Professional Documents
Culture Documents
KATA PENGANTAR
Segala Puji bagi Sang Kholik yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan
Makalah
Bowel
A. Citra Dewi
A. Wahyudi Pallawa
Abd. Rahmat
Aminarsih
Asrul Hak
Aty Suciaty
Ayu
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
1.1LatarBelakang
Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai,
merupakan 60-70% dari seluruh kasus akut abdomen yang bukan appendisitis akut. Penyebab
yang paling sering dari obstruksi ileus adalah adhesi/ streng, sedangkan diketahui bahwa operasi
abdominalis dan operasi obstetri-ginekologik makin sering dilaksanakan yang terutama didukung
oleh kemajuan di bidang diagnostik kelainan abdominalis.
Bowel obstruction atau Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan
mekanis pada usus dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali
menutup atau menganggu jalannya isi usus (Sabara, 2007). Setiap tahunnya
1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus (Davidson, 2006). Di
Amerika
diperkirakan
sekitar
300.000-400.000
menderita
ileus
setiap
tahunnya (Jeekel, 2003). Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik
dan obstruktif tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan
pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen Kesehatan Indonesia.
Terapi ileus obstruksi biasnya melibatkan intervensi bedah. Penentuan
waktu kritis serta tergantung atas jenis dan lama proses ileus obstruktif.
Operasi dilakukan secepat yang layak dilakukan dengan memperhatikan
keadaan keseluruhan pasien (Sabiston, 1995).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Ileus Obstruktif
2. Apa etiologi Ileus Obstruktif
3. Bagaimana patofisiologi Ileus Obstruktif
4. Bagaimana manifestasi klinis Ileus Obstruktif
5. Apa saja yang termasuk komplikasi Ileus Obstruktif
6. Bagaimana pemeriksaan Ileus Obstruktif
7. Bagaimana penatalaksanaan Ileus Obstruktif
1.3 Tujuan
1)
Tujuan Umum
Tujuan khusus
Mengetahui yang dimaksud dengan Ileus Obstruktif
Mengetahui etiologi Ileus Obstruktif
Mengetahui patofisiologi Ileus Obstruktif
Mengetahui manifestasi klinis Ileus Obstruktif
Mengetahui apa saja yang termasuk komplikasi Ileus Obstruktif
Mengetahui pemeriksaan Ileus Obstruktif
BAB II
berbentuk kipas yang dikenal sebagai mesenterium usus halus. Pinggir bebas
lipatan yang panjang meliputi usus halus yang mobile. Pangkal lipatan yang
pendek melanjutkan diri sebagai peritoneum parietal pada dinding posterior
abdomen sepanjang garis yang berjalan ke bawah dan ke kanan dari kiri
vertebra lumbalis kedua ke daerah articulatio sacroiliaca kanan. Akar
mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya cabang-cabang arteri
vena mesenterika superior, pembuluh limfe dan saraf ke ruang antara dua
lapisan peritoneum yang membentuk mesenterium.
Pembuluh arteri yang memperdarahi jejunum dan ileum berasal dari cabangcabang arteri mesenterika superior. Cabang-cabang intestinal berasal dari sisi
kiri arteri dan berjalan dalam mesenterium untuk mencapai usus. Pembuluhpembuluh ini beranastomosis satu sama lain untuk membentuk serangkaian
arcade. Bagian ileum yang terbawah juga diperdarahi oleh arteri ileokolika.
Vena jejunum dan ileum sesuai dengan cabang-cabang arteri mesenterika
superior dan mengalirkan darahnya ke vena mesentrika superior. Pembuluh
limfe jejunum dan ileum berjalan melalui banyak nodi lymphatici
mesentericus dan akhirnya mencapai nodi lymphatici mesentericus superior,
yang terletak sekitar pangkal arteri mesenterika superior. Saraf untuk
jejunum dan ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus
vagus) dari pleksus mesenterika superior
2.3. FISIOLOGI
Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan
absorbsi bahan-bahan nutrisi, air, elektrolit dan mineral. Proses pencernaan
dimulai dalam mulut dan lambung oleh kerja ptialin, asam klorida dan pepsin
terhadap makanan yang masuk. Proses dilanjutkan di dalam duodenum
terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat,
lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat
dalam sekret pankreas membantu menetralkan asam dan memberikan pH
optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dari hati membantu proses
pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan
yang
lebih
luas
bagi
kerja
lipase
pankreas.
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah
usus (sukus enterikus). Banyak di antara enzim enzim ini terdapat pada
brush border vili dan mencernakan zat zat makanan sambil diabsorbsi.
Pergerakan segmental usus halus akan mencampur zat zat yang dimakan
dengan sekret pankreas, hepatobiliar dan sekresi usus dan pergerakan
peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lainnya dengan
kecepatan yang sesuai untuk absorbsi optimal dan suplai kontinu isi lambung.
8.
Striktur yang sekunder yang berhubungan dengan iskhemia, inflamasi,
terapi radiasi, atau trauma operasi.
9.
Penekanan eksternal oleh tumor, abses, hematoma, intususepsi, atau
penumpukan cairan.
10. Benda asing, seperti bezoar.
11. Divertikulum Meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi, atau
hernia
Littre.
12. Fibrosis kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronik pada ileum
distalis dan kolon kanan sebagai akibat adanya benda seperti mekonium.
2.6. PATOFISIOLOGI
Obstruksi ileus merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang
terjadi karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi
dinding usus sehingga menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus.
Hal tersebut menyebabkan pasase lumen usus terganggu. Akan terjadi
pengumpulan isi lumen usus yang berupa gas dan cairan, pada bagian
proximal tempat penyumbatan, yang menyebabkan pelebaran dinding usus
(distensi). Sumbatan usus dan distensi usus menyebabkan rangsangan
terjadinya hipersekresi kelenjar pencernaan.
Dengan demikian akumulasi cairan dan gas makin bertambah yang
menyebabkan distensi usus tidak hanya pada tempat sumbatan tetapi juga
dapat mengenai seluruh panjang usus sebelah proximal sumbatan. Sumbatan
ini menyebabkan gerakan usus yang meningkat (hiperperistaltik) sebagai
usaha alamiah. Sebaliknya juga terjadi gerakan antiperistaltik. Hal ini
menyebabkan terjadi serangan kolik abdomen dan muntah-muntah. Pada
obstruksi usus yang lanjut, peristaltik sudah hilang oleh karena dinding usus
kehilangan daya kontraksinya.
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama,
tanpa memandang apakah obtruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab
mekanik atau fungsional. Perbedaan utamanya pada obstruksi paralitik
dimana peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi
mekanis peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya
hilang.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan dana
gas (70 % dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intra lumen,
yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen usus ke darah.
Oleh karena sekitar 8 liter cairan disekresi kedalam saluran cerna setiap
hari, tidak adanya absorbsi dapat mengakibatkan penimbunan intra lumen
yang cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai
merupakan sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit.
Pengaruh atas kehilangan cairan dan elektrolit adalah penciutan ruang cairan
ekstra sel yang mengakibatkan hemokonsentrasi, hipovolemia, insufisiensi
ginjal, syok-hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi
jaringan, asidosis metabolik dan kematian bila tidak dikoreksi.
Peregangan usus yang terus menerus menyebabkan lingkaran setan
penurunan absorbsi cairan dan peningkatan sekresi cairan kedalam usus.
Efek lokal peregangan usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan
permeabilitas akibat nekrosis, disertai absorbsi toksin-toksin/bakteri kedalam
rongga peritonium dan sirkulasi sistemik.
Pengaruh sistemik dari distensi yang mencolok adalah elevasi
diafragma dengan akibat terbatasnya ventilasi dan berikutnya timbul
atelektasis. Aliran balik vena melalui vena kava inferior juga dapat terganggu.
Segera setelah terjadinya gangguan aliran balik vena yang nyata, usus
menjadi sangat terbendung, dan darah mulai menyusup kedalam lumen usus.
Darah yang hilang dapat mencapai kadar yang cukup berarti bila segmen
usus yang terlibat cukup panjang.
2.7. MANIFESTASI KLINIS
1.
Obstruksi Usus Halus
Gejala awal biasanya berupa nyeri abdomen bagian tengah seperti kram
yang cenderung bertambah berat sejalan dengan beratnya obstruksi dan
bersifat hilang timbul. Pasien dapat mengeluarkan darah dan mukus, tetapi
bukan
materi
fekal
dan
tidak
terdapat
flatus.
Pada obstruksi komplet, gelombang peristaltik pada awalnya menjadi sangat
keras dan akhirnya berbalik arah dan isi usus terdorong kedepan mulut.
Apabila obstruksi terjadi pada ileum maka muntah fekal dapat terjadi.
Semakin kebawah obstruksi di area gastriuntestinalyang terjadi, semakin
jelas adaanya distensi abdomen. Jika berlaanjut terus dan tidak diatasi maka
akan terjadi syok hipovolemia akibat dehidrasi dan kehilangan volume
plasma.
2.
Obstruksi Usus Besar
Nyeri perut yang bersifat kolik dalam kualitas yang sama dengan obstruksi
pada usus halus tetapi intensitasnya jauh lebih rendah. Muntah muncul
terakhir terutama bila katup ileosekal kompeten. Pada pasien dengan
Distensi berat
Mual / muntah
Gelisah / menggeliat
Hiperperistaltik
Nada tinggi
Halangan pasase
Obstipasi
III.
Foto polos abdomen sangat bernilai dalam menegakkan diagnosa ileus
obstruksi. Sedapat mungkin dibuat pada posisi tegak dengan sinar mendatar.
Posisi datar perlu untuk melihat distribusi gas, sedangkan sikap tegak untuk
melihat batas udara dan air serta letak obstruksi. Secara normal lambung dan
kolon terisi sejumlah kecil gas tetapi pada usus halus biasanya tidak tampak
IV.
Gambaran radiologi dari ileus berupa distensi usus dengan multiple air
fluid level, distensi usus bagian proksimal, absen dari udara kolon pada
obstruksi usus halus. Obstruksi kolon biasanya terlihat sebagai distensi usus
yang terbatas dengan gambaran haustra, kadang-kadang gambaran massa
dapat terlihat. Pada gambaran radiologi, kolon yang mengalami distensi
menunjukkan gambaran seperti pigura dari dinding abdomen.
V.
Kemampuan diagnostik kolonoskopi lebih baik dibandingkan
pemeriksaan barium kontras ganda. Kolonoskopi lebih sensitif dan spesifik
untuk mendiagnosis neoplasma dan bahkan bisa langsung dilakukan biopsi.
VI.
Obstruksi Usus Halus :
Diagnosa didasarkan pada gejala yang digambarkan diatas serta
pemeriksaan sinar-X. Sinar-X terhadap abdomen akan menunjukkan kuantitas
dari gas atau cairan dalam usus. Pemeriksaan laboratorium (misalnya
pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah lengkap) akan menunjukkan
gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma dan kemungkinan infeksi
VII.
Obstruksi Usus Besar :
Diagnosa didasarkan pada pemeriksaan simtoma-tologi dan sinar-X. Sinar-X
abdomen (datar dan tinggi) akan menunjukkan distensi abdomen.
Pemeriksaan
barium
dikontraindikasikan.
2.9. PROGNOSIS
Angka kematian keseluruhan untuk obstruksi usus halus kira-kira 10 %
Angka kematian untuk obstruksi non strangulata adalah 5-8 %, sedangkan
pada obstruksi strangulata telah dilaporkan 20-75 %. Angka mortalitas
untuk obstruksi kolon kira-kira 20 %
2.10. KOMPLIKASI
1. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga
terjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
2. Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ
intra abdomen.
3. Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik
dan cepat.
1.
2.
3.
4.
BAB III
pertolongan.
Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat penyakit sekarang yang ditemukan ketika dilakukan pengkajian yang
dijabarkan dari keluhan utama dengan menggunakan teknik PQRST. Pasien
ileus obstruktif sering ditemukan nyeri kram, rasa ini lebih konstan apalagi
bila bergerak akan bertambah nyeri dan menyebar pada distensi, keluhan ini
mengganggu aktivitas klien, nyeri ini bisa ringan sampai berat tergantung
beratnya penyakit dengan skala 0 sampai 10. Klien post laparatomi pun
mengeluh nyeri pada luka operasi, nyeri tersebut akan bertambah apabila
klien bergerak dan akan berkurang apabila klien diistirahatkan, sehingga klien
biasanya hanya berbaring lemas. Nyeri yang dirasakan klien seperti disayatsayat oleh benda tajam letaknya disekitar luka operasi, dengan skala nyeri
mempunyai
riwayat
pernah
dioperasi
atau
aktivitas,
klien
akan
merasa
8)
biasanya tidak mampu makan dan minum karena mual dan muntah,
gangguan dalam tidur/istirahat, kesulitan BAB (konstipasi atau obstipasi),
personal hygiene kurang terpenuhi.
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum:
2) Mengukur TTV
3) Sistem pernafasan (breath)
4) Sistem kardiovaskuler (blood)
5) Sistem pencernaan(bawel)
6) Sistem persyarafan (brain)
7) Sistem musculoskeletal (bone)
8) Sistem perkemihan (bladder)
9) Sosial
10) Spiritual
d. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien obstruksi usus sebagai berikut :
1)
memastikan diagnosis.
5)
Proktosigmoidoskopi membantu menentukan penyebab obstruksi bila
didalam kolon klien setelah laparotomi dibutuhkan pemeriksaan penunjang.
B.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien ileus
darah
RENCANA KEPERAWATAN
Intervensi keperawatan pada ileus obstruktif menurut Judith M.Wilkinson
8. Kaji dan ajarkan pasien untuk membalik dan batuk setiap setiap 4 jam dan
napas dalam setiap jam.
Rasional:
1. Kepatenan jalan nafas mengindikasikan efektivitas respirasi.
2. Hipoksia dapat diindikasikan dengan adanya pucat dan sianosis
3. Hipoventilasi berhubungan dengan penekanan diafragma
menurunkan
tekanan arterial oksigen secara parsial.
4. Crackels mengindikasikan komplikasi sistem pernafasan.
5. Posisi supine meningkatkan resiko obstruksi jalan nafas oleh lidah, bila
dimiringkan maka pasien akan mengalami aspirasi. Semi fowler
adalah
pola
nafas
sehingga
diperlukan
terapi
paru
dan
mobilisasi
serta
mengeluarkan secret.
b.
osmolalitas
isotonic
dengan
adanya infeksi.
Pantau tanda-tanda vital dan observasi kesadaran serta gejala syok
Pertahankan puasa, kaji tingkat hidrasi
Pantau cairan perenteral dengan elektrolit, antibiotic, dan vitamin
Kaji keadaan kulit sebagai tanda-tanda dehidrasi, turgor kulit jelek,kulit
dan membrane mukosa kering, pucat. Kaji juga kehausan, khususnya pada
lansia.
9. Kaji dan laporkan adanya perubahan tingkat kesadaran, kelemahan otot
dan koordinasi.
10. Siapkan untuk pembedahan sesuai indikasi
11. Timbang berat badan setiap hari bila memungkinkan
Rasional
1. Terapi
diuretik,
menimbulkan
-
hipertermia,
kekurangan
pembatasan
cairan.
intake
Pengukuran
cairan
tiap
jam
dapat
dan
berat.
- Indikasi adanya deficit volume cairan
2. Hasil laboratorium menambah keadaan objektif dari ketidakseimbangan.
Penurunan osmolalitas urine berhubungan dengan diuresis, peningkatan
serum
osmolalitas,
serum
sodium
dan
hematokrit
menunjukan
hemokonsentrasi.
3. Pemantauan secara periodic menunjang peringatan secepatnya apabila
5.
6.
7.
infeksi
terjadi
akibat
kehilangan
cairan
karena
peningkatan
8.
9.
perdarahan terkontrol.
Pengawasan akurat intake output menandakan keseimbangan pemberian
dapat
mengindikasikan
hipovolemia
indikasi
sehingga
hipovolemi
terjadi
dan
13. Berat
badan
sangat
menunjukkan
perubahan
yang
signifika
ketidakseimbangan cairan.
c.
- Mempertahankan level nyeri pada skala nyeri yang dapat ditoleransi (skala 010)
- Menunjukan ekspresi rileks
- Pasien akan menunjukan teknik relaksasi individu yang efektif dalam
mencapai kenyamanan
- Melaporkan keadaan fisik dan piskis sudah membaik
- Penggunaan analgesik dan analgesik untuk menghilangkan nyeri
Intervensi
1.
2.
3.
4.
karakteristik,
presipitasi/pencetus.
Observasi secara verbal atau nonverbal ketidaknyamanan.
Instruksikan pasien untuk melaporkan nyeri bila sangat hebat
Informasikan pasien prosedur yang dapat meningkatkan nyeri tawarkan
8.
9.
koping adaptif.
Pertahankan tirah baring dalam posisi yang nyaman, seperti semifowler.
Kaji dan ajarkan melakukan latihan rentang gerak aktif atau pasif setiap
dan berikan
perawatan kulit
Rasional
1. Agen farmakologik untuk menurunkan/ menghilangkan nyeri Menurunkan
laju metabolic dan iritasi usus karena oksin sirkulasi/local, yang
membantu menghilangkan nyeri dan meningkatkan penyembuhan.
2. Analisa secara seksama karekteristik nyeri membatu diffirensial
diagnosis nyeri. Standarisasi skala nyeri menunjang keakuratan.
dini
untuk
menetapkan
koping
sehubungan
dengan
kebutuhan
otot,
dengan
posisi
semifowler
mengurangi
tegangan
abdomen.
9. Menurunkan kekakuan otot atau sendi. Ambulasi membalikkan organ
keposisi normal dan meningkatkankembalinya fungsi ketingkat normal.
10. Meningkatkan relaksasi, memfokuskan lagi perhtian, dan meningkatkan
kemampuan koping.
d.
Resiko
tinggi
terhadap
infeksi
berhubungan
dengan
kemungkinan nekrosis.
Kriteria hasil :
- Temperature tubuh normal
- Menunjukan tidak ada tanda-tanda infeksi.
Intervensi
1. Awasi dan laporkan indikasi infeksi, yaitu : tanda-tanda vital,temperature
tubuh, bising usus, suara nafas, karakter urin, adanya abses dalam
distensi abdomen dan ikterus.
2. Berikan antibiotic sesuai indikasi
3. Sediakan kultur untuk dan testing sensitivitas sesuai indikasi, lakukan
sebelum terapi antibiotic.
4. Gunakan prosedur teknik septic dan aseptic selama proses Tindakan
Rasional
menjadi
tidak
akurat
apabila
setelah
pemberian antibiotic
4. Pasien dengan ileus obstruktif kemungkinan terjadi inflamasi.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimana
merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu
jalannya
isi
usus. Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama,
tanpa memandang apakah obtruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab
mekanik
atau
fungsional.
Perbedaan utamanya pada obstruksi paralitik dimana peristaltik
dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis peristaltik
mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh
cairan dan gas (70 % dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intra
lumen, yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen usus ke
darah.
DAFTAR PUSTAKA
Inayah, iin. 2004 .Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. 202. EGC.
Jakarta.
Brunner and Suddart. 2002 . Buku Ajar Keperawatan . Edisi 3. EGC. Jakarta.
Doengoes , Mailyn . E . 2000. Rencana Asuhan Keperawata. Edisi 3 . EGC .
Jakarta.
Medica