You are on page 1of 77

PERENCANAAN BANGUNAN LEPAS PANTAI

BAB I
KONSEP PERENCANAAN
1.1 Umum
Perancangan sebagai sebuah kegiatan pengambilan keputusan
secara umum dan perancangan sistem maritim secara khusus
adalah sebuah aktivitas multi-disiplin yang memerlukan
pemanfaatan yang berdaya guna atas berbagai sumber daya yang
terbatas jumlahnya; untuk memenuhi beberapa kebutuhan
fungsional tertentu. Oleh karena dalam dunia yang semakin
kompetitif ini merancang, mendisain atau mensintesis struktur
berarti mengambil keputusan atas tataletak, geometri, bahan dan
ukuran struktur sedemikian rupa sehingga sebuah atau beberapa
kriteria perancangan mencapai tingkat tertentu; sementara
batasan-batasan atau kendala-kendala, dapat dipenuhi (tidak
dilanggar). Identifikasi rancangan yang akhirnya terpilih
umumnya melibatkan, secara berulang, penyediaan, evaluasi dan
perbandingan antara berbagai pilihan yang laik; sedemikian
sehingga proses perancangan bergerak maju menuju pada
sebuah penyelesaian yang terbaik.
Cara tradisional untuk melakukan proses perancangan ini
adalah dengan menggunakan pendekatan iteratif yang
melibatkan perhitungan, yang lazim disebut analisis, beberapa
aspek rancangan seperti kekuatan, stabilitas, keandalan dan
sebagainya; sehingga diperoleh suatu rentang pilihan rancangan
yang laik. Perlu diperhatikan bahwa kegiatan perancangan

mensyaratkan kemampuan stabilitas tertentu. Pendekatan ini


telah diterapkan dalam suatu prosedur perancangan yang secara
klasik disebut Disain Spiral. Dengan perkembangan teknologi
komputer, proses iteratif ini selanjutnya dapat dipercepat dengan
bantuan
sistem-sistem
CAD
dan
bahkan
dapat
mempertimbangkan banyak aspek perancangan secara sekaligus
dengan memanfaatkan metode mathematical programming
dalam kerangka pengambilan keputusan dengan criteria
majemuk atau Multi Criteria Decision Making (Rosyid,1993).
Untuk memanfaatkan laut dan berbagai sumber daya alam
yang ada di dalamnya, diperlukan sistem-sistem rekayasa yang
dirancang dengan sepenuhnya memperhatikan tugas pokok
sistem tersebut di laut dan dengan memperhatikan lingkungan
laut tempat kerja sistem-sistem tersebut. Salah satu subsistem
penyusun sistem rekayasa maritim yang terpenting adalah
strukturnya, dengan ciri pokok yang membedakan adalah sebuah
struktur anjungan lepas pantai dibuat dan dirakit di sebuah
tempat, kemudian dipakai di tempat yang lain sama sekali. Hal
ini berarti proses perancangan tidak hanya harus memperhatikan
keadaan dan tugas as installed at its intended location, namun
juga harus memperhatikan bagaimana struktur dibuat dan
diangkut ke tempat yang telah ditentukan.
Sekalipun keandalan (reliability) struktur anjungan lepas pantai
bukan satu-satunya kriteria perancangan yang harus
diperhatikan, di samping kemampurwatan, biaya fabrikasi dan
bahkan disposability, keadaan struktur anjungan lepas pantai
jelas merupakan kriteria yang penting. Hal ini mencerminkan
bahwa keselamatan baik personil, lingkungan hidup dan
investasinya sendiri, sebagian akan dinyatakan sebagai fungsi
dari keandalan struktur tersebut. Sekalipun keselamatan sebuah

anjungan lepas pantai tidak hanya ditentukan oleh keandalan


strukturnya, keandalan struktur memberi sumbangan besar bagi
keandalan sistem rekayasa maritim tersebut secara menyeluruh.
Hal ini disebabkan karena subsistem struktur memberi wadah
bagi penempatan subsistem-subsistem lain. Sebuah anjungan
lepas pantai berfungsi untuk menyediakan suatu bidang kerja
horisontal tempat manusia dan berbagai peralatan (elektrikal,
mekanikal, pneumatic dan lain-lain) sehingga dapat bekerja
secara normal tanpa terganggu lingkungan laut secara langsung.
Persyaratan keselamatan dapat dipandang dari dua sudut.
Pertama, dari sudut pemerintah (tercermin dalam atau sebagian
diwakili oleh Rules dan Recommended Practice, seperti API
RP2A), yaitu Safety First, Within Economic Bound. Kedua, dari
sudut perancang struktur atau pemilik, yang bermaksud
menerapkan design by first principles, yaitu Economic First,
Within Safety Limits. Risalah ini mengambil sudut kedua, tanpa
mengabaikan sudut yang pertama.
Kecenderungan terakhir yang membutuhkan perancangan
anjungan lepas pantai pada perairan yang semakin dalam,
memerlukan peninjauan ulang atas metode-metode perancangan
yang ada selama ini. Dengan eksplorasi pada kedalaman
1000meter, rancangan-rancangan baru ini menunjukkan laju
pertumbuhan ukuran anjungan lepas pantai. Adalah amat penting
untuk menentukan seberapa jauh pengetahuan yang ada kini
dapat diekstrapolasi untuk mampu dipakai menganalisis
anjungan-anjungan di laut dalam tersebut. Juga penting untuk
memahami metode-metode analisis yang paling mutakhir yang
dapat memberikan taksiran perilaku struktur anjungan secara
lebih akurat
Perhatian khusus diperlukan untuk memahami kelemahan
langkah-langkah analitik yang berbeda. Proses perancangan

yang banyak dipakai sekarang mengikuti langkah-langkah


sebagai berikut :
1. Menentukan Karakteristik Lingkungan (angin, arus,
gelombang); lebih realistis apabila karakteristik ini ditentukan
secara statistik.
2. Memilih konfigurasi awal (tataletak, geometri, bahan,
ukuran);
dengan
mentransformasikan
besaran-besaran
lingkungan menjadi besaran-besaran beban. Langkah ini
memasukkan unsur ketidakpastian baru.
3. Menentukan respons struktur anjungan akibat beban-beban
tersebut. Langkah ini telah dibantu oleh perangkat-perangkat
analisis yang semakin akurat, untuk perilaku struktur linier.
Ketidakpastian terbesar adalah pada taksiran sifat-sifat tanah dan
umur (fatique life) struktur. Petunjuk-petunjuk perancangan
untuk dua hal terakhir ini relatif masih langka dan tidak begitu
dapat diandalkan akibat data eksperimental yang sedikit
jumlahnya serta kebutuhan untuk mengembangkan teknik-teknik
analisis yang lebih memadai.
4. Membandingkan besaran-besaran respon (tegangan, lendutan,
frekuensi natural dan lain-lain) dengan besaran-besaran ijin
(allowable quantities) sebagaimana ditentukan oleh peraturan
dan dianjurkan dalam recommended practice. Apabila besaranbesaran respon melebihi besaran-besaran ijin, maka langkah
kedua diulang kembali, demikian seterusnya.
1.2 Pengembangan Konsep Struktur Anjungan Lepas Pantai
Konsep Struktur pada dasarnya adalah jenis, tataletak (layout)
dan geometri struktur. Pemilihan konsep struktur merupakan
tahapan pertama yang amat penting bagi keberhasilan struktur
anjungan untuk melakukan fungsi utamanya. Pemilihan konsep
struktur dilakukan pada tahap perancangan konsep. Tahap ini
memiliki potensi penghematan terbesar bila dibandingkan

dengan tahapan perancangan yang lebih hilir. Banyak faktor


yang mempengaruhi cost effectiveness sebuah anjungan lepas
pantai. Dari sekian faktor itu hanya beberapa yang berhubungan
langsung dengan fungsi khusus yang ditugaskan bagi anjungan
yang ditinjau. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses seleksi
konsep struktur, yaitu (McClelland & Reifel,1986):
1. Fungsi utama
2. Ukuran
3. Kedalaman
4. Karakteristik pondasi yang dibutuhkan
5. Lokasi geografis.
Selama 30 tahun terakhir ini telah dikembangkan banyak
konsep struktur anjungan untuk operasi lepas pantai. Perbedaan
dan perkembangan pada konsep struktur ini terus terjadi akibat
perkembangan kriteria dan teknologi untuk memenuhi
kebutuhan anjungan yang lebih besar di perairan yang lebih
dalam dan di lingkungan yang lebih ganas.
Untuk membangun struktur-struktur ini, ukuran dan kapasitas
galangan fabrikasi dan peralatan konstruksinya terus bertambah.
Sekalipun teknologi konstruksi berkembang amat cepat, faktorfaktor yang berkaitan dengan instalasi lepas pantai, transportasi
dan fabrikasi di pantai masih amat mempengaruhi dan seringkali
justru menentukan konsep struktur anjungan lepas pantai.
Melalui pemanfaatan komputer dan teknik-teknik komputasi
yang semakin maju, proses perancangan telah dapat dilakukan
dengan tingkat kedalaman yang semakin baik. Kini telah
tersedia berbagai program untuk menghitung pengaruh spektrum
gelombang, eksitasi seismik, kelelahan, respons dinamis dan
interaksi tanah-pondasi-bangunan. Namun demikian, seseorang

masih harus menentukan konfigurasi dasar dan ukuran-ukuran


awal komponen struktur sebelum proses analisa dengan program
yang canggih tersebut dapat dimulai.

BAB II
TEORI & PROSES PERENCANAAN
FIXED JACKET PLATFORM
Perancangan merupakan pemikiran dasar yang menyangkut
proses identifikasi sejumlah kriteria yang berkaitan dengan
kemampuan produksi, kinerja dan keamanan serta
keseimbangan antara pemenuhan berbagai target. Perancangan
struktur anjungan lepas pantai merupakan pemikiran dasar untuk
mengambil keputusan dalam memilih tata letak, geometri, bahan
dan ukuran struktur yang layak.
Langkah awal dalam konsep perancangan adalah penentuan
target. Target-target perancangan yang mendefinisikan
kemampuan struktur untuk memenuhi tujuan operasi, antara lain
adalah; function ability (kemampuan difungsikannya struktur),
habitability (nilai mutu struktur dalam memberikan
kenyamanan), reliability (nilai keandalan struktur), availability
(nilai proporsional struktur untuk keseluruhan umur
operasional), safety (kemampuan struktur untuk tetap selamat
selama dalam pengoperasian) dan damage tolerance
(kemampuan struktur untuk selamat dari tingkat kerusakan yang
ekstrim pada suatu periode tertentu).
Adapun target-target yang mendefinisikan nilai ekonomis
struktur adalah producibility (kemudahan dalam membangun,

mereparasi dan meletakkan struktur di lokasi operasional),


inspect ability (kemudahan untuk melakukan pemeriksaan
struktur), maintainability (kemudahan untuk merawat struktur),
disposability (kemudahan untuk membongkar struktur), cost
(biaya pembangunan dan selama pengoperasian struktur) serta
weight (berat struktur yang berpengaruh terhadap biaya
pengadaan material). Semua target-target tersebut sangat
berkaitan satu dengan yang lainnya.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi konsep
perancangan struktur, khususnya struktur bangunan lepas pantai,
yakni Riset Lapangan, Peramalan Permintaan, Analisa
Kecenderungan Pasar, Perkembangan Teknologi Metode-metode
Perancangan, Perubahan-perubahan Peraturan yang Berlaku,
Inovasi Baru, Perkembangan Teknologi Material dan
Fabrikasi serta perubahan dalam pendanaan oleh Pemerintah dan
dukungan terhadap industri.
Kriteria yang terpenting dalam perancangan kosntruksi
bangunan lepas pantai adalah kemampuan untuk dapat menahan
beban vertikal sebagai akibat dari beban fungsional, berat
struktur dan fasilitas pendukung lainnya serta dapat menahan
beban horisontal sebagai akibat dari pembebanan lingkungan.
Selain itu, sebuah konstruksi bangunan lepas pantai harus
memiliki sifat tahan terhadap beban statis dan dinamis serta efek
kelelahan. Adapun prosedur perancangan bangunan lepas pantai
secara global adalah;
1. Menentukan lokasi dan karakteristik lingkungan dalam
besaran-besaran angka
2. Memilih konfigurasi struktur (geometri, bahan struktur dan
ukuran awal)

3. Menganalisa respon struktur terhadap gaya-gaya yang


bekerja, untuk memeriksa unjuk kerja struktur terhadap kondisi
kerjanya.
4. Menelaah dan mengadakan evaluasi akhir terhadap struktur
yang direncanakan hingga diperoleh besaran-besaran respons
(tegangan, lendutan, frekuensi natural dan sebagainya) dalam
batas-batas yang diizinkan oleh peraturan yang ada.
2.1 Penentuan Lokasi Geografis dan Karakteristik
Lingkungan
2.1.1 Lokasi Geografis
Banyaknya kandungan minyak dan gas bumi pada suatu
lokasi merupakan alasan utama dibangunnya konstruksi
pengeboran khususnya bangunan lepas pantai. Penentuan letak
struktur tentunya dipengaruhi oleh keadaan atau kondisi
setempat yang nantinya merupakan hal penting dalam pemilihan
jenis konstruksi, pondasi yang sesuai, jumlah sumur yang
dibutuhkan untuk pengeboran dan juga penentuan metode
pengangkutan konstruksi ke lokasi serta pengangkutan minyak
atau gas itu sendiri menuju tempat pemasaran atau
pendistribusian. Untuk mengetahui kondisi minyak atau gas
dalam tanah dapat dilihat dalam peta cekungan minyak bumi,
tentunya dengan mengadakan tinjauan lokasi lebih lanjut.
Lokasi yang mengandung minyak atau gas, belum tentu layak
untuk dieksploitasi; kaitannya dengan perkiraan ekonomis
terhadap pembangunan konstruksi bangunan lepas pantai.
Perkiraan ekonomis tersebut harus tepat mengingat mahalnya
biaya konstruksi sebuah struktur bangunan lepas pantai. Dalam
hal ini, besar jumlah kandungan minyak atau gas pada suatu
lokasi sangat menentukan layak tidaknya sumur tersebut
dieksploitasi.

2.1.2 Karakteristik Lingkungan


Karakteristik lingkungan adalah kondisi yang timbul di mana
struktur bangunan lepas pantai itu akan dioperasikan. Kondisi
lingkungan itu diperoleh pada saat peninjauan lokasi dan
dilakukan secara berkala untuk mendapatkan data atau informasi
yang lebih akurat. Data tersebut mewakili gejala alam yang
mungkin timbul selama pengoperasian bangunan lepas pantai
dalam bentuk angka. Kondisi lingkungan di mana struktur
bangunan lepas pantai akan dioperasikan, harus dibedakan
dalam dua kategori, yaitu Kondisi Lingkungan Normal atau
kondisi yang diperkirakan sering terjadi dan Kondisi
Lingkungan Ekstrim.
Salah satu kondisi lingkungan yang utama adalah kedalaman
perairan. Dalam banyak hal, data ini merupakan tolok ukur
berbagai persyaratan yang harus dipenuhi dalam penentuan
konfigurasi struktur bangunan lepas pantai. Muka air pasang dan
muka air surut juga merupakan parameter penting yang
mempengaruhi kedalaman perairan.
Terdapat beberapa gejala alam yang merupakan bagian dari
beban lingkungan yang dialami oleh struktur bangunan lepas
pantai di lokasi pengoperasian, antara lain Gelombang, Angin
dan Arus.
2.1.2.1 Gelombang
Gelombang merupakan sumber utama dari beban lingkungan
yang diderita oleh anjungan lepas pantai. Dalam perancangan
konstruksi bangunan lepas pantai, karakteristik gelombang yang
digunakan adalah pada kondisi lingkungan normal, terutama
untuk menentukan parameter gelombang rata-rata; sedangkan
kondisi lingkungan ekstrim yang diperkirakan terjadi pada

perulangan periode 100 tahun. Parameter-parameter yang


diperoleh dari gelombang adalah tinggi gelombang, periode
gelombang, panjang gelombang dan elevasi puncak gelombang
serta parameter lainnya yang mendukung.
2.1.2.2 Angin
Parameter angin yang utama adalah kecepatan angin. Data
angin yang diperoleh harus disesuaikan dengan kecepatan angin
pada ketinggian standar (ketinggian acuan/referensi) yaitu 10m
atau 33ft di atas permukaan air rata-rata dengan interval waktu
yang ditentukan. Terdapat dua tipe kecepatan angin, yaitu Gust
(kecepatan angin rata-rata dalam interval waktu kurang dari satu
menit) serta Sustained (kecepatan angin rata-rata dalam interval
waktu satu menit atau lebih). Namun penting pula diperhatikan
frekuensi dan lama berlangsungnya kecepatan angin di lokasi.
2.1.2.3 Arus
Seperti halnya angin, parameter utama dari arus adalah
kecepatannya. Selain itu, arah terpaan arus juga merupakan
variabel penting yang berguna dalam perencanaan
pengoperasian anjungan lepas pantai. Perhitungan arus memiliki
banyak pengaruh terhadap penentuan letak dan arah kedudukan
sandaran kapal serta gaya dinamis yang diderita anjungan lepas
pantai.
2.2 Pemilihan Konfigurasi Struktur
2.2.1 Pemilihan Konstruksi Secara Umum
Berdasarkan konstruksinya, bangunan lepas pantai dapat
dibedakan atas tiga jenis, yakni:
a. Struktur Terpancang; seperti Jacket Steel Platform, Grafity
Platform

b. Struktur Terapung; seperti Semi Submersible, Jack Up, Drill


Ship
c. Struktur Lentur; seperti Tension Leg Platform, Guyed Tower

Struktur bangunan lepas pantai dapat juga dibedakan jenisnya


berdasarkan lama pemakaiannya, yaitu:
a. Konstruksi Permanen atau konstruksi yang dibangun untuk
dioperasikan dalam jangka waktu yang lama pada suatu lokasi
kerja (biasanya 20 sampai 30 tahun) dan tidak dimaksudkan
untuk dipindahkan ke lokasi kerja yang lain
b. Konstruksi Bergerak (Mobile Unit) atau konstruksi yang
dibangun untuk dioperasikan hanya beberapa waktu saja
(beberapa minggu atau bulan), kemudian berpindah tempat
untuk dioperasikan di lokasi kerja yang lain.
Gambar 2.8 memperlihatkan bentuk dan bagian-bagian yang
penting dalam konstruksi bangunan lepas pantai, khususnya
Fixed Jacket Offshore Platform.

Adapun berdasarkan fungsinya, konstruksi lepas pantai dapat


dikategorikan sebagai berikut:
a. Anjungan Pengeboran (Drilling Deck); yakni anjungan yang
digunakan untuk mengebor sumur minyak/gas bumi.
Pengeboran tersebut dapat berupa pengeboran awal (untuk
melihat kandungan minyak/gas di sumur tersebut) dan dapat
pula berupa pengeboran lanjutan untuk keperluan eksploitasi.

b. Anjungan Produksi (Production Deck); yakni anjungan yang


digunakan sebagai tempat untuk memisahkan antara minyak, gas
dan air.
c. Anjungan Akomodasi (Living Quarter Deck); yakni anjungan
yang digunakan sebagai tempat tinggal dan transit serta
operasional administrasi.
d. Anjungan Instalasi (Instalation Deck); yakni anjungan yang
digunakan sebagai tempat instalasi-instalasi pembantu proses
eksploitasi, seperti bengkel dan fasilitas derek
e. Anjungan Pipe Layer (Pipe Layer Deck); yakni anjungan yang
digunakan sebagai tempat pipa yang dapat langsung dicantolkan
ke mobile unit yang akan mengambil minyak/gas yang telah
diisap dari sumur.
Pemilihan konstruksi banyak didasarkan pada berbagai
pertimbangan yang telah disebutkan sebelumnya, seperti halnya
lokasi geografis dan karakteristik lingkungan tempat anjungan
lepas pantai akan dioperasikan.
2.2.2 Penentuan Berat dan Luasan Geladak
Terdapat empat jenis kategori berat geladak kaitannya dengan
kondisi gravitasi dari fasilitas geladak, yaitu;
a. Berat Kering (Dry Weight, WD) adalah berat
fasilitas/peralatan kosong sesuai dengan perhitungan galangan
pembuat anjungan, yang terdiri dari;
. Peralatan utama (fasilitas untuk operasi produksi, fasilitas
pendukung pengeboran dan sumber tenaga)
. Peralatan material tersebar (perpipaan, katup-katup,
instrumentasi, material tahan api serta komponen struktur baja
lainnya)
. Baja struktur geladak atas (konstruksi baja untuk pondasi
peralatan, tangga dan jembatan).

Penentuan WD dan Luasan Geladak dapat ditentukan dengan


bantuan grafik hubungan antara Jumlah Produksi Minyak
Perhari (BOPD), seperti pada Gambar 2.9 dan 2.10 dengan
keterangan gambar sebagai berikut:
. Estimated Upper Limit; digunakan jika anjungan berada di
daerah dingin yang dilengkapi dengan dua buah rig dan
dirancang secara konservatif.
. Median; digunakan untuk anjungan biasa yang dioperasikan di
daerah panas dengan GOR (Gas Oil Ratio) rata-rata 300 hingga
600 serta dirancang secara konservatif.
. Estimated Lower Limit; digunakan pada anjungan untuk
pengolahan gas atau untuk lokasi yang tidak memerlukan
banyak pengaturan tekanan

b. Berat Operasional (Operational Weight, WO) adalah berat


kering ditambah dengan berat bahan-bahan yang dikonsumsi
serta cairan yang terdapat dalam bejana dan perpipaan. Beratberat operasional berkisar antara 1,30 sampai dengan 1,35 dari
berat kering (McClelland & Reifel,1986). Dalam bentuk
matematis;
WO = (1,30 . 1,35)WD ..........................................................
(2.01)
c. Berat Pengangkatan (Lifting Weight, WL) adalah berat yang
dihitung dari berat kering, merupakan berat peralatan
pemrosesan dan cadangan bagi alat angkat. Besarnya berat
pengangkatan diambil antara (5 . 8)% dari Berat Kering
(McClelland & Reifel,1986). Dalam bentuk matematis;
WL = (0,05 . 0,08)WD ............................................................
(2.02)
d. Berat Pengetesan (Testing Weight, WT) adalah berat tambahan
yang timbul pada saat pengetesan peralatan, bejana atau
perpipaan di atas geladak atas. Jika setelah W T terdapat

perbedaan sekitar 1 . 2 ton, maka berat masih berada dalam


ambang toleransi.
Dengan demikian, berat geladak Fixed Jacket Platform dapat
disimpulkan merupakan penjumlahan antara keempat komponen
berat di atas. Namun hal tersebut berlaku jika setiap anjungan
merupakan sistem sendiri. Jika terdapat anjungan kombinasi,
maka berat geladak adalah penjumlahan antara Berat
Operasional, Berat Pengangkatan dan Berat Pengetesan. Dalam
bentuk matematis:
WTOTAL = WO + WL + WT .......................................................
(2.03)
2.2.3 Pemilihan Bahan Struktur
Oleh karena mengalami pembebanan yang tinggi, struktur
anjungan lepas pantai harus dibuat dari material yang kuat
dengan karakteristik yang sesuai untuk penggunaan di bawah
laut. Untuk anjungan lepas pantai disyaratkan untuk
menggunakan baja tahan korosi, mudah dibentuk dan disambung
dengan cara pengelasan serta memperhatikan kondisi kerja
(kaitannya dengan kekuatan baja minimum). Baja yang
digunakan harus sesuai dengan spesifikasi yang mempunyai
sertifikat dari pabrik atau sertifikat pengujian yang dibuat oleh
fabrikator dalam laboratorium.
Menurut tingkat kekuatan dan karakteristik pengelasannya, baja
dapat dikelompokkan dalam tiga group yakni:
a. Group I; dirancang untuk baja lunak dengan spesifikasi kuat
luluh 4ksi (280MPa) atau kurang, karbon ekivalen 4% atau
kurang dan harus dapat dilas dengan beberapa proses
pengelasan.
b. Group II; dirancang untuk baja kekuatan menengah dengan
spesifikasi kuat luluh minimum 40ksi (280MPa) hingga 52ksi

(360MPa), karbon ekivalen 0,45% atau lebih dan semua proses


pengelasan harus menggunakan electrode hydrogen rendah.
c. Group III; dirancang untuk baja berkekuatan tinggi dengan
spesifikasi kuat luluh minimum 52ksi (360MPa). Baja ini dapat
dipakai bila sudah diketahui kemampuannya dalam hal:
. Mampu Las dengan prosedur pengelasan khusus yang
disyaratkan
. Umur Kelelahan dengan beban tekanan kerja yang tinggi
.
Ketahanan
Takik,
Kontrol
Kepecahan,
Prosedur
Inspeksi,Tegangan Kerja dan Temperatur Lingkungan.
Dengan karakteristik ketangguhan takik yang sesuai untuk
kondisi kerja, baja dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Baja Kelas C, yakni baja yang mempunyai hasil yang baik
untuk pengelasan struktur pada temperatur kerja normal di mana
impact test tidak disyaratkan, digunakan untuk ketebalan
terbatas, bentuk yang moderat, pengekangan dan konsentrasi
tegangan yang rendah dan beban-beban equal-statis
b. Baja Kelas B, yakni baja yang sesuai untuk struktur di mana
ketebalan, temperatur rendah dan pengekangan, konsentrasi
tegangan, beban impact tidak begitu berpengaruh (ketangguhan
tariknya sangat baik).
c. Baja Kelas A, yakni baja yang sesuai untuk digunakan pada
temperatur normal dan pada kondisi-kondisi penggunaan
konstruksi yang kritis. Baja seperti ini umumnya dapat ditemui
pada baja dengan persyaratan charphy yang tinggi pada rentang
temperatur -20oC hingga 40oC.
2.2.4 Penentuan Karakteristik Tiang Pancang
Apabila kedalaman perairan bertambah atau beban lingkungan
membesar atau bahkan kondisi tanah melemah, dimensi tiang
pancang perlu diperbesar pula. Namun perlu diingat bahwa

memperbesar dimensi tiang pancang akan memperbesar beban


lateral dari gelombang. Beban gelombang dapat bertambah besar
lebih cepat daripada pertumbuhan ukuran tiang pancang.
2.2.4.1 Jumlah Pile/Kaki Struktur dan Ukurannya
Pertambahan jumlah tiang pancang atau kaki struktur secara
otomatis akan mengurangi ukuran masing-masing tiang
pancang. Dalam hal ini, kekuatan tiang pancang harus
diperhatikan perubahannya, setiap kali terjadi perubahan ukuran.
Pada mulanya konstruksi lepas pantai dibangun dengan 3 atau 4
kaki, lalu berkembang 6, 8 kaki bahkan lebih pada saat
sekarang. Penentuan jumlah kaki sangat bervariasi, tergantung
dari kebutuhannya, ditinjau dari segi kekuatan dan efektivitas
biaya konstruksinya. Dewasa ini, dengan adanya ukuran pipa
yang lebih besar, anjungan-anjungan cenderung dikonstruksi
dengan 8 kaki. Jenis ini dapat dipakai sampai kedalaman 400ft
(122m).
Diameter tiang pancang dapat ditentukan dari Tabel 2.1. dengan
terlebih dahulu menentukan besarnya kapasitas aksial yang
dapat didukung oleh tiap tiang pancang dengan pendekatan
matematis sebagai berikut;
P = WTOTAL / n .......................................................................
(2.04)
dengan P : Kapasitas Beban Aksial
W : Berat Total Geladak
n : Jumlah Kaki Struktur yang direncanakan

Rentang kapasitas dalam Tabel 2.1 di atas adalah taksiran


pendekatan dan sangat tergantung pada karakteristik tanah dasar
laut; juga dibatasi oleh kemampuan untuk melakukan instalasi
tiang pancang hingga kedalaman yang diperlukan.
Ukuran awal tiang pancang ditentukan berdasarkan taksiran
beban aksial dan lateral maksimum dan karakteristik tanah.
Taksiran beban aksial dan geser maksimum yang bekerja pada
tiang pancang dapat dilakukan dengan menganggap struktur
anjungan sebagai benda kaku dan kemudian menaksir beban
operasional, berat struktur sendiri dan beban gelombang. Ukuran
awal tiang selanjutnya dipilih dengan prosedur sebagai berikut :
1. Memilih diameter luar tiang pancang.
2. Kedalaman penetrasi tiang pancang dihitung. Beban aksial
maksimum dikalikan dengan sebuah angka keamanan, sekaligus
dengan mempertimbangkan harga-harga koefisien tanah.
Langkah 1 dan 2 diulang-ulang sampai kedalaman penetrasi
yang wajar diperoleh yang dapat dicapai oleh peralatan
pemancangan yang tersedia.
3. Tebal dinding tiang pancang dipilih berdasarkan momen
lengkung dan lateral maksimum.
4. Dengan memilih modulus tanah tertentu yang sesuai untuk
daerah dengan lendutan lateral maksimum, momen sepanjang
tiang pancang dapat dihitung dengan menggunakan prosedur

analisa tiang pancang elastis dengan beban lateral. Tiang


pancang dapat dianggap terjepit pada daerah mudline. Tegangan
kombinasi akibat beban momen dan beban aksial, dihitung dan
penampang tiang pancang diperiksa terhadap harga-harga
tegangan ijin.
Untuk menentukan tebal dinding tiang pancang, menurut
gPedoman Rancang Bangun Bangunan Lepas Pantai di
Perairan Indonesiah oleh BKI halaman II-24, digunakan Tabel
2.2.

2.2.4.2 Jarak Antar Kaki dan Kemiringan Struktur (Batter)


Penentuan jarak antar kaki struktur ditentukan berdasarkan
tata letak menyeluruh anjungan dan jumlah tiang pancang. Jarak
ini bisa bervariasi yaitu 36 - 45ft (11 - 13,7m) dalam arah
melintang dan 40 . 60ft (12 . 18,3m) dalam arah memanjang
(Graff,1984).
Kaki-kaki jacket dimiringkan agar memiliki ruangan yang lebih
besar di dasar laut yang kemudian membantu dalam menahan
momen guling yang timbul. Dalam arah melintang, hanya kakikaki terluar yang dimiringkan, biasanya 1/10 atau 1/12;
sedangkan dalam arah memanjang, semua kaki jacket

dimiringkan 1/7 atau 1/8. Penentuan jarak antar kaki struktur &
kemiringannya dimulai pada rentang 3 . 4 meter di atas garis air
rerata (Graff,1984).
Akibat dari batter atau kemiringan, maka jarak antar kaki makin
melebar pada dasar laut; sehingga untuk membantu kaki struktur
menahan momen guling, biasanya konstruksi direncanakan
menggunakan beberapa skirt pile yang memanjang hingga satu
level di atas level terbawah dari struktur (Graff,1984).
2.2.5 Penentuan Perangkaan
Kaki-kaki jacket dihubungkan dan ditopang oleh rangkarangka (braces) dengan arah-arah horisontal, diagonal-horisontal
dan diagonal-vertikal.
2.2.5.1 Pola Perangkaan
Pola perangkaan struktur penyangga anjungan mengikuti tipetipe sambungan tubular yang sangat beragam. Perangkaan
struktur umumnya adalah pola K, N, T, K Ganda, N Ganda, T
Ganda dan kombinasi dari beberapa pola tersebut (Gambar
2.11).

Akhir-akhir ini semakin banyak dipakai pola perangkaan


silang X untuk memperpendek panjang efektif rangka tanpa
mengurangi kekakuan struktur rangka penyangga. Apabila satu
kaki rangka X dalam keadaan tertekan dan yang lain tertarik,
maka bagian yang tertarik akan menahan bagian yang tertekan
dari lendutan keluar bidang pada pertemuan rangka tersebut dan
diameter kedua rangka tersebut dapat dikurangi sehingga
mengurangi beban gelombang pada anjungan. API RP2A
merekomendasi pola perangkaan X ini untuk anjungan pada
lokasi rawan gempa.
2.2.5.2 Tinggi Rangka Horisontal
Rangka horisontal pada beberapa ketinggian diperlukan untuk
menstabilkan rangka struktur penyangga, menyangga conductor
dan sebagainya. Tinggi antara rangka horisontal ini bervariasi
antara 40 . 60ft (12-18.3m). Untuk rangka dekat permukaan air,

biasanya digunakan tinggi rangka 12m. Makin besar kedalaman


air, makin bertambah pula tinggi antara rangka horisontalnya
(Graff,1984).
2.2.6 Penentuan Rangka Tubular
Meskipun konfigurasi menyeluruh telah ditentukan, setiap
rangka struktur anjungan harus ditentukan ketebalannya sebelum
analisis respon strukturnya dapat dilakukan. Ujung-ujung
rangka-rangka tubular ini, karena sambungan las, ditumpu jepit;
sehingga struktur rangka anjungan ini memiliki derajat
ketidaktentuan yang tinggi. Hal ini mempersulit penentuan
ukuran rangka. Hampir seluruh rangka struktur anjungan
mengalami beban kombinasi tekan dan momen lengkung selama
tersapu gelombang sepanjang hidupnya.
Dengan demikian, parameter perancangan yang paling
menentukan adalah rasio kerampingan kl/r. Untuk penentuan
ukuran awal struktur penyangga utama, pengalaman
menunjukkan bahwa kl/r antara 70 hingga 90 menghasilkan
hasil yang memadai. Untuk kasus Indonesia, harga tersebut
diperbesar hingga 110 (McClelland & Reifel,1986). Untuk
bagian struktur penyangga yang lebih sekunder, angka kl/r ini
dapat diambil yang terbesar atau sekitar 2/3 dari diameter brace
utama.
Sistem perangkaan (bracing system) mempunyai fungsi sebagai
berikut:
a. Membantu menyalurkan beban horisontal ke pondasi
b. Melindungi keutuhan struktur selama proses fabrikasi dan
instalasi
c. Menahan gerak sentakan dari sistem jacket-pile yang
terpasang

d. Menyangga anoda korosi dan konduktor-konduktor sumur


serta menyalurkan gaya gelombang yang ditimbulkan ke
pondasi Karakteristik penting lainnya dari rangka tubular adalah
kestabilan penampang yang dinyatakan dalam rasio
diameter/tebal dinding (D/t) yang juga menunjukkan kestabilan
terhadap local buckling. Untuk memperoleh tebal minimum
dinding rangka tubular setelah diameternya ditentukan, dapat
digunakan Tabel 2.3

Untuk struktur penyangga lain atau penyangga sekunder,


rasio D/t = 40 dan rasio D/t pada sambungan adalah 35 . 40
dengan menambah 0,1inchi dari ketebalan penyangga sekunder.
Nilai k (faktor panjang efektif) dapat ditentukan berdasarkan
Tabel 2.4 (BKI,1991).

Perhitungan diameter dan ketebalan konstruksi harus diuji


pada aspek parameter sambungan tubular, dimana nilai-nilai
tergantung dari diameter chord (D) dan brace (d) serta ketebalan
chord (T) dan brace (t), seperti dijelaskan berikut ini.
a. Aspek Parameter (d/D)
Bila <0,3; kemungkinan kegagalan sambungan terutama
dalam bentuk kerusakan sambungan las akibat tarikan atau
gesekan brace pada sisi chord atau kegagalan desakan geser
(punching shear failures).
Bila >0,8; kemungkinan kegagalan terjadi dalam bentuk
keruntuhan (collaps) pada chord.
Bila 0,3<<0,8; kemungkinan kegagalan dalam bentuk
interaksi antara punching shear dengan collaps. Namun dalam
kebiasaan, nilai yang sering timbul adalah 0,4<<0,7.
b. Aspek Parameter (R/T)
Nilai memberikan gambaran ketipisan dari struktur tubular.
Kegagalan yang sering terjadi adalah bentuk tekukan (buckling),
akibat dari hoop stress. Nilai untuk struktur tipis seperti
bejana minimal 7,0. Untuk bangunan lepas pantai, nilai yang
digunakan minimal 10.
c. Aspek Parameter (t/T)
Nilai memberikan gambaran kemungkinan terjadi kerusakan
dinding chord yang mendahului kepecahan penampang brace.
Berdasarkan hasil penelitian, harga untuk struktur bangunan
lepas pantai berkisar antara 0,5 . 0,7.
Prosedur penentuan ukuran awal struktur penyangga anjungan
dapat diringkas sebagai berikut:
1. Tentukan tataletak dan geometri struktur

2. Untuk beban vertikal (payload dan gravitasi) yang telah


diketahui, pilih diameter tiang pancang dengan memperhatikan
kapasitas aksialnya.
3. Tentukan diameter kaki jacket D dengan menambahkan paling
tidak 5cm pada diameter luar tiang pancang.
4. Dengan menghitung panjang tiap-tiap komponen tubular, pilih
rasio kerampingan kl/r yang sesuai.
5. Hitung tebal t untuk pilihan D/t yang sesuai. Pertahankan
untuk memilih D/t antara 19 s/d 90, karena D/t.19 sulit dibuat
atau tidak ada di pasaran. Untuk material baja A36, D/t = 70
dapat mengakibatkan local buckling. Untuk D/t.250/(h1/3)
dengan h sebagai kedalaman, periksa kemungkinan hydrostatic
collapse.
6. Untuk pilihan diameter seluruh komponen struktur, taksir
beban lateral akibat gelombang. Periksa apakah kapasitas lateral
tiang pancang berada dalam rentang kapasistas lateralnya.
Apabila kapasitas lateral tiang pancang tidak memadai, ulangi
langkah 2 dan seterusnya.
2.2.7 Perencanaan Geladak
2.2.7.1 Jenis-jenis Geladak
Terdapat beberapa jenis geladak yang lazim ada dalam sebuah
anjungan lepas pantai kombinasi, yakni:
a. Geladak Pengeboran (Drilling Deck)
Fungsi utama struktur lepas pantai adalah pengeboran, baik itu
minyak maupun gas bumi. Untuk itu, pada struktur lepas pantai
aktivitas pengeboran ditempatkan pada geladak pengeboran.
Pada geladak ini ditempatkan fasilitas-fasilitas pengeboran
seperti Drilling Derrick.
b. Geladak Produksi (Production Deck)

Minyak/gas bumi yang dieksploitasi tidak langsung


didistribusikan ke darat. Oleh karena masih bercampur dengan
unsur-unsur, maka geladak produksi dimaksudkan sebagai
tempat pengolahan dan pemisahan antara minyak, gas dan air
laut.
c. Geladak Instalasi (Instalation Deck)
Dalam proses pengeboran dan produksi, anjungan lepas pantai
biasanya mempunyai banyak kendala, utamanya dalam bentuk
kerusakan-kerusakan driller atau pipa. Oleh karenanya
diperlukan bengkel untuk memperbaiki dan memproduksi secara
langsung alat tersebut. Bengkel tersebut ditempatkan pada
geladak Instalasi
d. Geladak Tempat Tinggal (Quarter Deck)
Anjungan lepas pantai umumnya dibangun jauh dari tempat
tinggal para pekerja, di samping itu pengawasan di atas
anjungan harus sering dikontrol. Untuk itu, perlu disiapkan
tempat tinggal yang direncanakan dengan memperhatikan
keselamatan dan kenyamanan untuk para pekerja.
e. Geladak Heli (Helideck)
Penggunaan fasilitas transportasi helikopter diperlukan bila jarak
antara daratan dan tempat anjungan lebih dari 50mil (80km).
Untuk jarak yang kurang dari 50mil, biasanya menggunakan
moda transportasi laut. Namun penggunaan transportasi
helikopter sangat besar manfaatnya untuk efisiensi kegiatan
anjungan, yang antara lain;
. Efisiensi Waktu; dengan helikopter dapat mengurangi waktu
perjalanan sekitar 1-6 kali dari perjalanan dengan kapal
. Gangguan cuaca dapat diatasi dengan menggunakan helikopter
sehingga kegiatan anjungan tidak terganggu

. Supervisor dan specialist dapat melakukan kegiatan di


anjungan dan di darat dengan efisien
. Dapat mengevakuasi kru secepatnya bila terjadi keadaan
darurat atau force major.
2.2.7.2 Kaki Geladak
Seperti halnya perencanaan tiang pancang, perencanaan kaki
geladak juga mempertimbangkan beban aksial yang akan
ditumpu selain pertimbangan beban lain dari lingkungan
sekitarnya. Adapun tinggi rangka kaki geladak diusahakan agar
geladak terbawah tidak terkena puncak gelombang. Persamaan
matematisnya adalah;
H = 0,5HM + PAT + PB ....................................................... (2.04)
Dengan HM : Tinggi Gelombang Maksimum (m)
PAT : Pasang Astronomi Tertinggi (m)
PB : Pasang Badai (m)
Untuk ketebalan tiang kaki geladak dapat ditentukan sesuai rasio
D/t ; sedangkan untuk ukuran pengikat tiang geladak (brace)
dapat didekati dengan rasio kerampingan kl/r = 70 . 90 dan
ketebalannya sesuai dengan Tabel 2.3. Ukuran pengikat tiang
geladak yang diperoleh harus diuji dengan aspek parameter
sambungan tubular
2.2.7.3 Balok dan Pelat Geladak
Balok geladak berfungsi untuk menyalurkan beban yang
bekerja pada pelat geladak ke penumpu utama geladak (main
truss) yang kemudian ke kaki geladak; dimana ukuran balok
geladak tergantun jarak antar balok geladak. Jika geladak tidak
ditutup dengan sebuah modul, maka bagian lantai geladak
ditutup dengan pelat baja yang ketebalannya tergantung jarak
balok geladak. Persamaan yang dipakai untuk menentukan
ukuran balok geladak adalah;

Mmaks = ql2/12 ......................................................................


(2.05)
dengan q : beban balok geladak (berupa perkalian antara
distribusi
beban geladak dengan jarak antar balok
geladak)
l : panjang tak ditumpu balok geladak
Adapun persamaan untuk menentukan ukuran pelat geladak
adalah;
Mmaks = ql2/1.........................................................................
(2.06)
dengan q : distribusi beban geladak
l : jarak antar balok geladak
Nilai beban geladak, q, didapatkan dengan beberapa estimasi.
Khusus untuk dek pengeboran dan operasional dengan delapan
kaki, dapat dilihat pada Introduction to Offshore Structure hal.
121 (Graff,1981). Untuk jumlah kaki geladak sembarang,
dipergunakan skema seperti pada buku BKI untuk Rancang
Bangun Bangunan Lepas Pantai, Bab. Beban Konstruksi dan
Instalasi hal 63-67 (BKI,1997). Sebagai alternatif, khusus untuk
beban Quarter Deck dan Helideck, dipergunakan Introduction to
Offshore Structure hal. 35 dan 41 (Graff,1981).
2.3 Beban Lingkungan
Analisa teknik yang utama untuk menentukan kemampuan
kerja suatu struktur khususnya struktur bangunan lepas pantai,
dimulai pada analisa kondisi pembebanan yang bekerja.
Perhatian yang khusus ditujukan pada hal ini terutama yang
menyangkut ketepatan atau akurasi pada kondisi pembebanan
terhadap struktur bangunan lepas pantai.
Pada struktur bangunan lepas pantai, terdapat beberapa kondisi
pembebanan yang bekerja, yakni;

a. Beban Mati (Dead Load); merupakan beban-beban dari


komponen-komponen struktur pada keadaan kering serta beban
dari peralatan, perlengkapan dan permesinan yang tidak berubah
terhadap kondisi operasi yang bagaimanapun.
b. Beban Hidup (Live Load); merupakan berat keseluruhan
peralatan, perlengkapan dan permesinan yang dapat mengalami
perubahan selama kondisi operasional berlangsung.
c. Beban Lingkungan (Environmental Load); merupakan beban
yang ditimbulkan oleh lingkungan (alam) dimana struktur
bangunan lepas pantai tersebut dioperasikan.
d. Beban Fabrikasi (Fabrication Load); merupakan beban-beban
yang diakibatkan oleh pembuatan/fabrikasi, pengangkutan,
peluncuran dan pemasangan/instalasi di lokasi operasi
e. Beban Dinamis (Dynamic Load); merupakan beban yang
ditimbulkan oleh reaksi terhadap gelombang, arus, angin, gempa
bumi, permesinan dan lain-lain yang bersifat siklis.
Khusus untuk kondisi pembebanan lingkungan, dikategorikan
dalam dua kondisi khusus yakni;
1. Kondisi Pembebanan Lingkungan Normal; merupakan
kondisi yang sering terjadi di lokasi operasi struktur bangunan
lepas pantai
2. Kondisi Pembebanan Lingkungan Ekstrim; merupakan
kondisi yang jarang terjadi di daerah operasi struktur bangunan
lepas pantai
Terdapat dua tipe beban lingkungan dalam tahap perancangan,
yakni;
1. Beban Lingkungan Rancang; yang diperhitungkan
berdasarkan kondisi lingkungan yang telah ditentukan dalam
perancangan dengan mengambil tolok ukur dampak
pembebanan yang terburuk

2. Beban Lingkungan Operasional; yang diperhitungkan


berdasarkan kondisi lingkungan yang lunak atau bahkan
merupakan kondisi batas yang bila dilampaui akan
menghentikan operasional struktur bangunan lepas pantai
Kedua tipe beban tersebut harus dikombinasikan dengan Beban
Hidup dan Beban Mati serta beban lingkungan lain untuk
memperoleh perhitungan beban yang akurat.
Untuk beban temporer atau beban sementara (beban akibat
fabrikasi dan instalasi) harus dikombinasikan juga dengan
Beban Mati serta beban lingkungan lain, berdasarkan
kemungkinan-kemungkinan yang diperkirakan. Adapun beban
pada konstruksi harus diperhitungkan berdasarkan pembebanan
yang menimbulkan tegangan maksimum dengan memperhatikan
tegangan ijin.
Berikut ini adalah bagian dari beban lingkungan tempat
bangunan lepas pantai beroperasi, yakni;
a. Beban Angin; baik kondisi normal maupun ekstrim
b. Beban Gelombang Laut; untuk tipe gelombang normal dan
ekstrim
c. Beban Arus; baik arus yang diakibatkan oleh pasut, badai
maupun sirkulasi variabel-variabel fisik laut
d. Beban Akibat Pasut; baik pasut astronomis maupun pasut
karena angin
e. Beban Akibat Efek Geologis; seperti gempa bumi, runtuhan,
penggerusan, pelepasan gas dangkal dan lain-lain
f. Beban Akibat Organisme Laut; yang menimbulkan
penambahan gaya gelombang dan massa konstruksi
g. Beban Lingkungan Minor; seperti pengendapan, fogging,
peningkatan salinitas dadakan dan lain-lain.
Beban yang diperhitungkan dalam perencanaan struktur
bangunan lepas pantai, pada umumnya didominasi oleh salah

satu beban lingkungan yakni gelombang. Adapun arus dan angin


merupakan beban lingkungan sekunder yang turut
diperhitungkan. Untuk itu, perancangan konstruksi anjungan
bangunan lepas pantai, harus memperhitungkan kondisi beban
gelombang, beban arus dan beban angin serta kombinasi antara
ketiganya, bila terjadi bersamaan.
Perhitungan dan penentuan beban rancang sangat diperlukan
dalam mengontrol ukuran material struktur yang digunakan.
Perhitungan beban dapat dianalisis dalam dua cara, yaitu;
1. Analisa Beban Statis (Static Load Analysis)
2. Analisa Beban Dinamis (Dynamic Load Analysis)
Analisa beban statis umumnya dilakukan pada struktur yang
tidak terlalu dalam, namun untuk laut yang lebih dalam dimana
untuk pengoperasiannya anjungan cenderung bersifat lebih
lentur (akibat hantaman gelombang secara terus menerus), maka
disamping analisa statis juga perlu dilakukan analisa dinamis
(BKI,1991).
Dalam analisa statis, beban-beban yang bekerja adalah antara
lain pembebanan pada struktur jacket misalnya beban geladak,
beban bentur kapal (boat landing load) dan beban lingkungan
(gelombang, arus dan angin). Adapun unsur-unsur yang
berpengaruh dalam analisa tersebut adalah gelombang laut, arus
dan kecepatan angin yang berpengaruh pada struktur bangunan
atas.
Pada perencanaan bangunan lepas pantai ini, analisa beban
difokuskan pada beban-beban lingkungan diantaranya beban
gelombang, beban arus dan beban angin.
2.3.1 Beban Gelombang
2.3.1.1 Penentuan Karakteristik Gelombang
Pada dasarnya parameter gelombang (Gambar 2.12.a & 2.12.b)
yang menggambarkan karakteristik gelombang adalah:

. Panjang Gelombang (); terukur dalam satuan jarak secara


horisontal arah jalaran dari puncak gelombang ke puncak
gelombang berikutnya
. Periode Gelombang (T); terukur dalam satuan waktu, berupa
waktu yang diperlukan partikel fluida cair untuk berada pada
kedudukan serupa dalam rangkaian pergerakan gelombang

Tinggi Gelombang (H); terukur dalam satuan jarak secara


vertikal arah Z dari puncak tertinggi sampai lembah terdalam
profil gelombang yang terjadi
Adapun parameter yang digunakan dalam menganalisa
gelombang adalah karakteristik gelombang, kedalaman laut serta
parameter lainnya seperti percepatan dan kecepatan gelombang
yang diperoleh dari persamaan teori gelombang.
2.3.1.2 Penentuan Teori Gelombang Yang Sesuai
Teori gelombang yang digunakan untuk menyelesaikan masalahmasalah-masalah hidrodinamika, terutama dalam menganalisa

struktur bangunan lepas pantai adalah teori gelombang Airy,


Stokes, Cappelear, Stream Function, Celerity Potential, Soliton
dan Cnoidal.
Salah satu parameter yang digunakan untuk mengetahui teori
gelombang yang sesuai dalam perhitungan adalah nilai
perbandingan kedalaman perairan dengan panjang gelombang
(h/), grafik hubungan antara H/ dengan h/ serta grafik
hubungan antara H/T2 dengan h/T2, sebagai berikut:

Pada Gambar 2.14 dan 2.15 tergambarkan nilai h/T2 dengan


indikator H/T2. Pada kedua gambar tersebut, kedalaman tidak
dilambangkan dengan notasi h namun dengan notasi d (dengan
variabel
g
yang
tetap).

2.3.1.3 Teori Gelombang Laut


Pada umumnya bentuk gelombang di alam sangat kompleks
dan sulit digambarkan secara matematis; karena ketidaklinieran, efek tiga dimensi dan bentuk yang random (suatu deret
gelombang mempunyai tinggi dan periode yang berbeda).
Terdapat beberapa teori dengan berbagai derajat kompleksitas
dan ketelitian untuk menggambarkan gelombang di alam, antara
lain Airy, Stokes, Cnoidal dan Soliton.
Karakteristik gelombang yang diperlukan dalam proses
perencanaan bangunan lepas pantai adalah:
. Elevasi Gelombang Permukaan
. Kecepatan Partikel Air (Horisontal dan Vertikal)
. Percepatan Partikel Air (Horisontal dan Vertikal)
. Bilangan, Frekuensi dan Dispersi Relasi Gelombang
. Kecepatan Gelombang (Celeritas)
. Tekanan Gelombang

2.3.1.3.1 Teori Gelombang Airy


Teori gelombang Airy merupakan teori gelombang paling
sederhana dari semua teori gelombang yang ada. Teori ini
berdasar atas batasan bahwa amplitudo gelombang yang terjadi,
sangatlah kecil dibanding kedalaman laut dan panjang
gelombangnya. Teori ini diturunkan dari persamaan Laplace
untuk Irrotational Flow dengan kondisi batas dasar laut dan
permukaan air.
Teori gelombang Airy selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran A.
2.3.1.3.2 Teori Gelombang Stokes
Dalam proses linierisasi di teori Airy, persamaan gelombang
diturunkan dengan mengabaikan suku (u2+v2) dari persamaan
Bernoulli. Jika tinggi gelombang relatif besar, maka suku tidak
linier tersebut, tidak boleh diabaikan. Olehnya diterapkan teori
Stokes, dengan memperhitungkan besaran-besaran yang berorde
lebih tinggi; sehingga didapatkan nilai tambahan dari komponen
persamaan yang berorde lebih tinggi tersebut, seperti orde dua
(Stokes Orde 2), orde tiga (Stokes Orde 3) dan seterusnya.
Teori
gelombang
Stokes
selengkapnya
dapat
dilihat pada Lampiran A.
2.3.1.3.3 Teori Gelombang Cnoidal
Untuk memformulasi gelombang panjang dengan amplitudo
berhingga di laut dangkal, akan lebih sesuai jika digunakan teori
gelombang Cnoidal. Gelombang Cnoidal adalah gelombang
periodik yang lazimnya mempunyai puncak tajam yang
dipisahkan oleh lembah yang cukup panjang. Teori ini berlaku
apabila nilai h/<1/8 dan nilai parameter Ursell (UR =
H2/h3) lebih dari 26.

Teori gelombang Cnoidal selengkapnya dapat dilihat pada


Lampiran A.
2.3.1.3.4 Teori Gelombang Soliton
Gelombang Soliton adalah gelombang berjalan yang terdiri
dari satu puncak gelombang. Jika gelombang memasuki perairan
yang sangat dangkal, amplitudo gelombang menjadi sangat
tinggi, puncaknya menjadi sangat tajam dan lembahnya menjadi
semakin datar. Gelombang Soliton merupakan gelombang
translasi, dimana kecepatan partikel air hanya bergerak dalam
penjalaran gelombang.
2.3.1.4 Teori Gaya Gelombang
Gaya gelombang yang berpengaruh pada struktur bangunan
lepas pantai dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
Morison, Froude-Krillof dan Difraksi.
Persamaan Morison digunakan bila diameter struktur lebih kecil
jika dibandingkan dengan panjang gelombang atau D/<0,2;
misalnya struktur Jack-Up, Jacket, SemiSubmersible, Small Pipe
dan lain-lain. Teori Froude-Krillof digunakan untuk suatu
keadaan dimana gaya gesek (drag force) kecil dibanding dengan
gaya inersianya. Teori Difraksi digunakan jika bentuk atau
diameter struktur cukup besar dibandingkan dengan panjang
gelombang atau D/>0,2; misalnya pada Concrete Grafity
Platform.
Persamaan Morison menyatakan gaya yang timbul persatuan
panjang pada suatu elemen dari tiang yang terletak/terendam
pada suatu aliran fluida yang bergerak. Persamaan Morison
dapat ditulis dalam;
f = ...CD. .u .u + .CI..D2a/4 .........................................
(2.07)
Dengan CD : Koefisien Drag

CI : Koefisien Inersia
u : Kecepatan fluida pada titik yang ditinjau (m/dtk)
D : diameter pile (m)
a : Percepatan fluida pada titik yang ditinjau (m/dtk2)
: Kerapatan fluida (kg/m3)
.u . : harga mutlak kecepatan fluida (m/dtk)
Menurut rekomendasi API RP2A 1980, nilai CD berkisar antara
0,6 sampai 1,0 dan nilai CI berkisar antara 1,5 sampai 2,0
(Dawson,1981). Menurut API RP2A 1977 untuk perhitungan
dengan teori Gelombang Stoke Derajat Lima, CD berkisar
antara 0,6 . 1,0 dan CI berkisar antara 1,5 . 2,0 (Sarpkaya &
Isaacson,1981). Oleh karena dalam perhitungan ini yang akan
ditentukan adalah beban rancang maksimum, maka nilai yang
digunakan adalah CD = 1,0 dan CI = 2,0. Adapun gaya yang
bekerja sepanjang pile dari y = 0 sampai y = y adalah;
()dy
yfFy0=...........................................................................
(2.08)
Dengan demikian dapat diperoleh model distribusi gaya
gelombang yang bekerja pada tiang pancang sebagai berikut;
Wave
ForceDistributionSWLxCySea
Floor
y
=
0

Untuk gaya gelombang pada silinder kedudukan sembarang;


bila keadaan tiang pancang dalam air memiliki kedudukan
seperti pada Gambar 2.16 berkoordinat polar (,) maka
gaya gelombang yang bekerja terbagi dua (Gambar 2.17).
zyx

Gambar 2.17 di atas dapat ditentukan kecepatan dan percepatan


air pada pile, yaitu;
. Kecepatan Partikel Air Arah Normal (m/dtk)
Wn = [u2 . v2 . (cxu + cyv)2]1/2 ............................................
(2.09)
. Kecepatan Partikel Air Arah Sumbu X (m/dtk)
unx = u . cx (cxu + cyv) ..........................................................
(2.10)
. Kecepatan Partikel Air Arah Sumbu Y (m/dtk)
uny = v . cy (cxu + cyv) ..........................................................
(2.11)
. Kecepatan Partikel Air Arah Sumbu Z (m/dtk)
unz = . cz (cxu + cyv) ..............................................................
(2.12)
dengan
cy = cos
cx = sin cos ..................................................................
(2.13)
cz = sin sin
Adapun komponen percepatan dapat dihitung dengan:
. Percepatan Partikel Air Arah Sumbu X (m/dtk2)
anx = ax . cx (cxax + cyay) .....................................................
(2.14)
. Percepatan Partikel Air Arah Sumbu Y (m/dtk2)
any = ay . cy (cxax + cyay) .....................................................
(2.15)
. Percepatan Partikel Air Arah Sumbu Z (m/dtk2)
anz = . cz (cxax + cyay) ..........................................................
(2.16)

Hubungan antara persamaan-persamaan tersebut dirumuskan


oleh Morison, yakni besar gaya persatuan panjang pile (N/m),
untuk kedua arah yaitu:
fx = ...CD.D.Wn.unx + .CI.(.D2/4).anx .......................
(2.17)
fy = ...CD.D.Wn.uny + .CI.(.D2/4).any .......................
(2.18)
fz = ...CD.D.Wn.unz + .CI.(.D2/4).anz ........................
(2.19)
Sehingga Gaya Normal persatuan panjang pada elemen (N/m)
adalah;
f = (fx2 + fy2 + fz2)1/2 .........................................................
(2.20)
Gaya total (N) dari elemen untuk masing-masing arah sepanjang
L pile, yaitu;
Fx = fx.L
Fy = fy.L ................................................................................
(2.21)
Fz = fz.L
2.3.2 Beban Arus
2.3.2.1 Kecepatan Arus
Arus mempunyai kondisi lingkungan yang penting untuk
diperhitungkan dalam perancangan anjungan karena mempunyai
pengaruh pada:
a. Letak dan arah kedudukan sandaran kapal dan dampra
tongkang
b. Gaya yang diderita anjungan
Arus pada umumnya dikategorikan ke dalam;
a. Arus Pasut (terkait dengan Pasut Astronomis)
b. Arus Sirkulasi (terkait dengan pola sirkulasi laut)

c. Arus yang ditimbulkan oleh badai/angin


Hasil penjumlahan vektor dari ketiga arus tersebut merupakan
arus total. Besaran relatif dari semua komponen vektor ini
sangat bergantung pada kondisi lepas pantai setempat.
Arus laut, pada dasarnya dapat memberikan pengaruh pada
beban dinamis, yaitu pada gaya drag dalam persamaan Morison.
Besar dan arah dari arus pasut pada permukaan air umumnya
diperoleh dengan mengukur besarnya arus pada daerah
setempat. Adapun variasi kecepatan arus dapat dihitung dengan
persamaan;
UT = U0 (y/h)1/7 ....................................................................
(2.22)
dengan UT : kecepatan arus pada ketinggian y dari permukaan
(m/dtk)
U0 : kecepatan arus di permukaan laut (m/dtk)
h : kedalaman laut (m)
y : kedalaman yang ditinjau (m)
2.3.2.2 Gaya Arus
Gaya arus pada struktur mempunyai kombinasi dari gaya angkat
(lift) dan gaya drag. Gaya lift baru diperhitungkan bila
pembebanan terjadi pada selinder panjang dengan perbandingan
panjang-diameter yang besar. Besar gaya arus pada struktur
adalah;
fL = ...CL.D.UT2 ...............................................................
(2.23)
fD = ...CD.D.UT2 ..............................................................
(2.24)
dengan fL : gaya angkat persatuan panjang (N/m)
fD : gaya drag persatuan panjang (N/m)
CL : koefisien gaya angkat
:CD/3 (BKI,1991)

CD : koefisien gaya drag


D : diameter batang struktur (m)
2.3.3 Beban Angin
Gaya angin yang bekerja pada sebuah struktur bangunan lepas
pantai merupakan penjumlahan gaya-gaya yang diterima oleh
masing-masing komponen struktur. Gaya angin tersebut timbul
akibat adanya hambatan kekentalan udara dan adanya perbedaan
distribusi tekanan di sisi komponen yang menghadap ke arah
angin dan sisi-sisi komponen lainnya. Besarnya gaya angin
tergantung pada kecepatan hembusan angin dan ukuran serta
bentuk dari struktur.
Dalam buku Offshore Structural Engineering, hal 93, diberikan
persamaan untuk menghitung gaya angin (N) yang bekerja pada
suatu obyek;
F = .. .Cw.A.V2 ..................................................................
(2.25)
dengan : massa jenis udara; 1,29kg/m3
Cw : koefisien gaya angin
A : luas bidang tangkap angin (m2)
V : kecepatan angin (m/dtk)
Nilai untuk koefisien gaya angin dapat dilihat pada Tabel 2.6
berikut.

Untuk obyek yang kedudukannya miring maka persamaan


gaya angin yang lebih konservatif (N) adalah;

F = .. .Cw.A.V2 Cos .....................................................


(2.26)

BAB III
PROSEDUR PERANCANGAN
FIXED JACKET PLATFORM
Prosedur perancangan Fixed Jacket Platform, pada dasarnya
terbagi dalam dua macam, yakni Prosedur Umum dan Prosedur
Khusus.
3.1 Prosedur Umum (General Procedure)
Prosedur umum perencanaan fixed jacket platform adalah
sebagai berikut:
1. Pengambilan Data Lingkungan; merupakan serangkaian
proses pengambilan data lingkungan yang terjadi mulai dari
terdeteksinya cadangan minyak/gas sampai pada tahap akhir
proses eksplorasi. Data lingkungan yang diambil adalah data
tanah, angin, gelombang, pasut, cuaca serta oseanografi fisik.
2. Penentuan Umur Ekonomi Anjungan; merupakan analisis
probabilitas dari Break Even Point anjungan. Hal ini akan
merupakan indikator utama dalam proses perancangan
selanjutnya.
3. Penentuan Konfigurasi Anjungan; merupakan analisa
kebutuhan proses ekploitasi, yang mencakup ketersediaan ruang,
peralatan, perlengkapan, crew dan segala hal yang akan
menentukan berapa macam dan banyaknya anjungan yang
dibutuhkan selama proses eksploitasi.

4. Penentuan Konfigurasi Struktur Setiap Anjungan; merupakan


perencanaan struktur dari setiap jenis anjungan yang telah
ditentukan pada tahapan ketiga.
5. Analisa Beban Lingkungan; merupakan analisa struktur
khususnya untuk pembebanan lingkungan, yang datanya telah
dirangkum pada tahapan kedua.
6. Analisa Keandalan Struktur; merupakan lanjutan analisa
struktur, namun lebih dititikberatkan pada keandalan struktur
terhadap segala pembebanan yang terjadi, baik lateral maupun
aksial.
7. Penentuan Umur Struktur Anjungan; merupakan lanjutan
tahapan keenam, yang akan menghasilkan umur struktur
anjungan berdasarkan variabel pembebanan yang terjadi selama
anjungan diharapkan beroperasi.
Dari ketujuh tahapan, terdapat dua tahapan yang mempunyai
koneksitas mutlak, yakni tahapan kedua dan ketujuh. Jika umur
ekonomi lebih besar dari umur struktur anjungan, maka proses
looping akan terjadi; sampai didapatkan umur struktur lebih
besar atau sama dengan umur ekonomi. Hal ini dimaksudkan
untuk memperkecil kemungkinan ketidakseimbangan profit
dengan sarana yang tersedia.
3.2 Prosedur Khusus (Detail Procedure)
Jika Prosedur Umum adalah tahapan-tahapan perancangan
fixed jacket platform secara global, maka Prosedur Khusus
adalah detailisasi tahapan-tahapan tersebut. Namun karena
batasan buku ini berupa panduan pengerjaan tugas rekayasa
perencanaan bangunan lepas pantai, yang dikhususkan pada
perencanaan struktur Fixed Jacket Platform serta pembebanan
lingkungan yang terjadi; maka pada sub bab ini hanya akan
dijelaskan detail tahapan pertama, keempat dan kelima.

3.2.1 Pengambilan Data Lingkungan


Tahapan pengambilan data lingkungan terbagi dalam dua
bagian, yakni penentuan lokasi geografis dan penentuan
karakteristik lingkungan.
Pada bagian pertama, hal-hal yang ditentukan adalah:
a. Posisi sumur; dalam bentuk Latitude dan Longitudinal
b. Posisi perairan tempat sumur berada; dalam bentuk limit serta
luas area
c. Posisi sumur terhadap posisi patahan yang terdekat; dalam
bentuk jarak
Sedangkan pada bagian kedua, hal-hal yang ditentukan adalah:
a. Kedalaman Air Tenang (m)
b. Karakteristik Tanah
c. Tinggi, Periode dan Panjang Gelombang Maksimum
(m,dtk,m)
d. Elevasi Gelombang Maksimum di Air Tenang (m)
e. Elevasi Gelombang Maksimum di atas Datum Peta (m)
f. Elevasi Gelombang Maksimum di atas Dasar Laut (m)
g. Pasang Astronomi Tertinggi (m)
h. Pasang Badai (m)
i. Tinggi Pasang Total (m)
j. Kecepatan Angin perjam (knot,m/dtk)
k. Kecepatan Angin per 0,5 jam (knot,m/dtk)
l. Kecepatan Angin permenit (knot,m/dtk)
m. Kecepatan Arus pada Permukaan (m/dtk)
n. Kecepatan Arus di Dasar Laut (m/dtk)
Khusus pada bagian kedua, mulai dari poin c sampai dengan
point i, data yang diambil harus merupakan data yang mewakili
seratus tahun keadaan lingkungan pada lokasi tersebut.
3.2.2 Penentuan Konfigurasi Struktur Anjungan

Tahapan ini terbagi dalam tujuh bagian, yakni:


a. Pemilihan Konstruksi; berupa proses memilih konstruksi
anjungan yang cocok untuk dioperasikan pada daerah yang
dimaksud, seperti fixed jacket, concrete gravity, guy tower, TLP
atau yang lainnya.
b. Penentuan Berat dan Luasan Geladak; berupa proses
menentukan berat dan luasan geladak secara kasar dengan
menggunakan grafik serta tabel estimasi berat dan volume ruang
tiap komponen pada setiap geladak.
c. Pemilihan Bahan Struktur; berupa proses menentukan kelas
dari material yang akan digunakan. Hal ini terkait dengan
kekuatan dari setiap konfigurasi struktur yang akan dibuat.
d. Penentuan Karakteristik Tiang Pancang; berupa proses
menentukan jumlah dan dimensi pile/kaki struktur, jarak antar
kaki serta kemiringan strukturnya. Hal ini dilakukan dengan
mempertimbangkan rentang kapasitas aksial dan lateral dari
tiang pancang serta dimensi nominal yang disyaratkan.
e. Penentuan Perangkaan; berupa proses menentukan pola
perangkaan yang sesuai dengan dimensi dan fungsi anjungan.
Pada perangkaan juga ditentukan tinggi rangka horisontal yang
sesuai dengan pola perangkaan yang telah dipilih.
f. Penentuan Rangka Tubular; berupa proses menentukan
dimensi rangka tubular, dengan batasan variabel D/t serta
parameter-parameter uji dimensi tubular (,,).
g. Perencanaan Geladak; berupa proses menentukan jenis
geladak yang akan dibuat serta dimensi struktur geladak (kaki,
balok dan pelat); dengan batasan besar beban yang terjadi pada
setiap geladak.
3.2.3 Analisa Beban Lingkungan
Tahapan ini pada dasarnya terbagi dalam tiga bagian, yakni:

a. Penghitungan Beban Gelombang; berupa proses menghitung


beban gelombang dengan tata urutan sebagai berikut:
. Menentukan teori gelombang yang sesuai dengan kondisi dari
struktur yang telah direncanakan. Hal ini dilakukan dengan
beberapa grafik serta parameter-parameter yang menjadi
indikator.
. Menentukan karakteristik gelombang berdasarkan teori
gelombang yang telah didapatkan kesesuaiannya dengan bentuk
struktur.
. Menentukan beban gelombang dengan teori-teori pembebanan
gelombang terhadap struktur, yakni Morison, Froude-Krillof
atau Difraksi.
b. Penghitungan Beban Arus; berupa proses menghitung beban
arus dengan tata urutan sebagai berikut:
. Menentukan kecepatan arus dengan mempergunakan estimasi
kasar dari Power One-Seven Equation.
. Menentukan gaya arus dengan mempergunakan perpaduan
antara gaya drag dan gaya angkat
c. Penghitungan Beban Angin; berupa proses menghitung beban
angin dengan luas bidang tangkap serta kecepatan angin sebagai
dua variabel penentu.

BAB IV
CONTOH PERANCANGAN
FIXED JACKET PLATFORM
Setelah mengemukakan teori dan prosedur perancangan
bangunan lepas pantai, selanjutnya diberikan sebuah contoh

perancangan Fixed Jacket Platform, yang merupakan rancangan


struktur di Selat Makassar.
4.1 Penyajian Data
4.1.1 Penentuan Lokasi Geografis
Lokasi untuk tempat operasi anjungan lepas pantai yang akan
dirancang direncanakan di Selat Makassar pada posisi
01026fLS-116055fBT dengan asumsi bahwa lokasi tersebut
dapat menghasilkan produksi minyak mentah perhari sebesar
73.000 BOPD (Barrel Oil Per Day).
4.1.2 Penentuan Karakteristik Lingkungan
Adapun karakteristik lingkungan di Selat Makassar pada
posisi 01026fLS-116055fBT adalah sebagai berikut:
. Kedalaman air tenang (m) = 48,43
. Tinggi gelombang maksimum (m) = 8,84
. Periode gelombang maksimum (dtk) = 9,1
. Panjang gelombang maksimum (m) = 132,13
. Elevasi puncak gelombang maksimum diatas air tenang (m) =
4,94
.
Elevasi
puncak
gelombang
maksimum
diatas detum peta (m)= 8,26
.
Elevasi
puncak
gelombang
maksimum
di atas dasar laut (m) = 53,37
. Pasang astronomi tertinggi (m) = 3,17
. Pasang badai (m) = 0,15
. Tinggi pasang total (m) = 3,32
. Kecepatan angin per jam (m/dtk;knot) = 18,32
. Kecepatan angin per 0,5 jam (m/dtk;knot) = 22,35
. Kecepatan angin per menit (m/dtk;knot) = 27,71
. Kecepatan arus pada permukaan (m/dtk) = 0,21
. Kecepatan arus di dasar laut (m/dtk) = 0,64

4.2 Penentuan Konfigurasi Struktur


4.2.1 Pemilihan Konstruksi
Jenis konstruksi yang akan digunakan pada perancangan
struktur lepas pantai ini adalah jenis struktur terpancang Jacket
Steel Platform dengan konstruksi yang permanen dan
difungsikan sebagai anjungan produksi dan anjungan
pengeboran (self-contained drilling and production platform).
Sebagai penunjangnya, konstruksi lepas pantai ini direncanakan
menopang empat geladak yaitu : geladak produksi, geladak
pengeboran, geladak tempat tinggal dan geladak heliport.
4.2.2 Penentuan Berat dan Luasan Geladak
4.2.2.1 Berat Geladak
a. Berat Kering (WD) secara keseluruhan ditentukan
berdasarkan grafik hubungan jumlah produksi minyak perhari
(BOPD) dengan berat kering seperti pada Gambar 2.9. Oleh
karena pengoperasian anjungan berlokasi di wilayah Asia
Tenggara yang memiliki perairan hangat/tropis dengan
gelombang dan kecepatan arus yang tidak begitu besar serta
tidak memerlukan banyak pengaturan tekanan maka kurva yang
digunakan adalah kurva terbawah (Estimated Lower Limit) pada
area Warm Climate; sehingga dari grafik diperoleh berat kering
untuk 73.000 BOPD adalah sebesar 4.800ton.
b. Berat Operasional (WO) dalam perencanaan struktur, dapat
mencapai (1,30.1,35) dari berat kering, Dengan mengambil
prosentase terbesar,maka diperoleh :
Berat Operasional = 1,35 x 4.800 = 6.480ton
c. Berat Pengangkatan (WL) berkisar (5 . 8)% dari berat kering.
Dengan mengambil prosentase yang terbesar, maka diperoleh:
Berat Pengangkatan = 0,08 x 4.800 ton = 384ton

d. Berat Pengetesan (WT) diasumsikan relatif kecil karena pada


saat tertentu pengetesan biasanya dilakukan untuk satu jenis
peralatan atau sistem perpipaan saja sehingga berat pengetesan
ini dapat diabaikan.
e. Berat Ttotal (WTOTAL) yang bekerja pada konstruksi
geladak yaitu berat operasional ditambah berat pengangkatan,
diperoleh :
Beban total geladak = 6.480 + 384 = 6.864ton
4.2.2.2 Luasan Geladak
Luasan Geladak dapat ditentukan berdasarkan grafik
hubungan BOPD dengan luasan geladak seperti pada Gambar
2.10. Dengan alasan yang sama pada penentuan berat kering,
maka dipilih kurva terbawah (Estimated Lower Limit) pada area
Warm Climate; sehingga dengan 73.000BOPD diperoleh luas
geladak sebesar 21.425ft2 atau sama dengan 1990m2.
4.2.3 Pemilihan Bahan Struktur
Untuk kaki struktur, jacket brace, kaki geladak digunakan
baja group I kelas C spesifikasi API M grade B dengan kekuatan
luluh 35Ksi (240Mpa). Adapun untuk sambungan tubular
(sambungan chord, sambungan brace, joint X dan joint K),
digunakan baja group II kelas B spesifikasi API 5L grade N52
dengan kekuatan luluh 52Ksi (360Mpa). Pelat untuk balok
geladak dan pelat geladak digunakan baja group I kelas C
spesifikasi ASTM mutu A36 dengan kekuatan luluh 36ksi
(Planning and Design of Fixed Offshore Platform:693.694 dan
702 & Pedoman Rancang Bangun Bangunan Lepas Pantai di
Perairan Indonesia: V-2 . V-6).
4.2.4 Penentuan Karakteristik Tiang Pancang
4.2.4.1 Jumlah dan Dimensi Pile/Kaki Struktur

Mengingat dengan adanya ukuran pipa yang lebih besar


dewasa ini, anjungan.anjungan cenderung dikonstruksi dengan 8
kaki. Jenis ini dapat dipakai sampai kedalaman 400ft
(122meter). Dalam perancangan konstruksi lepas pantai ini,
ditetapkan jumlah kaki struktur sebanyak 8 buah yang melayani
12 sumur.
Besarnya kapasitas aksial (P) yang dapat didukung oleh tiap pile
adalah sebagai berikut :
P = Beban total geladak/jumlah pile
= 6.864/8 = 858ton/kaki
Dari Tabel 2.1 dengan asumsi kapasitas lateral sebesar 84,5ton
diperoleh diameter pile yaitu sebesar 36inchi dan ketebalan
dinding pile sesuai Tabel 2.2 yaitu sebesar 16mm.
4.2.4.2 Jarak Antar Kaki dan Kemiringan Struktur (Batter)
Penentuan jarak antar kaki struktur dan kemiringannya dimulai
pada rentang 3.4 meter di atas garis air rerata. Jarak antara kaki
dalam arah melintang (rentang 11. 3,7m) direncanakan sebesar
12m dan arah memanjangnya (rentang 12.18,3m) direncanakan
jarak yang bervariasi yaitu 12m dan 13m.
Adapun kemiringan kaki struktur baik arah melintang maupun
memanjang direncanakan sebesar 1/8 (Horisontal/Vertikal) yang
berguna untuk memperbesar ketahanan struktur terhadap momen
guling.
Akibat dari kemiringan kaki struktur, maka jarak antar kaki
makin melebar pada dasar laut. Oleh karena itu, untuk
membantu kaki struktur menahan momen guling, maka pada
perancangan bangunan lepas pantai ini direncanakan
menggunakan beberapa skirt pile yang memanjang hingga satu
level di atas bottom level struktur pada setiap kaki terluar
struktur yang dipengaruhi oleh kemiringan.

4.2.5 Penentuan Perangkaan


4.2.5.1 Pola Perangkaan
Dengan mempertimbangkan rasio kerampingan kl/r dan
perencanaan yang sederhana untuk menekan biaya produksi
tanpa mengabaikan kekuatan struktur, maka perangkaan struktur
menggunakan sistem rangka yang bervariasi yaitu sistem rangka
horisontal dan kombinasi pola perangkaan K, N dan T.
4.2.5.2 Tinggi Rangka Horisontal
Dengan mempertimbangkan kedalaman perairan, maka pada
struktur lepas pantai ini direncanakan rangka horisontalnya
sebanyak empat tingkat yang tinggi masing-masing tingkatnya
adalah sebesar 13m (rentang 12.18,3m). Untuk rangka
horisontal, yang terbawah diletakkan sedikit lebih tinggi dari
Garis Lumpur atau Mudline.
4.2.6 Penentuan Rangka Tubular
4.2.6.1 Kaki Jacket
Untuk penentuan diameter luar kaki jacket direncanakan
dengan menambah minimal 5cm dari diameter luar pile
(menurut DM.Rosyid dalam makalah pelatihan Segitiga Biru;
Perencanaan Struktur Anjungan Lepas Pantai: 14), sehingga
diperoleh :
D = Diameter pile (cm) + 5cm
= 91,4 + 5 (cm)
= 96,4cm = 38inchi
Ketebalan dinding jacket menurut Tabel 2.3 adalah sebagai
berikut :
D/t = 45
t = 38/45 = 0,9inchi
4.2.6.2 Sambungan Kaki Jacket (Chord)

Ketebalan sambungan chord ditentukan menurut Tabel 2.3;


dipilih rasio D/t = 30, sehingga;
D/t = 30
t = 38/30 = 1,3inchi
Jadi diameter luar sambungan (D) = 38 + 1,3 = 39,3inchi
4.2.6.3 Pengikat Kaki Jacket (Brace)
Untuk menentukan ukuran awal braces, digunakan rumus
pendekatan dengan rasio kl/r (Planning and Design Of Fixed
Offshore Platform: 564).
a. Brace Horisontal
Diambil nilai perbandingan kl/r = 80, k = 0,7 (Tabel 2.4)
. kl/r = 0,7 x 879,034/0,35d
80 = 615,324/0,35d
. l = panjang tak ditumpu yang terpanjang
= 22,33 = 879,034inchi
. r = 0,35d
sehingga d = 21,976 = 22inchi
Ketebalan brace dapat ditentukan menurut Tabel 2.3; dipilih
rasio D/t = 40, sehingga;
D/t = 40
t = 22/40 = 0,6inchi
Ketebalan sambungan brace ditentukan menurut Tabel 2.3;
dipilih rasio D/t = 35, sehingga;
D/t = 35
t = 22/35 = 0,7inchi

b. Brace K, N
Diambil nilai perbandingan kl/r = 80, k = 0,8 (Tabel 2.4)
. kl/r = 0,8 x 723,822/0,35d
80 = 579,057/0,35d
. l = panjang tak ditumpu yang terpanjang
= 18,38 = 723,822inchi
. r = 0,35d
sehingga d = 20,681 = 21inchi
Ketebalan brace dapat ditentukan menurut Tabel 2.3; dipilih
rasio D/t = 40, sehingga;
D/t = 40
t = 21/40 = 0,5inchi
Ketebalan sambungan brace ditentukan menurut Tabel 2.3;
dipilih rasio D/t = 35, sehingga;
D/t = 35
t = 21/35 = 0,6inchi

c. Brace Sekunder
Untuk struktur penyangga lain yang lebih sekunder maka rasio
kl/r dapat diambil yang terbesar, atau mengambil sekitar 2/3 dari
diameter brace utama. Rasio ketebalannya adalah d/t = 40,
sedangkan rasio ketebalan pada sambungannya adalah dalam
rentang 35-40 atau dengan menambah sekitar 0,1inchi dari
ketebalan brace sekunder.
d. Skirt Pile
Untuk skirt pile maka rasio kl/r diambil yang terbesar atau
mengambil sekitar 2/3 dari diameter tiang pancang.
D = 36 x (2/3)
= 24inchi (61cm)
Dari Tabel 2.2 diperoleh ketebalan untuk pile dengan diameter
24inchi adalah 0,5inchi. Diameter skirt pile sleeves diambil
dengan menambah 5cm dari diameter skirt pile:
D = 61 + 5
= 66cm = 26inchi
Rasio ketebalan skirt pile sleeves-nya adalah D/t = 45, sehingga
diperoleh :
D/t = 45
t = 26/45 = 0,6inchi
4.2.7 Perencanaan Geladak

4.2.7.1 Jenis Geladak


Untuk menunjang fungsi sebagai anjungan produksi dan
pengeboran, struktur lepas pantai ini direncanakan memiliki
empat geladak yaitu : geladak produksi, geladak pengeboran,
geladak akomodasi dan geladak heliport yang secara berurut
disusun dari bawah hingga helideck sebagai top deck-nya.
Luasan geladak yang diperoleh (1990m2) menunjukkan luasan
yang meliputi empat tingkatan geladak yang direncanakan;
demikian pula dengan beban total geladak (6.864ton).
Perencanaannya sebagai berikut :
. Geladak Produksi (Production Deck) = (43 x 18)m2, 4744 ton
. Geladak Pengeboran (Drilling Deck) = (43 x 18)m2, 1720 ton
. Geladak Tempat Tinggal (Quarter Deck) = (21 x 13)m2, 200
ton
. Geladak Helikopter (HeliDeck) = (13 x 13)m2, 200 ton
4.2.7.2 Kaki Geladak
Ketinggian yang dapat dicapai air laut di atas garis air rata-rata
(MWL) bisa ditentukan dengan persamaan berikut :
H = 0,5HM + PAT + PB
dengan HM = Tinggi gelombang maksimum
PAT = Pasang astronomi tertinggi
PB = Pasang badai
= 0,5 x 8,84 + 3,17 + 0,15
= 7,74m
Dengan berdasarkan pada data-data tinggi yang dapat dicapai
gelombang, maka tinggi tiang kaki geladak direncanakan 12m
untuk menghindari akibat pecahan dan percikan gelombang
yang menumbuk struktur.
a. Diameter Kaki Geladak

Penentuan diameter luar kaki geladak direncanakan sama


dengan diameter luar tiang pancang (Perencanaan Struktur
Anjungan Lepas Pantai: 11), diperoleh D = 36inchi.
Ketebalan kaki geladak direncanakan berdasarkan Tabel 2.3;
dipilih rasio D/t = 40, sehingga;
D/t = 40
t = 36/40 = 0,9inchi.
b. Pengikat Kaki Geladak (Brace)
Diambil nilai perbandingan kl/r = 80, k = 0,8 (Tabel 2.4)
. kl/r = 0,8 x 668,143/0,35d
80 = 534,514/0,35d
. l = panjang tak ditumpu yang terpanjang
= 16,97 = 668,143inchi
. r = 0,35d
sehingga d = 19.09 = 20inchi.
Ketebalan brace geladak ditentukan menurut Tabel 2.3, dipilih
rasio D/t = 40, diperoleh;
D/t = 40
t = 20/40 = 0,5inchi.
Ketebalan sambungan brace ditentukan menurut Tabel 2.3,
dipilih rasio D/t = 35, sehingga diperoleh;
D/t = 35
t = 20/35 = 0,6inchi.
. Kontrol Nilai Perencanaan

4.2.7.3 Balok dan Pelat Geladak


Ukuran balok dan pelat dapat ditentukan bila beban-beban
yang bekerja pada geladak sudah ditentukan. Beban yang
dialami tiap geladak tergantung peralatan dan perlengkapan
yang terdapat pada geladak tersebut.
Untuk estimasi awal beban-beban yang bekerja pada geladak
produksi, geladak pengeboran dan geladak lainnya adalah
sebagai berikut :
Geladak produksi = 60127 N/m2
Geladak pengeboran = 21800 N/m2
Geladak Lainnya = 2535 N/m2
Nilai-nilai beban pada tiap geladak di atas, ditentukan dengan
menggunakan teori perbandingan dan sesuai dengan contoh
perhitungan untuk anjungan dengan delapan kaki pada buku
Introduction to Offshore Structure hal 121.
a. Balok Geladak
Rumus-rumus yang dapat digunakan untuk menentukan profil
balok geladak adalah :
Mmaks = ql2/12
fb = Mmaks / S
dengan Mmaks adalah momen maksimum yang bekerja tiap 1m
lebar pelat geladak, q adalah beban balok geladak (distribusi
beban geladak dikalikan jarak antar balok geladak), l adalah
panjang tak ditumpu balok geladak, fb adalah tegangan yang
bekerja pada pelat, S adalah modulus penampang pelat dan Fb
adalah tegangan akibat momen lengkung yang diizinkan (syarat
batas adalah fb < Fb).
. Balok Geladak pada daerah Produksi
Mmaks = 42384,92 x 122 /12 dengan l = 12m
= 508,62kNm (374,99kip-ft)

q = 60127 x 0,705 = 42384,92N/m


Dipakai profil WF 14x14-1/2 (177,1kg/m) baja mutu A36, Fb =
24ksi (165Mpa)
fb = 374,99 x 12 (inchi)/189,4
= 23,76ksi (163,81Mpa)
dengan S = 189,4inchi3
sehingga didapatkan fb < Fb (perancangan aman dan memenuhi)
. Balok Geladak pada daerah Pengeboran
Mmaks = 15367,21 x 122 /12 dengan l = 12m
= 184,41kNm (135,96kip-ft)
q = 21800 x 0,705 = 15367,21N/m2
Dipakai profil WF 12x10 (78,87kg/m) baja mutu A36, Fb =
24ksi (165Mpa)
fb = 135,96 x 12 (inchi)/70,7
= 23,08ksi (159,10Mpa)
dengan S = 70,7inch3
sehingga didapatkan fb < Fb (perancangan aman dan memenuhi)
. Balok Geladak pada daerah lainnya (akomodasi dan heliport)
Mmaks = 1786,89 x 122 /12 dengan l = 12m
= 21,44kNm (15,81kip-ft)
q = 2535 x 0,705 = 1786,89N/m2
Dipakai profil WF 6x6 (29,72kg/m) baja mutu A36, Fb = 24ksi
(165Mpa)
fb = 15,81 x 12 (inchi)/8,53
= 22,24ksi (153,35Mpa)
dengan S = 8,53inchi3
sehingga didapatkan fb < Fb (perancangan aman dan memenuhi)
b. Pelat Geladak
Rumus-rumus yang bisa digunakan untuk menentukan jenis baja
pelat geladak adalah :
Mmaks = ql2/12

b = Mmaks /S ,
S = l.t2 (m)/6
Dengan Mmaks adalah momen maksimum yang bekerja tiap 1m
lebar pelat geladak, q adalah distribusi beban geladak (distribusi
beban geladak dikalikan jarak antar balok geladak), l adalah
jarak antar balok geladak, fb adalah tegangan yang bekerja pada
pelat serta Fb adalah tegangan akibat momen lengkung yang
diizinkan (syarat batas adalah fb < Fb).
. Pelat Geladak pada daerah Produksi
Mmaks = 42384,92 x 0,7052/12 dengan l = 0,705m (27,75inchi)
= 1,76 kNm (1,29kip-ft)
q = 60127 x 0,705 = 42384,92N/m
Digunakan pelat baja mutu A36, t = 7/16inchi (11 mm), Fb =
24ksi (165Mpa).
Dengan S = 27,75 x (7/16)2/6 = 0,885inchi3
fb = 1,29 x 12 (inchi) /0,885
= 17,54ksi (120,95Mpa)
Sehingga didapatkan fb < Fb (perancangan aman dan
memenuhi)
. Pelat Geladak pada daerah Pengeboran
Mmaks = 15367,21 x 0,7052 /12 dengan l = 0,705m
(27,75inchi)
= 0,64kNm (0,47kip-ft)
q = 21800 x 0,705 = 15367,21N/m2
Digunakan pelat baja mutu A36, t = 1/4inch (6mm), Fb = 24ksi
(165Mpa).
Dengan S = 27,75 x (1/4)2/6 = 0,289inchi3 maka,
fb = 0,47 x 12 (inchi)/0,289
= 19,47ksi (134,27Mpa)
Sehingga didapatkan fb < Fb (perancangan aman dan
memenuhi)

. Pelat Geladak pada daerah lainnya (akomodasi dan heliport)


Mmaks = 1786,89 x 0,7052 /12 dengan l = 0,705m (27,75inchi)
= 0,07kNm (0,05kip-ft)
q = 2535 x 0,705 = 1786,89N/m2
Digunakan pelat baja mutu A36, t = 1/8inchi (3mm), Fb = 24ksi
(165Mpa)
Dengan S = 27,75 x (1/8)2/6 = 0,072inchi3
fb = 0,05 x 12 (inchi)/0,072
= 9,06ksi (62,45Mpa)
Sehingga didapatkan fb < Fb (perancangan aman dan
memenuhi)
4.3 Resume Penghitungan Konstruksi Rancangan
Penghitungan kontruksi rancangan kemudian dihimpun dalam
satu resume sebagai berikut.

Adapun sketsa konstruksi rancangan tersebut dapat dilihat pada


halaman berikut.

4.4 Perhitungan Beban Lingkungan


4.4.1 Beban Gelombang

Gaya gelombang yang bekerja pada elemen struktur untuk


kondisi yang sebenarnya, memiliki bentuk non linear. Dalam hal
ini penentuan gaya gelombang pada tiap elemen harus dihitung
dengan peninjauan lebih dari satu titik ordinat gelombang.
Selain itu penentuan letak garis air permukaan gelombang pada
elemen sulit untuk diketahui tanpa menggambarkan posisi dari
gelombang dan elemen tersebut. Oleh karena itu beberapa
asumsi digunakan untuk menyederhanakan perhitungan, asumsi
tersebut adalah:
. Gaya yang bekerja pada tiap elemen dianggap sebagai beban
merata.
. Penentuan sumbu global struktur, untuk arah vertikal sumbu Y
dan arah horisontal sumbu X dan sumbu Z.
. Penentuan arah gelombang searah sumbu X, jadi sudut datang
gelombang 00 terhadap sumbu X atau 900 terhadap anjungan.
4.4.1.1 Penentuan Karakteristik Gelombang
Dari data-data yang ada maka karakteristik gelombang tempat
operasional struktur adalah sebagai berikut
. Kedalaman perairan (h) = 48,43m
. tinggi gelombang (H) = 8,84m
. periode gelombang (T) = 9,1detik
. panjang gelombang () = 132,13m
4.4.1.2 Penentuan Teori Gelombang
Bila diketahui : h = 48,43m; H = 8,84 m; = 132,13m
diperoleh : h/ = 0,37, H/ = 0,067
Dari nilai tersebut maka teori gelombang yang cocok adalah
teori gelombang Airy dan Stokes (Tabel 2.5).
2Cara lain yang digunakan adalah dengan menggunakan grafik
hubungan h/T, H/T2 (Dinamic Analysis of Offshore structure,
Page 78); diperoleh :

h/T2 = 0,585 m/dtk2


H/T2 = 0,107 m/dtk2
Dari grafik (Gambar 2.13, 2.14 dan 2.15) diperoleh bahwa teori
gelombang yang mendekati adalah teori gelombang stoke. Oleh
kedua kondisi teori gelombang yang diisyaratkan tersebut, maka
teori gelombang yang digunakan adalah teori gelombang stoke.
4.4.1.3 Parameter Gelombang Stokes
Untuk h/ = 0,37, maka dengan interpolasi (Tabel A.1, A.2
dan A.3 pada Lampiran A) parameter profil gelombang,
parameter kecepatan serta parameter frekuensi dan tekanan
dapat diperoleh sebagai berikut :

Dari persamaan (9) pada Lampiran A, dapat ditentukan


parameter a sebagai berikut:
a = (kH/2) - a3F- a5(F+ F) 33 35 55
dimana : k = 2/ , kH/2 = 0,21
-1 = 0,04755 m
nilai = 0,21 diambil sebagai nilai awal proses iterasi untuk
memperoleh nilai a, sehingga dari persamaan di atas diperoleh a
= 0,20564.
Dari persamaan (8) pada Lampiran A, diperoleh harga F sampai
F15 sebagai berikut:

Dengan persamaan (7) pada Lampiran A, free-surface water


deflection adalah sebagai berikut:
= 4,32478 cos + 0,10502 cos 2 + 0,00044 cos 3 +
3.10638 . 10-7 cos 4 + 4,58076 . 10-11 cos 5
dimana : = kx - t.
Frekuensi gelombang ditentukan dari persamaan (12) pada
Lampiran A dan parameter frekuensi dan tekanan, sebagai
berikut:
= gk (1 + a2 C+ a4 C) tanh kh 1 2
dengan g = 9,81 m/s2, maka:
-1 = 0,692 det
Untuk t=0 detik, dan x = 1 hingga 2 , diperoleh:
Kecepatan gelombang c dapat dicari dengan menggunakan
persamaan (13) pada Lampiran A, yakni:
c = [g/k (1 + a2C1 + a4C) tanh kh]. 2
24=[(9,81/0,04755).
(1+0,20564.1,044+0,20564.1,4760).tanh(0,04755/48,43)]1/2
= 14,549m/dtk
Dari persamaan (11) pada Lampiran A, harga G sampa G15
diperoleh sebagai berikut:
Untuk menentukan kecepatan partikel air, terlebih dahulu
ditentukan pusat beban (y dan x) pada masing-masing elemen.
Elemen yang berada di bawah garis air, letak titik pusat beban
terletak pada bagian tengah elemen tersebut;

sedangkan elemen yang berada sebagian di bawah garis air dan


sebagian di atas garis air, letak titik pusat beban pada permukaan
air titik pusat beban pada permukaan air.
Dengan mengetahu titik awal (j) dan titik akhir (k) joint tiap
elemen, maka harga y dan x dapat digunakan rumus berikut:
y = yj + (L/2) . cos x = xj + (Lxz/2) . cos
Untuk elemen yang sebagian di bawah air dan sebagian di atas
permukaan, maka :
y = h x = xj + (Ly . tg )
dimana . dan .. adalah. sudut kemiringan elemen terhadap
sumbu x dan y.
Penentuan titik pusat beban pada masing-masing elemen
struktur dapat dilihat pada Lampiran B. Perhitungan kecepatan
partikel air dapat ditentukan dengan persamaan (10.a). Sebagai
contoh elemen 26 dengan y = 13,43m; x = 5,844m (untuk t = 0
detik) : nkhnkysinhcoshu = (/k) .G51 cos n (kx - t) n
u = 14,549 . (0,19938 . ((cosh(0,3295)/sinh(2,303)) .
cos(0,0386) + 0,00457 . ((cosh 2(0,3295)/sinh 2(2,303)) . cos
2(0,0386) . 0,00011 . ((cosh 3(0,3295)/sinh 3(2,303)) . cos
3(0,0386) + 0,00001 . ((cosh 4(0,3295)/sinh 4(2,303)) . cos
4(0,0386) + 0 . ((cosh 5(0,3295)/sinh 5(2,303)) . cos 5(0,0386))
= 0,619m/dtk
dengan cara yang sama kecepatan arah vertikal dapat dihitung,
nkhnkysinhsinhv = (/k) .G51 sin n (kx - t) n
v = 14,549 . (0,19938 . ((sinh(0,3295)/sinh(2,303)) . sin(0,0386)
+ 0,00457 . ((sinh 2(0,3295)/sinh 2(2,303)) . sin 2(0,0386) .
0,00011 . ((sinh 3(0,3295)/sinh 3(2,303)) . sin 3(0,0386) +
0,00001 . ((sinh 4(0,3295)/sinh 4(2,303)) . sin 4(0,0386) + 0 .
((sinh 5(0,3295)/sinh 5(2,303)) . sin 5(0,0386))
= 0,008m/dtk

Sesuai dengan persamaan (15.a), (15.b), (16.a) dan (16.b), maka


diperoleh :

Percepatan partikel air horisontal dan vertikal dapat dicari untuk


tiap elemen. Sebagai contoh elemen 60 dengan y = 6,93m ; x =
0,813 (untuk t = 0 detik):
ax = kc2/2 . R51 sin n (kx - t) n
ax = 5,033 . (0,08493 . sin (0,0386) - 0,00117 . sin 2(0,0386) 0,00001 . sin 3(0,0386) + 7,188 . 10-8 . sin 4(0,0386) -7,752 . 010 . sin 5(0,0386))
= 0,016 m/det2/2) S51ay = (-kc2 cos n (kx - t) n
ay = - 5,033 . (0,02701 . cos (0,0386) + 0,00026 . cos 2(0,0386)
- 2.743 . 10-6 . cos 3(0,0386) + 8,096 . 10-8 . cos 4(0,0386) .
3,928 . 10-10 . cos 5(0,0386))
2 = -0.137 m/det
4.4.1.4 Gaya Gelombang (Selinder pada Kedudukan
Sembarang)
Untuk silinder yang memiliki kedudukan sembarang, sebelum
menentukan kecepatan dan percepatan partikel air serta gaya
gelombang pada masing-masing elemen, terlebih dahulu
ditentukan sudut kemiringan terhadap sumbu x dan sumbu y
( dan ), berikut rumus yang dapat digunakan:
= arc cos (Lx/Lxz) = arc cos (Ly/L)
Lx = x - x Ly = y - ykjkj Lz = z - zkj
L = (Lx2 + Ly2 + Lz2)1/2
Sebagai contoh elemen 26 dengan sudut 4500;10,025, maka
sesuai pers. 2.13):

cx = sin . cos cy = cos c = sin . sin z


= sin 10,0250 . cos 450 = cos 10,0250 = sin 10,0250 . sin 450
= 0,123 = 0,985 = 0,123
Selanjutnya kecepatan dan percepatan dapat ditentukan sesuai
persamaan (2.09), (2.10), (2.11), (2.12), (1.23), (1.24) seperti
berikut :
Wn = [u2 . v221/2 . (cxu + cyv)]
= [0,6192 . 0,0082 . (0,123 . 0,619 + 0,985 . 0,008)21/2]
= 0,613m/dtk
unx = u . cx (cxu + cyv)
= 0,619 . 0,123 . (0,123 . 0,619 + 0,985 . 0,008)
= 0,609m/dtk
uny = v . cy (cxu + cyv)
= 0,008 . 0,985 . (0,123 . 0,619 + 0,985 . 0,008)
= -0,075m/dtk
u = . cnzz (cxu + cyv)
= - 0,123 . (0,123 . 0,619 + 0,985 . 0,008)
= -0,01m/dtk
anx = ax . cx (cxax + cyay)
= 0,016 . 0,123 . (0,123 . 0,016 + 0,985 . -0,137)
= 0,032m/dtk2
any = ay . cy (cxax + cyay)
= -0,137 . 0,985 . (0,123 . 0,016 + 0,985 . -0,137)
2 = -0.006m/dtk = . canzz (cxax + cyay)
= . 0,123 . (0,123 . 0,016 + 0,985 . -0,137)
= 0,016m/dtk2
Gaya persatuan panjang pada elemen 26 (D = 0,965m, L =
13,201m) dapat dihitung dengan persamaan (2.17), (2.18) dan
(2.19) sebagai berikut:
3 (CD = 1,0; C = 2,0; = 1,025ton/m) I
fx = ...CD.D.Wn.unx + .C.(.D2/4).aInx

= 0,233kN/m
fy = ...CD.D.Wn.uny + .C.(.D2/4).aIny
= -0.032 kN/m
fz = ...CD.D.Wn.unz + .C.(.D2/4).aInz
= 0,021 kN/m
Dengan persamaan (2.20), maka gaya normal persatuan panjang
pada elemen 26 adalah:
f = (fx2 + fy22 + f)1/2z
= 0.236kN/m
Gaya total pada elemen 26 (Pers. (2.21)) untuk masing-masing
arah adalah:
F = fxx . L Fy = fy . L F = f . L zz
= 3,079kN = -0,42kN = 0,283kN
untuk elemen yang sebagian di bawah dan sebagian di atas
permukaan air, maka L = (h - yj) /cos .
Untuk selanjutnya perhitungan gaya gelombang pada elemen
yang lain secara lengkap diberikan dalam bentuk tabel pada
Lampiran B.
4.4.2 Beban Arus
Untuk menyederhanakan perhitungan, arus dianggap bergerak
horisontal dengan arah searah sumbu global-X (nol derajat).
Gaya arus dihitung pada elemen dengan pusat beban berada di
pertengahan elemen (untuk elemen yang berada di bawah air)
dan pusat beban berada di permukaan air (untuk elemen yang
sebagian berada di atas permukaan air).
4.4.2.1 Kecepatan Arus
Kecepatan arus (pers. (2.22)) pada elemen 26 dengan y = 6,93m
dan U = 0,21m/dtk adalah sebagai berikut: o
1/7UT = U(y/h)0
= 0,4903m/dtk
4.4.2.2 Gaya Arus

Perhitungan gaya arus, sebagai contoh elemen 26 (y = 6,93m


dan D = 0,965m). Dengan = 1,025ton/m3, C = 1,0 dan C.
CDLD/3 = 0,333, maka gaya angkat (f) dan Gaya drag (fLD)
(pers. (2.23) dan (2.24)) adalah sebagai berikut :
fL = ...CL.D.UT2
= 0,004kN/m
fD = ...CD.D.UT2
= 0,013kN/m
Jadi,
F total = f+ fD L
= 0,017kN/m.
Untuk elemen lain, perhitungan kecepatan dan gaya arus
masing-masing elemen dapat dilihat pada Lampiran B.
4.4.3 Beban Angin
Untuk menyederhanakan perhitungan, angin dianggap
bergerak horisontal dengan arah searah sumbu global-X (nol
derajat). Gaya angin dihitung pada elemen di atas permukaan
air, panjang yang diukur mulai dari perpotongan garis air ke atas
untuk elemen yang sebagian di bawah dan sebagian di atas
permukaan air.
Untuk penentuan sudut datang angin () terhadap elemen,
dapat digunakan ketentuan sebagai berikut :
. untuk elemen yang miring terhadap arah datang angin, =
. untuk elemen yang tegak lurus terhadap arah datang angin,
= 00
. untuk elemen yang sejajar bidang xz dan bersudut terhadap
sumbu x, = 00
. untuk elemen yang sejajar dan searah sumbu global x, = 900
Untuk elemen yang sebagian berada di bawah permukaan air,
maka penentuan panjang elemen adalah :

L = (yk . h)/cos
Sebagai contoh untuk elemen 171 (L = 3,654m, D = 0,965m,
= 10,0250) dengan kecepatan angin V = 27,71m/dtk; C = 0,5
(untuk silnder); = 1,29kg/m3, maka besar gaya angin (pers.
(2.25)) pada elemen adalah:
F = .. .Cw.A.V2
= 243,849N
Selanjutnya perhitungan elemen yang lain secara lengkap
diberikan dalam bentuk tabel.
18 m 13 m 43 m21 m 6 m 6 m 6 m 13 m 20 m 12 m 7 m 2 m
Sesuai gambar di atas maka dapat ditentukan gaya angin pada
geladak dan bangunan atas seperti berikut:
. Kaki Geladak (C = 0,5)
2 L = 12m; D = 0,9144 ; A = 10,9724m; V = 27,71m/dtk
untuk 8 kaki geladak, A = 87,7779m2
F = 0,5 . . C . A . V2
= 1677,213N
. Geladak (C = 1,5; luas (A) tower hingga ketinggian 6m =
37,5m2)
- Tampak Depan
A = (43 . 6) + ((43 . 6) - 37,5) + (21 . 6) + (13 . 1)
= 617,5m2
- Tampak Samping
A = (18 . 6) + ((18 . 6) . 37,5) + (13 . 6) + (13 . 1)
= 269,5m2
A = 2 . (617,5 + 269,5) tot
= 1774m2
F = 0,5 . . C . A . V2
= 101688,687N
. Deck Tower (C = 0,5)
Atot = 74,831m2

F = 0,5 . . C . A . V2
= 1429,806N
Gaya angin total yang bekerja pada geladak dan bangunan atas :
F = 1677,213 + 101688,687 + 1429,806
= 104,796kN
4.5 Resume Penghitungan Beban Lingkungan
Dari hasil perhitungan beban-beban lingkungan yang bekerja
pada anjungan lepas pantai, dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
. Beban gelombang terbesar terjadi pada daerah permukaan laut
sebesar 4.5kN pada elemen 173 & 188, hal ini disebabkan
karena kecepatan dan percepatan partikel air yang semakin besar
pada daerah permukaan.
. Jika ditinjau dari arah datangnya gelombang, maka gelombang
terbesar dari arah samping anjungan (sudut 90 terhadap
anjungan) karena jumlah komponen struktur yang terkena
hempasan gelombang lebih banyak.
. Arus yang terjadi pada permukaan lebih besar daripada arus
yang terjadi di kedalaman hal ini dipengaruhi oleh media
pembangkit arus yang lebih banyak dan besar berada di
permukaan yaitu gelombang dan angin. Beban arus terbesar
terjadi pada elemen yang kurang lebih tegak lurus terhadap arah
datang angin yaitu sebesar 0,029kN.
. Beban angin terbesar terjadi pada geladak sebesar 101,688kN;
hal ini disebabkan karena luas tangkap bidang angin pada daerah
ini lebih luas dari tempat lainnya.

BAB V
SISTEMATIKA LAPORAN

Oleh karena Perencanaan Bangunan Lepas Pantai


merupakan tugas rekayasa yang terstruktur, maka kepada
mahasiswa yang mengambil mata kuliah tersebut, diwajibkan
membuat laporan.
Adapun sistematika pelaporan tersebut adalah sebagai berikut:
Lembar Judul
Lembar Pengesahan
Lembar Surat Tugas
Lembar Data Detail Struktur BLP
Lembar Asistensi
Daftar Isi
Bab I. Pendahuluan
Pendahuluan berisi cerita singkat tentang tugas rekayasa
Perencanaan BLP, antara lain prolog, permasalahan, batasan
masalah, tujuan dan manfaat serta skema alur pikir pengerjaan
Tugas Rekayasa
Bab II. Prarancangan
Bab ini berisi :
A. Landasan Teori; berisikan teori Penentuan Lokasi Geografis
dan Karakteristik Lingkungan serta Pemilihan Konfigurasi
Struktur (Pemilihan Konstruksi, Penentuan Berat dan Luasan
Geladak, Pemilihan Bahan Struktur, Tiang Pancang,
Perangkaan, Rangka Tubular dan Perencanaan Geladak)
B. Penyajian Data dan Proses Perancangan; berisikan data-data
yang diperlukan dalam Perencanaan BLP serta proses
perencanaan dengan tata urutan seperti pada poin sebelumnya.

C. Resume Prarancangan; berisi data lengkap hasil yang


diperoleh dari poin B dalam bentuk resume.
D. Sketsa Awal; berisi sketsa awal struktur yang telah dirancang,
dengan tampilan atas, depan dan samping.
Bab III. Analisa Beban Lingkungan
Bab ini berisi:
A. Landasan Teori; berisikan teori Beban Gelombang
(Penentuan Karakteristik Gelombang, Penentuan Teori
Gelombang Yang Sesuai, Teori Gelombang Yang Dipergunakan,
Teori Gaya Gelombang), Beban Arus (Kecepatan Arus, Gaya
Arus) dan Beban Angin
B. Perhitungan Beban Lingkungan; berisikan perhitungan
beban-beban yang bekerja terhadap struktur seperti yang ada
pada poin A

You might also like