Professional Documents
Culture Documents
Gangguan Distimia
Disusun oleh:
Dhita Aprilia Anjoti
112014104
Pembimbing:
Dr.Evalina SpKj
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada yang Maha Kuasa atas kesempatannya yang telah
diberikan kepada saya untuk membuat refrat ini.
kepada pihak-pihak yang telah membantu secara langsung maupun secara tidak
langsung. Salah satunya adalah dr. Evalina sebagai pembimbing saya dan sebagai
pemberi informasi, kritikan, dan saran yang membangun saya untuk lebih baik
lagi.
Saya sadar bahwa refrat ini masih banyak kekurangannya. Tetapi saya
telah berusaha untuk membuat refrat yang berguna bagi para pembaca. Karena itu,
saya mengharapkan adanya kritik maupun saran yang membangun dari para
pembaca demi perkembangan saya ke depan.
Saya mengharapkan refrat ini dapat digunakan untuk kepentingan para
pembaca, serta dapat menambah wawasan para pembaca. Akhir kata, saya
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya dan selamat membaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan mood mencakup berbagai gangguan emosi yang membuat
seseorang tidak dapat berfungsi- mulai dari kesedihan pada depresi hingga euforia
yang tidak realistis dan iritabilitas pada mania. Gangguan mood adalah suatu
kelompok kondisi klinis yang ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan
pengalaman subjektif adanya penderitaan berat. Pasien dengan mood yang
meninggi (elevated), yaitu mania menunjukkan sikap meluap-luap, gagasan yang
meloncat-loncat (flight of ideas), penurunan kebutuhan tidur, peninggian harga
diri, dan gagasan kebesaran.
Orang yang menderita gangguan distimik mengalami depresi kronis.
Selain merasa sedih dan hanya merasakan sedikit kesenangan, kalaupun
merasakannya, dalam berbagai aktivitas dan hobi yang biasa dilakukan, orang
yang bersangkutan mengalami beberapa gejala depresi, seperti insomnia atau
terlalu banyak tidur; merasa tidak mampu, tidak efektif, dan kurang energi;
pesimis, tidak mampu berkonsentrasi dan berpikiran jernih, dan keinginan untuk
menghindari kehadiran orang lain.
Pembeda distimia dan depresi mayor adalah durasi, tipe, dan banyaknya
simptom. Pasien yang memenuhi kriteria distimia dalam DSM-IV mengalami tiga
simptom atau lebih (alih-alih diperlukan lima simptom untuk menegakkan depresi
mayor), termasuk mood yang tertekan, namun tanpa keinginan untuk bunuh diri,
dan simptom-simptom tersebut harus berlangsung lebih dari dua bulan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gangguan Distimia
2.1.1 Definisi
Gangguan distimik adalah gangguan mood yang terdepresi, dengan
karakteristik perjalanan penyakit kronik dengan onset yang tidak tiba-tiba.
Gangguan distimik harus dibedakan dengan gangguan depresi kronik, karena pada
gangguan distimik tidak pernah ditemukan episode gangguan depresi mayor.
Apabila kondisi ini terjadi pada anak atau remaja, yang perlu diperhatikan
manifestasinya adalah dalam bentuk mudah marah. Hampir sepanjang hari pasien
selalu mengeluhkan keadaan mood terdepresi atau pada anak dan remaja mudah
marah ditemukan, dan keluhan ini sudah berlangsung selama sedikitnya 2 tahun.1
Paling sering pada perempuan ( perempuan : laki-laki = 2-3: 1), sering
muncul untuk pertama kalinya, pada usia akhir 20-an atau 30-an. Prevalensi
selama hidup 6 % dan mulainya berangsur-angsur, sering pada orang yang
mempunyai predisposisi untuk depresi.2
Menurut Freud, faktor psikososial orang rentan terhadap depresi,
tergantung secara oral dan membutuhkan pemuasan narsistik yang terus menerus.
Apabila individu tidak mendapat cinta, kasih saying yang bermakna ia akan
mengalami depresi.1
2.1.2 Epidemiologi
a) Insiden dan Prevalensi
Gangguan distimik memiliki prevalensi 6 % dari keseluruhan gangguan
depresi. Morbiditi dan mortalitas tidak hanya ditandai dengan adanya kejadian
bunuh diri namun juga penyakit fisikyang berkomorbisitas dengan distimik.1
b) Jenis kelamin
distimik
lebih
besar
terjadi
pada
perempuan
namun
lebih
Latensi REM yang menurun dan densitas REM yang meningkat adalah
dua penanda keadaan depresi pada gannguan depresif berat yang juga ada pada
pasien gangguan distimik dengan proporsi yang signifikan. Sejumlah peneliti,
yang melaporkan data awal yang menunjukkan adanya abnormalitas tidur pada
pasien gangguan distimik, memprediksikan respon terhadap obat antidepresan.3
c) Studi Neuroendokrin
Dua aksis neuroendokrin yang paling sering dipelajari pada gangguan
depresif berat dan gangguan distimik adalah aksis adrenal dan aksis tiroid, yang
telah diuji dengan menggunakan uji supresi deksametason dan uji stimulasi
hormon pelepas tirotropin secara berurutan. Walaupun hasil studi ini tidak benarbenar konsisten, sebagian besar studi menunjukkan bahwa pasien gangguan
distimik lebih jarang memiliki hasil abnormal pada uji deksametason daripada
pasien gangguan depresif berat. Studi uji stimulasi tirotropin yang lebih sedikit
telah dilakukan, tetapi studi ini menghasilkan data awal yang menunjukkan bahwa
abnormalitas aksis tiroid dapat merupakan variasi ciri bawaan akibat penyakit
kronis. Persentase yang lebih tinggi pasien gangguan distimik memiliki
abnormalitas aksis tiroid darpada subjek kontrol normal.3
d) Faktor Psikososial
Teori psikodinamik mengenai timbulnya gangguan distimik menyatakan
bahwa gangguan ini berasal dari perkembangan ego dan kepribadian dan
berpuncak pada kesulitan dalam adaptasi pada masa remaja dan dewasa. Karl
Abraham contohnya, menduga bahwa konflik depresi berpusat pada ciri bawaan
sadistik oral dan anal. Ciri bawaan anal mencakup keteraturan yang berlebihan ,
rasa bersalah, serta kepedulian terhadap orang lain; hal ini dihipotesiskan sebagai
perlawanan terhadap preokupasi akan hal-hal anal dan disorganisasi, hostilitas,
serta preokupasi diri. Mekanisme defensi utama yang digunakan adalah reaction
formation. Harga diri rendah, anhedonia, serat introversi sering dikaitakan dengan
ciri depresif.3
e) Freud.
6
Harga diri atau percaya diri yang rendah, atau rasa tidak adekuat.
Rasa pesimis, hilang harapan, atau putus asa.
Hilang minat atau kesenangan menyeluruh.
Penarikan diri dari sosial.
10
5)
6)
7)
8)
9)
atau F33.1)
Biasanya mulai dini dalam masa kehidupan dewasa dan berlangsung
sekurang-kurangnya beberapa tahun, kadang-kadang untuk jangka waktu
yang tidak terbatas. Jika onsetnya pada usia lebih lanjut, gangguan ini
sering kali merupakan kelanjutan suatu episode depresif tersendiri (F32)
dan berhubungan dengan masa berkabung atau stress nyata lainnya.4
11
Kebanyakan merasa sedih tanpa alasan yang jelas, tidak dapat menikmati
aktivitas yang menyenangkan. Motivasi menurun sampai apati, merasa lamban
dan
mudah
lelah,sulit
mengontrol
amarah.
Sering
gangguan
distimik
12
1. Distimik anksietas dengan gejala berupa rasa rendah diri, kegelisahan yang
tidak berarah dan sensitif terhadap penolakan dalam berelasi dengan orang
lain. Pasien subtipe ini cenderung untuk mencari pertolongan.
2. Distimik anergik dengan gejala energi yang rendah, hipersomnia dan
ahedonia.
Subtipe ini berespon lebih baik dengan antidepresan yang dapat
meningkatakan dopamin dan norepinefrin.1
2.1.7 Pemeriksaan Status Mental
Pada pemeriksaan status mental menyerupai status mental yang ditemui
pada pasien dengan gangguan depresi.
Pembicaraan yang terbata-bata dengan volume suara yang pelan. Mood
yang turun sesuai dengan afek. Pasien juga memperlihatkan kontak mata dan
ekspresi wajah yang terbatas. Pada pemeriksaan status mental perlu dievaluasi
mengenai ide bunuh diri.1
2.1.8 Pemeriksaan Fisik
Tidak ada yang patognomik untuk gangguan distimik namun dapat ditemukan:
2.
3. Depresi ganda
Sekitar 40% pasien dengan depresif berat juga memuhi kriteria gangguan
distimik, suatu kombinasi yang sering disebut depresi ganda.3
4. Penyalahgunaan alkohol dan zat
Pasien dengan gangguan distimik cenderung membentuk metode koping
untuk kedaan depresi kronisnya. Sehingga mereka cenderung
menggunakan alkohol atau stimulan seperti kokain.3
2.1.10 Penatalaksanaan
Kombinasi farmakoterapi dan terapi kognitif maupun perilaku mungkin
merupakan pengobatan yang paling efektif untuk gangguan.
1) Terapi Kognitif
Terapi Kognitif adalah suatu teknik dimana pasien diajarkan cara berpikir
dan berkelakukan yang baru untuk manggantikan sikap negatif yang salah
terhadap dirinya sendiri, dunia dan masa depan. Terapi ini merupakan program
terapi jangka pendek yang diarahkan pada masalah saat ini dan pemecahannya.3
2) Terapi perilaku
14
psikoterapeutik
berusaha
untuk
menghubungkan
menarik
diri
untuk
mempelajari
cara
baru
mengatasi
masalah
perlu
Perlunya edukasi bagi pasien bahwa obat harus dilanjutkan selama 6 bulan
2.1.12 Prognosis
Prognosisnya bervariasi. Prediksi kedepan tentang prognosis gangguan
distimia dengan adanya tatalaksana obat antidepresan yang baru seperti
fluoxetine, bupropion dan terapi kognitif dan perilaku akan memperlihatkan hasil
yang baik pada prognosis gangguan distimik. Data yang lama menunjukan antara
10-15 persen pasien gangguan distimik dalam kondisi remisi setelah didiagnosis.
17
BAB III
KESIMPULAN
Gangguan
distimik
adalah
gangguan
mood
yang
terdepresi,
dikarakteristikan dengan perjalanan penyakit yang kronik dengan onset yang tibatiba. Gangguan distimik harus dibedakan dengan gangguan depresi kronik, karena
pada gangguan distimik tidak pernah ditemukan episode gangguan depresi mayor.
Pasien dengan distimia sering memiliki pandangan yang suram atau
negative dalam hidupnya dengan perasaan ketidakmampuan dalam dirinya.
Berdasarkan defenisinya, kondisi ini telah berlangsung sekurang-kurangnya 2
tahun pada dewasa dan 1 tahun pada anak-anak dan remaja.
Gejala klinis dari distimia diikuti :
a) Berfikiran negatif, pesimistik dan berpandangan suram.
b) Mood terdepresi
c) Gelisah
d) Cemas
e) Gejala Neurovegetative seperti tidur terganggu dan perubahan nafsu
makan,letargi, biasanya kurang ditandai daripada yang terlihat
dalam episode depresi mayor.
f) Anhedonia
18
Distimia kemungkinan lebih sering terjadi pada perempuan daripada lakilaki. Gangguan distimia dapat diterapi dengan antidepresan dan kombinasi dengan
psikoterapi akan memberikan prognosis yang baik.
Daftar Pustaka
1. Ismail R.Irawati, Siste Kristina. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta; Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: 2010. h. 223-9.
2. Tomb David M.D. Buku Saku Psikiatri. Edisi 6. Jakarta; Penerbit Buku
Kedokteran EGC: 2004. h. 52.
3. Kaplan Harold IMD, Sadock Benjamin JMD, Grebb Jack AMD. Jilid I.
Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jakarta;
Penerbit Binarupa Aksara: 2010. h. 855-60.
4. Maslim, Rusdi. Diagnosis gangguan jiwa: rujukan ringkas PPDGJ-III. Cetakan
1. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya; 2001. h. 68.
5. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu kesehatan anak nelson: gangguan distimik.
Edisi 15. Jakarta: EGC; 2005.h.107.
19