You are on page 1of 37

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat serta salam selalu tercurahkan
kepada rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmatnya penyusun mampu menyelesaikan
tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah sistem Integumen.
Dalam Penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi.
Namun penulis menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat
bantuan, dorongan, dan bimbingan dari dosen, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi
teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang penyakit selulitis,
yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi, dan refrensi.
Makalah ini disusun oleh penyusun dengan berbagai rintangan, baik itu yang datang dari diri
penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama
pertolongan dari Allah SWT akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya mahasiswa, kami sadar bahwa makalh ini
masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing
kami meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah ini di masa yang akan datang
dan mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.

Mataram, Oktober 2015

Penulis

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus, atau oleh
keduanya disebut pioderma. Faktor predisposisi pioderma adalah higiene yang kurang,
menurunnya daya tahan tubuh, dan telah ada penyakit lain di kulit. Salah satu bentuk
pioderma adalah selulitis. Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang jaringan
dermis dan subkutis. Faktor risiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal
(robekan kulit), luka terbuka di kulit atau gangguan pembuluh vena maupun pembuluh
getah bening. Lebih dari 40% penderita selulitis memiliki penyakit sistemik. Penyakit ini
biasanya didahului trauma, karena itu tempat predileksinya di tungkai bawah. Gejala
prodormal selulitis adalah demam dan malaise, kemudian diikuti tanda-tanda peradangan
yaitu bengkak (tumor), nyeri (dolor), kemerahan (rubor), dan teraba hangat (kalor) pada
area tersebut.
Prevalensi selulitis di seluruh dunia tidak diketahui secara pasti. Sebuah studi
tahun 2006 melaporkan insidensi selulitis di Utah, AS, sebesar 24,6 kasus per 1000
penduduk per tahun dengan insidensi terbesar pada pasien laki-laki dan usia 45-64 tahun.
Secara garis besar, terjadi peningkatan kunjungan ke pusat kesehatan di Amerika Serikat
akibat penyakit infeksi kulit dan jaringan lunak kulit yaitu dari 32,1 menjadi 48,1 kasus
per 1000 populasi dari 1997-2005 dan pada tahun 2005 mencapai 14,2 juta kasus.
Banyak penelitian yang melaporkan kasus terbanyak terjadi pada laki-laki, usia dekade
keempat hingga dekade kelima, dan lokasi tersering di ekstremitas bawah.
Salah satu bentuk pioderma adalah selulitis yang akan dibahas pada laporan
kasus. Selulitis merupakan infeksi bakterial akut pada kulit. Infeksi Staphylococcus
epidermidis merupakan yang terjadi menyebar ke dalam hingga ke lapisan dermis dan
sub kutis.Selulitis dapat terjadi di semua usia, tersering pada usia di bawah 3 tahun dan
usia dekade keempat dan kelima. Insidensi pada laki-laki lebih besar daripada perempuan
dalam beberapa studi epidemiologi. Insidensi selulitis ekstremitas masih menduduki
peringkat pertama. Terjadi peningkatan resiko selulitis seiring meningkatnya usia, tetapi
tidak ada hubungan dengan jenis kelamin.
Gambaran klinis tergantung akut atau tidaknya infeksi. Umumnya semua bentuk
ditandai dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan dan bengkak. Penyebaran
perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat di sekitar luka atau ulkus disertai dengan
demam dan lesu. Pada keadaan akut, kadang-kadang timbul bula. Dapat dijumpai

limfadenopati limfangitis. Tanpa pengobatan yang efektif dapat terjadi supurasi lokal
(flegmon, nekrosis atau gangren) .
Selulitis biasanya didahului oleh gejala sistemik seperti demam, menggigil, dan
malaise. Daerah yang terkena terdapat 4 kardinal peradangan yaitu rubor (eritema), color
(hangat), dolor (nyeri) dan tumor (pembengkakan). Lesi tampak merah gelap, tidak
berbatas tegas pada tepi lesi tidak dapat diraba atau tidak meninggi. Pada infeksi yang
berat dapat ditemukan pula vesikel, bula, pustul, atau jaringan neurotik. Ditemukan
pembesaran kelenjar getah bening regional dan limfangitis ascenden. Pada pemeriksaan
darah tepi biasanya ditemukan leukositosis.
Periode inkubasi sekitar beberapa hari, tidak terlalu lama. Gejala prodormal
berupa: malaise anoreksia; demam, menggigil dan berkembang dengan cepat, sebelum
menimbulkan gejala-gejala khasnya. Pasien imunokompromais rentan mengalami infeksi
walau dengan patogen yang patogenisitas rendah. Terdapat gejala berupa nyeri yang
terlokalisasi dan nyeri tekan. Jika tidak diobati, gejala akan menjalar ke sekitar lesi
terutama ke proksimal. Kalau sering residif di tempat yang sama dapat terjadi
elefantiasis. (buku merah)
Lokasi selulitis pada anak biasanya di kepala dan leher, sedangkan pada orang
dewasa paling sering di ekstremitas karena berhubungan dengan riwayat seringnya
trauma di ekstremitas. Pada penggunaan salah obat, sering berlokasi di lengan atas.
Komplikasi jarang ditemukan, tetapi termasuk glomerulonefritis akut (jika disebabkan
oleh strain nefritogenik streptococcus, limfadenitis, endokarditis bakterial subakut).
Kerusakan pembuluh limfe dapat menyebabkan selulitis rekurens.
Diagnosis selulitis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis.
Pada pemeriksaan klinis selulitis ditemukan makula eritematous, tepi tidak meninggi,
batas tidak jelas, edema, infiltrat dan teraba panas, dapat disertai limfangitis dan
limfadenitis. Penderita biasanya demam dan dapat menjadi septikemia. Pada pemeriksaan
darah tepi selulitis terdapat leukositosis (15.000-400.000).
Selulitis karena streptokokus diberi penisilin prokain G 600.000-2.000.000 IU IM
selama 6 hari atau dengan pengobatan secara oral dengan penisilin V 500 mg setiap 6
jam, selama 10-14 hari.Pada selulitis karena H. Influenza diberikan Ampicilin untuk anak
(3 bulan sampai 12 tahun) 100-200 mg/kg/d (150-300 mg), >12 tahun seperti dosis
dewasa.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian selulitis ?
2. Apa etiologi dari selulitis ?

3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Apa saja factor factor yang memperparah selulitis ?


Bagaimana patofisiologi selulitis ?
Apa saja manifestasi klinis selulitis ?
Bagaimana pemeriksaan selulitis ?
Bagaimana penatalaksanaan selulitis ?
Bagaimana pencegahan selulitis ?
Apa komplikasi dari selulitis ?

1.3 Tujuan Penyusunan


1. Tujuan Umum
Makalah ini disusun untuk memenuhu tugas mata kuliah Keperawatan
Medical bedah II pada semester VI, dan agar para mahasiswa mengetahui dan
memahami serta mampu membuat asuhan keperawatan dengan selulitis.
2. Tujuan Khusus
Agar mahasiswa memahami atau mengetahui tentang :
1.

Pengertian selulitis

2.

Etiologi dari selulitis

3.

Factor factor yang memperparah selulitis

4.

Patofisiologi selulitis

5.

Manifestasi klinis selulitis

6.

Pemeriksaan selulitis

7.

Penatalaksanaan selulitis

8.

Pencegahan selulitis

9.

Komplikasi dari selulitis

1.4 Manfaat

Diharapkan makalah ini mampu memberi informasi kepada pembaca tentang


Selulitis beserta manifestasi klinis, terapi dan konsep asuhan keperawatanya

BAB 2
KONSEP DASAR PENYAKIT
2.1 Definisi Selulitis
Selulitis merupakan infeksi bakterial akut pada kulit. Infeksi yang terjadi
menyebar ke dalam hingga ke lapisan dermis dan sub kutis.Infeksi ini biasanya didahului
luka atau trauma dengan penyebab tersering Streptococcus beta hemolitikus dan
Staphylococcus aureus. Penyebab selulitis paling sering pada orang dewasa adalah
Staphylococcus aureus dan Streptokokus beta hemolitikusgrup A sedangkan penyebab
selulitis pada anak adalah Haemophilus influenzatipe B (Hib), Streptokokus beta
hemolitikus grup A, dan Staphylococcus aureus. Streptococcuss beta hemolitikus group B
adalah penyebab yang jarang pada selulitis Bakteri mencapai dermis melalui jalur
eksternal maupun hematogen. Pada imunokompeten perlu ada kerusakan barrier kulit,
sedangkan pada imunokopromais lebih sering melalui aliran darah.
Infeksi ini biasanya didahului luka atau trauma dengan penyebab tersering
Streptococcus beta hemolitikus dan Staphylococcus aureus. Bakteri patogen yang
menembus lapisan luar menimbulkan infeksi pada permukaan kulit atau menimbulkan
peradangan. Setelah menembus lapisan luar kulit, infeksi akan menyebar ke jaringanjaringan dan menghancurkannya, hyaluronidase memecah substansi polisakarida,
fibrinolysin mencerna barrier fibrin, dan lecithinase menghancurkan membran sel
Periode inkubasi sekitar beberapa hari, tidak terlalu lama. Gejala prodormal
berupa: malaise anoreksia; demam, menggigil dan berkembang dengan cepat, sebelum
menimbulkan gejala-gejala khasnya. Pasien imunokompromais rentan mengalami infeksi
walau dengan patogen yang patogenisitas rendah. Terdapat gejala berupa nyeri yang
terlokalisasi dan nyeri tekan. Jika tidak diobati, gejala akan menjalar ke sekitar lesi
terutama ke proksimal.
Lokasi selulitis pada anak biasanya di kepala dan leher, sedangkan pada orang
dewasa paling sering di ekstremitas karena berhubungan dengan riwayat seringnya
trauma di ekstremitas. Organisme penyebab bisa masuk ke dalam kulit melalui lecetlecet ringan atau retakan kulit pada jari kaki yang terkena tines pedis, dan pada banyak

kasus, ulkus pada tungkai merupakan pintu masuk bakteri. Faktor predesposisi yang
sering adalah edema tungkai, dan selulitis banyak didapatkan pada orang tua yang sering
mengalami edema tungkai yang berasal dari jantung, vena, dan limfe.
Gambaran klinis tergantung akut atau tidaknya infeksi. Umumnya semua bentuk
ditandai dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan dan bengkak. Penyebaran
perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat di sekitar luka atau ulkus disertai dengan
demam dan lesu. Pada keadaan akut, kadang-kadang timbul bula. Dapat dijumpai
limfadenopati limfangitis. Tanpa pengobatan yang efektif dapat terjadi supurasi lokal
(flegmon, nekrosis atau gangren).
Selulitis biasanya didahului oleh gejala sistemik seperti demam, menggigil, dan
malaise. Daerah yang terkena terdapat 4 kardinal peradangan yaitu rubor (eritema), color
(teraba hangat), dolor (nyeri) dan tumor (pembengkakan). Lesi tampak merah gelap,
tidak berbatas tegas pada tepi lesi tidak dapat diraba atau tidak meninggi. Pada infeksi
yang berat dapat ditemukan pula vesikel, bula, pustul, atau jaringan neurotik. Ditemukan
pembesaran kelenjar getah bening regional dan limfangitis ascenden. Pada pemeriksaan
darah tepi biasanya ditemukan leukositosis.
Selulitis adalah peradangan akut terutama menyerang jaringan subkutis,
biasanya didahului luka atau trauma. Pada anak usia di bawah 2 tahun dapat disebabkan
oleh Haemophilus influenzae; keadaan anak tampak sakit berat, sering disertai gangguan
pernapasan bagian atas, dapat pula diikuti bakteremi dan septikemi (Herry E.J., 2010).
Daerah predilesi yang sering terkena yaitu wajah, badan, genitalia dan
ekstremitas atas dan bawah. Sekitar 85% kasus selulitis terjadi pada kaki daripada wajah,
dan pada individu dari semua ras dan kedua jenis kelamin. Permulaan selulitis didahului
oleh gejala prodormal, seperti demam dan malaise, kemudian diikuti dengan tanda-tanda
peradangan yaitu bengkak, nyeri, dan kemerahan. Diagnosis penyakit ini dapat
ditegakkan

berdasarkan

anamnesis,

gambaran

klinis.

Penanganannya

perlu

memperhatikan faktor predisposisi dan komplikasi yang ada. (Loretta Davis, MD, 2010).
Selulitis adalah suatu infeksi yang menyerang kulit dan jaringan subkutan.
Tempat yang paling sering adalah ekstremitas, tetapi selulitis juga dapat terjadi di kulit
kepala, kepala dan leher. Organisme penyebab selulitis adalah stapilococus aureus,
streptococcus grup A dan streptococcus pneumoneae (Cecily Lynn Betz, 2009).
Selulitis merupakan infeksi bakterial akut pada kulit. Infeksi yang terjadi
menyebar ke dalam hingga ke lapisan dermis dan sub kutis.Infeksi ini biasanya didahului
luka atau trauma dengan penyebab tersering Streptococcus beta hemolitikus dan

Staphylococcus aureus. Pada anak usia di bawah 2 tahun dapat disebabkan oleh
Haemophilus influenza, keadaan anak akan tampak sakit berat, sering disertai gangguan
pernapasan bagian atas, dapat pula diikuti bakterimia dan septikemia. (Djuanda Adhi,
2008)
Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan

jaringan

subkutan biasanyadisebabkan oleh invasi bakteri melalui suatu area yang robek pada
kulit, meskipun demikian hal ini dapat terjadi tanpa bukti sisi entri dan ini biasanya
terjadi pada ekstrimitas bawah (Tucker, 1998 : 633).
Selulitis adalah inflamasi supuratif yang juga melibatkan sebagian Jaringan
subkutan (mansjoer, 2000; 82).
Selulitis adalah infeksi bakteri yang

menyebar

kedalam

bidang

jaringan

(Brunner dan Suddarth, 2000 : 496).


Jadi selulitis adalah infeksi pada kulit yang disebabkan oleh bakteri stapilokokus
aureus, streptokokus grup Adan streptokokus piogenes.
2.2 Klasifikasi
1. Selulitis Orbital
Infeksi mudah menyebar dari sinus karena orbita memiliki dinding yang sama
dengan sinus- sinus etmoidalis, maksilaris, dan frontalis. Disebabkan oleh
streptokokus grup A, S. aureus, H. influenzae dan S. pneumoniae.
Gejala : eksoftalmos, oftalmoplegia, dan hilangnya ketajaman penglihatan.
2. Selulitis Periorbital
Disebabkan oleh trauma, luka infeksi dan gigitan serangga.
Gejala : awal demam cepat dan pembengkakan, area hangat, ada pengerasan dan
nyeri tekan, infeksi kelopak mata atau kulit disekitar mata, lebih sering terjadi pada
anak dibawah 6 tahun.
Menurut Benni et all 1999 klasifikasi selulitis dibedakan menjadi :
3. Sirkum skripta Serous Akut
Terbatas pada daerah tertentu yaitu satu/dua spasia facial yang tidak jelas
batasnya
4. Selulitis sirkum skripta supuratif akut
Prosesnya hamper sama dengan selulitis sirkumsipta serous akut, hanya
infeksi bakteri tersebut juga mengandung suppurasi yang purulen.
5. Selulitisdifus yang sering dijumpai
Adalah angina Ludwigs ,merupakan suatu selulitis difus yang mengenai
spasia sublingual, submental san submandibular.

2.3 Etiologi
Penyebab selulitis paling sering pada orang dewasa adalah Staphylococcus
aureus dan Streptokokus beta hemolitikus grup A sedangkan penyebab selulitis pada anak
adalah Haemophilus influenza tipe b (Hib), Streptokokus beta hemolitikus grup A, dan
Staphylococcus aureus. Streptococcuss beta hemolitikus group B adalah penyebab yang
jarang pada selulitis. Selulitis pada orang dewasa imunokompeten banyak disebabkan
oleh Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus sedangkan pada ulkus
diabetikum dan ulkus dekubitus biasanya disebabkan oleh organisme campuran antara
kokus gram positif dan gram negatif aerob maupun anaerob. Bakteri mencapai dermis
melalui jalur eksternal maupun hematogen. Pada imunokompeten perlu ada kerusakan
barrier kulit, sedangkan pada imunokopromais lebih sering melalui aliran darah.
Selulitis terjadi manakala bakteri tersebut masuk melalui kulit yang bercelah
terutama celah antara selaput jari kaki, pergelangan kaki, dan tumit, kulit terbuka, bekas
sayatan pembedahan (lymphadenectomy, mastectomy, postvenectomy). Walaupun
selulitis dapat terjadi di kulit bagian manapun, lokasi paling sering terjadi adalah di kaki,
khususnya di kulit daerah tulang kering dan punggung kaki. Pada anak-anak usia di
bawah 6 tahun, bakteri Hemophilus influenzae dapat menyebabkan selulitis, khususnya
di daerah wajah dan lengan.
Rosfanty, (2009) menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang memperparah
resiko dari perkembangan selulitis, antara lain :
1. Usia
Semakin tua usia, kefektifan sistem sirkulasi dalam menghantarkan darah
berkurang pada bagian tubuh tertentu. Sehingga abrasi kulit potensi mengalami
infeksi seperti selulitis pada bagian yang sirkulasi darahnya memprihatinka.
2. Melemahnya sistem immun (Immunodeficiency)
Dengan sistem immune yang melemah maka semakin mempermudah
terjadinya infeksi. Contoh pada penderita leukemia lymphotik kronis dan infeksi HIV.
Penggunaan obat pelemah immun (bagi orang yang baru transplantasi organ) juga
mempermudah infeksi.
3. Diabetes mellitus
Tidak hanya gula darah meningkat dalam darah namun juga mengurangi
sistem immun tubuh dan menambah resiko terinfeksi. Diabetes mengurangi sirkulasi
darah pada ekstremitas bawah dan potensial membuat luka pada kaki dan menjadi
jalan masuk bagi bakteri penginfeksi.
4. Cacar dan ruam saraf

Karena penyakit ini menimbulkan luka terbuka yang dapat menjadi jalan
masuk bakteri penginfeksi.
5. Pembangkakan kronis pada lengan dan tungkai (lymphedema)
Pembengkakan jaringan membuat kulit terbuka dan menjadi jalan masuk bagi
bakteri penginfeksi.
6. Infeksi jamur kronis pada telapak atau jari kaki
Infeksi jamur kaki juga dapat membuka celah kulit sehingga menambah
resiko bakteri penginfeksi masuk
7. Penggunaan steroid kronik
Contohnya penggunaan corticosteroid.
8. Gigitan & sengat serangga, hewan, atau gigitan manusia
9. Penyalahgunaan obat dan alkohol
Mengurangi sistem immun sehingga mempermudah bakteri penginfeksi
berkembang.
10. Malnutrisi
Sedangkan

lingkungan

tropis,

panas,

banyak

debu

dan

kotoran,

mempermudah timbulnya penyakit ini.


Pada ulkus diabetikum dan ulkus dekubitus biasanya disebabkan oleh organisme
campuran antara kokus gram positif dan gram negatif aerob maupun anaerob. Bakteri
mencapai dermis melalui jalur eksternal maupun hematogen. Pada imunokompeten perlu
ada kerusakan barrier kulit, sedangkan pada imunokopromais lebih sering melalui aliran
darah.
Menurut (Concheiro J, Loureiro M, Gonzlez-Vilas D. 2009). Penyakit Selulitis
disebabkan oleh:
1. Infeksi bakteri dan jamur :
a) Disebabkan oleh Streptococcus grup A dan Staphylococcus aureus
b) Pada bayi yang terkena penyakit ini dibabkan oleh Streptococcus grup B
c) Infeksi dari jamur, tapi Infeksi yang diakibatkan jamur termasuk jarang
d) Aeromonas Hydrophila
e) S. Pneumoniae (Pneumococcus)
2. Penyebab lain :
a) Gigitan binatang, serangga, atau bahkan gigitan manusia.
b) Kulit kering
c) Eksim
d) Kulit yang terbakar atau melepuh
e) Diabetes
f) Obesitas atau kegemukan
g) Pembekakan yang kronis pada kaki
h) Penyalahgunaan obat-obat terlarang
i) Menurunnyaa daya tahan tubuh
j) Cacar air
k) Malnutrisi
l) Gagal ginjal

Biasanya Streptococcus B Hemolyticus.Dalam keadaan normal,kulit


memiliki berbagai jenis bakteri.Tetapi kulit yang utuh merupakan penghalang efektif
yang mencegah masuk dan berkembangnya bakteri dalam di dalam tubuh .Jika kulit
terluka,bakteri bisa masuk dan tumbuh di dalam tubuh ,menyebabkan infeksi dan
peradangan.Jaringan kulit yang terinfeksi menjadi merah,panas dan nyeri.
Faktor resiko terjadinya selulitis adalah :
a)
b)
c)
d)

Gigitan serangga,hewan atau manusia


Luka di kulit
Riwayat penyakit pembuluh darah perifer,diabetes mellitus
Tindakan terhadap penyakit jantung,paru-paru atau gigi yang baru dijalani

penderita.
e) Pemakaian obat imunosupresan atau kortikosteroid.
2.4 Epidemiologi
Selulitis dapat terjadi di semua usia, tersering pada usia di bawah 3 tahun dan
usia dekade keempat dan kelima. Sedangkan angka insidensi pada laki-laki lebih besar
daripada perempuan dalam beberapa studi epidemiologi. Insidensi selulitis ekstremitas
masih menduduki peringkat pertama. Terjadi peningkatan resiko selulitis seiring
meningkatnya usia, tetapi tidak ada hubungan dengan jenis kelamin.

2.5 Patofisiologi
Istilah "selulitis" biasanya digunakan untuk menunjukkan suatu peradangan
non-nekrotik pada lapisan dermis dan hypodermis kulit, terkait dengan infeksi akut
yang tidak melibatkan fasia atau otot, dan yang dicirikan oleh nyeri lokal, bengkak,
nyeri, eritema, dan suhu lebih tinggi pada bagian yang terinfeksi. Pada orang dewasa
dengan immunocompetent, selulitis biasanya disebabkan oleh Staphylococcus
pyogenes dan pada anak-anak, yang paling umum menyebabkan selulitis adalah S.
aureus.
Bakteri pathogen yang menembus lapisan luar menimbulkan infeksi pada
permukaan kulit atau menimbulkan peradangan. Penyakit infeksi sering berjangkit pada
orang gemuk, rendah gizi, orang tua dan pada orang dengan diabetes mellitus yang
pengobatannya tidak adekuat.

Gambaran klinis eritema lokal pada kulit dan sistem vena serta limfatik pada
ke dua ekstremitas atas dan bawah. Pada pemeriksaan ditemukan kemerahan yang
karakteristik hangat, nyeri tekan, demam dan bakterimia.
Selulitis yang tidak berkomplikasi paling sering disebabkan oleh streptokokus
grup A, streptokokus lain atau staphilokokus aereus, kecuali jika luka yang terkait
berkembang bakterimia, etiologi microbial yang pasti sulit ditentukan, untuk abses
lokalisata yang mempunyai gejala sebagai lesi kultur pus atau bahan yang diaspirasi
diperlukan. Meskipun etiologi abses ini biasanya adalah stapilokokus, abses ini kadang
disebabkan oleh campuran bakteri aerob dan anaerob yang lebih kompleks. Bau busuk
dan pewarnaan gram pus menunjukkan adanya organisme campuran.
Ulkus kulit yang tidak nyeri sering terjadi. Lesi ini dangkal dan berindurasi
dan dapat mengalami infeksi. Etiologinya tidak jelas, tetapi mungkin merupakan hasil
perubahan peradangan benda asing, nekrosis dan infeksi derajat rendah.
2.6 Manifestasi Klinis
Gambaran klinis tergantung akut atau tidaknya infeksi. Umumnya semua bentuk
ditandai dengan kemerahan dengan batas jelas, nyeri tekan dan bengkak. Penyebaran
perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat di sekitar luka atau ulkus disertai
dengan demam dan lesu. Pada keadaan akut, kadang-kadang timbul bula. Dapat
dijumpai limfadenopati limfangitis. Tanpa pengobatan yang efektif dapat terjadi
supurasi lokal (flegmon, nekrosis atau gangren).
Selulitis biasanya didahului oleh gejala sistemik seperti demam, menggigil,
danmalaise. Daerah yang terkena terdapat 4 kardinal peradangan yaitu rubor (eritema),
color (hangat), dolor (nyeri) dan tumor (pembengkakan). Lesi tampak merah gelap
tidak berbatas tegas pada tepi lesi tidak dapat diraba atau tidak meninggi. Pada infeksi
yang berat dapat ditemukan pula vesikel, bula, pustul, atau jaringan neurotik.
Ditemukan pembesaran kelenjar getah bening regional dan limfangitis ascenden. Pada
pemeriksaan darah tepi biasanya ditemukan leukositosis.
Terdapat gejala konstitusi : demam,malaise.Lapisan kulit yang diserang ialah
epidermis dan dermis.Penyakit ini didahului trauma,karena itu biasanya tempat
predileksinya di tungkai bawah.Gejala awal berupa kemerahan dan nyeri tekan di suatu
daerah yang kecil di kulit.Kelainan kulit yang utama ialah eritema yang berwarna

cerah,berbatas tegas dan pinggir tidak meninggi dengan tanda-tanda radang akut.Dapat
disertai edema,vesikel,dan bula.Terdapat leukositosis.
Jika tidak diobati,akan menjalar ke sekitarnya terutama ke proksimal.Kalau
sering residif di tempat yang sama terdapat elephantiasis.
Periode inkubasi sekitar beberapa hari, tidak terlalu lama. Gejala prodormal
berupa: malaise anoreksia; demam, menggigil dan berkembang dengan cepat, sebelum
menimbulkan gejala-gejala khasnya. Pasien imunokompromais rentan mengalami
infeksi walau dengan patogen yang patogenisitas rendah. Terdapat gejala berupa nyeri
yang terlokalisasi dan nyeri tekan. Jika tidak diobati, gejala akan menjalar ke sekitar
lesi terutama ke proksimal. Kalau sering residif di tempat yang sama dapat terjadi
elefantiasis.
Lokasi selulitis pada anak biasanya di kepala dan leher, sedangkan pada orang
dewasa paling sering di ekstremitas karena berhubungan dengan riwayat seringnya
trauma di ekstremitas. Pada penggunaan salah obat, sering berlokasi di lengan atas.
Komplikasi jarang ditemukan, tetapi termasuk glomerulonefritis akut (jika disebabkan
oleh strain nefritogenik streptococcus, limfadenitis, endokarditis bakterial subakut).
Kerusakan pembuluh limfe dapat menyebabkan selulitis rekurens.
Menurut Mansjoer (2000:82) manifestasi klinis selulitis adalah

Kerusakan

kronik pada kulit sistem vena dan limfatik pada kedua ekstrimitas, kelainan kulit berupa
infiltrat difus subkutan, eritema local, nyeri yang cepat menyebar dan infitratif ke
jaringan dibawahnya, Bengkak, merah dan hangat nyeri tekan, Supurasi dan lekositosis
Gambaran kliniknya tergantung akut atau tidaknya infeksi. Umumnya pada
semua bentuk ditandai dengan kemerahan dengan batas tidak jelas, nyeri tekan dan
bengkak. Penyebaran perluasan kemerahan dapat timbul secara cepat di sekitar
luka/ulkus. Disertai dengan demam dan lesu. Pada keadaan akut, kadang-kadang timbul
bula. Dapat dijumpai limfadenopati limfangitis. Tanpa pengobatan yang efektif dapat
terjadi supurasi lokal (flegmon, nekrosis atau gangrene).
1. Reaksi Lokal
a) Lesi dengan batas tidak jelas
b) Area selulit biasanya nyeri, merah dan hangat
c) Jaringan mengeras
2. Reaksi Sistemik
a) Demam
b) Malaise
c) Menggigil
d) Garis merah sepanjang jalur drainase limfatik
e) Kelenjar getah bening membesar dan nyeri

2.7 Komplikasi
Pada anak dan orang dewasa yang immunocompromised, penyulit pada selulitis
dapat berupa gangren, metastasis, abses dan sepsis yang berat. Selulitis pada wajah
merupakan indikator dini terjadinya bakteriemia stafilokokus beta hemollitikus grup A,
dapat berakibat fatal karena mengakibatkan trombosis sinus cavernpsum yang septik.
Selulitis pada wajah dapat menyebabkan penyulit intrakranial berupa meningitis.
Komplikasi Lain :
1. Bakteremia
2. Nanah atau local Abscess
3. Superinfeksi oleh bakteri gram negative
4. Lymphangitis
5. Trombophlebitis
6. Osteomielitis
7. Atritis septic
8. Glomerulonefritis
9. Fasitis necroticans
10. Gangguan sistemik, septikemia
11. Meningitis
12. Hilangnya ketajaman penglihatan ( selulitis orbital )
13. Potensial abses otak ( selulitis orbital, periorbital )
14. Ellulitis pada muka atau Facial cellulites pada anak menyebabkan meningitis
sebesar 8%.
15. Dimana dapat menyebabkan kematian jaringan (Gangrene), dan dimana harus
melakukan amputasi yang mana mempunyai resiko kematian hingga 25%.
2.8 Penatalaksanaan
1. Pada pengobatan umum kasus selulitis, faktor hygiene perorangan dan lingkungan
harus diperhatikan.
2. Sistemik
Berbagai obat dapat digunakan sebagai pengobatan selulitis
a) Penisilin G prokain dan semisintetiknya
b) Penisilin G prokain
Dosisnya 1,2 juta/ hari, I.M. Dosis anak 10000 unit/kgBB/hari. Penisilin
merupakan obat pilihan (drug of choice), walaupun di rumah sakit kota-kota besr
perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya resistensi. Obat ini tidak dipakai lagi
karena tidak praktis, diberikan IM dengan dosis tinggi, dan semakin sering terjadi
syok anafilaktik.
c) Ampisilin
Dosisnya 4x500 mg, diberikan 1 jam sebelum makan. Dosis anak 50-100
mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.
d) Amoksisilin

Dosisnya sama dengan ampsilin, dosis anak 25-50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3
dosis. Kelebihannya lebih praktis karena dapat diberikan setelah makan. Juga
cepat absorbsi dibandingkan dengan ampisilin sehingga konsentrasi dalam
plasma lebih tinggi.
e) Golongan obat penisilin resisten-penisilinase
Yang termasuk golongan obat ini, contohnya: oksasilin, dikloksasilin,
flukloksasilin. Dosis kloksasilin 3 x 250 mg/hari sebelum makan. Dosis
flukloksasilin untuk anak-anak adalah 6,25-11,25 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4
dosis.
f) Linkomisin dan Klindamisin
Dosis linkomisin 3 x 500 mg sehari. Klindamisin diabsorbsi lebih baik karena itu
dosisnya lebih kecil, yakni 4 x 300-450 mg sehari. Dosis linkomisin untuk anak
yaitu 30-60 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis, sedangkan klindamisin 8-16
mg/kgBB/hari atau sapai 20 mg/kgBB/hari pada infeksi berat, dibagi dalam 3-4
dosis. Obat ini efektif untuk pioderma disamping golongan obat penisilin
resisten-penisilinase. Efek samping yang disebut di kepustakaan berupa colitis
pseudomembranosa, belum pernah ditemukan. Linkomisin gar tidak dipakai lagi
dan diganti dengan klindamisin karena potensi antibakterialnya lebih besar, efek
sampingnya lebih sedikit, pada pemberian per oral tidak terlalu dihambat oleh
adanya makanan dalam lambung.
g) Eritromisin
Dosisnya 4x 500 mg sehari per os. Efektivitasnya kurang dibandingkan dengan
linkomisin/klindamisin dan obat golongan resisten-penisilinase. Sering memberi
rasa tak enak dilambung. Dosis linkomisin untuk anak yaitu 30-50 mg/kgBB/hari
dibagi dalam 3-4 dosis.
h) Sefalosporin
Pada selulitis yang berat atau yang tidak member respon dengan obat-obatan
tersebut diatas, dapat dipakai sefalosporin. Ada 4 generasi yang berkhasiat untuk
kuman positif-gram ialah generasi I, juga generasi IV.
Contohya sefadroksil dari generasi I dengan dosis untuk orang dewasa2 x 500 m
sehari atau 2 x 1000 mg sehari (per oral), sedangkan dosis untuk anak 25-50
mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis.
i) Topikal
Bermacam-macam obat topikal dapat digunakan untuk pengboatan selulitis. Obat
topical anti mikrobial hendaknya yang tidak dipakai secara sistemik agar kelak
tidak terjadi resistensi dan hipersensitivitas, contohnya ialah basitrasin, neomisin,
dan mupirosin. Neomisin juga berkhasiat untuk kuman negatif-gram. Neomisin,

yang di negeri barat dikatakan sering menyebabkan sensitisasi, jarang ditemukan.


Teramisin dan kloramfenikol tidak begitu efektif, banyak digunakan karena
harganya murah. Obat-obat tersebut digunakan sebagai salap atau krim.
Sebagai obat topical juga kompres terbuka, contohnya: larutan permangas kalikus
1/5000, larutan rivanol 1% dan yodium povidon 7,5 % yang dilarutkan 10 x. yang
terakhir ini lebih efektif, hanya pada sebagian kecil mengalami sensitisasi karena
yodium. Rivanol mempunyai kekurangan karena mengotori sprei dan mengiritasi
kulit.
j) Pada kasus yang berat, dengan kematian jaringan 30 % (necrotizing fasciitis)
serta memiliki gangguan medis lainnya, hal yang harus dilakukan adalah operasi
pengangkatan pada jaringan yang mati ditambah terapi antibiotik secara infuse,
pengangkatan kulit, jaringan, dan otot dalam jumlah yang banyak, dan dalam
beberapa kasus, tangan atau kaki yang terkena harus diamputasi.
3. Medikamentosa
a) Sanmol 500mg
3x1
Peroral
b) Natrium diklofenak 50mg
3x1
Peroral
c) Ceftriaxone 1g
1x1
Intravena
d) Metronidazole 5mg
1x1
Intravena
4. Non-medikamentosa
a) Verban
b) Tirah baring
c) Imobilisasi sementara
d) Makanan seimbang
Selulitis pasca trauma, khususnya setelah gigitan hewan, berikan antibiotic
untuk mengatasi basial gram negative dan gram positif. Jika perlu berikan analgesic
dan NSAID untuk mengontrol nyeri dan demam.
Rawat inap di rumah sakit, insisi dandrainase pada keadaan terbentuk abses.
Pemberian antibiotic intravena seperti oksasilin atau nasilin, obat oral dapat
digunakan. Infeksi ringan dapat diobati dengan obat oral pada pasien di luar rumah
sakit. Posisi dan imobilisasi ekstremitas, bergantian kompres lembab hangat (Long
1996)
Pengobatan selulitis preseptal menggunakan co-amoxiclav 500/125mg setiap 8
jam. Pengobatan harus dimulai sebelum organisme penyebab teridentifikasi. Terapi
antibiotik awal harus mengatasi stafilokokus, H.inflenzae, dan bakteri anaerob.
Selulitis pasca trauma,khususnya setelah gagitan hewan, harus diberikan antibiotik
untuk mengatasi basil gram negatif dan gram positif. Dekongestan hidung dan
vasokontriktor dapat membantu drainase . Juga perlu diberikan analgesik dan
NSAID untuk mengontrol nyeri dan demam.

Pada selulitis karena H.influenza diberikan ampisilin 200 mg/KgBB/hari


selama 7-10 hari dan pada kasus berat dapat dikombinasikan dengan kloramfenikol
100mg/KgBB/hari. Selulitis karena streptokokus diberi penisilin prokain.
Pada selulitis yang ternyata penyebabnya bukan stafilokokus aureus penghasil
penisilinase (non SAPP) dapat diberi penisilin. Pada yang alergi terhadap penisilin
sebagai alternatif digunakan eritromisin dan klindosin, juga dapat diberikan
dikloksasilin 12,525mg/KgBB/hari secara oral selam 7-10 hari , atau zefalozein
IMIIV (dewasa 1 g/hari, kasus berta ditingkatkan 35 gram/hari; bayi dan anak-anak
2040 mg/KgBB/ hari, Kasus berat sampai 100 mg mg/KgBB/hari; neonati 1020
mg/KgBB/hari diberikan 2 kali sehari)
2.9 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. CBC (Complete Blood Count), menunjukkan kenaikan jumlah leukosit dan ratab.
c.
d.
e.

rata sedimentasi eritrosit. Sehingga mengindikasikan adanya infeksi bakteri.


BUN level
Kreatinin level
Kultur darah, dilaksanakan bila infeksi tergeneralisasi telah diduga
Mengkultur dan membuat apusan Gram, dilakukan secara terbatas pada daerah

penampakan luka namun sangat membantu pada area abses atau terdapat bula.
f. Pemeriksaan laboratorium tidak dilaksanakan apabila penderita belum memenuhi
beberapa kriteria; seperti area kulit yang terkena kecil, tidak terasa sakit, tidak ada
tanda sistemik (demam, dingin, dehidrasi, takipnea, takikardia, hipotensi), dan
tidak ada faktor resiko.
2. Pemeriksaan Imaging
a. Plain-film Radiography, tidak diperlukan pada kasus yang tidak lengkap (seperti
kriteria yang telah disebutkan)
b. CT (Computed Tomography)
Baik Plain-film Radiography maupun CT keduanya dapat digunakan saat tata
klinis menyarankan subjucent osteomyelitis.
c. MRI (Magnetic Resonance Imaging), Sangat membantu pada diagnosis infeksi
selulitis akut yang parah, mengidentifikasi pyomyositis, necrotizing fascitiis, dan
infeksi selulitis dengan atau tanpa pembentukan abses pada subkutaneus.

BAB 3
KONSEP ASKEP

3.1 Pengkajian
Pada anamnesis biasanya didapatkan keluhan nyeri lokal dan pada
beberapapasien didapatkan adanya keluhan malaise, demam, dan menggigil. Penting
untuk dikaji riwayat yang dapat meningkatkan resiko selulitis, seperti penyakit diabetes
militus, riwayat intervensi diagnostik, infasif pada penyakit jantung, riwayat penggunaan
obat imunosupresan atau kortikosteroid, riwayat pasca bedah, penggantian sendi
panggul, pasca bedah mastektomi radikal, serta pasca reseksi untuk bypass koroner.
Selain itu, juga penting untuk dikaji adanya riwayat yang mencederai kulit, walaupun
hanya cedera ringan, misalnya : kondisi goresan, abrasi, gigitan hewan, suntikan
intravena atau narkoba subkutan dan pembuatan tatto.
Pada pemeriksaan fisik, pada fase awal biasanya didapatkan adanya
kemerahan dan nyeri tekan yang terasa disuatu daerah yang kecil dikulit. Kulit yang
terinfeksi menjadi panas dan bengkak, serta tampak seperti kulit jeruk yang mengelupas.
Dengan berlanjutnya penyakit, status lokalis didapatkan adanya lesi kulit berypa eritema
lokal yang nyeri, dengan cepat menjadi makin merah, meluas namun batasnya tak jelas
(difus) dan tepi tidak meninggi. Terkadang bagian tengahnya menjadi nodular dan bagian
atasnya terdapat vasikular yang pecah mengeluarkan push (nanah) serta jaringan
nekrotik.
Oleh karena infeksi menyebar kedaerah yang lebih luas, maka kelenjar getah
bening didekatnya dapat membengkak dan teraba lunak. Kelenjar getah bening dilipatan
paha membesar karena infeksi di tungkai, kelenjar getah bening diketiak membesar
karena infeksi dilengan. Penderita dapat mengalami demam, menggigil, meningkatnya
denyut jantung, sakit kepala dan tekanan darah rendah. Terkadang gejala-gejala ini
timbul beberapa jam sebelum gejala lainnya muncul dikulit akan tetapi, pada beberapa
kasus gejala-gejala ini sama sekali tidak ada.
Abses dapat timbul sebagai akibat dari selulitis. Meskipun jarang, dapat terjadi
komplikasi serius berupa penyebaran infeksi dibawah kulit yang menyebabkan kematian
jaringan dan penyebaran infeksi melalui aliran darah kebagian tubuh yang lainnya. Jika
selulitis kembali menyerang sisi yang sama, maka pembuluh getah bening didekatnya
dapat mengalami kerusakan dan memnyebabkan pembengkakan jaringan yang bersifat
menetap.
Pengkajian Berisi :
1. Biodata
Berisikan nama,tempat tangal lahir, jenis kelamin, umur, alamat, suku bangsa, dan
penyakit ini dapat menyerang segala usia namun lebih sering menyerang usia lanjut.
2. Keluhan utama
Pasien merasakan demam, malaise, nyeri sendi dan menggigil.

3. Riwayat penyakit sekarang


Pasien merasakan badanya demam, malaise, disertai dengan nyeri sendi dan
menggigil dan terjadi pada area yang robek pada kulit biasanya terjadi pada
ekstrimitas bawah

4. Riwayat penyakit dahulu


Apakah pasien sebelumnya pernah mengalami sakit seperti ini apakah pasien
alkoholisme dan malnutrisi
5. Riwayat penyakit keluarga
Adakah keluarga yang mengalami sekit yang sama sebelumnya, apakah keluarga ada
riwayat penyakit DM, dan malnutrisi
6. Kebiasaan sehari-hari
Biasanya selulitis ini timbul pada pasien yang higine atau kebersihanya jelek
7. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
: cukup baik
Kesadaran
: compos mentis, lemah, pucat
TTV
: biasanya meningkat karena adanya proses infeksi
Kepala
: rambut bersih tidak ada luka
Mata
: konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
Hidung
: tidak ada polip, hidung bersih
Leher
: tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Dada
:I
: datar, simetris umumnya tidak ada kelainan
: Pa : ictus cordis tidak tampak
: Pe : sonor tidak ada kelainan
:A
: tidak ada whezing ronchi
Abdomen
:I
: supel datar tidak ada distensi abdomen
: Pa : tidak ada nyeri tekan
: Pe : tidak ada kelainan atau tympani
:A
: bising usus normal atau tidak ada kelainan
Ekstremitas bawah :tidak ada kelainan, tidak ada oedem
Ekstremitas atas
: tidak ada kelainan, tidak ada oedem
Genetalia
: tidak ada kelainan
3.2 Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan respon inflamasi lokal jaringan subkutan
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor sirkulasi dan edema
3. Gangguan perfusi jaringa berhubungan dengan
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi menyebabkan
penatalaksanaan perawatan dirumah
3.3 Intervensi
Tujuan intervensi keperawatan adalah menurunkan stimulus nyeri, penurunan
suhu tubuh, meningkatkan integritas jaringan kulit, dan pemenuhan informasi. Untuk
intervensi penurunan suhu tubuh, dapat disesuaikan dengan masalah yang sama pada
pasien varisela. Untuk intervensi peningkatan integritas jaringan kulit dapat disesuaikan
dengan masalah yang sama pada pasien furunkel.
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi jaringan subkutan.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keparawatan selama 1x24 jam diharapkan nyeri
berkurang atau hilang.
Kriteria hasil:
- pasien menunjukkan ketenangan
- ekspresi muka rileks

ketidaknyamanan dalam batas yang dapat ditoleransi.


Intervensi:
Kaji nyeri dengan pendekatan PQRST
R/ Menjadi parameter dasar untuk mengetahui sejauh mana intervensi yang
diperlukan dan sebagai evaluasi keberhasilan dari intervensi manajemen nyeri
keperawatan yang telah dilakukan
Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan
noninvasif
R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah
menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri..
Lakukan manajemen nyeri keperawatan :
a. Atur posisi fisiologis dan imobilisasi ekstremitas yang mengalami selulitis
R/fisiologis akan meningkatkan asupan o2 kejaringan yang mengalami
peradangan subkutan. Pengaturan posisi idealnya adalah pada arah yang
berlawanan dengan letak dari selulitis.
Bagian tubuh yang mengalami inflamasi lokal dilakukan imobilisasi untuk
menurunkan respon peradangan dan meningkatkan kesembuhan
b. Istirahatkan klien
R/ Istirahat diperlukan selama fase akut. Kondisi ini akan meningkatkan suplai
darah pada jaringan yang mengalami peradangan.
c. Lakukan kompres
R/ Pemberian kompres pada area inflamasi dengan cairan Nacl 0,9% bertujuan
meningkatkan integritas jaringan dan menurunkan respon nyeri
d. Manajemen lingkungan. Lingkungan tenang dan batasi pengunjung
R/ Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan
pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi o2 ruangan
yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada diruangan.
e. Ajarkan teknik relaksasi pernapasan dalam
R/ Meningkatkan asupan o2 sehingga akan menurunkan nyeri sekunder dari
peradangan
f. Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri
R/ Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus internal
dengan mekanisme peningkatan produksi endofrin dan enkafalin yang dapat
memblok reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan kekorteks serebri sehingga
menurunkan perspektif nyeri
g. Lakukan manajemen sentuhan
R/ Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dukungan psikologis
bertujuan untuk membantu menurunkan nyeri. Masase ringan dapat
meningkatkan aliran darah dan dengan otomatis membantu suplai darah dan
oksigen ke area nyeri dan menurunkan sensasi nyeri.
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik
R/ Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotik
R/ Terapi anti biotik sistemik, yang dipilih berdasarkan pemeriksaan sensitifitas
umumnya diperlukan. Preparat oral penisilin dan eritromisin juga efektif untuk
mengatasi selusitis.

2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor sirkulasi dan edema
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keparawatan selama 1x24 jam diharapkan menunjukkan
regenerasi jaringan.
Kriteria hasil:
- lesi mulai pulih dan area bebas dari infeksi lanjut,
- kulit bersih,
- kering dan area sekitar bebas dari edema,
- suhu normal.
Intervensi:
- Gunakan kompres dan balutan
R/ kompres dan balutan bisa mengurangi kontaminasi dari luar.
- Pantau suhu, laporkan dokter jika ada peningkatan
R/ indikasi dini terhadap komlikasi infeksi.
3. Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit, kondisi sakit, dan perubahan
kesehatan
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keparawatan selama 1x24 jam kecemasan pasien
berkurang
Kriteria hasil:
- Pasien menyatakan kecemasan berkurang
- Mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab faktor yang
mempengaruhi, kooperatif terhadap tindakan, wajah rileks.
Intervensi:
- Kaji tanda verbal dan nonferbal kecemasan, dampingi pasien dan lakukan
tindakan yang menunjukan prilaku merusak.
R/ Reaksi verbal atanverbal dapat menunjukan rasa agitasi, marah, dan gelisah.
- Hindari konvrontasi.
R/ Konvrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerjasama, dan
mungkin memperlambat penyembuhan.
- Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan yang
tenang dan suasana penuh istirahat.
a. Tingkatkan kontrol sensasi pasien
R/ Kontrol sensai pasien (dan dalam menurunkan ketakutan) dengan cara
memberikan informasi tentang keadaan pasien, menekankan pada
penghargaan pada sumber-sumber koping (pertahanan diri) yang positif,
membantu latihan relaksasi dan teknik-teknik pengalihan, serta memberikan
respon balik yang positif.
b. Orientasikan pasien terhadap prosedur rutin dan aktifitas yang diharapkan.
R/ Orientasi dapat menurunkan kecemasan.
c. Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan ansietasnya
R/ Dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak
diekspresikan
d. Berikan privasi untuk pasien dan orang terdekat.
R/ Memberi waktu untuk mengekspresikan perasaan, menghilangkan cemas,
dan prilaku adaptasi. Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilih pasien

melayani aktifitas pengalihan (misalnya : membaca) akan menurunkan


perasaan terisolasi
e. Kolaborasi : Berikan anti cemas sesuai indikasi, contohnya diazepam
R/ Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan
3.4 Impementasi
Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan
yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai
dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan ketrampilan
interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi
yang tepat dengan selalu memperhatikan keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai
implementasi, dilakukan dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan
bagaimana respon pasien.
3.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini
adalah membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan
dengan tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.
Perawat mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai:
1. Berhasil : prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang
ditetapkan di tujuan.
2. Tercapai sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan
3.

dalam pernyataan tujuan.


Belum tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang
diharapakan sesuai dengan pernyataan tujuan.

BAB 4
KASUS
Asuhan Keperawatan Pada Klien Tn T. Dengan Gangguan Sistem Integumen
Selulitis Di Ruang Bedah Wijaya Kusuma Rsu Dr.R.Soetijono Blora
4.1 Pengkajian
Tanggal masuk
Jam
Tanggal dikaji
Jam dikaji
Ruang
No.Register

: 31 Agustus 2013
:
23.00 WIB
: 2 september 2013
: 10.00 WIB
: Wijaya Kusuma
: 278559

A. Identitas klien
Nama
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Suku/Bangsa
Agama
Status Pernikahan

:
:
:
:
:
:
:

Tn. T
63 Th
Tani
Jawa/Indonesia
Islam
Kawin

Praktikan
NIM

: Dewi Mutiara Indah


: P17420613008

Alamat
Tgl MRS
Tgl pengkajian
No. RM

:
:
:
:

Kemiri Rt 5 Rw 4 Kunduran
31 Agustus 2013 Jam: 23:00
2 September 2013 Jam: 10:00
278559

B. Penanggung jawab
Nama
Umur
Pendidikan
Pekerjaan
Agama
Alamat
Hub. Dgn Klien

:
:
:
:
:
:
:

Ny. S
53 Tahun
Ibu Rumah Tangga
Islam
Kemiri Rt 5 Rw 4 Kunduran
Istri

C. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Nyeri pada punggung kaki kanan,nyeri cekot-cekot, meningkat bila kaki lebih
rendah dari jantung.
2. Riwayat penyakit sekarang
Saat di kaji klien mengatakan ada luka pada punggung kaki kanan,
bengkak,anemis, 1 bulan yang lalu kaki kanan tiba-tiba bengkak dan muncul luka
bernanah kemudian dipijatkan, pasien masih bisa berjalan, 3 hari yang lalu luka
pecah dan berdarah. skala nyeri 4
3. Riwayat Kesehatan Lulu
Klien mengatakan tidak pernah sakit sampai di rawat di RS.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit keturunan,
baik itu hipertensi, DM, dan penyakit kronis lainnya maupun penyakit menular
5. Genogram

Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan

: Pasien
: tinggal serumah
: Meninggal
6. Riwayat Spiritual
Pasien beragama islam tidak taat beribadah
7. Riwayat Psikososial
Hubungan klien dengan keluarga dan masyarakat sekitar baik/akrab, saat di RS
klien sering berkomunikasi dengan pasien-pasien, klien bertanya-tanya tentang
penyakitnya, pengobatan yang diberikan dan proses penyembuhan luka. bahasa
yang di gunakan bahasa indonesia.
D. Pola Kebiasaa Sehari-hari
1. Persepsi dan konsep diri
Pasien mengatakan bahwa penyakit yang dideritanya adalah cobaan dari Allah
SWT dan berharap semoga cepat sembuh
2. Nutrisi dan Cairan
Dirumah
: Makan : 3 x sehari, jenis : nasi, ikan, sayur dan buah,
Napsu makan baik. Minum : 6-7 gelas sehari, jenis : air putih, teh
Saat dikaji : Klien sudah makan jam 07.00 menu nasi, ikan, sayur, porsi makan
dihabiskan, Klien sudah minum 1 gelas dihabiskan.
3. Eliminasi
a. BAB : Dirumah
: 1 x/hari konsistensi lembek
: Saat dikaji : Klien belum BAB
b. BAK : Dirumah
: 3-4 x/hari
: Saat dikaji : Klien sudah BAK
4. Pola istirahat dan tidur
Dirumah : Tidur malam : 8-9 jam sehari, tidur siang 1-2 jam sehari
Saat dikaji : Klien mengatakan tidur malam 7- 8 jam, sering terbangun karena
nyeri pada luka, tidur siang 1-2 jam
5. Personal hygiene
Dirumah : Klien mandi 2x/hari, menggunakan sabun mandi, Cuci rambut 2x/hari
menggunakan shampo, menggosok gigi 2x/hari menggunakan pasta gigi. Semua
dilakukan sendiri di
kamar mandi pasien.
Saat dikaji : Klien mandi 1x/hari, menggunakan sabun mandi, Cuci rambut
1x/hari hanya menggunakan sabun, Menggosok gigi 1x/hari menggunakan pasta
gigi, dilakukan sendiri si kamar mandi pasien.
6. Aktivitas dan olaraga
Dirumah : Klien biasanya main bola volley, biasanya pagi pergi ke pasar, pergi
kerja ke kantor.
Saat dikaji : Klien hanya bisa jalan-jalan di sekitar ruangan.
7. Kognitif
Saat dikaji : Pasien mengatakan tidak tahu nama penyakitnya secara pasti, saat
masih dirumah untuk mengatasi bengkak pasien menggunakan cara tradisional
yaitu mengompres dengan menggunakan air daun sirih sebagai antibiotik

8. Peran dan hubungan


Hubungan pasien dengan keluarga baik, di RS pasien tidak banyak bicara dengan
pasien disebelahnya.
9. Koping
Saat dikaji : Padien mengatakan bila ada anggota keluarga yang sakit diberi obat
yang dibeli diapotik dan jika tidak ada kemajuan dibawa kedokter praktek, dalam
keluarga yang berperan dalam mengambil keputusan adalah suaminya
10. Keyakinan dan nilai
Pasien beragama islam, tetap melaksanakan solat, melaksanakan solat diatas
tempat tidur dan pasien selalu berdoa kepada Allah SWT.
11. Seksualitas
Pasien mengatakan bahwa dirinya ayah dari 4 orang anak
E. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang.
Kesadaran
: Compos mentis
GCS
: Mata
:4
Verbal
:5
Motorik : 6
2. Pemeriksaan Tanda-tanda vital
TD
: 130/80 mmHg
Suhu Badan : 36 0 C
Nadi
: 88 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
3. Berat Badan : 66 Kg
4. Tinggi Badan : 161 Cm
F. Pemeriksaan head to toe
1. Kepala
Inspeksi : Distribusi rambut hitam, sedikit beruban, alopesia (+)
Palpasi : Tidak ada massa/benjolan, kulit kepala bersih.
2. Wajah
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan tidak ada odema pada wajah.
3. Mata
Inspeksi : Penglihatan baik, sklera tidak ikterus, kunjungtiva anemis.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan di daerah sekitar mata, tidak ada odema
palpebra.
4. Telinga
Inspeksi : pendengaran baik, tidak ada serumen di telinga.
5. Hidung
Inspeksi : Penciuman baik, pernapasan cuping hidung tidak ada, tidak ada sekret
Palpasi : tidak ada polip. Tidak ada nyeri tekan.
6. Mulut
Inspeksi : Bibir lembab, gigi lengkap, bau (+)
7. Leher
Inspeksi : Kebersihan cukup.
Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe dan kelenjar tiroid, tidak
terdapatdistensi venajugularis
8. Dada
Inspeksi : pergerakan baik, simetris kiri dan kanan.

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.


Auskultasi : Bunyi jantung SI katup mitral dan trikuspidalis
S2 menutupnya katup aorta dan pulmonalis, tidak ada bunyi tambahan, normal.
9. Abdomen
Inspeksi : Terlihat lemas
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran neoplasma, hati dan limpa
tidak teraba.
Auskultasi : Peristaltik usus ada; normal
10. Genetalia
Inpeksi : Kebersihan cukup
11. Anus
Inspeksi : Ada lubang anus.
12. Ekstremitas Atas
Inspeksi : Dapat digerakan kedua tangan, jari-jari lengkap, tidak ada odema.
Terpasang infus Nacl ditangan kiri.
Palpasi : Tidak ada odema, tidak ada nyeri tekan
13. Ekstremitas Bawah
Inpeksi : kaki kanan: Dapat digerakan kedua kaki, terdapat luka di kaki kanan,
jari-jari langkap, ada timbul ke merah-merahan di area luka, ukuran luka 4 cm,
kedalam 1 cm, ada nanah. Kaki kiri : Jari-jari kaki lengkap. Tida ada edema.
Palpasi : Adanya nyeri tekan di daerah luka, odema di area luka, sering gatal
pada malam hari.
14. Kulit
Inspeksi : Kulit sawo matang, tampak pucat pada daerah sekitar luka.
Palpasi : Turgor kulit baik,
G. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal 1 September 2013
1. Ht
: 13,4 %
2. HB
: 3.9
3. Leukosit
: 5100/mm3
4. Trombosit : 169.000/mm3
5. N. Segmen : 62 %
6. Limfosit
: 31 %
7. Monofit
:7%
8. Ureum
:71 mg/dl
9. Creatinine : 1.1 mg/dl
10. Glukosa
:137 mg/dl
11. Ot/Pt
:29/31
H. Therapy Medik
1. Ceftriaxon 2 x 1 gr
2. Ranitide inj 3 x 1 amp
3. Novaldo 3 x 1 amp
4. Tanfusi 2 kolf per hari s/d Hb 10 mg%

Analisa Data
No
Data
Etiologi
1
DS :
inflamasi jaringan
- pasien mengatakan nyeri
- nyeri cekot-cekot
- meningkat bila kaki lebih
rendah dari jantung.
DO :
- Skala 4
- Edema kaki
- Terdapat luka kemerahan
2

Ds:
Adanya lesi
- Pasien mengatakan ada luka
pd punggung kaki dan
bengkak.
DO:
- Luka bernanah

Masalah
Nyeri

Gangguan integritas
kulit

DS:
hipoxia
Gangguan
perfusi
- Pasien
mengatakan
jaringan
perdahan luka sejak 3 hari
yg lalu
DO:
- Hb : 3,9 gr%
- Daerah sekitar luka pucat
DS:
Kurang paparan Kurang pengetahuan
- Pasien mengatakan tidak informasi
tahu tentang penyakitnya.
DO:
- Pasien kelihatan sering
melihat luka
- Pasien sering bertanya
tentang pasiennya.
- Pasien
salah
dalam
penanganan luka ( di
pijatkan)

4.2

Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan respon inflamasi lokal jaringan subkutan
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor sirkulasi dan edema
3. Gangguan perfusi jaringa berhubungan dengan
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi menyebabkan
penatalaksanaan perawatan dirumah

4.3

Intervensi Keperawatan

No

Tgl/
Jam
2-92013
10.00
wib

No.
Dx
1

2-92013
10.00
wib

Setelah
dilakukan
tindakan
keparawatan
selama
1x24
jam
diharapkan menunjukkan
regenerasi jaringan.
Kriteria hasil :
1.Lesi mulai pulih dan area
bebas
dari
infeksi
lanjut,
2.kulit bersih, kering dan
area sekitar bebas dari
edema,

2-92013
10.00
wib

Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama
1x24 jam tidak ada
gangguan pada status
sirkulasi psien dengan
indicator:
1. Tekanan
darah

Tujuan

Intervensi

Setelah
dilakukan
tindakan
keparawatan
selama
1x24
jam
diharapkan
nyeri
berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
1. pasien menampakkan
ketenangan
2. ekspresi
muka
rileks ketidaknyam
anan dalam batas
yang dapat ditoleransi

1. Kaji intensitas nyeri


menggunakan skala /
peringkat nyeri
2. Jelaskan pada pasien
tentang sebab sebab
timbulnya nyeri.
3. Berikan anal gesik jika
diperlukan,
kaji
keefektifan.
4. Ubah posisi sesering
mungkin, pertahankan
garis
tubuh
untuk
menccegah penekanan
dan kelelahan.
5. Bantu dan ajarkan
penanganan terhadap
nyeri,
penggunaan
imajinasi, relaksasi dan
distraksi
1. Kaji kerusakan, ukuran,
kedalaman
warna
cairan.
2. Pertahankan istirahat di
tempat tidur dengan
peningkatan
ekstremitas
dan
mobilitasasi.
3. Pertahankan
teknik
aseptic.
4. Gunakan kompres dan
balutan.
5. Pantau suhu laporan,
laoran dokter jika ada
peningkatan

1. Kaji
secara
komprehensif
sirkukasi perifer (nadi
perifer,edema,capillar
y refill,warna dan
temperatur
ekstremitas)
2. Evaluasi nadi perifer

Ttd

sistolik dbn
Tekanan
darah
diastolik dbn
Nadi dbn
AGD dbn
Kesimbangan intake
dan output 24 jam
Pengisian kapiler dbn
Warna kulit normal
Suhu kulit hangat

dan edema
3. Inpseksi kulit adanya
luka
4. Kaji tingkat nyeri
5. Elevasi
anggota
badan 20 derajat atau
lebih
tinggi
dari
jantung
untuk
meningkatkan venous
return
6. Monitor status cairan
masuk dan keluar
7. Dorong latihan ROM
selama bedrest
8. Dorong pasien latihan
sesuai kemanpuan
9. Jaga
keadekuatanhidrasi
untuk
mencegah
peningkatan
viskositas darah
10. Kolaborasi pemberian
Antiplatelet
atau
antikoagulan
11. Monitor laboratorium
Hb, Hmt

Setelah
dilakukan
tindakan
keparawatan
selama
1x24
jam
diharapkan
pasien
mengerti
tentang
perawatan dirumah
Kriteria hasil :
1. melaksanakan
perawatan
luka
dengan
benar
menggunakan:
tindakan
kewaspadaan aseptic
yang tepat.
2. Mengekspresikan
pemahaman
perkembangan yang
diharapkan
tanpa
infeksi dan jadwal
obat.

1. Demonstasikan
perawatan luka dan
balutan,
ubah
prosedur,
tekankan
pentingnya
teknik
aseptic.
2. Dorong
melakukan
aktivitas
untuk
mentoleransi
penggunaan
alat
penyokong.
3. Jelaskan tanda-tanda
dan gejala untuk
dilaporkan ke dokter.
4. Tekankan pentingnya
diet nutrisi

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

2-92013
10.00
wib

4.4

Implementasi Keperawatan
No. Tgl/Jam
Implementasi
Dx
1
2-9-2013 1. Mengkaji intensitas nyeri
menggunakan
skala
/
10.0 wib
peringkat nyeri
2. Menjelaskan pada pasien
tentang
sebab
sebab
timbulnya nyeri.
3. Memberikan anal gesik
sesuai advis dokter ,meng
kaji keefektifan.
4. Mengubah posisi setiap 2
jam, pertahankan garis
tubuh untuk mencegah
penekanan dan kelelahan.
5. Membantu
dan
mengajarkan penanganan
terhadap nyeri, penggunaan
imajinasi, relaksasi dan
distraksi
2
2-9-2013 1. mengkaji
kerusakan,
ukuran,
kedalaman
warna
10.0 wib
cairan.
2. Mempertahankan istirahat
di tempat tidur dengan
peningkatan
ekstremitas
dan mobilisasi.
3. Mempertahankan
teknik
aseptic.
4. Menggunakan kompres dan
balutan.
5. Memantau
suhu
dan
melaporkan dokter jika ada
peningkatan

Rasional
-

2-9-2013
10.0 wib

1. Mengkaji
secara
komprehensif
sirkukasi
perifer
(nadi
perifer,edema,capillary

Skala nyeri 4
Pasien mengerti
Obat masuk tidak
ada tanda alrgi
Pasien kooperatif
Pasien kooperatif

Diameter luka 4
cm,kedalaman
sampai
subkutan,warna
kemerahan,tidak
ada pus
Pasien istirahat di
tempat tidur,latihan
mobilisasi
fisik
ROM
ditempat
tidur
Merawat
luka
dengan
prinsip
aseptic
dan
kompres lembab
Suhu
badan
:
0
37,5 C

CRT kurang dari 3


detik
Nadi 86 X/mnt
Warna agak pucat
Edema,nyeri tekan

Ttd

4.5

2-9-2013
10.00
wib

refill,warna
dan
temperatur ekstremitas)
2. Mengevaluasi nadi perifer
dan edema
3. Mengkaji warna kulit
4. Mengatur posisi kaki 20
derajat atau lebih tinggi
dari
jantung
untuk
meningkatkan
venous
return
5. Melakukan Monitor status
cairan masuk dan keluar
6. mendorong latihan ROM
selama bedrest
7. mendorong pasien latihan
sesuai kemanpuan
8. menjaga
keadekuatan
hidrasi untuk mencegah
peningkatan
viskositas
darah
9. melakukan
Kolaborasi
pemberian
Antiplatelet
atau antikoagulan
10. melakukan
Monitor
laboratorium Hb, Hmt

Akral hangat
Pasien kooperatif

1. mendemonstasikan
perawatan
luka
dan
balutan, ubah prosedur,
tekankan
pentingnya
teknik aseptic.
2. mendorong
melakukan
aktivitas
untuk
mentoleransi penggunaan
alat penyokong.
3. menjelaskan tanda-tanda
dan
gejala
untuk
dilaporkan ke dokter.
4. menekankan pentingnya
diet nutrisi

Pasien kooperatif,
paham apa yang
dijelaskan perawat.

Evaluasi
Tgl/Jam

No.
Dx

Evaluasi

Ttd

3-9-2013
10.00 wib

S : - pasien mengatakan nyeri berkurang dan tidak


mengganggu tidur. Hanya terasa kemeng
O : - skala nyeri 2.
- odema masih ada
- luka masih kemerahan
A : - masalah teratasi sebagian
P : - lanjutkan intervensi 3,4,5
I : - melanjutkan intervensi 3,4,5
E : - pasien mengatakan nyeri berkurang dan tidak
mengganggu tidur. Hanya terasa kemeng
- skala nyeri 2.
- odema masih ada
- luka masih kemerahan

3-9-2013
10.00 wib

S : - pasien mengatakan masih ada luka di kaki


O : - luka masih bernanah sedikit
- luas luka tidak bertambah
A : - masalah teratasi sebagian
P : - lanjutkan semua intervensi 1,2,3,4,5
I : - melanjutkan semua intervensi

3-9-2013
10.00 wib

S : - pasien mengatakan perdarahan sudah berhenti


O : - tranfusi darah masuk 2 kolf
- akral hangat, CRT kurang dari 3 detik, warna kulit
kemerahan
- cek Hb menunggu tranfusi s/d 8 kolf
A : - masalah teratasi sebagian
P : - lanjutkan semua intervensi 1 s/d 10
I : - melanjutkan semua intervensi

E :R :-

3-9-2013
10.00 wib

S : - pasien mengatakan sudah paham tentang


penyakitnya
penyebab
cara perawatan, perkiraan lama penyembuhan
O : - wajah pasien tidak terlihat cemas, tidak banyak
bertanya tentang penyakitnya lagi
A : -

masalah teratasi

BAB 5
PENUTUP

5.1 Simpulan
Selulitis merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri
Streptoccocus dan S. aureus, yang menyerang jaringan subkutis dan daerah superfisial.
Faktor resiko untuk terjadinya infeksi ini adalah trauma lokal (robekan kulit), luka
terbuka di kulit atau gangguan pada pembuluh balik (vena) maupun pembuluh getah
bening. Daerah predileksi yang sering terkena yaitu wajah, badan, genitalia, dan
ekstremitas atas dan ekstremitas bawah. Pada pemeriksaan klinis selulitis: adanya
makula erimatous, tepi tidak meninggi, batas tidak jelas, edema, infiltrat dan teraba
panas. Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gambaran
klinis. Penanganan perlu memperhatikan faktor predisposisi dan komplikasi yang ada.
5.2 Saran
Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi pembaca.
Apabila ada saran dan kritik yang ingin di sampaikan, silahkan sampaikan kepada kami.
Apabila ada terdapat kesalahan mohon dapat mema'afkan dan memakluminya, karena
kami adalah hamba Allah yang tak luput dari salah khilaf, dan lupa.

DAFTAR PUSTAKA
Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.2008
Fitzpatrick, Thomas B. Dermatology in General Medicine, seventh edition. New York:
McGrawHill: 2008
Pandaleke, HEJ. Erisipelas dan selulitis. Fakultas kedokteran Universitas Samratulangi;
Manado. Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997
Herchline TE. 2011. Cellulitis. Wright State University, Ohio, United State of America.
Morris, AD. 2008. Cellulitis and erysipelas. University Hospital of Wales, Cardiff, UK. 1708
Concheiro J, Loureiro M, Gonzlez-Vilas D, et al. 2009. Erysipelas and cellulitis:
a retrospective study of 122 cases. 100(10): 888-94
Wolff K, Johnson RA, Fitspatricks: color atlas and synopsis of clinically dermatology. New
York: McGrawHill. 2008
Eron LJ. 2008. Cellulitis and Soft-Tissue Infections. American College of Physicians.
Swartz MN. 2004. Cellulitis. New England Journal of Medicine. 350:904-12
McNamara DR, Tleyjeh IM, Berbari EF, et al. 2007. Incidence of lower extremity cellulitis: a
population based stud in Olmsted county, Minnesota. 82(7):817-21
Isselbacher, Baraundwald, Wilson. 1994. Harrisons Principles of Internal Medicine,
Internasional edition. Mcgraw Hill Book Co, Singapore
Harahap M. 2008. Tinea kapitis dalam: Ilmu penyakit kulit. Jakarta: Hipokrates. Hal. 75.
Djuanda, A. Dkk. Tinea Kapitis dalam : Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta . Hal 95-100

Graham-Brown, R. Tinea kapitis dalam : Lecture notes dermatologi. Erlangga. Jakarta . 2003.
Hal : 35-7
Budimulja U, Kuswadji, Basuki S, dkk. Tinea Kapitis Dalam : Diagnosis dan
Penatalaksanaan Dermatofitosis. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Hal 4752
Mansjoer, A.dkk. Tinea kapitisdalam : Kapita selekta kedokteran jilid 2. Jakarta: Medis
Aesculapius. 2005. Hal. 96-7
Straten M, Hossain MA. Ghannoum MA, Tinea capitis in: Cutaneous infections
Dermathophytosis, Onychomycosis and tinea versicolor. Infectious disease Clinic of North
America : 2003 1-12.
Kurniati, Rosita C. Tinea Capitis: Etiopatogenesis Dermatofitosis. Surabaya. FK-UNAIR,
2008: page 1-8
Siregar Rs. Penyakit jamur kulit ed. 2. Jakarta, : EGC 2005 ; hal 1-7
Siregar Rs. Saripati Penyakit Kulit ed.2. Jakarta : EGC 2005 : Hal. 13-5
Suyoso,sunarso.2003.Tinea Kapitis Pada bayi dan Anak dalam : SMF kesehatan kulit dan
kelamin. Fakultas Kedokteran Airlangga. Surabaya. Hal. 2-8
Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.2008
Morris, AD. 2008. Cellulitis and erysipelas. University Hospital of Wales, Cardiff, UK. 1708
Concheiro

J, Loureiro

M, Gonzlez-Vilas

D,

et

al.

2009.

Erysipelasandcellulitis:a retrospective study of 122 cases.


Swartz MN. 2004. Cellulitis. New England Journal of Medicine.
Siregar RS. 2004. Atlas berwarna saripati penyakit kulit, 2th. Jakarta : EGC.
Wolff K, Johnson RA,2008.Fitspatricks: color atlas and synopsis of clinically dermatology.
New York: McGrawHill.
James WD, Berger TG, Elston DM, Andrews diseases of the skin : clinical dermatology.
Philadelphia, London, Toronto: WB saunders.Co,
Wolff Klaus, Lowell, Goldsmith, et all.2008. Fitzpatricks dermatology in general medicine.
New York: McGrawHill.
Saputra Lyndon.2009. Kapita selekta kedokteran klinik. Tangerang : Binarupa Aksara.

Mandal BK, Wilkins EGL, Dunbar EM. 2008. Lecture notes : Penyakit infeksi.edisi 6.
Jakarta : Penerbit Erlangga.
Hoan Tjay T, Rahardja K. 2010. Obat-obat penting. Edisi 6. Jakarta : PT Elex Media
Komputindo.
Burns, Tony et all. RooksTextbook of dermatology, Dalam : cellulitis.8th ed. Wiley
Blackwell.
Anonim, 2008. ISOFARMAKOTERAPI. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia. PT.ISFI
penerbitan : Jakarta.
Fitzpatrick, Thomas B. 2008.Dermatology in General Medicine, SeventhEdition. New York:
McGrawHill.
Herry E.J. Pandaleke, 2010,Selulitis dan erisepelas, Cermin DuniaKedokteran. UNSRI,1:12.
Loretta Davis, MD,Professor. 2010. Erysipelas. Department of InternalMedicine, Division of
Dermatology,

Medical

College

of

Georgia.Available

at:

2008. Pharmacotherapy

http://emedicine.medscape.com /article/1052445-overview.
Dipiro,

J.T.,

Talbert,

R.L.,

Yee,

G.C.,

dkk,

Pathophysiologic Approach, 6th edition. New York: McGraw-Hill.

Davey Patrick. 2006. At a Glance Medicine. Jakarta. Erlangga


Djuanda, Adhi. 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Fitzpatrick, Thomas B. 2008. Dermatology in General Medicine, seventh edition. New York:
McGrawHill
Pandaleke, HEJ. Erisipelas dan selulitis. Fakultas kedokteran Universitas Samratulangi;
Manado. Cermin Dunia Kedokteran No. 117, 1997
Herchline TE. 2011. Cellulitis. Wright State University, Ohio, United State of America.
Morris, AD. 2008. Cellulitis and erysipelas. University Hospital of Wales, Cardiff, UK. 1708
Betz, Cecily lynn; Sowden, Linda A. 2009. buku saku keperawatan pediatric. Ed 5. Jakarta:
EGC.
Price, Sylvia. 2000. Patofisiologi : konsep klinis proses proses penyakit. Jakarta: EGC

You might also like