepada mitra
seksualnya. Dampak IMS pada kehamilan bergantung pada organisme
penyebab, lamanya infeksi dan usia kehamilan pada saat terinfeksi. Hasil
konsepsi yang tidak sehat seringkali terjadi akibat IMS.
Gonore adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh
Neisseria gonorrhoeae. Komplikasi pada pasien terinfeksi Gonore dalam
kehamilan adalah servisitis gonore, Salpingitis, Infertilitas, Para uretritis,
Bartholinitis, gonore pada rektumnya, Faringitis gonokokal. Pada janin dan
bayi baru lahir adalah adanya kemungkinan lahir prematur, infeksi
neonatal dan keguguran akibat infeksi gonokokkus pada wanita hamil,
adanya sepsis pada bayi baru lahir karena gonore pada ibu, Kebutaan,
Blefaritis dan konjungtivitis gonore.
Klamidiasis genital adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Chlamydia trachomatis, Infeksi CT pada serviks akan menyebar secara
ascendens dan menyebabkan penyakit radang panggul (PRP). Dampak
infeksi CT pada kehamilan dapat menyebabkan abortus spontan,
kelahiran prematur, dan kematian perinatal. Disamping itu, dapat
menyebabkan konjungtivitis pada neonatus dan pneumonia infantil.
Sifilis adalah penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang
disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum, sangat kronis dan bersifat
sistemik. Komponen infeksi sifilis bawaan dini, antara lain :
Hepatosplenomegali, Anemia, Trombositopenia yang berat, Lesi kulit,
Ruam, Pneumonia.
Pasien yang terkena herpes primer pada kehamilan menghadapi
resiko komplikasi obstetrik dan neonatal, antara lain : Aborsi spontan,
IUGR, Persalinan kurang bulan. Sedangkan kelainan yang timbul pada bayi
dapat berupa : Ensefalopati, Keratokonjungtivitis, Hepatitis, Lesi pada
kulit.
Paparan pada fetus dari ibu yang terinfeksi Human Papiloma Virus
dapat berakibat terjadinya papilomatosis larings juvenil, yang biasanya
manifes pada usia 5 tahun, tetapi penyakit ini dapat menimbulkan
29
30