Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep Dasar Hematemesis Melena
2.1.1 Defenisi Hematemesis Melena
Hematesis ialah dmuntahkanya darah dari luar mulut, darah
berasal dari saluran cerna bagian atas atau darah dari luar yang tertelan
(epitaksis, hemoptysis, ekstrasi gigi, tonsilektomi). Tergantung pada
lamanya kontak dengan asam lambung, darah dapat berwana merah,
coklat, atau hitam. Biasanya tercampur sisa makanan dan bereaksi
asam. (purwadianto,agus : 106,2000).
Hematemesis adalah muntah darah dan biasanya disebabkan oleh
penyakit saluran cerna bagian atas. Melena adalah keluarnya feses
berwarna hitam per rektal yang mengandung campuran darah, biasanya
disebabkan oleh perdarahan usus proksimal (Grace & Borley, 2007).
2.1.2. Etiologi
Hematemesis melena disebabkan oleh ulkus plektikum, varises
esophagus, gastritis erosice atau ulseralis (mengkonsusmsi alcohol
dalam jumlah besar, obat-obatan yang ulserogenik golongan salisillat
kortikosteroid dan stress, esofagitis, karsinoma lambung dan penyakit
darah ( leukemia purpura, trombositopenia ) (Mubin, 2006).
Hematemesis melena terjadi bila ada perdarahan di daerah
proksimal jejenum dan melena dapat terjadi tersendiri atau bersamasama dengan hematemesis. Paling sedikit terjadi perdarahan sebanyak
50-100 ml, baru di jumpai keadaan melena. Banyaknya darah yang
keluar selama hematemesis atau melena sulit dipakai sebagai patokan
untuk menduga besar kecilnya perdarahan saluran makan bagian atas.
Hematemesis dan melenamerupakan suatu keadaan yang gawat dan
memerlukan perawatan segera di rumah sakit (Sjaifoellah Noer, dkk,
1996) Etiologi dari Hematemesis melena adalah :
1. Kelainan esofagus : varises, esophagitis, keganasan.
2. Kelainan lambung dan duodenum : tukak lambung dan
duodenum, keganasan dan lain-lain.
3. Penyakit darah : leukemia, DIC (disseminated, intravascular
coagulation), purpura, trombositopenia dan lain-lain.
4. Penyakit sistemik lainya : uremik, dan lain-lain
5. Pemakaian obat-obatan yang ulserogenik : golongan salisilat,
kartikosteroid, alkhohol dan lain-lain.
Penting sekali menentukan penyebab dan tempat asal
perdarahan saluran makan bagian atas, karena terdapat perdarahan
tanda
dari
hiperestrogenisme yaitu :
a) Impotensi, atrosi testis, ginekomastia, hilangnya rambut
axila, dan pubis.
b) Amenore, hiperpigmentasi aerola mamae.
c) Spider nevi dan eritema.
d) Hiperpigmentasi.
(NANDA,NIC-NOC.2013: 199)
2.1.4 Patofisiologi
Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar
mengakibatkan peningkatan tekanan vena porta, sebagai akibatnya
terbentuk saluran kolateral dalam submukosa esophagus, lambung dan
rectum serta pada dinding abdomen anterior yang lebih kecil dan lebih
mudah pecah untuk mengalihkan darah sirkulasi splenik menjauhin
hepar.
Dengan meningkatnya tekanan dalam vena ini, maka vena
tersebut menjadi mengembang dan membesar (dilatasi) oleh darah
disebut varises. Varises bisa pecah dan mengakibatkan perdarahan
gastrointestinal massif, selanjutnya dapat mengakibatkan kehilangan
darah secara tiba-tiba, penurunan arus balik vena ke jantung,
penurunan perfusi jaringan.
Dalam berespon terhadap penurunan curah jantung, tubuh
melakuakan mekanisme kompensasi untuk mencoba mempertahankan
perfusi, mekanisme ini merangsang tanda-tanda dan gejala utama yang
terlihat saat pengkajian awal. Pada melena dalam perjalanan melalui
usus, darah menjadi berwarna merah gelap bahkan hitam disebabkan
oleh HCL lambung pepsin, dan warna hitam ini karena adanya pigmen
porfirin. Kadang pada perdarahan saluran cerna bagian bawah dari
usus halus/colon asenden, feses dapat berwarna merah terang atau
gelap.
Darah yang muncul dari duodenum dan jejunum akan tertahan
pada saluran cerna sekitar 6-8 jam untuk merubah warna feses menjadi
hitam, paling sedikit perdarahan sebanyak 50-100 cc baru dijumpai
keadaan melena. Feses tetap berwarna hitam seperti ter selama 48-72
tipe
fiberendoskop,
maka
memulihkan
keadaan
penderita
akibat
4. Diet
Dianjurkan puasa jika perdarahan belum berhenti. Dan
penderita mendapat nutrisi secara parentral total
sampai perdarahan berhenti. Jika perdarahan berhenti,
diet bias dimulai dengan diet cair HI/LI . selanjutnya
secara bertahap diet beralih ke makanan padata.
5. Pemasangan Nasogastric Tube, kemudian dilakukan
lavage Lambung dengan air es yang dimasukkan,
ditunggu 5 menit, dan dikeluarkan. Ini dilakukan
berulang-ulang sampai lambung jernih. Tindakan ini
biasa diilanhg 1-2 jam kemudian jika masih ada
perdarahan.
6. Medikamentosa
Antasida cair, untuk menetralkan asam lambung.
Injeksi simetidin atau injeksi ranitidine, yaitu antagonis
reseptor H2 untuk mengurangi sekresi asam lambung.
Injeksi trineksamic acid, jika ada peningkatan aktifitas
fibrinolisin. Injeksi vitamin K, jika ada tanda-tanda
sirosis hati. Seterilisasi usus dengan laktulosa oral serta
clisma tinggi, jika ada tanda-tanda sirosis hati,
ditambahkan neomycin atau kanamycin.
b. Tindakan khusus
Tindakan khusus ini ditunjukkan pada penyebab perdarahan
yang dapat dibagi atas dua penyebab, yaitu karena pecahnya
varises esophagus daan bukan karena varises
Pengobatan perdarahan SCBA non varises :
1. Injeksi simetidine 200/8 jam atau injeksi ranitidine
50mg/8jam
2. Jika perdarahan sudah berhenti dapat diberikan per oral
maka
iniindikasi
untuk
dilakukan
pembedahan.
(H.M. Syaifoellah Noer. 2001)
2.1.8. Pembedahan
Pembedahan darurat dipikirkan bila pengobatan konservatif
dianggap gagal, yaitu bila :
1. Dalam 8 jam pertama, untuk memperbaiki dan mempertahankan
tekanan darah atau sirkulasi di perlikan transfuse darah lebih dari
2 liter.
2. Dalam 24 jam berikutnya untuk mempertahankan sirkulasi
diperlukan transfuse darah lebih dari 2 liter.
3. Perdarahan belum juga berhenti selama 3 x 24 jam sejak di rawat,
walaupun hanya sedikit-sedikit.
Indikasi permata ialah yang paling mutlak, pembedahan tetep
dijalankan meskipun penderita dalam keadaan koma Pada perdarahan
saluran cerna bagian atas yang disebabkan oleh pecahnya varises
esofagus,
sementara
menunggu
persiapan
pembedahan
atau
2. Keluhan Utama
Biasanya keluhan utama pasien adalah muntah darah atau berak
darah yang datang secara tiba-tiba.
4. Sistem gastrointestinal.
Nyeri tekan abdomen/nyeri kuadran kanan atas, pruritus,
neuritus perifer.
5. Sistem geniturianaria/eliminasi
Terjadi flatus, distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali.
asites), penurunan / tak adanya bising usus, feses warna tanah
liat, melena, urin gelap pekat, diare / konstipas.
2.2.2
Diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon
individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan/proses
kehidupan potesial atau actual.
(carpenito, 2007)
Intervensi
Perencanaan merupakan suatu proses penyusunan berbagai
intervensi keperawataan yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan
atau mengurangi masalah-masalah klien. Perencanaan merupakan ,proses
ketiga dalam proses keperawataan yang membutuhkan berbagai
pengetahuan dan keterampilan, diantaranya pengetahuan tentang kekuatan
dan kelemahan dari pasien, nilai dan kepercayaan pasien, batasan praktik
keperawataan, peran dan tenaga kesehatan lainya, kemampuan dalam
mencegahkan masalah, mengambil keputusan, menulis tujuan, menulis
intruksi keperawataan, dan bekerjasama dengan tingkat kesehatan lainya
(Alimatul Aziz, 2006 : 117)
Menjaga
makanan.
Tujuan
setelah
dilakukan
tindakan
tentang
perawatan
penyakitnnya.
Tujuan:
setelah
2.2.4 Implentasi
Merupaakan langkah keempat dalam proses keperawataan dengan
melaksanakan berbagai strategi keperawataan (tindakaan keperawatan)
yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam hal
ini perawat harus mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya-bahaya
fisik dan perlindungan pada klien, teknik komunikasi, kemampuan dalam
prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak pasien serta dalam
memahami tingkatan perkembangan pasien, semua tindakan keperawatan
dicatat kedalam format yang telah ditentukan oleh institusi. Jenis tindakan
keperawatan dalam tahap pelaksanaaan terdapat dua jenis yaitu tindakan
keperawatan mandiri dan tindakan keperawatan kolaborasi (Alimatul Aziz,
2006 : 112).
Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan
dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana
keperawatan tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat
seharusnya memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memahami
respon terhadap intervensi keperawatan, kemampuan kesimpulaan tentang
tujuan yang dicapai serta kemampuan dalam menggabungkan tindakan
keperawataan pada kriteria hasil. Pada tahap evaluasi ini terdiri dari dua
kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan dengan mengevaluasi selama
proses keperawatan berlangsung atau menilai dari respon klien disebut
evaluasi proses, dan kegiatan melakukan evaluasi dengan target tujuan
yang diharapkan disebut sebagai evaluasi hasil (Alimatul Aziz, 2006 : 122).
Hasil yang diharapkan pada klien hematemesis melena merujuk
pada kasus perdarahan gastrointestinal atas menurut Doenges (2000)
adalah 1)tanda vital dalam batas normal (TD= 140/90, N=80x/Menit,
RR= 20x/Menit, T=36-37C), 2) trugor kulit normal, membrane mukosa
lembab, produksi urine output seimbang, muntah darah dan berak darah
berhenti, kulit hangat, nadi perifer teraba, keluaran urine adekuat, skala
nyeri 0-1, pasien mengerti dengan penjelasan yang diberikan perawat,