Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.
a.
Neutrofil
Sistem imun dalam tubuh manusia memiliki fungsi, yaitu:
Melindungi tubuh dari invasi mikroorganisme; menghancurkan dan
menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing yang masuk ke dalam
b.
c.
tubuh
Menghilangkan jaringan atau sel yang mati atau rusak (debris sel) untuk
perbaikan jaringan
Mengenal dan menghilangkan sel abnormal
Sasaran utama dari sistem imun pada tubuh ialah bakteri patogen, jamur,
protozoa bersel satu, parasit, dan virus.
Leukosit merupakan sel imun utama. Sel leukosit dapat dibagi menjadi dua
kelompok besar, yaitu fagosit dan limfosit. Fagosit terdiri dari granulosit
dan monosit. Granulosit terdiri dari tiga jenis sel, yaitu: neutrofil, eosinofil.8
Fungsi fagosit dan imunosit dalam melndungi tubuh terkait erat dengan dua
sistem protein terlarut dalam tubuh yaitu imunoglobulin dan komplemen.9
Protein ini juga dapat terlibat dalam penghancuran sel darah pada sejumlah
penyakit.8
Granulosit dan monosit dalam darah dibentuk dalam sumsum tulang dari
suatu sel prekursor yang sama. Dalam seri granulopoetik, sel progenitor,
mieloblas, promielosit, dan mielosit membentuk sekumpulan (pool) sel
mitotik atau proliferatif, sedangkan metamielosit, granulosit batang, dan
segmen membentuk kompartemen pematangan pasca mitosis. Sejumlah
besar neutrofil batang ditahan dalam sumsum tulang sebagai pool
persediaan atau kompartemen penyimpanan. Sumsum tulang biasanya
mengandung lebih banyak mieloid daripada eritroid dengan perbandingan
2:1 sampai 12:1, dengan proporsi terbesar berupa netrofil dan metamielosit.
Pada keadaan normal, kompartemen penyimpanan sumsum mengandung
10-15 kali dari jumlah granulosit yang ditemukan dalam sel darah tepi.
b.
Fungsi
Fungsi neutrofil dapat dibagi dalam 3 fase:
1) Kemotaksis (mobilisasi dan migrasi sel), sel fagosit akan ditarik ke
bakteri atau tempat peradangan yang mungkin terjadi karena ada
zat kemotaktik yang dibebaskan oleh jaringan yang rusak atau
komponen komplemen.9
2) Fagositosis, bahan asing (bakteri, jamur, dll) atau sel pejamii yang
mati atau rusak difagositosis. Pengenalan partikel asing dibantu
oleh opsonisasi dengan immunoglobulin atau komplemen karena
neutrofil tidak memiliki reseptor Fc dan C3b.9
3) Membunuh dan mencerna, terjadi melalui jalur bergantung-oksigen
atau tidak bergantung oksigen. Pada reaksi bergantung oksigen,
superoksida (O2-), hidrogen peroksida (H2O2), dan spesies oksigen
(O2) teraktivasi lainnya, dihasilkan dari O2 dan nikotinamida
adenine dinukleotida fosfat tereduksi (NADPH). Dalam neutrofil
H2O2 bereaksi dengan mieolopereoksidase dengan mieloperoksidase
dan halide intraselular untuk membunuh bakteri; mungkin juga
terdapat keterlibatan oksigen teraktivasi. Mekanisme mikrobisida
non-oksidatif melibatkan penurunan pH dalam vakuol fagosit
b.
Jumlah absolut
Resiko infeksi
neutrofil (x109L)
>1,5
>1,0-1,5
>0,5-1,0
>0.5
Normal
Sedikit atau tidak ada resiko
Ringan
Klinis nyata
ii.
iii.
iv.
Sering
terjadi
S. aureus
Staphylloc
occus
coagulase
negative
Enterecoc
cus
Streptococ
cus
viridans
E. coli
Bakteri
Gram
positif
Bakteri
Gram
negatif
K.
Jarang terjadi
Spesies
Corynebacteri
um
Spesies
Bacillus
Spesies
Clostridium
Spesies
Enterobacter
Spesies
pneumoni
ae
P.
aeruginos
a
Mikobakt
eria
C.
albicans
Mucor
C. kruzei
Rhizopus
T. glabrata
Fusarium
Spesies
Aspergillu
s
Herpes
simpleks
Variselazoster
Fungi
Virus
Citrobacter
freundii
Serretia
marcescens
Spesies
Legionella
M. fortuitum
M. cheloneae
Trichosporon
Pseudoallesch
eria boydii
Cryptococcus
Malassezia
furfur
Cytomegalovi
rus
Pneumocystis
carinii
Toxoplasma
gondii
Strongyloides
stercoralis
Parasit
c.
Acinetobacter
Terapi
Penundaan pemberian antibiotik pada pasien demam neutropenia
sampai adanya pembuktian bahwa infeksi telah benar terjadi
menyebabkan angka kematian meningkat. Pemberian antibiotik secara
empiric pada pasien demam neutropenia telah mulai dilakukan sejak
1970. Pendekatan terapi dengan cara ini telah menurunkan angka
kesakitan dan kemartian, yang menunjukkan pentingnya kewaspadaan
dan tindakan cepat serta tepat pada pasien demam neutropenia.11
Pedoman praktik klinis yang tersedia dalam penggunaan agen
antimikroba untuk pasien neutropenia dengan kanker menunjukkan
tidak adanya skema khusus, tidak ada obat khusus atau kombinasinya,
tidak ada waktu tertentu dalam pengobatan yang digunakan dalam
penanganan pasien dengan demam neutropenia.12
Penggunaan pedoman terapi empirik yang direkomendasikan dari
Infectious Diseases Soiety of America ditujukan untuk mencegah angka
kesakitan dan angka kematian dari bakteri patogen sampai didapatkan
hasil kultur darah untuk memberikan pengobatan antibiotik yang
sesuai.14
Tabel 3. Terapi antibiotik empiris.4
Monoterapi
Sefalosforin antipseudomonal
Terapi kombinasi
Piperacilin-tazobactam +
aminoglikosida
Asam Ticarcilin-
(Cefepime)
clavulanic +
Carbapenem (imipenem-cilastatin
aminoglikosida
Sefalosforin
atau meropenem
antipseudomonal +
aminoglikosida
Carbapenem +
aminoglikosida
Score (MASCC) dengan pasien resiko tinggi memiliki skor <21, pasien
resiko rendah memiliki skor 21.
Tabel 4. Multinational Association for Supportive Care in Cancer Risk-Index
Score14
Karakteristik
Fibril nerutropenia dengan atau tanpa gejala ringan
Tidak ada hipotensi (Sistolik >90mmHg)
Tidak ada obstruksi pulmonar kronik
Tumor padat atau keganasan hematologi tanpa infeksi
Skor
5
5
4
4
fungal sebelumnya
Tidak ada dehidrasi yang memerlukan cairan parenteral
Fibril nerutropenia dengan gejala sedang
Pasien rawat jalan
Usia <60 tahun
3
3
3
2
10
11
12
Streptococcus pneumoniae.
Mukositis berat
13
14
ialah ANC.4
Pencegahan Infeksi
Penelitian yang dilakukan belakangan menunjukkan penurunan infeksi
dan demam dengan pemberian profilaksis flurokuinolon tapi tidak
berpengaruh dalam mengurangi angka mortalitas. Walaupun bukti
profilaksis telah mengurangi terjadinya infeksi, pedoman yang
digunakan tidak merekomendasikan untuk pemberian profilaksis,
karena pengawasan dari resistensi obat dengan pemberian golongan
spektrum luas dan tidak adanya pengaruh terhadap pengurangan angka
mortalitas.4
15
BAB III
PENUTUP
Demam neutropenia sebagai sindrom telah mengalami perubahan beberapa
tahun belakangan. Pengobaan antibiotic secara empirik pada seluruh pasien
neutropenia pada saat demam telah menjadi batu pijakan mendasar sebagai
penanganan infeksi. Perubahan pada antibiotik khusus yang digunakan sebagai
terapi regimen berdasarkan pada pola perubahan pathogen, kegawatdaruratan
organism resisten antibiotik, gejala klinis yang baru muncul, kemampuan obat baru.
Tidak ada antibiotik khusus, kombinasi atau durasi pemberian dari terapi yang
secara umum dapat dijadikan acuan untuk penaganan pasien dengan demam
neutropenia. Praktik klinis berdasarkan bukti dalam penanganan demam neutropenia
yang terus berkembang, membantu praktisi dalam membuat keputusan.
16