Professional Documents
Culture Documents
oksigen,
jadi
sebentar
puladengan
kekurangan
akan
aliran
menyebabkan
kebutuhan
oksigen
darahke
gangguan
sebagai
otak
fungsi.
bahan
bakar
memenuhi
metabolik
anaerob
kebutuhanoksigen
yang
dapat
melalui
proses
menyebabkan
dilatasi
yang
merupakan
kepalameyebabkan
15
dari
perubahan
cardiac
fungsi
output.
jantung
Trauma
sekuncup
paru.
Perubahan
otonom
pada
fungsi
ventrikeladalah
adanya
perdarahan
otak
akan
menyebabkan
pembuluh
darah
arteriol
akan
keras
bergerak,
dengan
demikian
memaksa
otak
membentur
Battle's sign, also called mastoid ecchymosis : consists of bruising over the
mastoid process (just behind the auricle), as a result of extravasation of
blood
along
the
path
of
the
posterior
auricular
artery.
It is an indication of fracture of the base of the posterior portion of the skull,
and may suggest underlying brain trauma.
Otorraghia menunjukkan fraktura basilaris melalui piramid petrosus pada
tulang temporal, selain dapat pula terjadi sebagai akibat ruptura traumatik
pada membran tympani atau laserasi membran mukosa tanpa perforasi
membran tympani. Adanya darah subkutan di daerah mastoideus (tanda dari
Battle) merupakan petunjuk ke arah fraktura dasar tengkorak
system ventrikel, sehingga bukti asal perdarahan menjadi kabur. Seperti pada
iskemia, deficit neurologik utama mencerminkan kerusakan bagian otak tertentu.
Dengan demikian, gangguan lapang pandang terjadi pada perdarahan oksipitalis,
dan kelemahan atau paralisis pada kerusakan korteks motorik di lobus frontalis.
suatu
benda
keras
maupun
oleh
proses
benturan
pada
tulang
tengkorak
dan
daerah
sekitarnya
terjadi
karena
kepala
bergerak
dan
otak
(substansi
semisolid)
menyebabkan
tengkorak
Cedera
sekunder
merupakan
cedera
yang
terjadi
akibat
neuron
berkelanjutan,
iskemia,
peningkatan
dari dalam tengkorak yang keras bergerak, dengan demikian memaksa otak membentur
permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dengan benturan. Dan bila
melewati daerah ini maka akan merobek dan mengoyak jaringan. Kerusakan diperhebat
jika bila trauma juga menyebabkan rotasi tengkorak. Bagian otak yang paling besar
kemungkinannya untuk cedera adalah anterior lobus temporal dan frontal, dan posterior
lobus occipital, dan bagian tengah mesenfalon
Patofisiologi Kerusakan Jaringan Saraf
Pada lokasi lesi, integritas membran mengalami kerusakan sehingga ion metal
akan dilepaskan. Ion metal ini akan mengkatalisasi pembentukan radikal bebas
oksigen yang merusak lapisan lemak pada jaringan saraf. Akibatnya, sebagian
besar akson akan mati atau terganggu. Jika tidak dikendalikan, efek kumulatif
kejadian itu akan berlanjut menjadi degenerasi sekunder dari mikrovaskular dan
jaringan saraf.
Pada saat kerusakan sekunder berlangsung, terjadi berbagai proses biokimiawi
yang akan menyebabkan degenerasi mikrovaskular dan jaringan saraf lebih lanjut.
Lamanya kejadian ini dapat berlangsung sampai 24 jam. Proses penting dalam
kejadian ini adalah terjadinya peroksidasi lipid oleh radikal bebas oksigen.
Peroksidasi lipid ini tidak hanya terjadi pada sel yang luka, tetapi juga akan
merembet ke sel di dekatnya serta merusak komponen membran lain. Reaksi
peroksidasi lipid ini akan mengakibatkan:
- Gangguan pada kolesterol, protein, dan asam lemak tak jenuh yang
terdapat dalam saraf, mielin, dan membran mikrovaskular.
- Menurunkan aliran darah sehingga terjadi degenerasi sekunder akibat
hipoksia pada jaringan
- Peradangan
- Kematian sel dan hilangnya fungsi saraf permanen.
Dr. Budi Riyanto W. UPF Mental Organik, Rumah Sakit Jiwa Bogor, Bogor
Cermin Dunia Kedokteran No. 77, 1992
telinga menyilang puncak kepala, sedangkan stimulasi struktur pada atau dibawah
permukaan inferior tentorium serebeli biasanya menimbulkan nyeri dibelakang garis
tersebut diatas, tetapi lokasi tertentu dapat berproyeksi pada kening atau belakang
mata. Telah diketahui bahwa nosisepsi dari struktur supratentorial diperantarai oleh
saraf trigeminus, sementara impuls nosiseptif dari stimulasi struktur infra tentorial
dihantarkan oleh serabut aferen saraf kranial V, IX, X dan tiga saraf servikal atas
(Wibowo, 2003).
Pada gegar otak, kehilangan kesadaran dan riwayat cedera mendominasi gambaran
klinik. Kebanyakan orang yang menderita cedera kepala akan merasakan nyeri
setempat atau nyeri tekan setempat pada lokasi benturan selama beberapa jam atau
bahkan beberapa hari setelah kejadian tersebut. Nyeri kepala pasca trauma ini sering
disebabkan oleh cedera jaringan setempat ekstrakranial dan kontraksi terus menerus
otot kulit kepala serta leher. Keadaan ini bisa terjadi akibat torsi vetebra servikalis
serta otot-otot yang melekat pada tulang vertebra tersebut, dan lazim ditemukan
setelah seseorang menderita whiplash injury. Peristiwa terakhir ini sering terkadi
pada kecelakaan lalu-lintas dimana gaya dorong ke muka dan tubuh yang tertahan
pada kursi mobil dapat mengakibatkan regangan ligamentum atau persendian
intervertebralis servikal, cedera memar pada cabang oksipitalis mayor dari nervus
servikalis kedua, fraktur pada tulang vertebra atau protrusio diskus intervertebralis.
Nyeri kepala hebat yang mulai timbul beberapa jam atau beberapa hari setelah
gegar otak, harus dipikirkan pula sebagai suatu pertanda penting adanya
perdarahan epidural (Mattingly, 1996).
Kebanyakan orang menderita nyeri kepala sekali waktu. Rasa nyeri di dalam kepala,
seperti halnya nyeri di bagian lain, akan dihantarkan ke korteks serebri oleh serabutserabut saraf sensorik: nyeri kepala dapat mempunyai distribusi permukaan yang
terlokalisasi atau terasa menyeluruh (difus) di dalam kepala sebagai suatu kesatuan.
Nervus yang terutama terlibat adalah:
Nervus trigeminus atau vervus kranialis ke lima yang mempersarafi wajah dan
bangunan di bawahnya, bagian dua per tiga anterior kulit kepala dan periosteum di
bawahnya di luar tulang tengkorak. Di dalam tengkorak, nervus ini mempersarafi
duramater dan pembuluh darah pada fosa anterior dan media di depan tentorium
serebeli.
Tiga nervus servikalis pertama yang mempersarafi bagian sepertiga posterior kulit kepala
serta periosteum dan muskulus trapezeus di luar tengkorak. Di dalam tengkorak, ketiga
saraf ini mempersarafi duramater di sebelah posterior tentorium dan pembuluh-pembuluh
darah pada fosa posterior (Mattingly, 1996).
Mattingly D., 1996, Bedside diagnosis, edisi 13, Cetakan 2 Gadjah Mada university
Press yogyakarta, Hal : 307-317
II.
Reaksi berbicara
5 Komunikasi verbal baik, jawaban tepat
4 Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang
3 Dengan rangsangan, reaksi hanya kata, tak berbentuk kalimat
2 Dengan rangsangan, reaksi hanya suara, tak terbentuk kata
1 Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun
III.
Komponen Motorik
Komponen Verbal
10.
Diagnosis ?
DIAGNOSIS
A. Anamnesis
Diagnosis cedera kepala biasanya tidak sulit ditegakkan : riwayat kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan kerja atau perkelahian hampir selalu ditemukan. Pada orang tua dengan kecelakaan
yang terjadi di rumah, misalnya jatuh dari tangga, jatuh di kamar mandi atau sehabis bangun
tidur, harus dipikirkan kemungkinan gangguan pembuluh darah otak (stroke) karena keluarga
kadang-kadang tak mengetahui pasti urutan kejadiannya : jatuh kemudian tidak sadar atau
kehilangan kesadaran lebih dahulu sebelum jatuh.
Anamnesis yang lebih terperinci meliputi :
1.
Sifat kecelakaan.
2.
3.
4.
Keadaan penderita saat kecelakaan dan perubahan kesadaran sampai saat diperiksa.
Bila si pasien dapat diajak berbicara, tanyakan urutan peristiwanya sejak sebelum
terjadinya kecelakaan, sampai saat tibadi rumah sakit untuk mengetahui kemungkinan
adanya amnesia retrograd. Muntah dapat disebabkan oleh tingginya tekanan
intrakranial. Pasien tidak selalu dalam keadaan pingsan (hilang/ turun kesadarannya),
tapi dapat kelihatan bingung/disorientasi (kesadaran berubah).
B. Indikasi Perawatan
Pasien sebaiknya dirawat di rumah sakit bila terdapat gejala atau tanda sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
Pasien yang diperbolehkan pulang hanis dipesan agar segera kembali ke rumah sakit bila timbul
gejala sebagai berikut :
a. Mengantuk, sulit dibangunkan.
b. Disorientasi, kacau.
c. Nyeri kepala yang hebat, muntah, demam.
d. Rasa lemah, kelumpuhan, penglihatan kabur.
e. Kejang, pingsan.
f. Keluar darah/cairan dari hidung, telinga
A. Pemeriksaan fisik
Hal terpenting yang pertama kali dinilai ialah status fungsi vital dan status kesadaran pasien. Ini
tiaras dilakukan sesegera mungkin bahkan mendahului anamnesis yang teliti.
1. Status fungsi vital
Seperti halnya dengan kasus kedaruratan lainnya, hal terpenting yang dinilai ialah :
a. Jalan nafas airway
b. Pernafasan breathing
c. Nadi clan tekanan darah cireulation
Jalan nafas harus segera dibersihkan dari benda asing, lendir atau darah, bila perlu segera
dipasang pipa naso/orofaring; diikuti dengan pemberian oksigen. Manipulasi leher hams berhatihati bila ada riwayat/dugaan trauma servikal (whiplash injury), jamb dengan kepala di bawah
atau trauma tengkuk. Gangguan yang mungkin ditemukan dapat berupa :
o Pernafasan Cheyne Stokes.
o Pernafasan Biot/hiperventilasi.
o Pernafasan ataksik. yang menggambarkan makin memburuknya tingkat
kesadaran.
Pemantauan fungsi sirkulasi dilakukan untuk menduga adanya shock, terutama bila
terdapat juga trauma di tempat lain, misalnya trauma thorax, trauma abdomen, fraktur
ekstremitas. Selain itu peninggian tekanan darah yang disertai dengan melambatnya frekuensi
nadi dapat merupakan gejala awal peninggian tekanan intrakranial, yang biasanya dalam fase
akut disebabkan oleh hematoma epidural.
2. Status kesadaran
Dewasa ini penilaian status kesadaran secara kualitatif, terutama pada kasus cedera kepala sudah
mulai ditinggalkan karena subyektivitas pemeriksa; istilah apatik, somnolen, sopor, coma,
sebaiknya dihindari atau disertai dengan penilaian kesadaran yang lebih obyektif, terutama dalam
keadaan yang memerlukan penilaian/perbandingan secara ketat. Cara penilaian kesadaran yang
luas digunakan ialah dengan Skala Koma Glasgow; cara ini sederhana tanpa memerlukan alat
diagnostik sehingga dapat digunakan balk oleh dokter maupun perawat. Melalui cara ini pula,
perkembangan/perubahan kesadaran dari waktu ke waktu dapat diikuti secara akurat (Gambar 1).
Skala Koma Glasgow
Skala Koma Glasgow adalah berdasarkan penilaian/pemeriksaan atas tiga parameter, yaitu :
a.Buka mata.
b.Respon motorik terbaik.
c.Respon verbal terbaik.
3. Status Neurologik Lain
Selain status kesadaran di atas pemeriksaan neurologik pada kasus trauma kapitis terutama
ditujukan untuk mendeteksi adanya tanda-tanda fokal yang dapat menunjukkan adanya kelainan
fokal, dalam hal ini perdarahan intrakranial.
Tanda fokal tersebut ialah :
o Anisokori. ( pupil membesar )
o Paresis/parahisis.
o Reties patologik sesisi.
4. Hal-hal Lain
Selain cedera kepala, hams diperhatikan adanya kemungkinan cedera di tempat lain; trauma
thorax, trauma abdomen,fraktur iga atau tulang anggota gerak harus selalu dipikirkan dan
dideteksi secepat mungkin.
B. Pemeriksaan Tambahan
Peranan foto R6 tengkorak banyak diperdebatkan manfaatnya, meskipun beberapa rumah sakit
melakukannya secara rutin. Selain indikasi medik, foto R6 tengkorak dapat dilakukan atas dasar
indikasi legal/hukum. Foto R tengkorak biasa (AP dan Lateral) umumnya dilakukan pada
keadaan :
o Defisit neurologik fokal.
o Liquorrhoe.
o Dugaan trauma tembus/fraktur impresi.
Hematoma luas di daerah kepala. Pada keadaan tertentu diperlukan proyeksi khusus, seperti
proyeksi tangensial pada dugaan fraktur impresi, proyeksi basis path dugaan fraktur basis dan
proyeksi khusus lain pada dugaan fraktur tulang wajah. Perdarahan intrakranial dapat dideteksi
melalui pemeriksaan arterografi karotis atau CT Sean kepala
yang lebih disukai, karena prosedurnya lebih sederhana dan tidak invasif, dan hasilnya lebih
akurat. Meskipun demikian pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan di setiap rumah sakit. Selain
indikasi tersebut di atas, CT Sean kepala dapat dilakukan pada keadaan :
o perburukan kesadaran.
o dugaan fraktur basis cranii.
o kejang
1.
Penatalaksanaan
PENGOBATAN
1. Memperbaiki/mempertahankan fungsi vital
Usahakan agar jalan nafas selalu babas, bersihkan lendir dan darah yang dapat menghalangi
aliran udara pemafasan. Bila perlu dipasang pipa naso/orofaringeal dan pemberian oksigen. Infus
dipasang terutama untuk membuka jalur intravena : gunakan cairan NaC10,9% atau Dextrose in
saline.
2. Mengurangi edema otak
Beberapa cara dapat dicoba untuk mengurangi edema otak:
a.Hiperventilasi.
b.Cairan hiperosmoler.
c.Kortikosteroid.
d.Barbiturat.
a.Hiperventilasi
Pala 2448 jam pertama, pemberian cairan dibatasi sampai 15002000 ml/24 jam agar tidak
memperberat edema jaringan. Ada laporan yang menyatakan bahwa posisi tidur dengan kepala
(dan leher) yang diangkat 30 akan menurunkan tekanan intrakranial.Posisi tidur yang
dianjurkan, terutama pada pasien yang berbaring lama, ialah : kepala dan leher diangkat
30.sendi lutut diganjal, membentuk sudut 150.telapak kaki diganjal, membentuk sudut 90
dengan tungkai bawah.
3. Obat-obat Nootropik
Dewasa ini banyak obat yang dikatakan dapat membantu mengatasi kesulitan/gangguan
metabolisme otak, termasuk pada keadaan koma.
a. Piritinol
Piritinol merupakan senyawa mirip piridoksin (vitamin B6) yang dikatakan mengaktivasi
metabolisme otak dan memperbaiki struktur serta fungsi membran sel. Pada fase akut diberikan
dalam dosis 800-4000 mg/hari lewat infus. Tidak dianjurkan pemberian intravena karena sifatnya
asam sehingga mengiritasi vena.
b.Piracetam
Piracetam merupakan senyawa mirip GABA - suatu neurotransmitter penting di otak. Diberikan
dalam dosis 4-12 gram/hari intravena.
c.Citicholine
Disebut sebagai koenzim pembentukan lecithin di otak.Lecithin sendiri diperlukan untuk sintesis
membran sel dan neurotransmitter di dalam otak. Diberikan dalam dosis 10Q500 mg/hari
intravena.
4. Hal-hal lain
Perawatan luka dan pencegahan dekubitus harus mulai diperhatikan sejak dini; tidak jarang
pasien trauma kepala juga menderita luka lecet/luka robek di bagian tubuh lainnya. Antibiotika
diberikan bila terdapat luka terbuka yang luas, trauma tembus kepala, fraktur tengkorak yang
antara lain dapat menyebabkan liquorrhoe. Luka lecet dan jahitan kulit hanya memerlukan
perawatan lokal.Hemostatik tidak digunakan secara rutin; pasien trauma kepala umumnya sehat
dengan fungsi pembekuan normal. Perdarahan intrakranial tidak bisa diatasi hanya dengan
hemostatik.Antikonvulsan diberikan bila pasien mengalami kejang, atau pada trauma tembus
kepala dan fraktur impresi; preparat parenteral yang ada ialah fenitoin, dapat diberikan dengan
dosis awa1250 mg intravena dalam waktu 10 menit diikuti dengan 250-500 mg fenitoin per infus
selama 4 jam. Setelah itu diberikan 3 dd 100 mg/hari per oral atau intravena. Diazepam 10 mg iv
diberikan bila terjadi kejang. Phenobarbital tidak dianjurkan karena efek sampingnya berupa
penurunan kesadaran dan depresi pernapasan.
Tatalaksana ?
A. Tindakan darurat:
B. Tindakan umum :
Hindarkan
pemakaian
morphin
krna
efek
Pengobatan antibiotika
J.G, Chusid. Neurotomi korelatif & neurologi fungsional bag 2.
UGM
Lakukan CT-scan
Pasien yg koma (GCS <8), lakukan tindakan :
Elevasi kepala 30o
Hiperventilasi : intubasi & berikan ventilasi mandarotik intermiten
dgn kecepatan 16-20x/menit dgn volume tidal 10-12 mL/kg
Berikan manitol 20% 1g/kg i.v. dlm wkt 20-30 menit
Pasang kateter Foley
Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi operasi
Arief Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta :
Media Aesculapius
Prognosis
Prognosis setelah cedera kepala sering mendapat perhatian
besar, terutama pada pasien dengan cedera berat. Skor GCS
waktu masuk RS memiliki nilai prognostic yang besar :
Skor pasien 3 4 memiliki kemungkinan meninggal 85% atau
tetap dalam kondisi vegatatif
Sedangkan pada pasien dengan GCS 12 atau lebih kemungkinan
meninggal tau vegetative hanya 5 10%
Arief Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta :
Media Aesculapius
1.CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)Mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
Catatan : Untuk mengetahui adanyainfark/iskemia jangan dilekukan
pada 24 - 72 jam setelah injuri
mengkoreksi
keseimbangan
elektrolit
sebagai
akibat
peningkatantekanan intrkranial
11.Screen
ToxicologiUntuk
mendeteksi
pengaruh
obat
sehingga
menyebabkan penurunankesadaran
Sumber : PERDOSSI cabang Pekanbaru. Simposium trauma kranioserebral tanggal 3 November 2007. Pekanbaru : PERDOSI;2007.
12.
Komplikasi ?
Komplikasi
a. Gangguan neurologic
Cedera saraf otak dapat berupa anosmia, gangguan visus,
cedera
nervus
fasialis,
gangguan
pendengaran
atau
pada
umumnya
berlangsung
hingga
2-3bulan
Penatalaksanaan
Penentuan fungsi vital, kesadaran, dan status neurologic
Pemberian cairan dan elektrolit disesuaikan dengan kebutuhan
Pemasangan kateter kandung kemih untuk membantu memantau
keseimbangan cairan dan menjaga supaya tempat tidur tetap bersih
dan kering
Fisioterapi paru untuk mencegah pneumonia hipostatik dengan
mengubah secara berkalam posisi berbaring dan menghisap timbunan
secret
Kulit diusahakan bersih dan kering untuk mencegah dekubitis
Menggerakan anggotak gerak secara pasif mencegah kontraktur
dan hipotrofi
Membasahi kornea secara terus menerus dengan larutan asam borat
2% mencegah keratitis
R.Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi
2. Jakarta: EGC
Epilepsi Pasca Trauma
Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang terjadi beberapa waktu setelah otak
mengalami
Kejang
cedera
merupakan
respon
karena
terhadap
benturan
muatan
listrik
di
abnormal
kepala.
di
dalam
otak.
Kejang terjadi padda sekitar 10% penderita yang mengalami cedera kepala hebat tanpa adanya
luka tembus di kepala dan pada sekitar 40% penderita yang memiliki luka tembus di kepala.
Kejang bisa saja baru terjadi beberapa tahun kemudian setelah terjadinya cedera.
Obat-obat anti-kejang (misalnya fenitoin, karbamazepin atau valproat) biasanya dapat mengatasi
kejang pasca trauma.
Obat-obat tersebut sering diberikan kepada seseorang yang mengalami cedera kepala yang
serius,
untuk
mencegah
terjadinya
kejang.
Pengobatan ini seringkali berlanjut selama beberapa tahun atau sampai waktu yang tak terhingga.
Afasia
Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena terjadinya cedera pada
area bahasa di otak.
Penderita
tidak
mampu
memahami
atau
mengekspresikan
kata-kata.
Bagian otak yang mengendalikan fungsi bahasa adalah lobus temporalis sebelah kiri dan bagian
lobus frontalis di sebelahnya. Kerusakan pada bagian manapun dari area tersebut karena stroke,
tumor, cedera kepala atau infeksi, akan mempengaruhi beberapa aspek dari fungsi bahasa.
Gangguan bahasa bisa berupa:
-
Afasia Wernicke merupakan suatu keadaan yang terjadi setelah adanya kerusakan pada lobus
temporalis.
Penderita tampaknya lancar berbicara, tetapi kalimat yang keluar kacau (disebut juga gado-gado
kata).
Penderita
Pertanyaan
menjawab
:
pertanyaan
Ini
dengan
gambar
ragu-ragu
apa?
tetapi
(anjing
masuk
akal.
mengonggong)
yang
menjawab
:
tidak
pertanyaan
dengan
Bagaimana
memiliki
lancar,
kabarmu
tetapi
arti.
tidak
hari
masuk
akal.
ini?
Jawaban : Kapan? Mudah sekali untuk melakukannya tapi semua tidak terjadi ketika matahari
terbenam.
Apraksia
Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan tugas yang memerlukan ingatan atau
serangkaian gerakan.
Kelainan ini jarang terjadi dan biasanya disebabkan oleh kerusakan pada lobus parietalis atau
lobus frontalis.
Ingatan akan serangkaian gerakan yang diperlukan untuk melakukan tugas yang rumit hilang;
lengan atau tungkai tidak memiliki kelainan fisik yang bisa menjelaskan mengapa tugas tersebut
tidak
dapat
dilakukan.
Pengobatan ditujukan kepada penyakit yang mendasarinya, yang telah menyebabkan kelainan
fungsi otak.
Agnosia
Agnosia merupakan suatu kelainan dimana penderita dapat melihat dan merasakan sebuah benda
tetapi tidak dapat menghubungkannya dengan peran atau fungsi normal dari benda tersebut.
Penderita tidak dapat mengenali wajah-wajah yang dulu dikenalnya dengan baik atau bendabenda umum (misalnya sendok atau pensil), meskipun mereka dapat melihat dan
menggambarkan
benda-benda
tersebut.
Penyebabnya adalah kelainan fungsi pada lobus parietalis dan temporalis, dimana ingatan akan
benda-benda
penting
Agnosia
terjadi
seringkali
dan
segera
setelah
fungsinya
terjadinya
cedera
disimpan.
kepala
atau
Tidak ada pengobatan khusus, beberapa penderita mengalami perbaikan secara spontan.
Amnesia
stroke.
Amnesia adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan untuk mengingat peristiwa yang
baru
saja
terjadi
Penyebabnya
atau
masih
peristiwa
belum
yang
dapat
sudah
lama
sepenuhnya
berlalu.
dimengerti.
Cedera pada otak bisa menyebabkan hilangnya ingatan akan peristiwa yang terjadi sesaat
sebelum terjadinya kecelakaan (amnesi retrograd) atau peristiwa yang terjadi segera setelah
terjadinya
kecelakaan
(amnesia
pasca
trauma).
Amnesia hanya berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam (tergantung kepada
beratnya cedera) dan akan menghilang dengan sendirinya. Pada cedera otak yang hebat, amnesi
bisa
bersifat
Jenis
ingatan
menetap.
yang
bisa
terkena
amnesia:
- Ingatan segera : ingatan akan peristiwa yang terjadi beberapa detik sebelumnya
- Ingatan menengah : ingatan akan peristiwa yang terjadi beberapa detik sampai beberapa
hari
sebelumnya
-
Ingatan
jangka
panjang
ingatan
akan
peristiwa
di
masa
lalu.
Mekanisme otak untuk menerima informasi dan mengingatnya kembali dari memori terutama
terletak
di
dalam
lobus
oksipitalis,
lobus
parietalis
dan
lobus
temporalis.
Amnesia menyeluruh sekejap merupakan serangan lupa akan waktu, tempat dan orang, yang
terjadi
secara
mendadak
dan
berat.
Serangan bisa hanya terjadi satu kali seumur hidup, atau bisa juga berulang.
Serangan
berlangsung
selama
30
menit
sampai
12
jam
atau
lebih.
Arteri kecil di otak mungkin mengalami penyumbatan sementara sebagai akibat dari
aterosklerosis. Pada penderita muda, sakit kepala migren (yang untuk sementara waktu
menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak) bisa menyebabkan anemia menyeluruh
sekejap. Peminum alkohol atau pemakai obat penenang dalam jumlah yang berlebihan (misalnya
barbiturat
dan
benzodiazepin),
juga
bisa
mengalami
serangan
ini.
Penderita bisa mengalami kehilangan orientasi ruang dan waktu secara total serta ingatan akan
peristiwa
yang
terjadi
beberapa
tahun
sebelumnya.
Setelah suatu serangan, kebingungan biasanya akan segera menghilang dan penderita sembuh
total.
Alkoholik dan penderita kekurangan gizi lainnya bisa mengalami amnesia yang disebut
sindroma
Wernicke-Korsakoff.
Sindroma ini terdiri dari kebingungan akut (sejenis ensefalopati) dan amnesia yang berlangsung
lama.
Kedua hal tersebut terjadi karena kelainan fungsi otak akibat kekurang vitamin B1 (tiamin).
Mengkonsumsi sejumlah besar alkohol tanpa memakan makanan yang mengandung tiamin
menyebabkan berkurangnya pasokan vitamin ini ke otak. Penderita kekurangan gizi yang
mengkonsumsi sejumlah besar cairan lainnya atau sejumlah besar cairan infus setelah
pembedahan,
juga
bisa
mengalami
ensefalopati
Wernicke.
mengatasi
masalah
tidak
ini
biasanya
diobati
Korsakoff
terjadi
diberikan
bisa
bersamaan
infus
berakibat
dengan
tiamin.
fatal.
ensefalopati
Wernicke.
Jika serangan ensefalopati terjadi berulang dan berat atau jika terjadi gejala putus alkohol, maka
amnesia
Hilangnya
Korsakoff
ingatan
yang
bisa
berat
disertai
bersifat
dengan
menetap.
agitasi
dan
delirium.
Penderita mampu mengadakan interaksi sosial dan mengadakan perbincangan yang masuk akal
meskipun tidak mampu mengingat peristiwa yang terjadi beberapa hari, bulan atau tahun, bahkan
beberapa
menit
sebelumnya.
Amnesia Korsakoff juga bisa terjadi setelah cedera kepala yang hebat, cardiac arrest atau
ensefalitis
akut.
Pemberian tiamin kepada alkoholik kadang bisa memperbaiki ensefalopati Wernicke, tetapi tidak
selalu
dapat
memperbaiki
amnesi
Korsakoff.
Jika pemakaian alkohol dihentikan atau penyakit yang mendasarinya diobati, kadang kelainan ini
1. prognosis
skor GCS pada waktu masuk RS memiliki nilai prognostik yang besar.
Skor pasien 3-4 memiliki kemungkinan meninggal 85%.
Skor pasien 12 atau lebih kemungkinan meninggal hanya 5-10%
KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN JILID 2
Status vegetatif kronis merupakan keadaan tak sadarkan diri dalam waktu yang
lama, yang disertai dengan siklus bangun dan tidur yang mendekati normal.
Keadaan ini merupakan akibat yang paling serius dari cedera kepala yang nonfatal.
Penyebabnya adalah kerusakan pada bagian atas dari otak (yang mengendalikan
fungsi mental), sedangkan talamus dan batang otak (yang mengatur siklus tidur,
suhu
tubuh,
pernafasan
dan
denyut
jantung)
tetap
ututh.
Jika status vegetatif terus berlangsung selama lebih dari beberapa bulan, maka
kemungkinan untuk sadar kembali sangat kecil.
Sumber : Kapita Selekta Kedokteran, www. Medicastore.com
Akibat adanya cedera otak maka pembuluh darah otak akan melepaskan
serotonin bebas yang berperan akan melonggarkan hubungan antara endotel dinding
pembuluh darah sehingga lebih perniabel, maka Blood Brain Barrier pun akan
terganggu, dan terjadilah oedema otak regional atau diffus (vasogenik oedem
serebri)
Oedema serebri lokal akan terbentuk 30 menit sesudah mendapat trauma dan
kemudian oedema akan menyebar membesar. Oedema otak lebih banyak melibatkan
sel-sel glia, terutama pada sel astrosit (intraseluler) dan ekstraseluler di substansia
alba. Dan ternyata oedema serebri itu meluas berturut-turut akan mengakibatkan
tekanan intra kranial meninggi, kemudian terjadi kompresi dan hypoxic iskhemik
hemisfer dan batang otak dan akibat selanjutnya bisa menimbulkan herniasi
transtetorial
ataupun
serebellar
yang
berakibat
fatal.
Ada sekitar 60-80 % pasien yang meninggal dikarenakan menderita trantentorial
herniasi dan kelainan batang otak tanpa adanya lesi primer akibat trauma langsung
pada batang otak. Kerusakan yang hebat yang disertai dengan kerusakan batang
otak akibata proses diatas mengakibatkan kelainan patologis nekroskortikal,
demyelinisasi diffus, banyak neuron yang rusak dan proses gliosis, sehingga jika
penderita tidal meninggal maka bisa terjadi suatu keadaan vegetatif dimana
penderita hanya dapat membuka matanya tanpa ada daya apapun (akineticmutism/coma
vigil,
apallic
state,
locked
in
syndrome).
Akinetic mutism coma vigil lesi terutama terjadi pada daerah basal frontal yang
bilateral dan/atau daerah mesensefalon posterior. Locked in syndrome kerusakan
terutama pada eferen motor pathway dan daerah depan pons. Apallic states
kerusakan
luas
pada
daerah
korteks
serebri.
Sistem
peredaran
darah
otak
mempunyai
sistem
autoregulasi
untuk
mempertahankan Cerebral Blood Flow (CBF) yang optimal sehingga Tekanan Perfusi
Otak (TPO) juga adekuat (TPO minimal adalah sekitar 40-50 mmHg untuk mensuplai
seluruh daerah otak).
Jika Tekanan Intra Kranial (TIK) meninggi maka menekan kapiler serebral
sehingga terjadi serebral hipoksia diffus mengakibatkan kesadaran akan menurun.
Jika kenaikan TIK terlalu cepat maka Cushing respons tidaklah bisa selalu terjadi.
Demikian pula jika penurunan tekanan darah sistemik terlalu cepat dan terlalu
rendah maka sistem autoregulasi tidak dapat berfungsi dan CBF pun akan menurun
sehingga fungsi serebral terganggu.
Sumber : Arif Mansjoer dkk Editor, Trauma Susunan Saraf dalam Kapita Selekta
Kedokteran edisi Ketiga jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta, 2000