Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam berbahasa tercakup berbagai kemampuan yaitu, bicara spontan, komprehensi,
menamai, repetisi ( mengulang), membaca dan menulis.
Bahasa merupakan instrument dasar bagi komunikasi pada manusia dan merupakan
dasar dan tulang punggung bagi kemampuan kognitif. Bila terdapat defisit pada sistem
berbahasa, penilaian faktor kognitif seperti memori verbal. Interpretasi pepatah dan berhitung
lisan menjadi sulit dan mungkin tidak dapat dilakukan. Kemampuan berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa sangat penting. Bila terdapat gangguan hal ini akan mengakibatkan
hambatan yang berarti bagi pasien.
Gangguan berbahasa tidak mudah di deteksi dengan pemeriksaan yang tergesa-gesa.
Pemeriksaan perlu meningkatkan pengetahuan menganai pola gangguan berbahasa.
B. Rumusan masalah
-
C. Tujuan
Dapat mengetahui definisi dari Afasia
dapat mengetahui Etiologi dari Afasia
dapat mengetahui manifestasi klinis dari Afasia
Dapat mengetahui Pemeriksaan penunjang untuk Afasia
dapat mengetahui WOC untuk Afasia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Afasia merupakan gangguan berbahasa. Dalam hal ini pasien menunjukkan gangguan
dalam memproduksi dan / atau memahami bahasa. Defek dasar pada afasia ialah pada
pemrosesan bahasa tingkat integratif yang lebih tinggi. Gangguan artikulasi dan praksis mungkin
ada sebagai gejala yang menyertai.
Afasia adalah gangguan berbahasa akibat gangguan serebrovaskuler hemisfer dominan, trauma
kepala, atau proses penyakit. Terdapat beberapa tipe afasia, biasanya digolongkan sesuai lokasi
lesi. Semua penderita afasia memperlihatkan keterbatasan dalam pemahaman, membaca,
ekspresi verbal, dan menulis dalam derajat berbeda-beda.
B. Etiologi
Afasia biasanya berarti hilangnya kemampuan berbahasa setelah kerusakan otak. Kata
afasia perkembangan (sering disebut sebagai disfasia) digunakan bila anak mempunyai
keterlambatan spesifik dalam memperoleh kemampuan berbahasa. Dalam hal ini, perkembangan
kemampuan berbahasa yang tidak sebanding dengan perkembangan kognitif umumnya.
Strok, tumor di otak, cedera otak, demensi dan penyakit lainnya dapat mengakibatkan gangguan
berbahasa.
C. Manifestasi Klinis
Gejala dan Gambaran klinik Afasia
1.Afasia global.
Afasia global ialah bentuk afasia yang paling berat. Koadaan ini ditandai oleh tidak
adanya lagi bahasa spontan atau berkurang sekali dan menjadi beberapa patah kata yang
diucapkan secara stereotip (itu-itu saja, berulang), misalnya : "iiya, iiya, iiya", atau: "baaah,
baaaah, baaaaah" atau: "amaaang, amaaang, amaaang". Komprehensi menghilang atau sangat
terbatas, misalnya hanya mengenal namanya saja atau satu atau dua patah kata. Repetisi
(mengulangi) juga sama berat gangguannya seperti bicara spontan. Membaca dan menulis juga
terganggu berat.
Afasia global disebabkan oleh lesi luas yang merusak sebagian besar atau semua
daerah bahasa. Penyebab lesi yang paling sering ialah oklusi arteri karotis interna atau arteri
serebri media pada pangkalnya. Kemungkinan pulih ialah
selalu disertai hemiparese atau hemiplegia yang menyebabkan invaliditas khronis yang parah.
2.Afasia Broca.
Bentuk afasia ini sering kita lihat di klinik dan ditandai oleh bicara yang tidak lancar, dan
disartria, serta tampak melakukan upaya bila berbicara. Pasien sering atau paling banyak
mengucapkan kata-benda dan kata-kerja. Bicaranya bergaya telegram atau tanpa tata-bahasa
(tanpa
grammar).
Contoh:
"Saya....sembuh....rumah....kontrol....ya..kon..trol."
"Periksa...lagi...makan... banyak.."
Mengulang (repetisi) dan membaca kuat-kuat sama terganggunya seperti berbicara
spontan. Pemahaman auditif dan pemahaman membaca tampaknya tidak terganggu, namun
pemahaman kalimat dengan tatabahasa yang kompleks sering terganggu (misalnya memahami
kalimat: "Seandainya anda berupaya untuk tidak gagal, bagaimana rencana anda untuk maksud
ini").
Ciri klinik afasia Broca:
Kesalahan parafasia
Pemahaman
lumayan
(namun
mengalami
kesulitan
memahami
kalimat
menyebabkan afasia Broca mencakup daerah Brodmann 44 dan sekitarnya. Lesi yang
mengakibatkan afasia Broca biasanya melibatkan operkulum frontal (area Brodmann 45 dan 44)
dan massa alba frontal dalam (tidak melibatkan korteks motorik bawah dan massa alba
paraventrikular tengah). Selain itu, ada pasien dengan lesi dikorteks peri-rolandik, terutama
daerah Brodmann 4; ada pula yang terganggu di daerah peri-rolandik dengan kerusakan massa
alba yang ekstensif.
Ada pakar yang menyatakan bahwa bila kerusakan terjadi hanya di area Broca di
korteks, tanpa melibatkan jaringan di sekitarnya, maka tidak akan terjadi afasia.
Penderita afasia Broca sering mengalami perubahan emosional. seperti frustasi dan
depresi. Apakah hal ini disebabkan oleh gangguan berbahasanya atau merupakan gejala yang
menyertai lesi di lobus frontal kiri belum dapat dipastikan.
Pemulihan terhadap berbahasa (prognosis) umumnya lebih baik daripada afasia
global. Karena pemahaman relatif baik, pasien dapat lebih baik beradaptasi dengan keadaannya.
3.Afasia Wernicke.
Pada kelainan ini pemahaman bahasa terganggu. Di klinik, pasien afasia Wernicke
ditandai oleh ketidakmampuan memahami bahasa lisan, dan bila ia menjawab iapun tidak
mampu mengetahui apakah jawabannya salah. la tidak mampu memahami kata yahg
diucapkannya, dan tidak mampu mengetahui kata yang diucapkannya, apakah benar atau salah.
Maka terjadilah kalimat yang isinya kosong, berisi parafasia, dan neologisme. Misalnya
menjawab pertanyaan: Bagaimana keadaan ibu sekarang ? Pasien mungkin menjawab: "Anal
saya lalu sana sakit tanding tak berabir".
Pengulangan (repetisi) terganggu berat. Menamai (naming) umumnya parafasik.
Membaca dan menulis juga terganggu berat.
Artikulasi baik
Prosodi baik
Repetisi terganggu
Penderita yang tanpa hemiparese, karena kelainannya hanya atau terutama pada berbahasa, yaitu
bicara yang kacau disertai banyak parafasia, dan neologisme, bisa-bisa disangka menderita
psikosis.
Lesi yang menyebabkan afasia jenis Wernicke terletak di daerah bahasa bagian
posterior. Semakin berat defek dalam komprehensi auditif, semakin besar kemungkinan lesi
mencakup bagian posterior dari girus temporal superior. Bila pemahaman kata tunggal
terpelihara, namun kata kompleks terganggu, lesi cenderung mengenai daerah lobus parietal,
ketimbang lobus temporal superior. Afasia jenis Wernicke dapat juga dijumpai pada lesi
subkortikal yang merusak isthmus temporal memblokir signal aferen inferior ke korteks
temporal.
Penderita dengan defisit komprehensi yang berat, pronosis penyembuhannya buruk,
walaupun diberikan terapi bicara yang intensif. Afasia konduksi. Ini merupakan gangguan
berbahasa yang lancar (fluent) yang ditandai oleh gangguan yang berat pada repetisi, kesulitan
dalam membaca kuat-kuat (namun pemahaman dalam membaca baik), gangguan dalam menulis,
parafasia yang jelas, namun umumnya pemahaman bahasa lisan terpelihara. Anomianya berat.
Terputusnya hubungan antara area Wernicke dan Broca diduga menyebabkan
manifestasi klinik kelainan ini. Terlibatnya girus supramarginal diimplikasikan pada beberapa
pasien. Sering lesi ada di massa alba subkortikal - dalam di korteks parietal inferior, dan
mengenai fasikulus arkuatus yang menghubungkan korteks temporal dan frontal.
4.Afasia transkortikal.
Afasia transkortikal ditandai oleh repetisi bahasa lisan yang baik (terpelihara), namun
fungsi bahasa lainnya terganggu. Ada pasien yang mengalami kesulitan dalam memproduksi
bahasa, namun komprehensinya lumayan.
Ada pula pasien yang produksi bahasanya lancar, namun komprehensinya buruk.
Pasien dengan afasia motorik transkortikal mampu mengulang (repetisi), memahami dan
membaca, namun dalam bicara -spontan terbatas, seperti pasien dengan afasia Broca.
Sebaliknya, pasien dengan afasia sensorik transkortikal dapat mengulang (repetisi) dengan baik,
namun tidak memahami apa yang didengarnya atau yang diulanginya. Bicara spontannya dan
menamai lancar, tetapi parafasik seperti afasia jenis Wernicke. Sesekali ada pasien yang
menderita kombinasi dari afasia transkortikal motorik dan sensorik. Pasien ini mampu
mengulangi kalimat yang panjang, juga dalam bahasa asing, dengan tepat. Mudah mencetuskan
repetisi pada pasien ini, dan mereka cenderung menjadi ekholalia (mengulang apa yang
didengarnya).
Gambaran klinik afasia sensorik transkortikal:
Pemahaman buruk
Repetisi baik
Ekholalia
Repetisi baik
Inisiasi ot/fpunerlambat
Ungkapan-ungkapan singkat
Parafasia semantik
Ekholalia
Komprehensi buruk
Repetisi baik
Ekholalia mencolok
Afasia transkortikal disebabkan oleh lesi yang luas, berupa infark berbentuk bulan
sabit, di dalam zona perbatasan antara pembuluh darah serebral mayor (misalnya di lobus frontal
antara daerah arteri serebri anterior dan media). Afasia transkortikal motorik terlihat pada lesi di
perbatasan anterior yang menyerupai huruf C terbalik (gambar 9-1). Lesi ini tidak mengenai atau
tidak melibatkan korteks temporal superior dan frontal inferior (area 22 dan 44 dan lingkungan
sekitar) dan korteks peri sylvian parietal. Korteks peri sylvian yang utuh ini dibutuhkan untuk
kemampuan mengulang yang baik.
Penyebab yang paling sering dari afasia transkortikal ialah:
Anoksia
sekunder
terhadap
sirkulasi
darah
yang
menurun,
seperti
yang
Demensia.
5.Afasia anomik.
Ada pasien afasia yang defek berbahasanya berupa kesulitan dalam menemukan kata dan
tidak mampu menamai benda yang dihadapkan kepadanya. Keadaan ini disebut sebagai afasia
anomik, nominal atau amnestik. Berbicara spontan biasanya lancar dan kaya dengan gramatika,
namun sering tertegun mencari kata dan terdapat parafasia mengenai nama objek.
Gambaran klinik alasia anomik:
Keluaran lancar
Komprehensi baik
Repetisi baik
dengan demikian nilai lokalisasi jenis afasia ini terbatas. Anomia dapat demikian ringannya
sehingga hampir tidak terdeteksi pada percakapan biasa atau dapat pula demikian beratnya
sehingga keluaran spontan tidak lancar dan isinya kosong. Prognosis untuk penyembuhan
bergantung kepada beratnya defek inisial. Karena output bahasa relatif terpelihara dan
komprehensi lumayan utuh, pasien demikian dapat menyesuaikan diri dengan lebih baik daripada
jenis afasia lain yang lebih berat.
Afasia dapat juga terjadi oleh lesi subkortikal, bukan oleh lesi kortikal saja. Lesi di
talamus, putamen-kaudatus, atau di kapsula interna, misalnya oleh perdarahan atau infark, dapat
menyebabkan afasia anomik. Mekanisme terjadinya afasia dalam hal ini belum jelas, mungkin
antara lain oleh berubahnya input ke serta fungsi korteks di sekitarnya.
Beberapa bentuk afasia mayor
Bentuk
Ekspres
i
Komprehen
Afasia
Ekspresi
Tak
si verbal
Relatif
(Broca)
lancar
terpelihara
Reseptif
Lancar
Terganggu
Repetisi
Menamai
Terganggu
Tergangg
Terganggu
Tak
Terganggu
Terganggu
Lancar
Frontal
posterior
Terganggu
u
Tergangg
u
Posterior
Relatif
Terganggu
Lancar
Tergangg
Terpelihar
Tergangg
terpelihara
Temporal Superior
(Area
Tergangg
Wernicke)
Fronto temporal
Bervariasi
u
Tergangg
Fasikulus
Relatif
Inferior
Terganggu
u
terpelihara
Nominal
Tergangg
Lesi
Tergangg
lancar
Konduksi
Tergangg
Menulis
si membaca
Bervariasi
(Wermicke)
Global
Komprehen
u
Bervariasi
Bervariasi
arkualtus,
girus
supramarginal
Girus
angular,
temporal superior
Transkortik
Tak
Relatif
Terpelihar
Tergangg
Bervariasi
Terganggu
posterior
Peri
al motor
Transkortik
lancar
Lancar
terpelihara
Terganggu
a
Terpelihar
u
Tergangg
Terganggu
Terganggu
anterior
PerisylvianPosteri
al sensorik
sylvian
or
D. Penatalaksanaan Medis
DASAR-DASAR REHABIL1TASI
Bina wicara (speech therapy) pada afasia didasarkan pada :
1. Dimulai seawal mungkin. Segera diberikan bila keadaan umum pasien sudah
memungkinkan pada fase akut penyakitnya.
2. Dikatakan
bahwa
bina
wicara
yang
diberikan
pada
bulan
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan kelancaran berbicara. Seseorang disebut berbicara , lancar bila bicara
spontannya lancar, tanpa tertegun-tegun untuk mencari Kata yang diinginkan. Kelancaran
berbicara verbal merupakan refleksi dari efisiensi menemukan kata. Bila kemampuan ini
diperiksa secara khusus ilnpat dideteksi masalah berbahasa yang ringan pada lesi otak yang
ringan iiImii pada demensia dini. Defek yang ringan dapat dideteksi melalui tes kelancaraan,
menemukan kata yaitu jumlah kata tertentu yang dapat diproduksi selama jangka waktu yang
terbatas. Misalnya menyebutkan sebanyak-banyaknya nama jenis hewan selama jangka waktu
satu menit, untuk menyebutkan kata-kata yang mulai dengan huruf tertentu, misalnya huruf S
atau huruf B dalam satu menit.
Menyebutkan nama hewan : Pasien disuruh menyebutkan sebanyak mungkin nama
hewan dalam waktu 60 detik. Kita catat jumlahnya serta kesalahan yang ada, misalnya parafasia.
Skor : Orang normal umumnya mampu menyebutkan 18 - 20 nama hewan selama 60 detik,
dengan variasi I
5 - 7.
Usia merupakan faktor yang berpengaruh secara bermakna dalam tugas ini. Orang
normal yang berusia di bawah 69 tahun akan mampu menyebutkan 20 nama hewan dengan
simpang baku 4,5.
Kemampuan ini menurun menjadi 17 (+ 2,8) pada usia 70-an, dan menjadi 15,5 (
4,8) pada usia 80-an. Bila skor kurang dari 13 pada orang normal di bawah usia 70 tahun, perlu
dicurigai adanya gangguan dalam kelancaran berbicara verbal. Skor yang dibawah 10 pada usia
dibawah 80 tahun, sugestif bagi masalah penemuan kata. Pada usia 85 tahun skor 10 mungkin
merupakan batas normal bawah.
Menyebutkan kata yang mulai dengan huruf tertentu: Kepada pasien dapat juga
diberikan tugas menyebutkan kata yang mulai dengan huruf tertentu, misalnya huruf S, A atau P.
Tidak termasuk nama orang atau nama kota. Skor: Orang normal umumnya dapat menyebutkan
sebanyak 36 - 60 kata, tergantung pada usia, inteligensi dan tingkat pendidikan. Kemampuan
yang hanya sampai 12 kata atau kurang untuk tiap huruf di atas merupakan petunjuk adanya
penurunan kelancaran berbicara verbal. Namun kita harus hati-hati monginterpretasi tes ini
pada pasien dengan tingkat pendidikan tidak melebihi tingkat Sekolah Menengah Pertama.
Pemeriksaan pemahaman (komprehensi) bahasa lisan
Kemampuan pasien yang afasia untuk memahami sering sulit dlnllal Pemeriksaan
klinis disisi-ranjang dan tes yang baku cenderung kurang cukup dan dapat memberikan hasil
yang menyesatkan. Langkah terakhir dapat digunakan untuk mengevaluasi pemahaman
(komprehensi) secara klinis, yaitu dengan cara konversasi, suruhan, pilihan (ya atau tidak), dan
menunjuk.
Konversasi. Dengan mengajak pasien bercakap-cakap dapat dinilai kemampuannya
memahami pertanyaan dan suruhan yang diberikan oleh pemeriksa.
Suruhan. Serentetan suruhan, mulai dari yang sederhana (Satu langkah) sampai
pada yang sulit (banyak langkah) dapat digunakan untuk menilai kemampuan pasien memahami.
Mula-mula suruh pasien bertepuk tangan, kemudian tingkatkan kesulitannya, misalnya:
mengambil pinsil, letakkan di kotak dan taruh kotak di atas kursi (suruhan ini dapat gagal pada
pasien dengan apraksia dan gangguan motorik, walaupun pemahamannya baik; hal ini harus
diperhatikan oleh pemeriksa).
Pemeriksa dapat pula mengeluarkan beberapa benda, misalnya kunci, duit, arloji,
pulpen. Suruh pasien menunjukkan salah satu benda tersebut, misalnya arloji. Kemudian suruhan
dapat dlpermilit, misalnya: tunjukkan jendela, setelah itu arloji, kemudian pulpen. Pasien tanpa
afasia dengan tingkat inteligensi yang rata-rata mampu menunjukkan 4 atau lebih objek pada
suruhan yang beruntun. Pasien dengan Afasia mungkin hanya mampu menunjuk sampai 1 atau 2
objek saja. Jadi, pada pemeriksaan ini pemeriksa (dokter) menambah jumlah objek yang hams
ditunjuk, sampai jumlah berapa pasien selalu gagal.
Ya atau tidak.
harus
banyak,
ialah
50%, jumlah
Cara pemeriksaan
Pasien disuruh mengulang apa yang diucapkan oleh pemeriksa. Mula-mula sederhana kemudian
lebih sulit. Contoh:
Map
Bola
Kereta
Rumah Sakit
Sungai Barito
Lapangan Latihan
kelainan patologis
yang
kemampuan mengulang terpelihara, maka daerah -sylvian bebas dari kelainan patologis.
Umumnya daerah ekstra-sylvian yang terlibat dalam kasus afasia tanpa defek
repetisi terletak di daerah perbatasan vaskuler (area water-shed).
Pemeriksaan menamai dan menemukan kata
Kemampuan menamai objek merupakan salah satu dasar fungsi herbahasa. Hal ini sedikitbanyak terganggu pada semua penderita afasia. Dengan demikian, semua tes yang digunakan
untuk menilai afasia mencakup penilaian terhadap kemampuan ini. Kesulitan menemukan kata
erat kaitannya dengan kemampuan menyebut nama (menamai) dan hal ini disebut anomia.
Penilaian harus mencakup kemampuan pasien menyebutkan nama objek, bagian dari objek,
bagian tubuh, warna, dan bila perlu gambar geometrik, simbol matematik atau nama suatu
tindakan. Dalam hal ini, perlu digunakan aitem yang sering digunakan (misalnya sisir, arloji) dan
yang jarang ditemui atau digunakan (misalnya pedang). Banyak penderita afasia yang masih
mampu menamai objek yang sering ditemui atau digunakan dengan cepat dan tepat, namun
lamban dan tertegun, dengan sirkumlokusi (misalnya, melukiskan kegunaannya) atau parafasia
pada objek yang jarang dijumpainya.
Bila pasien tidak mampu atau sulit menamai, ia dapat dibantu dengan memberikan
pemula atau
dengan
menggunakan
suku
kata
kalimat
sampainya pasien pada kata yang dibutuhkan, kemampuannya (memberi nama objek). Ada pula
pasien yang mengenal objek dan mampu melukiskan kegunaannya (sirkumlokusi) namun tidak
dapat menamainya. Misalnya bila ditunjukkan kunci ia mengatakan : "Anu ... itu...untuk masuk
rumah...kita putar".
Cara pemeriksaan. Terangkan kepada pasien bahwa ia akan disuruh menyebutkan
beberapa objek juga warna dan
bagian dari
nama
memperlihatkan misalnya arloji, bolpoin, kaca mata, kemudian bagian dari arloji (jarum
menit, detik), lensa kaca mata. Objek atau gambar objek berikut dapat digunakan: Objek yang
ada di ruangan: meja, kursi, lampu, pintu, jendela. Bagian dari tubuh: mata, hidung, gigi, ibu
jari, lutut
Warna: merah, biru, hijau, kuning, kelabu.
jarum jam, lensa kaca mata, sol sepatu, kepala ikat pinggang, bingkai kaca
mata.
Perhatikanlah apakah pasien dapat menyebutkan nama objek dengan cepat atau lamban atau
tertegun atau menggunakan sirkumlokusi, parafasia, neologisme dan apakah ada perseverasi.
Disamping menggunakan objek, dapat pula digunakan gambar objek.
Bila pasien tidak mampu menyebutkan nama objek, dapatkah ia memilih nama objek tersebut
dari antara beberapa nama objek.
Gunakanlah sekitar 20 objek sebelum menentukan bahwa tidak didapatkan gangguan.
Area bahasa di posterior ialah area kortikal yang terutama bertugas memahami bahasa lisan. Area
ini biasa disebut area Wernicke; mengenai batasnya belum ada kesepakatan. Area bahasa bagian
frontal berfungsi untuk produksi bahasa. Area Brodmann 44 merupakan area Broca.
Penelitian dengan PET (positron emission tomography) tentang meta-bolisme glukosa pada
penderita afasia, menyokong spesialisasi regional tugas ini. Namun demikian, pada hampir
semua bentuk afasia, tidak tergantung pada jenisnya, didapat pula bukti adanya hipometabolisme
di daerah temporal kiri. Penelitian ini memberi kesan bahwa sistem bahasa sangat kompleks
secara anatomi-fisiologi, dan bukan merupakan kumpulan dari pusat-pusat kortikal dengan
tugas-tugas terbatas atau terpisah-pisah atau sendiri-sendiri.
Pemeriksaan sistem bahasa
Evaluasi sistem bahasa harus dilakukan secara sistematis. Perlu diperhatikan bagaimana pasien
berbicara spontan, komprehensi (pemahaman), repetisi (mengulang) dan menamai (naming).
Membaca dan menulis harus dinilai pula setelah evaluasi bahasa lisan. Selain itu, perlu pula
diperiksa sisi otak mana yang dominan, dengan melihat penggunaan tangan (kidal atau kandal).
Dengan melakukan penilaian yang sistematis biasanya dalam waktu yang singkat dapat
diidentifikasi adanya afasia serta jenisnya. Pasien yang afasia selalu agrafia dan sering aleksia,
dengan demikian pengetesan membaca dan menulis dapat dipersingkat. Namun demikian, pada
pasien yang tidak afasia, pemeriksaan membaca dan menulis harus dilakukan sepenuhnya,
karena aleksa atau agrafia atau keduanya dapat terjadi terpisah (tanpa afasia).
Pemeriksaan penggunaan tangan (kidal atau kandal)
Penggunaan tangan dan sisi otak yang dominan mempunyai kaitan yang erat Sebelum menilai
bahasa perlu ditentukan sisi otak mana yang dominan, dengan melihat penggunaan tangan. Mulamula tanyakan kepadn p irsion apakah ia kandal (right handed) atau kidal. Banyak orang kidal
telah illnjarkan sejak kecil untuk menulis dengan tangan kanan. Dengan ilcmikian,
mengobservasi cara menulis saja tidak cukup untuk menentukan npakah seseorang kandal atau
kidal. Suruh pasien memperagakan tangan mana yang digunakannya untuk memegang pisau,
melempar bola, dsb.
Tanyakan pula apakah ada juga kecenderungannya menggunakan tangan yang lainnya. Spektrum
penggunaan tangan bervariasi dari kandal yang kuat; kanan sedikit lebih kuat dari kiri; kiri
sedikit lebih kuat dan kanan dan kidal yang kuat. Ada individu yang kecenderungan kandal dan
kidalnya hampir sama (ambi-dextrous)
Pemeriksaan berbicara - spontan
Langkah pertama dalam menilai berbahasa ialah mendengarkan bagaimana pasien berbicara
spontan atau bercerita. Dengan mendengnrknn pasien berbicara spontan atau bercerita, kita dapat
memperoleh data yang sangat berharga mengenai kemampuan pasien berbahasa. Cara Ini tidak
kalah pentingnya dari tes-tes bahasa yang formal.
Kita dapat mengajak pasien berbicara spontan atau berceritera melalui pertanyaan berikut : Coba
ceriterakan kenapa anda sampai dirawat di rumah sakit. Coba ceritakan mengenai pekerjaan anda
serta hobi anda.
Bila mendengarkan pasien berbicara spontan atau bercerita, perhatikan:
1. Apakah
bicaranya
pelo,
cadel,
tertegun-tegun,
disprosodik
(irama,
ritme,
irama (disprosodi).
2. Apakah
(parafasia,
ada
afasia,
neologisme),
kesalahan
dan
sintaks,
perseverasi.
salah
menggunakan
Perseverasi
sering
kata
dijumpai
pada afasia.
Parafasia. Parafasia ialah men-substitusi kata. Kita mengenai 2 jenis parafasia, yaitu parafasia
semantik (verbal) dan parafasia fonomik (literal). Parafasia semantik ialah mensubstitusi satu
mensubstitusi suatu bunyi dengan bunyi yang lain, misalnya bir dengan kir, balon dengan galon.
Afasia motorik yang berat biasanya mudah dideteksi. Pasien berbicaranya sangat terbatas atau
hampir tidak ada; mungkin ia hanya mengucapkan: "ayaa, ayaa, aaai, Hi".
Sesekali ditemukan kasus dimana pasien sangat terbatas kemampuan bicaranya, namun bila ia
marah, beremosi tinggi, keluar ucapan makian yang cara mengucapkannya cukup baik.
Afasia ialah kesulitan dalam memahami dan/atau memproduksi bahasa yang disebabkan oleh
gangguan (kelainan, penyakit) yang melibatkan hemisfer otak.
Didapatkan berbagai jenis afasia, masing-masing mempunyai pola abnormalitas yang dapat
dikenali, bila kita berbincang dengan pasien serta melakukan beberapa tes sederhana.
Pada semua pasien dengan afasia didapatkan juga gangguan membaca dan menulis
(aleksia dan agrafia)
Pada afasia semua modalitas berbahasa sedikit-banyak terganggu, yaitu bicara spontan,
mengulang (repetisi), namai (naming), pemahaman bahasa, membaca dan menulis.
Pada lesi di frontal, pasien tidak bicara atau sangat sedikit bicara, dan mengalami kesulitan atau
memerlukan banyak upaya dalam berbicara. Selain itu gramatikanya miskin (sedikit) dan
menyisipkan atau mengimbuh huruf atau bunyi yang salah, serta terdapat perseverasi. Pasien
sadar akan kekurangan atau kelemahannya. Pemahaman terhadap bahasa lisan dan tulisan kurang
terganggu dibandingkan dengan kemampuan mengemukakan isi pikiran. Menulis sering tidak
mungkin atau sangat terganggu, baik motorik menulis maupun isi tulisan.
Pada lesi di temporo-parietal pasien justru bicara terlalu banyak, cara mengucapkan baik dan
irama kalimat juga baik, namun didapat gangguan berat pada, mem-formulasi dan menamai
sehingga kalimat yang diucapkan tidak mempunyai arti. Bahasa fisan dan tulisan tidak atau
kurang difahami, dan menulis secara motorik terpelihara, namun isi tulisan tak menentu. Pasien
tidak begitu sadar akan kekurangannya.
Afasia jenis yang disebutkan pertama disebut afasia Broca, atau afasia motorik atau afasia
ekspresif. Afasia jenis ke dua disebut jenis Wernicke atau sensorik atau reseptif.
Kadang dijumpai pasien dengan gangguan yang berat pada semua modalitas
bahasa.
Pasien
sama sekali tidak bicara atau hanya bicara sepatah kata atau frasa, yang selalu
diulang-ulang, dengan artikulasi (pengucapan) dan irama yang buruk dan tidak bermakna.
Hal ini disebut afasia global. Lesi biasanya melibatkan semua daerah bahasa di sekitar fisura
sylvii.
Kadang afasia ditandai oleh kesulitan menemukan nama, sedangkan modalitas lainnya relatif
utuh. Pasien mengalami kesulitan menamai sesuatu benda. Pada pasien demikian kita dengar
ungkapan seperti : "anu, itu, kau, kau tahu kan, ya anu itu". Afasia amnestik ini sering merupakan
sisa afasia yang hampir pulih, pada afasia yang tersebut terdahulu, namun dapat juga dijumpai
pada berbagai gangguan otak yang difus. Afasia amnestik mempunyai nilai lokalisasi yang kecil.
Adakalanya digunakan kata afasia campuran. Sebetulnya kata ini kurang tepat, karena di klinik
semua jenis afasia adalah campuran, hanya bidang tertentu lebih menonjol atau lebih berat.
Berbagai tes wawabcara, membaca, menulis, menggambar, ataupun melakukan tugas-tugas
tertentu bias digunakan untuk mengetahui terjadinya kerusakan otak, dan tinggal dicocokkan
dengan pemeriksaan CT-Scan pada otak. Pemeriksaan ini sangat penting untuk terapi dan
rehabilitasi,pasien
Intervensi
1. Identifikasi
metoda
alternatif
yang
dapat
digunakan
orang
tersebut
untuk
b.
Berbicara dengan suara pelan, sedang,. Dengarkan dengan cermat; validasikan pemahaman
mutualisme
c.
d. Pertahankan agar pesan tetap sederhana; jangan gunakan istilah medis atau teknis
e.
Upayakan untuk menggunakan jender dan usia yang sama dengan klien
KURANG PENGETAHUAN
DATA :
Mayor
Mengekspresikan suatu ketidakuratan persepsi status kesehatan melakukan dengan tidak tepat
perilaku kesehatan yang dianjurkan atau yang diinginkan
Minor
INTERVENSI :
Beri tahu tentang penatapelaksanaan terapi/rehabilitasi
HARGA DIRI RENDAH KRONIK
Mayor
Jangka panjang atau kronik:
Pengungkapan diri yang negative
Ekspresi rasa bersalah/malu
Penuh perhatian
c.
Pastikan interpretasi Anda terhadap apa yang dikatakan ataudialami (Apakah ini yang anda
maksud?)
3. Tidak membiarkan individu untuk mengisolasi diri
Intervensi Generik
1. Berikan individu hubungan suportif
2. Bantu untuk mengidentifikasikan bagaimana stress dapat mencetuskan masalah
3. Dukung pertahanan kesehatan
4. Bantu untuk mengidentifikasi alternative tindakan
5. Bantu dalam menganalisa pendekatan yang berfungsi paling baik
6. Bermain peran situasi bermasalah. Diskusikan perasaan-perasaan
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Proses bicara melibatkan dua stadium utama aktivitas mental: (1) membentuk buah
pikiran untuk diekspresikan dan memilih kata-kata yang akan digunakan, kemudian (2) mengatur
motorik vokalisasi dan kerja yang nyata dari vokalisasi itu sendiri. Pembentukan buah pikiran
dan bahkah pemilihan kata-kata merupakan fungsi area asosiasi sensorik otak. Sekali lagi, area
Wemicke pada bagian posterior girus temporalis superior merupakan hal yang paling penting
untuk kemampuan ini. Oleh karena itu, penderita yang mengalami afasia Wernicke atau afasia
global tak mampu memformulasikan buah pikirannya untuk dikomunikasikan. Atau, bila lesinya
tak begitu parah, maka penderita masih mampu memfontiulasikan pikirannya namun tak mampu
menyusun kata-kata yang sesuai secara berurutan dan bersama-sama untuk mengekspresikan
pikirannya. Seringkali, penderita fasih berkata-kata namun kata-kata yang dikeluarkannya tidak
beraturan.
Afasia Motorik Akibat Hilangnya Area Broca. Kadang-kadang, penderita mampu
menentukan apa yang ingin dikatakannya, dan mampu bervokalisasi, namun tak dapat mengatur
sistem vokalnya untuk menghasilkan kata-kata selain suara ribut. Efek ini, disebut afasia
motorik, disebabkan oleh kerusakan pada area bicara Broca, yang terletak di regio prefrontal dan
fasial premotorik korteks kira-kira 95 persen kelainannya di hemisfer. Oleh karena itu, pola
keterampilan motorik yang dipakai untuk mengatur laring, bibir, mulut, sistem respirasi, dan
otot-otot lainnya yang dipakai untuk bicara dimulai dari daerah ini.
DAFTAR PUSTAKA
1. Snell, Ricard S, Newroanatomi klinik ed 2, Jakarta : ECG, 1996
2. Lumlantoling, S.M., Newologi klinik pemeriksaan fisik dan mental,