You are on page 1of 19

Refrat

Gangguan Distimia

Disusun oleh:
Dhita Aprilia Anjoti
112014104

Pembimbing:
Dr.Evalina SpKj

KEPANITRAAN KLINIK ILMU PSIKIATRI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
JAKARTA
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada yang Maha Kuasa atas kesempatannya yang telah
diberikan kepada saya untuk membuat refrat ini.

Saya juga berterima kasih

kepada pihak-pihak yang telah membantu secara langsung maupun secara tidak
langsung. Salah satunya adalah dr. Evalina sebagai pembimbing saya dan sebagai
pemberi informasi, kritikan, dan saran yang membangun saya untuk lebih baik
lagi.
Saya sadar bahwa refrat ini masih banyak kekurangannya. Tetapi saya
telah berusaha untuk membuat refrat yang berguna bagi para pembaca. Karena itu,
saya mengharapkan adanya kritik maupun saran yang membangun dari para
pembaca demi perkembangan saya ke depan.
Saya mengharapkan refrat ini dapat digunakan untuk kepentingan para
pembaca, serta dapat menambah wawasan para pembaca. Akhir kata, saya
mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya dan selamat membaca.

Jakarta, 25 Mei 2015

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
Gangguan mood mencakup berbagai gangguan emosi yang membuat
seseorang tidak dapat berfungsi- mulai dari kesedihan pada depresi hingga euforia
yang tidak realistis dan iritabilitas pada mania. Gangguan mood adalah suatu
kelompok kondisi klinis yang ditandai oleh hilangnya perasaan kendali dan
pengalaman subjektif adanya penderitaan berat. Pasien dengan mood yang
meninggi (elevated), yaitu mania menunjukkan sikap meluap-luap, gagasan yang
meloncat-loncat (flight of ideas), penurunan kebutuhan tidur, peninggian harga
diri, dan gagasan kebesaran.
Orang yang menderita gangguan distimik mengalami depresi kronis.
Selain merasa sedih dan hanya merasakan sedikit kesenangan, kalaupun
merasakannya, dalam berbagai aktivitas dan hobi yang biasa dilakukan, orang
yang bersangkutan mengalami beberapa gejala depresi, seperti insomnia atau
terlalu banyak tidur; merasa tidak mampu, tidak efektif, dan kurang energi;
pesimis, tidak mampu berkonsentrasi dan berpikiran jernih, dan keinginan untuk
menghindari kehadiran orang lain.
Pembeda distimia dan depresi mayor adalah durasi, tipe, dan banyaknya
simptom. Pasien yang memenuhi kriteria distimia dalam DSM-IV mengalami tiga
simptom atau lebih (alih-alih diperlukan lima simptom untuk menegakkan depresi
mayor), termasuk mood yang tertekan, namun tanpa keinginan untuk bunuh diri,
dan simptom-simptom tersebut harus berlangsung lebih dari dua bulan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gangguan Distimia
2.1.1 Definisi
Gangguan distimik adalah gangguan mood yang terdepresi, dengan
karakteristik perjalanan penyakit kronik dengan onset yang tidak tiba-tiba.
Gangguan distimik harus dibedakan dengan gangguan depresi kronik, karena pada
gangguan distimik tidak pernah ditemukan episode gangguan depresi mayor.
Apabila kondisi ini terjadi pada anak atau remaja, yang perlu diperhatikan
manifestasinya adalah dalam bentuk mudah marah. Hampir sepanjang hari pasien
selalu mengeluhkan keadaan mood terdepresi atau pada anak dan remaja mudah
marah ditemukan, dan keluhan ini sudah berlangsung selama sedikitnya 2 tahun.1
Paling sering pada perempuan ( perempuan : laki-laki = 2-3: 1), sering
muncul untuk pertama kalinya, pada usia akhir 20-an atau 30-an. Prevalensi
selama hidup 6 % dan mulainya berangsur-angsur, sering pada orang yang
mempunyai predisposisi untuk depresi.2
Menurut Freud, faktor psikososial orang rentan terhadap depresi,
tergantung secara oral dan membutuhkan pemuasan narsistik yang terus menerus.
Apabila individu tidak mendapat cinta, kasih saying yang bermakna ia akan
mengalami depresi.1
2.1.2 Epidemiologi
a) Insiden dan Prevalensi
Gangguan distimik memiliki prevalensi 6 % dari keseluruhan gangguan
depresi. Morbiditi dan mortalitas tidak hanya ditandai dengan adanya kejadian
bunuh diri namun juga penyakit fisikyang berkomorbisitas dengan distimik.1
b) Jenis kelamin

Cyranowski (2001) mengatakan angka kejadian distimik pada perempuan


dan laki-laki sebelum masa pubertas dan sesudah masa menopause adalah sama.
Namun memasuki masa dewasa, perempuan mempunyai angka kejadian yang
lebih besar dibandingkan laki-laki, dengan rasio 2:1. Pada orang usia lanjut,
gangguan

distimik

lebih

besar

terjadi

pada

perempuan

namun

lebih

mempengaruhi kelanjutan hidup laki-laki.1


c) Usia
Gangguan distimik memiliki onset pada usia muda, yaitu pada masa
kanak-kanak dengan keluhan perasaan tidak bahagia yang tidak dapat dijelaskan,
dan terus berlanjut saat memasuki usia remaja dan menginjak usia 20 tahun. Pada
subtipe onset pada usia lanjut, maka gangguan distimik terjadi pada usia
pertengahan dan usia lanjut.1
d) Faktor psikososial.
Menurut Freud orang rentan terhadap depresi, tergantung secara oral dan
membutuhkan pemuasan narsistik yang terus menerus. Apabila individu tidak
mendapatkan cinta, kasing sayang yang bermakna, ia akan mengalami depresi.
Bila mereka kehilangan objek cintanya maka mekanisme pertahanan yang
digunakan adalah internalisasi atau introyeksi objek yang hilang.1
2.1.3 Etiologi
a) Faktor Biologis
Sejumlah studi menenai komponen biologis pada gangguan distimik
menyokong penggolongnnya dengan gangguan mood; studi lain mempertanyakan
hubungan ini. Satu hipotesis yang ditarik dari data adalah bahwa dasar biologis
gejala distimik menyerupai gangguan depresif berat tetapi dasar biologis
patofisiologi yang mendasari kedua gangguan ini berbeda.3
b) Studi Mengenai Tidur

Latensi REM yang menurun dan densitas REM yang meningkat adalah
dua penanda keadaan depresi pada gannguan depresif berat yang juga ada pada
pasien gangguan distimik dengan proporsi yang signifikan. Sejumlah peneliti,
yang melaporkan data awal yang menunjukkan adanya abnormalitas tidur pada
pasien gangguan distimik, memprediksikan respon terhadap obat antidepresan.3
c) Studi Neuroendokrin
Dua aksis neuroendokrin yang paling sering dipelajari pada gangguan
depresif berat dan gangguan distimik adalah aksis adrenal dan aksis tiroid, yang
telah diuji dengan menggunakan uji supresi deksametason dan uji stimulasi
hormon pelepas tirotropin secara berurutan. Walaupun hasil studi ini tidak benarbenar konsisten, sebagian besar studi menunjukkan bahwa pasien gangguan
distimik lebih jarang memiliki hasil abnormal pada uji deksametason daripada
pasien gangguan depresif berat. Studi uji stimulasi tirotropin yang lebih sedikit
telah dilakukan, tetapi studi ini menghasilkan data awal yang menunjukkan bahwa
abnormalitas aksis tiroid dapat merupakan variasi ciri bawaan akibat penyakit
kronis. Persentase yang lebih tinggi pasien gangguan distimik memiliki
abnormalitas aksis tiroid darpada subjek kontrol normal.3
d) Faktor Psikososial
Teori psikodinamik mengenai timbulnya gangguan distimik menyatakan
bahwa gangguan ini berasal dari perkembangan ego dan kepribadian dan
berpuncak pada kesulitan dalam adaptasi pada masa remaja dan dewasa. Karl
Abraham contohnya, menduga bahwa konflik depresi berpusat pada ciri bawaan
sadistik oral dan anal. Ciri bawaan anal mencakup keteraturan yang berlebihan ,
rasa bersalah, serta kepedulian terhadap orang lain; hal ini dihipotesiskan sebagai
perlawanan terhadap preokupasi akan hal-hal anal dan disorganisasi, hostilitas,
serta preokupasi diri. Mekanisme defensi utama yang digunakan adalah reaction
formation. Harga diri rendah, anhedonia, serat introversi sering dikaitakan dengan
ciri depresif.3
e) Freud.
6

Didalam Mourning and Melancholia Sigmund Freud menytakan bahwa


kekecewaan intepersonal di awal kehidupan dapat menyebabkan kerentanan
terhadap depresi, menyebabkan ambivalensi hubungan cinta sebagai orang
dewasa; kehilangan atau ancaman akan kehilangan pada kehidupan dewasa
kemudian menyebabkan depresi. Orang yang rentan terhadap depresi secara oral
bergantung dan membutuhkan kepuasan narsistik yang konstan. Ketika
kekurangan cinta, kasih sayang , dan prehatian , meeka menjadi depresi secara
klinis; ketika mereka mengalami kehilangan yang sesungguhnya, mereka
menginternalisasikan dan mengintroyeksi onjek yang hilang serta mengubah
kemarahannya terhadap hal itu dan demikian terhadap diri sendiri.3
f) Teori Kognitif
Teori Kognitif depresi juga berlaku untuk gangguan distimik. Teori ini
berpegang pada perbedaan antara kenyataan dan situasi khayalan mengakibatkan
berkurangnya harga diri dan rasa tidak berdaya. Keberhasilan terapi kognitif di
dalam terapi sejumlah pasien gangguan distimik dapat memberikan dukungan
untuk model teoritis.3
2.1.4 Perjalanan Penyakit
a) Usia awitan
Gangguan distimik seringkali terjadi pada usia sebelum remaja, yang terus
berlanjut hingga memasuki usia 20-an, dengan gejala yang samar-samar.
Prevalensi gangguan distimik dengan late-onset sangat sedikit, yaitu dengan usia
awitan pada usia pertengahan dan usia lanjut. Setelah mengalami satu dekade
gejala biasanya pasien baru mencari bantuan. Dari penelitian diketahui sekitar 20
persen dari mereka yang mengalami neurosis depresi berkembang menjadi
gangguan depresi berat.1
b) Penyesuaian sosial
Pasien dengan gangguan distimik biasanya memiliki fungsi sosial yang
stabil. Namun seringkali kestabilan itu terganggu, biasanya mereka meninggalkan
7

aktivitas sosial dan kegiatan yang biasanya menyenangkan dan mengkompensasi


dengan terus bekerja sehingga menimbulkan masalah dalam perkawinan. Pasien
dengan gangguan distimia seringkali mengorbankan seluruh waktunya untuk
pekerjaan sebagai bentuk kompesasi dan mekanisme pertahanan. Mereka
seringkali mengeluhkan perasaan kosong dan tidak bahagia untuk kegiatan di luar
pekerjaan.1
c) Perjalanan penyakit
Onset gangguan berlangsung perlahan dimulai sejak akhir masa kanak
atau awal masa remaja, mendahului perjalanan penyakit yang tumpang tindih
(superimposed) dengan gangguan depresi mayor. Pasien dengan gangguan
distimik sering mengeluh selalu merasa sedih sejak lahir atau sepanjang waktu.
15-20 persen anak yang mengalami gangguan distimik akan menjadi hipomanik,
manik, atau gangguan mood campuran setelah pubertas. Gangguan distimik pada
orang dewasa seringkali bersifat unipolar dengan atau tanpa gangguan depresi
mayor dan jarang menjadi hipomanik atau manik. Gejala hipomanik dapat terjadi
pada saat peningkatan dosis antidepresan.1
2.1.5 Kriteria Diagnosis
Kriteria diagnosis distimik dalam DSM-IV serupa dengan dalam DSM-IIIR. Hanya dalam DSM-IV ada tambahan gejala karakteristik di dalam kriteria B.
Dalam kriteria ini perlu ada mood yang terdepresi sekurang-kurangnya 2 tahun
(satu tahun untuk anak dan remaja). Gejala-gejala tersebut tidak boleh memenuhi
gejala depresi berat. Tidak boleh ada episode manik atau hipomanik. Dalam
DSM-IV diperoleh awitan awal (sebelum usia 21 tahun) atau akhir (usia 21 tahun
dan lebih). Juga memungkinkan ditemukan ciri atipikal dalam gangguan distimik.1
Kriteria Diagnostik untuk Gangguan Distimik.
A. Mood terdepresi sepanjang hari. Lebih banyak hari-hari dia
mengalami mood terdepresi di bandingkan tidak terdepresi, diperoleh
dari penjelasan subjektif atau pengamatan orang lain, sekurang-

kurangnya 2 minggu. Catatan: pada anak dan remaja mood-nya dalam


bentuk mudah tersinggung (irritabel) dan lamanya harus 1 tahun.
B. Saat mood terdepresi ditemukan dua atau lebih gejala berikut:
1) Nafsu makan yang menurun atau makan berlebih
2) Insomnia atau hiperinsomnia.
3) Energy menurun atau lelah
4) Harga diri yang menurun
5) Konsentrasi buruk atau sulit menngambil keputusan
6) Perasaan putus asa
C. Selama periode 2 tahun gangguan (1 tahun untuk anak-anak dan
remaja), mereka tidak pernah bebas gejala criteria A dan B selama
lebih dari 2 bulan pada suatu waktu.
D. Tidak pernah ada episode depresif berat selama 2 tahun pertama
gangguannya (1 tahun untuk anak dan remaja) tidak dalam bentuk
gangguan depresi berat kronis ataupun gangguan depresi berat dalam
remisi partial. Catatan: mungkin terdapat episode depresi mayor
sebelumnya asalkan terdapat remisi lengkap (tidak ada tanda atau
gejala bermakna selama 2 bulan) sebelum perkembangan gangguan
distimik. Selain hal tersebut, setelah 2 tahun sejak awal terjadinya
gangguan distimik (1 tahun pada anak dan remaja) dapat saja timbul
episode gangguan depresi berat timpang tindih pada distimik, maka
kedua diagnosis dapat ditegakkan asalkan memenuhi kriteria untuk
episode depresi mayor.
E. Tidak pernah terdapat episode manik, episode campuran atau episode
hipomanik, dan tidak pernah memenuhi criteria untuk gangguan
siklotimik.

F. Gangguan tidak terjadi bersamaan dengan gangguan psikotik kronis,


seperti skizofrenia atau gangguan waham.
G. Gejala bukan merupakan efek fisiologis langsung dari suatu zat
(missal obat yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi
medis umum (missal hipotiroidisme)
H. Gejala menyebabkan penderita bermakna secara klinis atau gangguan
dalam fungsi social, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.
Juga disebutkan bila:
Onset awal : jika onset sebelum usia 21 tahun
Onset lambat : jika onset pada usia 21 tahun atau lebih
Untuk 2 tahun terakhir gangguan distimik dengan ciri atipikal
Gambaran gangguan distimik tumpang tindih dengan gambaran gangguan
depresif berat tetapi berbeda yaitu gejalanya cenderung melebihi tandanya (lebih
merupakan depresi subyektif daripada obyektif). Hal ini berarti gangguan nafsu
makan dan libido tidak khas, dan agitasi atau retardasi psikomotor tidak terlihat.
Semua ini diartikan depresi dengan simtomatologi yang dilemahkan. Meskipun
demikian, ciri anhedonia secara khas memburuk dipagi hari. Karena pasien secara
klinis sering menunjukan fluktuasi saat dan di luar depresi berat, inti kriteria
DSM-IV gangguan distimik cenderung menekankan pada disfungsi vegetatif,
sedangkan kriteria B alternatif gangguan distimik pada lampiran DSM-IV
memeasukkan gejala kognitif.3
Riset alternatif krietria B DSM-IV untuk gangguan distimik:
B. Ketika depresi, terdapat tiga (atau lebih) hal berikut:
1)
2)
3)
4)

Harga diri atau percaya diri yang rendah, atau rasa tidak adekuat.
Rasa pesimis, hilang harapan, atau putus asa.
Hilang minat atau kesenangan menyeluruh.
Penarikan diri dari sosial.

10

5)
6)
7)
8)
9)

Letih atau lelah kronis.


Rasa bersalah, terus-menerus memikirkan masa lalu.
Rasa iritabilitas atau marah berlebihan yang subyektif.
Aktivitas, efektivitas atau produktivitas berkurang.
Sulit berpikir, dicerminkan dengan konsentrasi buruk, memori buruk atau
keragu-raguan.

Berdasarkan Pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa di Indonesia


III (PPDGJ-III):
F34.1 Distimia
Pedoman Diagnostik

Ciri esensial ialah depresi suasana perasaan (mood) yang berlangsung


sangat lama yang tak pernah atau jarang sekali cukup parah untuk
memenuhi criteria gangguan depresif berulang ringan atau sedang ( F33.0

atau F33.1)
Biasanya mulai dini dalam masa kehidupan dewasa dan berlangsung
sekurang-kurangnya beberapa tahun, kadang-kadang untuk jangka waktu
yang tidak terbatas. Jika onsetnya pada usia lebih lanjut, gangguan ini
sering kali merupakan kelanjutan suatu episode depresif tersendiri (F32)
dan berhubungan dengan masa berkabung atau stress nyata lainnya.4

2.1.6 Tanda dan Gejala


Depresi menimbulkan perubahan dalam pikiran, perasaan perilaku dan
kesehatan fisik.1
a) Perubahan dalam pikiran :
Sulit berkonsentrasi dan membuat keputusan. Beberapa orang mengeluh
masalah dengan ingatan jangka pendek, lupa berbagai hal sepanjang waktu.
Pikiran negative,pesimis, rendah diri, rasa bersalah, kritik diri.1
b) Perubahan dalam perasaan:

11

Kebanyakan merasa sedih tanpa alasan yang jelas, tidak dapat menikmati
aktivitas yang menyenangkan. Motivasi menurun sampai apati, merasa lamban
dan

mudah

lelah,sulit

mengontrol

amarah.

Sering

gangguan

distimik

menunjukkan ketidakmampuan dan ketidakberdayaan.1


c) Perubahan dalam perilaku.
Pasien terlihat apati. Hal ini sejalan dengan perasaanya. Mereka merasa
tidak nyaman berhubungan dengan orang lain, hal ini umumnya menimbulkan
penarikan diri dari pergaulan sosial. Ada perubahan selera makan, dalam bentuk
meningkat atau menurun. Akibat kesedihan berjalan kronik, timbul menangis
secara berlebihan. Mereka sering marah dalam ekspresi kekerasan. Dorongan
seksual menurun, dalam bentuk aktivitas seks yang berkurang.1
d) Perubahan dalam kesehatan fisik.
Perasaan emosi yang negative sejalan dengan perasaan fisik yang negative.
Timbul kelelahan kronik sehingga banyak waktu yang disia-siakan dan banyak
tidur. Beberapa orang banyak mengalami sulit tidur. Mereka juga mengeluh
banyak sakit dan nyeri. Timbulnya keluhan fisik berdampak pasien sering
membolos. Pada gangguan distimia, beberapa gejala ada sepanjang waktu dapat
sampai 2 tahun. Tidak semua gejala-gejala ini harus ditemukan semua.
Pada pasien dengan gangguan distimik tidak ditemukan adanya gejala
psikotik. Pasien dengan gangguan distimia memiliki gejala yang mirip dengan
gangguan depresi mayor namun lebih banyak bersifat subjektif. Oleh karena itu,
gangguan pada libido dan nafsu tidak karakteristik, dan psikomotor yang retardasi
atau agitasi tidak teramati. Namun gejala-gejala endogenik sepeti letargi,inersia
dan anhedonia seringkali dapat diamati terutama pagi hari.1
Gangguan distimik seringkali dialami oleh pasien yang menderita
gangguan fisik yang kronik terutama pada orang usia lanjut.
Niculescu dan Akisal mengemukakan 2 subtipe gangguan distimik:

12

1. Distimik anksietas dengan gejala berupa rasa rendah diri, kegelisahan yang
tidak berarah dan sensitif terhadap penolakan dalam berelasi dengan orang
lain. Pasien subtipe ini cenderung untuk mencari pertolongan.
2. Distimik anergik dengan gejala energi yang rendah, hipersomnia dan
ahedonia.
Subtipe ini berespon lebih baik dengan antidepresan yang dapat
meningkatakan dopamin dan norepinefrin.1
2.1.7 Pemeriksaan Status Mental
Pada pemeriksaan status mental menyerupai status mental yang ditemui
pada pasien dengan gangguan depresi.
Pembicaraan yang terbata-bata dengan volume suara yang pelan. Mood
yang turun sesuai dengan afek. Pasien juga memperlihatkan kontak mata dan
ekspresi wajah yang terbatas. Pada pemeriksaan status mental perlu dievaluasi
mengenai ide bunuh diri.1
2.1.8 Pemeriksaan Fisik
Tidak ada yang patognomik untuk gangguan distimik namun dapat ditemukan:

Adanya peningkatan atau penurunan berat badan (BB) yang bermakna


Temperatur tubuh yang menurun, reflek yang lambat dan gejala lain untuk
hipotiroid. Untuk hal ini dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan hormon
tiroid.1

2.1.9 Diagnosis Banding


1. Gangguan depresif ringan
Gangguan depresi ringan ditandai dengan episode gejala depresif
yang lebih ringan daripada gejala yang ditemukan pada depresif berat.
Perbedaannya

adalah sifat episodik gejala gangguan depresif ringan.

Antara episode, pasien gangguan depresif ringan memiliki mood eutimik,


sedangkan pasien gangguan distimik tidak memiliki gangguan periode
eutimik.3
13

2.

Gangguan depresif singkat berulang


Gangguan depresif singkat berulang ditandai dengan periode
singkat
(< 2 minggu) timbulnya episode depresif. Pasien dengan gangguan ini
memenuhi kriteria dignostik gangguan depresif berat jika episodenya
bertahan lebih lama. Perbedaannya: pasien gangguan depresif singkat
berulang memiliki gangguan episodik dan keparahan gejalanya lebih
berat.3

3. Depresi ganda
Sekitar 40% pasien dengan depresif berat juga memuhi kriteria gangguan
distimik, suatu kombinasi yang sering disebut depresi ganda.3
4. Penyalahgunaan alkohol dan zat
Pasien dengan gangguan distimik cenderung membentuk metode koping
untuk kedaan depresi kronisnya. Sehingga mereka cenderung
menggunakan alkohol atau stimulan seperti kokain.3

2.1.10 Penatalaksanaan
Kombinasi farmakoterapi dan terapi kognitif maupun perilaku mungkin
merupakan pengobatan yang paling efektif untuk gangguan.
1) Terapi Kognitif
Terapi Kognitif adalah suatu teknik dimana pasien diajarkan cara berpikir
dan berkelakukan yang baru untuk manggantikan sikap negatif yang salah
terhadap dirinya sendiri, dunia dan masa depan. Terapi ini merupakan program
terapi jangka pendek yang diarahkan pada masalah saat ini dan pemecahannya.3
2) Terapi perilaku

14

Terapi perilaku untuk gangguan depresif didasarkan pada teori bahwa


depresi disebabkan oleh hilangnya pendorong positif sebagai akibat perpisahan,
kematian, atau perubahan lingkungan yang tiba-tiba. Berbagai metode pengobatan
berpusat pada tujuan spesifik untuk meningkatkan aktivitas, untuk mendapatkan
pengalaman menyenangkan dan untuk mengajarkan pasien bagaimana cara
bersantai. Mengganti perilaku pribadi pasien terdepresi dipercaya merupakan cara
paling efektif untuk mengubah pikiran dan perasaan depresi yang menyertai.
Terapi ini seringkali digunakan untuk mengobati keputusasaan yang dipelajari
pada beberapa pasien yang tampaknya menghadapi setiap tantangan kehidupan
dengan rasa ketidakmampuan.3
3) Psikoterapi berorientasi tilikan (Psikoanalitik)
Pendekatan

psikoterapeutik

berusaha

untuk

menghubungkan

perkembangan dan pemeliharaan gejala depresif dan ciri kepribadian maladaptif


dengan konflik yang tidak terpecahkan pada masa anak-anak awal. Tilikan ke
dalam ekivalen depresi (seperti penyalahgunaan zat) atau ke dalam kekecewaan
masa anak-anak sebagai pendahulu terhadap depresi dewasa dapat digali melalui
terapi. Hubungan sekarang yang ambivalen dengan orang tua, teman, dan orang
lain di dalam kehidupan pasien sekarng ini diperiksa.
Gangguan distimik melibatkan suatu keadaan depresi kronis yang menjadi
cara hidup orang tertentu. Mereka secara sadar mengalami dirinya sendiri berada
di dalam belas kasihan dari objek internal yang menyengsarakan yang tidak hentihentinya menyiksa mereka.3
4) Terapi interpersonal
Di dalam terapi interpersonal untuk gangguan distimik, pengalaman
interpersonal pasien sekarang ini dan cara mereka mengatasi stres dinilai untuk
menurunkan gejala depresif dan menigkatkan harga diri. Terapi interpersonal
terdiri kira-kira 12-16 sesi mingguan dan dapat dikombinasi dengan medikasi
antidepresan.3
15

5) Terapi Keluarga dan Kelompok


Terapi keluarga dapat membantu pasien dan keluarganya untuk
menghadapi gejala gangguan, khususnya jika sindrom subafektif yang didasarkan
secara biologis tampaknya akan timbul. Terapi kelompok dapat membantu pasien
yang

menarik

diri

untuk

mempelajari

cara

baru

mengatasi

masalah

interpersonalnya di dalam situasi sosial.3,5


Farmakoterapi.Antidepresan dibutuhkan untuk mengatasi gangguan
vegetatif yang sering dialami oleh penderita distimik, seperti gangguan tidur, rasa
lelah, anhedonia dan rasa nyeri.5 Respon pengobatan dengan antidepresan sebesar
55 persen. Dari beberapa pelaporan diperoleh bahwa SSRI, tricyclic antidepresant
dan monoamine oksidase inhibitor sama efektif, tetapi diantara obat tersebut SSRI
yang dapat ditoleransi lebih baik. Setelah pasien mengalami perbaikan gejala
dengan menggunakan antidepresan maka ia dapat menggunakan modalitas terapi
lainnya dengan lebih baik. Penggunaan antidepresan harus memperhatikan efek
samping yang ditimbulkan karena obat digunakan dalam jangka panjang. Pasien
usia lanjut dan anak dengan riwayat gangguan perhatian dapat diberikan
psikostimulan

seperti amfetamin dan

metilfenidat. Hal-hal yang

perlu

diperhatikan dalam pemilihan antidepresan adalah:

Efek samping yang harus dihindari oleh individu tersebut.


Individu memiliki riwayat penggunaan antidepresan sebelumnya.
Apabila obat tersebut memiliki efektivitas yang baik bagi anggota keluarga
lainnya yang memiliki gejala yang sama.
Penggunaan antidepresan harus berhati-hati untuk pasien dengan

gangguan distimik dengan komorbiditas gangguan kecemasan, karena dosis awal


yang terlalu tinggi atau peningkatan dosis yang terlalu cepat akan memberikan
efek samping yang akan mempengaruhi kepatuhan dalam berobat.1
Antidepresan golongan SSRI yang seringkali diberikan adalah fluoxetin
dengan dosis awal 20 mg(untuk dewasa), sekali sehari pada pagi hari. Dosis dapat
ditingkatkan secara perlahan dalam beberapa minggu sebesar 20 mg dengan dosis
16

maksimal 80 mg perhari. Selain fluoxetin, dapat diberikan sertralin dengan dosis


awal 50 mg (untuk dewasa) sekali sehari pada pagi hari, dan dosis dapat
ditingkatkan dalam beberapa minggu sebesar 50 mg, dengan dosis maksimal 200
mg perhari. Antidepresan diberikan dengan waktu yang tidak terbatas, namun
dosis dapat diturunkan sesuai dengan evaluasi perbaikan gejala. Namun obat tidak
boleh diturunkan terlebih dahulu sampai 6 bulan setelah gejala membaik.1
Selain psikoterapi dan farmakoterapi kegiatan olahraga juga dapat
memperbaiki gejala. Pasien disarankan berolahraga sebanyak 3-4 kali dalam
seminggu. Olahraga yang digunakan adalah bersifat aerobik.1
2.1.11 Tindak Lanjut
Pasien harus diperiksa secara lanjutan untuk mengevaluasi apakah ada
pikiran dan perilaku yang dapat membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Apabila hal tersebut ditemukan maka pasien sebaiknya menjalani rawat inap,
Pada pasien rawat jalan harus dievaluasi:

Perlunya edukasi bagi pasien bahwa obat harus dilanjutkan selama 6 bulan

sebelum dosis diturunkan.


Oleh karena penggunaan antidepresan dalam jangka panjang maka
dievaluasi efektivitasnya. Apabila efektivitasnya kurang maka obat diganti

dengan golongan lainnya.


Komplikasi yang dapat terjadi adalah gangguan depresi mayor dan bipolar.
Komplikasi lainnya adalah kecenderungan untuk bunuh diri dan mortalitas
akibat gangguan fisik yang menyertainya.1

2.1.12 Prognosis
Prognosisnya bervariasi. Prediksi kedepan tentang prognosis gangguan
distimia dengan adanya tatalaksana obat antidepresan yang baru seperti
fluoxetine, bupropion dan terapi kognitif dan perilaku akan memperlihatkan hasil
yang baik pada prognosis gangguan distimik. Data yang lama menunjukan antara
10-15 persen pasien gangguan distimik dalam kondisi remisi setelah didiagnosis.

17

Sekitar 25 persen dari gangguan distimia tidak mencapai pemulihan lengkap.


Edukasi yang baik terhadap pasien dan keluarga dapat meningkatkan prognosis
yang baik. Keluarga dikenalkan pada gangguan yang dialami pasien dan gejala
awal bila pasien mengalami kekambuhan serta gejala yang dapat membahayakan
diri sendiri dan orang lain.1

BAB III
KESIMPULAN
Gangguan

distimik

adalah

gangguan

mood

yang

terdepresi,

dikarakteristikan dengan perjalanan penyakit yang kronik dengan onset yang tibatiba. Gangguan distimik harus dibedakan dengan gangguan depresi kronik, karena
pada gangguan distimik tidak pernah ditemukan episode gangguan depresi mayor.
Pasien dengan distimia sering memiliki pandangan yang suram atau
negative dalam hidupnya dengan perasaan ketidakmampuan dalam dirinya.
Berdasarkan defenisinya, kondisi ini telah berlangsung sekurang-kurangnya 2
tahun pada dewasa dan 1 tahun pada anak-anak dan remaja.
Gejala klinis dari distimia diikuti :
a) Berfikiran negatif, pesimistik dan berpandangan suram.
b) Mood terdepresi
c) Gelisah
d) Cemas
e) Gejala Neurovegetative seperti tidur terganggu dan perubahan nafsu
makan,letargi, biasanya kurang ditandai daripada yang terlihat
dalam episode depresi mayor.
f) Anhedonia

18

Distimia kemungkinan lebih sering terjadi pada perempuan daripada lakilaki. Gangguan distimia dapat diterapi dengan antidepresan dan kombinasi dengan
psikoterapi akan memberikan prognosis yang baik.

Daftar Pustaka
1. Ismail R.Irawati, Siste Kristina. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta; Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: 2010. h. 223-9.
2. Tomb David M.D. Buku Saku Psikiatri. Edisi 6. Jakarta; Penerbit Buku
Kedokteran EGC: 2004. h. 52.
3. Kaplan Harold IMD, Sadock Benjamin JMD, Grebb Jack AMD. Jilid I.
Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jakarta;
Penerbit Binarupa Aksara: 2010. h. 855-60.
4. Maslim, Rusdi. Diagnosis gangguan jiwa: rujukan ringkas PPDGJ-III. Cetakan
1. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya; 2001. h. 68.
5. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu kesehatan anak nelson: gangguan distimik.
Edisi 15. Jakarta: EGC; 2005.h.107.

19

You might also like