You are on page 1of 16

BAB I

PENDAHULUAN

Neutropenia merupakan defisiensi neutrofil dan bentuk-bentuk batang dalam


sirkulasi yang didefinisikan sebagai angka neutrofil absolut (absolute neutrophil
count = ANC) kurang dari 1500/ml. ANC dihitung dari jumlah leukosit dan hitung
jenisnya. Penderita dengan neutropenia dapat tetap asimptomatik atau dapat
mengalami infeksi kulit dan membrane mukosa. Neutropenia disebabkan karena
perubahan dalam produksi sumsum tulang atau kehilangan neutrofil yang berlebihan
dari sirkulasi.1 Gangguan pembentukan neutrofil dapat terjadi akibat infiltrasi sel
ganas dan efek mielosupresif kemoterapi.2
Data European Organization for Research and Treatment of Cancer (EORTC) tahun
1985-2000 mortalitas demam neutropenia 8,5%. Studi di Singapura didapatkan
mortalitas 8,8% sedangkan 48% angka kejadian demam neutropenia terjadi di RS
Dr. Hasan Sadikin, Bandung. 3 Sedikitnya 1/5 pasien dengan angka neutrofil
<100sel/mm3 memiliki bakteremia dan setengah dari pasien demam neutropenia
pernah atau sedang mengalami infeksi.4 Pada penelitian yang dilakukan oleh
Kamima K. et al di Departemen IKA RSCM, pada divisi Hematologi dan Onkologi
Anak sejak Januari sampai Juni 2009, dari 14 subjek penelitian dengan leukemia
limfoblastik akut (LLA) didapatkan 11 subjek dengan demam neurtropenia.5
Demam merupakan salah satu gejala terpenting dari penyakit infeksi.2 Demam
neutropenia didefinisikan sebagai suhu tubuh 38C atau lebih pada dua kali
pengukuran di aksila dengan interval minimal 2 jam pada keadaan pasien dengan
neutropenia (hitung netrofil absolute < 500sel/l).6,7 Demam neutropenia merupakan
komplikasi yang sering dijumpai pada anak dengan keganasan yang sedang
menjalani kemoterapi.6,7 Kemoterapi sebagai salah satu penyebab neutropenia
menimbulkan demam pada 25%-40% kasus.2 Demam neutropenia merupakan
komplikasi dari pengobatan yang sering ditemukan pada anak dengan leukemia.7
Dalam keadaan neutropenia, infeksi bakterial dapat timbul dan berkembang sangat

cepat, dan merupakan kegawatdaruratan yang berpotensi mengancam jiwa,


diperlukan penangan cepat dan pemberian antibiotik yang tepat.2,6 Pada pasien
dengan neutropenia, gejala dan tanda inflamasi mungkin minimal dan bisa tidak
didapatkan sama sekali. 3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.
a.

Neutrofil
Sistem imun dalam tubuh manusia memiliki fungsi, yaitu:
Melindungi tubuh dari invasi mikroorganisme; menghancurkan dan
menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing yang masuk ke dalam

b.
c.

tubuh
Menghilangkan jaringan atau sel yang mati atau rusak (debris sel) untuk
perbaikan jaringan
Mengenal dan menghilangkan sel abnormal
Sasaran utama dari sistem imun pada tubuh ialah bakteri patogen, jamur,
protozoa bersel satu, parasit, dan virus.
Leukosit merupakan sel imun utama. Sel leukosit dapat dibagi menjadi dua
kelompok besar, yaitu fagosit dan limfosit. Fagosit terdiri dari granulosit
dan monosit. Granulosit terdiri dari tiga jenis sel, yaitu: neutrofil, eosinofil.8
Fungsi fagosit dan imunosit dalam melndungi tubuh terkait erat dengan dua
sistem protein terlarut dalam tubuh yaitu imunoglobulin dan komplemen.9
Protein ini juga dapat terlibat dalam penghancuran sel darah pada sejumlah
penyakit.8
Granulosit dan monosit dalam darah dibentuk dalam sumsum tulang dari
suatu sel prekursor yang sama. Dalam seri granulopoetik, sel progenitor,
mieloblas, promielosit, dan mielosit membentuk sekumpulan (pool) sel
mitotik atau proliferatif, sedangkan metamielosit, granulosit batang, dan
segmen membentuk kompartemen pematangan pasca mitosis. Sejumlah
besar neutrofil batang ditahan dalam sumsum tulang sebagai pool
persediaan atau kompartemen penyimpanan. Sumsum tulang biasanya
mengandung lebih banyak mieloid daripada eritroid dengan perbandingan
2:1 sampai 12:1, dengan proporsi terbesar berupa netrofil dan metamielosit.
Pada keadaan normal, kompartemen penyimpanan sumsum mengandung
10-15 kali dari jumlah granulosit yang ditemukan dalam sel darah tepi.

Setelah pelepasannya dari sumsum tulang, granulosit hanya menghabiskan


waktu 6-10 jam dalam darah sebelum berpindah ke dalam jaringan untuk
melaksanakan fungsi fagositiknya. Dalam aliran darah, terdapat dua
kelompok yang biasanya berukuran hampir sama-kelompok yang
bersirkulasi/circulating pool (termasuk dalam hitung darah) dan kelompok
yang di tepi/marginating pool (tidak termasuk dalam hitung darah).
Diperkirakan netrofil rata-rata menghabiskan waktu selama 4-5 hari dalam
jaringan sebelum dirusak selama kerja pertahanan atau akibat penuaan.9
a.
Definisi
Neutrofil merupakan lekosit granular matur polimorfonuklear (inti sel
memiliki tiga hingga lima lobus yang dihubungkan oleh benang
kromatin tipis, dan sitoplasma mengandung granula halus); neutrofil
memiliki sifat kemotaksis, daya lekat pada kompleks imun, dan
fagositosis.10 Sel ini berdiameter 12-15 mm memiliki inti yang khas
padat terdiri atas sitoplasma pucat di antara 2 dan 5 lobus dengan
rangka tidak teratur dan mengandung banyak granula merah jambu
(azurofilik) atau merah lembayung.8 Granula dalam sitoplasma
dibedakan menjadi primer yang tampak pada stadium promielosit, dan
sekunder (spesifik) yang tampak pada periode mielosit dan dominan
pada neutrofil matur.9

b.

Fungsi
Fungsi neutrofil dapat dibagi dalam 3 fase:
1) Kemotaksis (mobilisasi dan migrasi sel), sel fagosit akan ditarik ke
bakteri atau tempat peradangan yang mungkin terjadi karena ada
zat kemotaktik yang dibebaskan oleh jaringan yang rusak atau
komponen komplemen.9
2) Fagositosis, bahan asing (bakteri, jamur, dll) atau sel pejamii yang
mati atau rusak difagositosis. Pengenalan partikel asing dibantu
oleh opsonisasi dengan immunoglobulin atau komplemen karena
neutrofil tidak memiliki reseptor Fc dan C3b.9
3) Membunuh dan mencerna, terjadi melalui jalur bergantung-oksigen
atau tidak bergantung oksigen. Pada reaksi bergantung oksigen,
superoksida (O2-), hidrogen peroksida (H2O2), dan spesies oksigen
(O2) teraktivasi lainnya, dihasilkan dari O2 dan nikotinamida
adenine dinukleotida fosfat tereduksi (NADPH). Dalam neutrofil
H2O2 bereaksi dengan mieolopereoksidase dengan mieloperoksidase
dan halide intraselular untuk membunuh bakteri; mungkin juga
terdapat keterlibatan oksigen teraktivasi. Mekanisme mikrobisida
non-oksidatif melibatkan penurunan pH dalam vakuol fagosit

tempat dilepaskannya enzim lisosom.9


2. Demam Neutropenia
a. Definisi
Demam neutropenia didefinisikan sebagai suhu tubuh 38C atau lebih
pada dua kali pengukuran di aksila dengan interval minimal 2 jam pada
keadaan pasien dengan neutropenia (hitung netrofil absolute <
500sel/l).6,7
Demam merupakan tanda penting terjadinya infeksi pada pasien
neutropenia dan kebanyakan menjadi satu-satunya bukti telah terjadi
infeksi. Pola demam tidak spesifik dan tidak memiliki ciri khas pada
banyak proses infeksi atau bukan infeksi dan dapat ditekan dengan
pemberian antipiretik.10
Neutropenia merupakan defisiensi neutrofil dan bentuk-bentuk batang
dalam sirkulasi yang didefinisikan sebagai angka neutrofil absolut

(absolute neutrophil count = ANC) kurang dari 1500/ml. ANC dihitung


dari jumlah leukosit dan hitung jenisnya.1
Tabel 1. Jumlah absolut neutrofil dan klinis8

b.

Jumlah absolut

Resiko infeksi

neutrofil (x109L)
>1,5
>1,0-1,5
>0,5-1,0
>0.5

Normal
Sedikit atau tidak ada resiko
Ringan
Klinis nyata

Etiologi dan Patofisiologi


Beberapa penyebab neutropenia pada bayi dan anak
i.

Virus. Penyebab neutropenia paling sering pada masa anak adalah


infeksi virus. Virus yang sering menyebabkan neutropenia adalah
hepatitis A dan B, virus sinsitial saluran napas, influenza A dan B,
campak, rubela, dan varisela. Neutropenia terjadi selama 24-48 jam
pertama sakit dan menetap selama 3-6 hari sesuai dengan masa
viremia akut dan dapat merupakan akibat dari penyerangan kembali
neutrofil yang terimbas virus dari sirkulasi ke darah tepi, ke
pengumpulannya di dalam limpa atau organ retikuloendotelial
lainnya atau bertamnahnya pengambilan ke dalam jaringan

ii.

ekstraseluler yang rusak karena virus.1


Nutrisi. Defisiensi vitamin B12, asam folat, atau tembaga dapat
menyebabkan neutropenia. Defisiensi tembaga tampak terkait
dengan produksi antibody anti-neutrofil, setelah penambahan

iii.

tembaga, titer antibodi menjadi negatif dan ANC kembali normal.1


Bakteri. Kelompok bakteri yang dapat menyebabkan neutropenia
ialah Staphylococcus aureus, bruselosis, tularemia, riketsia,

iv.

salmonella tifi, Shigella sonnei, dan Mycobacterium tuberculosis.1


Akibat Obat. Banyak zat terepeutik yang menyebabkan
neutropenia. Kebanyakan neutropenia akibat obat adalah karena
supresi sumsum tulang tergantung dosis atau induksi antibody anti
neutrofil terkait hapten. Fenotiazin, penisilin semisintetik, zat anti
inflamasi nonsteroid, derivat aminopirin, dan obat-obat antitiroid
6

paling sering terlibat. Penyembuhannya mulai dalam beberapa hari


sesudah penghentian obat dan didahului oleh munculnya monosit
dan neutrofili imatur dalam darah. Obat-obat sitotoksik yang
digunakan pada terapi kanker atau pada penekanan respons imun
secara teratur juga menyebabkan penekanan sumsum tulang yang
berarti menyebabkan status neutropenia.1 Neutropenia dapat
diinduksi melalui toksisitas langsung atau kerusakan yang
diperantarai oleh imun yang terjadi melalui tiga mekanisme, yaitu
antibodi berinterksi langsung dengan obat, antibodi berinteraksi
dengan antigen di cairan darah dan kompleks imun mengabsorbsi
sel permukaan, antibodi yang melapisi permukaan sel kemudian
bereaksi dengan antigen yang diberikan.9
Karakteristik pasien neutropenia yang menderita telah berubah sejak 30
tahun yang lalu. Secara tradisional, bakteri gram negatif merupakan
penyebab infeksi pada neutropenia, Dalam beberapa tahun terakhir ini,
penyebab neutropenia telah berubah dari bakteri gram negatif menjadi
bakteri gram positif, dilaporkan terjadi pada sekitar 63% dari isolate
yang dilaporkan oleh American National Cancer Institute Survey.11
Tabel 2. Jenis penyebab demam pada neutropenia11
Organis
me

Sering
terjadi
S. aureus
Staphylloc
occus
coagulase
negative
Enterecoc
cus
Streptococ
cus
viridans
E. coli

Bakteri
Gram
positif

Bakteri
Gram
negatif

K.

Jarang terjadi
Spesies
Corynebacteri
um
Spesies
Bacillus
Spesies
Clostridium

Spesies
Enterobacter
Spesies

pneumoni
ae
P.
aeruginos
a

Mikobakt
eria
C.
albicans
Mucor
C. kruzei
Rhizopus
T. glabrata
Fusarium
Spesies
Aspergillu
s
Herpes
simpleks
Variselazoster

Fungi

Virus

Citrobacter
freundii
Serretia
marcescens
Spesies
Legionella
M. fortuitum
M. cheloneae
Trichosporon
Pseudoallesch
eria boydii
Cryptococcus
Malassezia
furfur
Cytomegalovi
rus
Pneumocystis
carinii
Toxoplasma
gondii
Strongyloides
stercoralis

Parasit

c.

Acinetobacter

Terapi
Penundaan pemberian antibiotik pada pasien demam neutropenia
sampai adanya pembuktian bahwa infeksi telah benar terjadi
menyebabkan angka kematian meningkat. Pemberian antibiotik secara
empiric pada pasien demam neutropenia telah mulai dilakukan sejak
1970. Pendekatan terapi dengan cara ini telah menurunkan angka
kesakitan dan kemartian, yang menunjukkan pentingnya kewaspadaan
dan tindakan cepat serta tepat pada pasien demam neutropenia.11
Pedoman praktik klinis yang tersedia dalam penggunaan agen
antimikroba untuk pasien neutropenia dengan kanker menunjukkan

tidak adanya skema khusus, tidak ada obat khusus atau kombinasinya,
tidak ada waktu tertentu dalam pengobatan yang digunakan dalam
penanganan pasien dengan demam neutropenia.12
Penggunaan pedoman terapi empirik yang direkomendasikan dari
Infectious Diseases Soiety of America ditujukan untuk mencegah angka
kesakitan dan angka kematian dari bakteri patogen sampai didapatkan
hasil kultur darah untuk memberikan pengobatan antibiotik yang
sesuai.14
Tabel 3. Terapi antibiotik empiris.4
Monoterapi
Sefalosforin antipseudomonal

Terapi kombinasi
Piperacilin-tazobactam +

generasi ketiga (Ceftazidime)


Sefalosforin generasi keempat

aminoglikosida
Asam Ticarcilin-

(Cefepime)

clavulanic +

Carbapenem (imipenem-cilastatin

aminoglikosida
Sefalosforin

atau meropenem

antipseudomonal +
aminoglikosida
Carbapenem +
aminoglikosida

Penilaian resiko untuk komplikasi infeksi berat dievaluasi saat demam.


Penilaian resiko dapat menentukan pemberian terapi antibiotik empiris,
tempat perawatan, dan durasi pemberian antibiotik. Kebanyakan ahli
menilai pasien resiko tinggi memiliki prolong (>7 hari) dan profound
neutropenia (ANC 100 sel/mm3 setelah pemeberian kemoterapi
sitotoksik) dan kondisi penyerta termasuk didalamnya hipotensi,
pneumonia, nyeri abdominal, atau perubahan neurologik. Pasien
dengan risiko rendah termasuk yang memiliki periode neutropenia
singkat (7 hari) dengan atau tanpa komorbid, adalah kandidat untuk
terapi empiris oral. Pembagian klasifikasi secara formal menggunakan
Multinational Association for Supportive Care in Cancer Risk-Index

Score (MASCC) dengan pasien resiko tinggi memiliki skor <21, pasien
resiko rendah memiliki skor 21.
Tabel 4. Multinational Association for Supportive Care in Cancer Risk-Index
Score14
Karakteristik
Fibril nerutropenia dengan atau tanpa gejala ringan
Tidak ada hipotensi (Sistolik >90mmHg)
Tidak ada obstruksi pulmonar kronik
Tumor padat atau keganasan hematologi tanpa infeksi

Skor
5
5
4
4

fungal sebelumnya
Tidak ada dehidrasi yang memerlukan cairan parenteral
Fibril nerutropenia dengan gejala sedang
Pasien rawat jalan
Usia <60 tahun

3
3
3
2

Pasien dengan resiko tinggi memiliki neutropenia profound (ANC


100 sel/mm3) dan >7 hari, adanya keadaan komorbid (ketidaktsabilan
hemodinamik, mukositis oral atau gastrointestinal yang menyebabkan
kesulitan menelan atau menyebabkan diare, gejala gastrointestinal,
perubahan neurologik atau status mental, infeksi kateter IV, infiltrat
paru atau hypoxemia), isufisiensi hepatik. Pasien dengan resioko
rendah mempunyai neutropenia yang akan membaik dalam 7 hari, tidak
adanya keadaan komorbid, dengan fungsi hepar dan ginjal yang
adekuat dan stabil. Pasien dengan resiko tinggi memerlukan perawatan
rumah sakit untuk pemberian antibiotik empiris secara intravena.14

10

Setelah pemberian antibiotik empiris, semua pasien neutropenia harus


dipantau respon, adverse effect, infeksi sekunder, dan kemungkinan
adanya organisme resisten. Perlu diingat bahwa terapi empiris
diberikan paling tidak selama 5 hari, jika dalam evaluasi pasien
neutropenia tetap demam maka perlu dilakukan penilaian ulang.14
Pasien dengan unexplained fever yang merespon terapi empiris dapat
mempertahankan pemberian regimen antibiotik yang diberikan hingga
ANC meningkat >500sel/mm3. Demam yang persisten pada keadaan
asimptomatik dan hemodinamik yang stabil bukan merupakan alasan
untuk penambahan antibiotik ataupun mengganti terapi antibiotik.
Penggantian monoterapi atau penambahan aminoglikosida dalam
regimen pengobatan tidak akan terlalu berguna, kecuali didapatkan

11

bukti klinis atau laboratorium untuk penggunaan spektrum luas. Jika


demam tetap ada selama >3 hari setelah terapi antibiotik empiris maka
perlu dilakukan pelacakan infeksi melalui kultur darah dan tes
diagnostik.14

Tabel 5. Indikasi penambahan antibiotik terhadap organisme gram negatif


dalam regimen terapi demam dan neutropenia.14
Ketidakstabilan hemodinamink atau bukti sepsis berat lainnya
Pneumonia yang terbukti secara radiologi
Hasil kultur darah positif untuk bakteri gram negatif
Hasil klinis yang dicurigai adanya infeksi terkait kateter
Adanya infeksi pada kulit atau jaringan lunak pada tempat
manapun
Terdapat kolonisasi resisten-methicilin Staphyllococcus aureus,
vancomycin-resisten enterococcus, atau penicilin-resisten

12

Streptococcus pneumoniae.
Mukositis berat

Pemberian antibiotik pada pasien yang memiliki infeksi secara klinis


ataupun adanya bukti mikrobiologik, sebaiknya bergantung pada
keadaan neutropenia (ANC 500sel/mm3) dan lebih lama jika
diperlukan. Pada unexplained fever direkomendasikan untuk memberi
regimen antibiotik hingga didapatkan adanya perbaikan dari sumsum
tulang. Pada pasien dengan Pemberian antifungal dapat
dipertimbangakan pada pasien resiko tinggi yang demam tetap ada
setelah 4-7 hari setelah pemberian terapi empiris.14

Penelitian membuktikan bahwa tidak ada perbedaan hasil pada


pemberian monoterapi dan terapi kombinasi. Pemberian obat
monoterapi yang direkomendasikan adalah yang memiliki spektrum

13

luas. Sefalosforin generasi ketiga dan keempat, dan carbapenem dapat


digunakan sebagai pilihan pengobatan.6,10
Terapi pemberian faktor hemtopoietik (G-CSF atau GM-CSF) dapat
dipertimbangkan pada pasien dengan resiko demam dan
neutropenianya 20%. Penggunaan profilaksis CSFs mieloid
membuktikan adanya penurunan insiden demam neutropenia pada
beberapa studi dan juga berpengaruh dalam menurunkan angka
mortalitas yang berhubungan dengan infeksi atau sebab lainnya.
Guideline yang ada menyarankan untuk memberikan profilaksis CSFs
pada demam neutropenia yang dikaitkan dengan regimen kemotrapi
dengan resiko 20%, kecuali jika pemberian terapi tersebut merupakan
terapi simptometik atau paliaatif, maka pengurangan dosis harus
dipertimbangkan. Jika resiko 10%, keuntungan yang diperoleh akan
lebih sedikit, dan pemberian CSFs tidak direkomendasikan, jikapun
diberikan, maka harus dilakukan segera setelah kemoterapi selesai.
Pemberian CSFs mieloid tidak disarankan dalam penambahan
pengobatan antibiotik pada demam neutropenia. Walaupun lama
neutropenia, durasi demam, dan lama perawatan rawat inap menjadi
minimal; keuntungan klinis nyata dari pemberian terapi CSFs tidak
meyakinkan. Dari studi yang ada tidak ada yang memberikan angka
keuntungan survival dengan terapi CSFs. Mempertibangkan biaya,
adverse effect, dan minimnya data klinis, penambahan G-CSF atau
d.

GM-CSF pada onset demam dan neutropenia tidak direkomendasikan.14


Pengawasan
Pengawasan dan evaluasi terhadap pasien dengan demam neutropenia
setiap hari adalah penting. Pada umumnya menyangkut pemeriksaan
dan pencarian penyebab. Setidaknya 3-5 hari pengobatan antibiotik
diperlukan untuk menentukan keefektifan pengobatan. Pemberian
pengobatan empiris didasarkan apakah ada infeksi yang ditemukan,
atau kondisi klinis pasien yang memburuk. Faktor yang paling penting

14

dalam pemberhentian terapi antimikroba dalam demam neutropenia


e.

ialah ANC.4
Pencegahan Infeksi
Penelitian yang dilakukan belakangan menunjukkan penurunan infeksi
dan demam dengan pemberian profilaksis flurokuinolon tapi tidak
berpengaruh dalam mengurangi angka mortalitas. Walaupun bukti
profilaksis telah mengurangi terjadinya infeksi, pedoman yang
digunakan tidak merekomendasikan untuk pemberian profilaksis,
karena pengawasan dari resistensi obat dengan pemberian golongan
spektrum luas dan tidak adanya pengaruh terhadap pengurangan angka
mortalitas.4

15

BAB III
PENUTUP
Demam neutropenia sebagai sindrom telah mengalami perubahan beberapa
tahun belakangan. Pengobaan antibiotic secara empirik pada seluruh pasien
neutropenia pada saat demam telah menjadi batu pijakan mendasar sebagai
penanganan infeksi. Perubahan pada antibiotik khusus yang digunakan sebagai
terapi regimen berdasarkan pada pola perubahan pathogen, kegawatdaruratan
organism resisten antibiotik, gejala klinis yang baru muncul, kemampuan obat baru.
Tidak ada antibiotik khusus, kombinasi atau durasi pemberian dari terapi yang
secara umum dapat dijadikan acuan untuk penaganan pasien dengan demam
neutropenia. Praktik klinis berdasarkan bukti dalam penanganan demam neutropenia
yang terus berkembang, membantu praktisi dalam membuat keputusan.

16

You might also like