You are on page 1of 37

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
HIV (human immunodeficiency virus) adalah virus penyebab AIDS
(acquired immunodeficiency virus), yang ditandai dengan kelainan yang kompleks
dari sistem pertahanan seluler tubuh dan menyebabkan korban menjadi sangat
peka terhadap mikroorganisme oportunistik.1 Sampai saat ini, infeksi HIV
merupakan masalah kesehatan global dimana diperkirakan sekitar 34 juta orang di
seluruh dunia terinfeksi HIV. Pada tahun 2014, sekitar 2 juta orang terinfeksi HIV
dan 1,2 juta orang meninggal dunia akibat infeksi yang berkaitan dengan HIV.2
Kasus pertama AIDS di dunia dilaporkan pada tahun 1981, namun beberapa
literatur sebelumnya ditemukan beberapa kasus yang mirip dengan AIDS pada
tahun 1950 dan 1960-an di Amerika Serikat. Virus HIV pertama kali diidentifikasi
oleh Luc Montagnier pada tahun 1983 dan diberi nama LAV (lymphadenopathy
virus). Sedangkan kasus pertama AIDS di Indonesia dilaporkan pada tahun 1987
pada seorang warganegara Belanda di Bali.3
Penggunaan obat Antiretroviral (ARV) kombinasi pada tahun 1996
mendorong revolusi dalam pengobatan orang dengan HIV dan AIDS (ODHA)
seluruh dunia. Meskipun belum mampu menyembuhkan HIV secara menyeluruh
dan menambah tantangan dalam hal efek samping serta resistensi kronis terhadap
obat, namun secara dramatis terapi ARV menurunkan angka kesakitan dan
kematian, meningkatkan kualitas hidup ODHA, dan meningkatkan harapan
masyarakat, sehingga saat ini HIV dan AIDS telah diterima sebagai penyakit yang
dapat dikendalikan dan tidak lagi dianggap sebagai penyakit yang menakutkan.4
1.2. Epidemiologi
WHO memperkirakan pada tahun 2013 sekitar 0,7-0,8 persen (sekitar 36,9
juta) orang dewasa di seluruh dunia mengidap HIV, dimana penderita terbanyak
berasal dari daerah Sub-Sahara yakni sebesar 70 persen (25,8 juta) dari seluruh
penderita HIV di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri diperkirakan sekitar 70.000
orang terinfeksi HIV pada tahun 2013.2

Gambar 1. Prevalensi HIV di dunia pada tahun 2013 (dikutip dari WHO2)
Faktor resiko infeksi HIV adalah sebagai berikut5:

Hubungan seksual yang beresiko/tidak aman


Pengguna NAPZA suntik
Transfusi
Pembuatan tato dan/atau alat medis/alat tajam yang tercemar HIV
Bayi dari ibu dengan HIV/AIDS
Pasangan serodiskordian salah satu pasangan positif HIV
Di Indonesia, sejak tahun 1999 telah terjadi peningkatan jumlah ODHA

pada kelompok orang berperilaku risiko tinggi tertular HIV yaitu para Pekerja
Seks (PS) dan pengguna NAPZA suntikan (penasun), kemudian diikuti dengan
peningkatan pada kelompok lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki (LSL)
dan perempuan berisiko rendah. Saat ini dengan prevalensi rerata sebesar 0,4%
sebagian besar wilayah di Indonesia termasuk dalam kategori daerah dengan
tingkat epidemi HIV terkonsentrasi. Sementara itu, Tanah Papua sudah memasuki
tingkat epidemi meluas, dengan prevalensi HIV sebesar 2,3%.4
1.3. Etiologi dan Faktor Resiko
Virus HIV termasuk pada famili Retroviridae dan genus Lentiviridae. Virus
HIV berbentuk bulat, berukuran 80-100 dengan inti yang berbentuk silinder. Virus
HIV memiliki RNA rantai tunggal dan menggunakan enzim reverse transcriptase
yang terdapat dalam virus untuk bereplikasi dalam inangnya. Telah diketahui
terdapat beberapa protein pada virus yang berperan pada patogenesis penyakit,

yakni gp120 pada permukaan virus dalam proses pengikatan virus pada molekul
CD4+ dan gp41 pada transmembran yang berperan dalam penyatuan virus dalam
sel inang.6,7

Gambar 2. Struktur virus HIV6 (diambil dari: Robert W. Bauman, Microbiology


With Diseases by Body System 4th Edition)
1.4. Patogenesis8
Molekul CD4+ merupakan suatu reseptor bagi HIV yang berafinitas tinggi.
Hal ini menjelaskan sifat tropisme (kecenderungan) virus terhadap sel T CD4+
selain makrofag dan sel dendritik yang juga memiliki reseptor CD4 +. Selain CD4+,
diperlukan molekul CCR5 atau CXCR4 untuk mempermudah masuknya virus ke
dalam sel. Ikatan molekul gp120 ke molekul CCR5 atau CXCR4 ini menyebabkan
perubahan konformasional yang membuka suatu lokasi pengenalan baru pada
gp120 koreseptor CCR5 atau CXCR4. Kemudian, gp41 akan mengalami
perubahan konformasional yang memungkinkan masuknya rangkaian peptida
gp41 ke dalam membran target sehingga memudahkan fusi sel-virus. Setelah itu,
inti virus yang mengandung genom HIV masuk ke dalam sitoplasma sel.
Setelah mengalami internalisasi, genom virus akan mengalami traskripsibalik yang membentuk DNA komplementer (cDNA) yang akan berintegrasi
dengan genom sel T yang sedang membelah. Setelah integrasi, provirus tersebut
tidak ditraskripsikan selama beberapa lama asalkan tidak ada pajanan antigen atau
sitokin pada sel T yang terinfeksi. Ketika adanya pajanan sitokin atau antigen

pada sel T yang terinfeksi, maka proses lisis sel T dimulai. Selain lisis karena
infeksi HIV, hilangnya sel T terjadi juga akibat peran sel T CD8+ sitotoksik.
1.5. Patofisiologi6,8
Perjalanan infeksi HIV dapat dibagi menjadi 3 tahap, yakni:
1) fase akut, menggambarkan respon awal seseorang yang imunokompeten dan
umumya akan sembuh dengan sendirinya. Secara klinis, fase ini ditandai
dengan gejala nonspesifik yakni nyeri tenggorokan, mialgia, demam, ruam,
dan lain-lain. Fase ini juga ditandai dengan produksi virus dalam jumlah
besar dan penurunan jumlah sel T CD4+. Namun, setelah 3-6 minggu akan
terjadi serokonversi dan munculnya sel T siotoksik. Setelah viremia mereda,
jumlah sel T CD4+ akan kembali mendekati normal.
2) fase kronis, menggambarkan pertahanan relatif terhadap virus. Pada fase ini
imunitas masih relatif utuh namun replikasi virus tetap berlanjt sampai
beberapa tahun. Secara klinis, tidak ada gejala yang muncul atau hanya
menderita limfadenopati persisten. Setelah beberapa lama, imunitas
penderita mulai menurun, jumlah sel T CD4 + berkurang, dan jumlah sel T
CD4+ yang terinfeksi semakin banyak.
3) Fase krisis, ditandai dengan kehancuran imunitas penderita dan peningkatan
viremia yang nyata. Secara klinis, penderita akan mengalami demam lebih
dari 1 bulan, mudah lelah, penurunan berat badan, diare. Selain itu,
penderita akan mengalami infeksi oportunistik dan neoplasma sekunder.

Gambar 3. Perjalanan penyakit HIV/AIDS8


A. Perjalanan klinis B. Respon imun (diambil dari Buku Ajar Patologi Robbins
edisi 7)
1.6. Diagnosis
Umumnya pasien datang dengan keluhan yang berbeda-beda, antara lain
demam atau diare (kontiniu atau intermitten) yang berlangsung selama lebih dari
sebulan. Keluhan disertai dengan kehilangan berat badan >10% dari berat badan
dasar. Selain keluhan tersebut, terdapat keluhan lain yang muncul seperti:

Keluhan kulit, yakni kulit kering yang luas, terdapat kutil di genital
Infeksi jamur, seperti kandidiasis oral, kandidiasis vagina yang berulang
Infeksi virus, seperti herpes zoster berulang atau >1 saraf dermatom, herpes

genitalis
Gangguan pernapasan, seperti pneumonia berulang, sinusitis kronis
Gangguan neurologis, seperti kejang demam, penurunan fungsi kognitif.5

Pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan untuk menemukan tanda-tanda


adanya infeksi oportunistik yang sesuai dengan stadium klinis HIV yang terdapat
pada tabel di bawah ini,5
Tabel 1. Stadium Klinis HIV4,5
Stadium I
Tidak ada gejala
Limfadenopati Generalisata Persisten
Stadium II
Penurunan berat badan bersifat sedang yang tidak diketahui penyebabnya (<10%

dari perkiraan berat badan atau berat badan sebelumnya)


Infeksi saluran pernafasan yang berulang (sinusitis, tonsilitis, otitis media,

faringitis)
Herpes zoster
Keilitis Angularis
Ulkus mulut yang berulang
Ruam kulit berupa papel yang gatal (Papular pruritic eruption)
Dermatitis seboroik

Infeksi jamur pada kuku


Stadium III
Penurunan berat badan yang tak diketahui penyebabnya (lebih dari 10% dari

perkiraan berat badan atau berat badan sebelumnya)


Diare kronis yang tak diketahui penyebabnya selama lebih dari 1 bulan
Demam menetap yang tak diketahui penyebab
Kandidiasis pada mulut yang menetap
Oral hairy leukoplakia
Tuberkulosis paru
Infeksi bakteri yang berat (contoh: pneumonia, empiema, meningitis, piomiositis,

infeksi tulang atau sendi, bakteraemia, penyakit inflamasi panggul yang berat)
Stomatitis nekrotikans ulserative akut, gingivitis atau periodontitis
Anemi yang tak diketahui penyebabnya (<8g/dl), netropeni (<0.5 x 10 g/l)

dan/atau trombositopenia kronis (<50 x 10 g/l)


Stadium IV
Sindrom wasting HIV
Pneumonia Pneumocystis jiroveci
Pneumonia bakteri berat yang berulang
Infeksi Herpes simplex kronis (orolabial, genital, atau anorektal selama lebih

dari 1 bulan atau viseral di bagian manapun)


Kandidiasis esofageal (atau kandidiasis trakea, bronkus atau paru)
Tuberkulosis ekstra paru
Sarkoma Kaposi
Penyakit cytomegalovirus (retinitis atau infeksi organ lain, tidak termasuk

hati, limpa dan kelenjar getah bening)


Toksoplasmosis di sistim saraf pusat
Ensefalopati HIV
Pneumonia Kriptokokus ekstrapulmoner, termasuk meningitis
Infeksi mycobacteria non tuberkulosis yang menyebar
Leukoencephalopathy multifocal progresif
Cyrptosporidiosis kronis
Isosporiasis kronis
Mikosis diseminata (histoplasmosis, coccidiomycosis)
Septikemi yang berulang (termasuk Salmonella non-tifoid)
Limfoma (serebral atau Sel B non-Hodgkin)

Karsinoma serviks invasif


Leishmaniasis diseminata atipikal
Nefropati atau kardiomiopati terkait HIV yang simtomatis
Penegakan diagnosis HIV dilakukan dengan melakukan pemeriksaan

laboratorium. Jenis pemeriksaan laboratorium yang dailakukan pada HIV adalah


sebagai berikut.
1. Tes serologi, terdiri dari tes cepat untuk mendeteksi antibodi, tes enzyme
immunoassay, dan western blot pada kasus yang sulit.
2. Tes PCR (polymerase chain reaction) atau virologis, umumnya digunakan
pada anak berusia <18 bulan
Diagnosis HIV pada dewasa ditegakkan dengan tes antibodi menggunakan 3 jenis
tes yang berbeda sensitivitas dan spesifisitasnya. Untuk lebih jelas, perhatikan
gambar berikut.4

Gambar 4. Alur Pemeriksaan Diagnosis HIV pada Dewasa (dikutip dari


Permenkes 87 tahun 20144)
Ketiga tes tersebut dapat menggunakan tes cepat ataupun ELISA. Untuk
pemeriksaan pertama (A1) harus digunakan tes dengan sensitifitas yang tinggi
(>99%), sedang untuk pemeriksaan selanjutnya (A2 dan A3) menggunakan tes
dengan spesifisitas tinggi (>99%). Antibodi biasanya baru dapat terdeteksi dalam
waktu 2 minggu hingga 3 bulan setelah terinfeksi HIV yang disebut masa jendela.
Bila tes HIV yang dilakukan dalam masa jendela menunjukkan hasil negatif,

maka perlu dilakukan tes ulang, terutama bila masih terdapat perilaku yang
berisiko.5
1.7. Penatalaksanaan
Untuk memulai terapi ARV, perlu dilakukan pemeriksaan jumlah CD4+ dan
stadium klinisnya. Hal tersebut bertujuan untuk menentukan apakah penderita
sudah memenuhi syarat terapi antiretroviral atau belum. 5 Adapun syarat
menentukan dimulainya terapi dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. Rekomendasi Inisiasi ARV pada dewasa4
Rekomendasi
Inisiasi ART pada orang terinfeksi HIV stadium klinis 3 dan 4 atau jika jumlah
CD4 =< 350 sel/mm3
Inisiasi ART tanpa melihat stadium klinis WHO dan berapapun jumlah CD4

Koinfeksi TBa

Koinfeksi Hepatitis B

Ibu hamil dan menyusui terinfeksi HIV

Orang terinfeksi HIV yang pasangannya HIV negatif (pasangan


serodiskordan), untuk mengurangi risiko penularan

LSL, PS, Waria, atau Penasunb

Populasi umum pada daerah dengan epidemi HIV meluas

Pengobatan TB harus dimulai terlebih dahulu, kemudian obat ARV diberikan

dalam 2-8 minggu sejak mulai obat TB, tanpa menghentikan terapi TB. Pada
ODHA dengan CD4 kurang dari 50 sel/mm3, ARV harus dimulai dalam 2 minggu
setelah mulai pengobatan TB. Untuk ODHA dengan meningitis kriptokokus, ARV
dimulai setelah 5 minggu pengobatan kriptokokus.
b

Dengan memperhatikan kepatuhan


Prinsip terapi ARV adalah harus menggunakan 3 jenis obat yang ketiganya

harus terserap dalam darah dan penentuan paduannya mempertimbangkan 5

aspek, yaitu efektivitas, efek samping/toksisitas, interaksi obat, kepatuhan, dan


harga obat. Adapun paduan terapi ARV adalah sebagai berikut.4

Lini pertama, untuk ODHA yang tidak pernah mendapat terapi ARV
sebelumnya
Tabel 3. Terapi ARV Lini Pertama4

Panduan pilihan

TDFa + 3TC (atau FTC) + EFV dalam bentuk


KDTc

Panduan alternatif

AZTb + 3TC + EFV (atau NVP)


TDFa + 3TC (atau FTC) + NVP

Jangan memulai TDF jika creatinin clerance test (CCT) hitung , 50 ml/menit,

atau pada kasus diabetes lama, hipertensi tak terkontrol dan gagal ginjal
b

Jangan memulai dengan AZT jika HB < 10 g/dl sebelum terapi

Kombinasi 3 dosis tetap (KDT) yang tersedia: TDF + 3TC + EFV

Lini kedua, untuk pasien yang mengalami kegagalan terapi akibat resistensi
silang ARV.
Tabel 4. Terapi ARV Lini Kedua4

Populasi target

Panduan ARV yang

Panduan lini kedua

digunakan pada lini


pertama
Dewasa dan remaja (10

Berbasis AZT tau d4T

tahun)

LPV/r
Berbasis TDF

HIV dan koinfeksi TB

TDF + 3TC (atau FTC) +

AZT + 3TC + LPV/r

Berbasis AZT atau d4T TDF + 3TC (atau FTC) +


LPV/r dosis ganda
Berbasis TDF

AZT + 3TC + LPV/r


dosis ganda

HIV dan HBV koinfeksi

Berbasis TDF

AZT + TDF + 3TC (atau


FCT) + LPV/r

Lini Ketiga, saat ini belum tersedia di Indonesia


ETR + RAL + DRV/r
Dosis ARV untuk dewasa dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 5. Dosis ARV untuk dewasa5

Golongan/Nama Obat
Dosis
Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor
Abacavir (ABC)
300 mg/12 jam
Lamivudine (3TC)
150 mg/12 jam atau 300 mg/hari
Stavudine (d4T)
40 mg/12 jam (30 mg/12 jam jika BB<60 kg)
Zidovudine (ZDV atau AZT) 300 mg/12 jam
Nucleotide Reverse Transcriptase Inhibitor
Tenofovir (TDF)
300 mg/hari
Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor
Efavirenz (EFV)
600 mg/hari
Nevirapine (NVP)
200 mg/hari selama 14 hari, kemudian 200 mg/12 jam
Protease Inhibitors
Lopinavir/ritonavir (LPV/r)
400 mg/100 mg per 12 jam (533 mg/133 mg per 12
jam jika dikombinasi dengan EFV atau NVP)
Pemberian kotrimoksasol harus diberikan sebagai bagian dari pelayanan
HIV. Berbagai penelitian telah membuktikan efektivitas pengobatan pencegahan
kotrimoksasol dalam menurunkan angka kematian dan kesakitan pada orang yang
terinfeksi HIV. Adapun pemberian kotrimoksasol pada dewasa dapat dilihat pada
tabel di bawah ini4

Tabel 6. Pemberian Profilaksis Kotrimoksazol4


Kriteria Inisiasi

Dosis

Kriteria
Pemberhentian

Stadium klinis WHO

960 mg

berapapun dan CD4

sekali

sel/mm3 setelah 6

dengan interval tiap

< 200 sel/mm3 atau

sehari

bulan ARV. Jika

3 bulan

stadium klinis WHO

Jika CD4 200

Monitoring

tidak tersedia

Dilihat klinis

2, 3 atau 4

pemeriksaan CD4,
PPK diberhentikan
setelah 2 tahun ART.

Tuberkulosis aktif,

Sampai pengobatan

berapapun nilai CD4

TB selesai apabila
CD4 > 200 sel/mm3

Kegagalan terapi dapat dilihat dari berbagai kriteria, yaitu kriteria virologis,
imunologis, dan klinis. Kriteria terbaik adalah kriteria virologis, namun bila tidak
dapat dilakukan pemeriksaan maka digunakan kriteria imunologis. ODHA harus
menggunakan ARV minimal 6 bulan sebelum dinyatakan gagal terapi dalam
keadaan kepatuhan yang baik. Kalau ODHA memiliki peatuhan yang tidak baik
atau berhenti minum obat, penilaian kegagalan dilakukan setelah minum obat
kembali secara teratur minimal 3-6 bulan.4
Tabel 7. Kriteria Kegagalan Terapi ARV4
Kegagalan

Definisi

Keterangan

Gagal Klinis

Munculnya infeksi

Kondisi klinis harus dibedakan

opportunistik baru atau

dengan IRIS yang muncul setelah

berulang (stadium klinis

memulai terapi ARV. Untuk dewasa,

WHO 4)

beberapa stadium klinis WHO 3 (TB


paru atau infeksi bakteri berat lainnya)
atau munculnya EPP kembali dapat
mengindikasikan gagal terapi.

Gagal Imunologis CD4 turun ke nilai awal

Tanpa adanya infeksi lain yang

atau lebih rendah lagi atau menyebabkan penurunan jumlah CD4.


CD4 persisten dibawah

Kriteria klinis dan imunologis

100 sel/mm3 setelah satu

memiliki sensitivitas rendah untuk

tahun pengobatan atau

mengidentifikasi gagal virologis,

CD4 turun >50% dari

terlebih pada kasus yang memulai

jumlah CD4 tertinggi

ARV dan mengalami gagal terapi pada

jumlah CD4 yang tinggi.


Gagal Virologis

Pada ODHA dengan

Batasan untuk mendefinisikan

kepatuhan yang baik, viral kegagalan virologis dan penggantian


load diatas 1000 kopi/ml

panduan ARV belum dapat ditentukan.

berdasarkan 2x
pemeriksaan HIV RNA
dengan jarak 3-6 bulan
1.8. Komplikasi
Komplikasi akibat infeksi HIV baik secara langsung maupun tidak langsung
dapat dilihat pada tabel berikut
Tabel 8. Komplikasi HIV
System

Direct

effect

of

HIV

Common complications

infection
Neuropsychiatric

HIV-associated

Primary central nervous system

neurocognitive

lymphoma

disorders,neuropathy,

Chronic psychiatric disorders

radiculopathy, myelopathy
Head and neck

HIV-associated retinopathy Gingivitis, dental and salivary


gland disease

Cardiovascular

HIV-associated

Cardiovascular

cardiomyopathy

disease,

endocarditis

Atherosclerosis
Pulmonary

HIV-associated pulmonary Chronic obstructive pulmonary


hypertension

disease,lung cancer (including


Kaposi

Emphysema*

sarcoma

and

lymphoma)
Gastrointestinal

HIV-induced enteropathy
Nonalcoholic
disease*

fatty

Viral

hepatitis,

lymphoma,

liver Kaposi sarcoma,HPV-related


malignancies

Renal/genitourinary HIV-associated nephropathy Chronic


caused

kidney
by

disease

not

HIV-associated

nephropathy,
Endocrine

Impaired lipid and glucose


metabolism
HIV-associated wasting
Lipodystrophy
Hypogonadism,* premature
ovarian failure

Musculoskeletal

Myopathy, myositis

Osteopenia,

osteoporosis,

osteonecrosis
Hematologic or
oncologic
Dermatologic

Anemia of chronic disease

Lymphoma, multiple myeloma

Coagulation disorders*
Eosinophilic folliculitis*

Papulosquamous disorders (e.g.,


eczema, seborrheic dermatitis,
psoriasis);

molluscum

contagiosum; Kaposi sarcoma


CMV = cytomegalovirus; HIV = human immunodeficiency virus; HPV = human
papillomavirus; HSV = herpes simplex virus; NNRTI = nonnucleoside reverse
transcriptase inhibitor; NRTI = nucleoside reverse transcriptase inhibitor.
*Research suggests an association, but evidence is not definitive.

1.9. Prognosis dan Indikasi Rujuk5


Kriteria rujukan pada pasien HIV/AIDS adalah sebagai berikut
a. Rujukan horizontal bila fasilitas untuk pemeriksaan HIV tidak dapat
dilakukan di layanan primer.
b. Rujukan vertikal bila terdapat pasien HIV/AIDS dengan komplikasi
Prognosis sangat tergantung kondisi pasien saat datang dan pengobatan.
Terapi hingga saat ini adalah untuk memperpanjang masa hidup, belum
merupakan terapi definitif, sehingga prognosis pada umumnya dubia ad malam.

BAB 2
STATUS ORANG SAKIT
ANAMNESIS PRIBADI
Nama

: Charles Purba

Umur

: 40 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Status Perkawinan

: Sudah Menikah

Pekerjaan

: PNS

Suku

: Batak

Agama

: Kristen

Alamat

: Jl. Menteng II gg. Jermal I, Kec. Medan Denai, Medan

ANAMNESIS
Autoanamnese

Alloanamnese

ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan utama

Demam

Deskripsi

Demam dialami os sejak 1 bulan sebelum masuk


rumah sakit. Demam disertai rasa menggigil.
Demam bersifat hilang timbul dan turun dengan obat
penurun panas. Namun demam dapat timbul lagi.
Batuk dialami 1 bulan ini, batuk tidak berdahak.
Riwayat tinggal dengan orang dengan batuk
menahun disangkal. Riwayat keringat dingin pada
malam hari dijumpai.
Sesak napas dirasakan 1 bulan ini. Sesak dirasakan
terus-menerus dan tidak dipengaruhi oleh aktivitas
dan cuaca. Sesak tidak diperberat atau diperingan
oleh posisi atau keadaan tertentu. Nyeri dada tidak

dijumpai. Keluhan sesak di malam hari sampai


membuat pasien terbangun disangkal.
Mual dijumpai namun muntah tidak dijumpai.
Pasien mengalami penurunan berat badan 5 kg
dalam 1 bulan terakhir. Penurunan nafsu makan
diakui pasien sejak 3 minggu yang lalu.
Keluhan saat BAB tidak dijumpai. Riwayat BAB
berdarah tidak dijumpai. BAB >3x/hari, warna
kuning, konsistensi encer. Riwayat BAB hitam tidak
dijumpai. BAK normal 1000cc/24jam, urin berwarna
kuning jernih. Riwayat BAK berwarna teh pekat
tidak dijumpai. Riwayat nyeri BAK, BAK berpasir,
BAK berdarah tidak dijumpai.
Sakit kepala dan hoyong disangkal.
Riwayat pucat tidak dijumpai. Riwayat badan lemas
dan cepat lelah dijumpai sejak 6 bulan ini.
Riwayat perdarahan spontan disangkal. Riwayat
minum alkohol dijumpai yaitu tuak, frekuensi 2x
seminggu. Riwayat seks bebas dijumpai. Riwayat
penggunaan jarum suntik dan obat-obat terlarang
disangkal. Riwayat penggunaan obat-obatan tidak
dijumpai. Riwayat transfusi sebelumnya diakui os.
Riwayat sakit kuning tidak dijumpai. Riwayat
keluarga menderita sakit kuning disangkal. Riwayat
diabetes disangkal. Riwayat hipertensi disangkal.
Sebelumnya, pasien sudah pernah dirawat di
RS.Herna 3 minggu yang lalu selama 2 hari dan
sudah diperiksa dengan hasil HIV (+). Lalu pasien
PAPS. Pada tanggal 6 November 2015 pasien
berobat ke RS.Prof.dr.Boloni dan kemudian dirujuk

ke RS.Pirngadi dengan alasan peralatan kurang


lengkap.

RPT

: Tidak ada

RPO

: Tidak ada

ANAMNESIS UMUM ORGAN

Jantung

Sesak Napas

:+

Edema

:-

Angina Pectoris

:-

Palpitasi

:-

Lain-lain

:-

:+

Asma, bronchitis

:-

:-

Lain-lain

:-

: menurun

Penurunan BB

:+

Keluhan Menelan

:-

Keluhan Defekasi

: mencret

Keluhan Perut

Lain-lain

:-

Sakit Buang Air Kecil

:-

Buang air kecil : -

Saluran Pernapasan Batuk-batuk


Dahak
Saluran Pencernaan Nafsu Makan

Saluran Urogenital

tersendat

Sendi dan Tulang

Mengandung Batu

:-

Keadaan Urin

:normal

Haid

:-

Lain-lain

:-

Sakit pinggang

:-

Keterbatasan

:-

Gerak
Endokrin

Saraf Pusat
Darah dan

Keluhan Persendian

:-

Lain-lain

:-

Haus/Polidipsi

:-

Gugup

:-

Poliuri

:-

Perubahan Suara

:-

Polifagi

:-

Lain-lain

:-

Sakit Kepala

:-

Hoyong

:-

Lain-lain

:-

Pucat

:-

Perdarahan

:-

Petechiae

:-

Purpura

:-

Pembuluh darah

Sirkulasi Perifer

Claudicatio

:-

Lain-lain

:-

Lain-lain

:-

Intermitten

ANAMNESIS FAMILI : Tidak ada riwayat keluarga yang mempunyai penyakit


yang sama

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK


STATUS PRESENS :
Keadaan Umum

Keadaaan Penyakit

Sensorium

: CM

Pancaran wajah

: Lemah

Tekanan darah

: 110/75 mmHg

Sikap Paksa

:-

Nadi

: 104 x/i, reguler, t/v : cukup

Reflek fisiologis

:+

Pernapasan

: 26 x/i

Reflek patologis

:-

Temperatur

: 39,2 (axila)

Anemia

(-/-)

Ikterus

(-/-)

Dispnu

(+)

Sianosis

(-)

Edema

(-)

Purpura

(-)

Turgor Kulit : Sedang


Keadaan Gizi : Kurang
BW =

58

x 100 %

TB : 167 cm
BB : 58 kg

167-100
BW = 86,5%

KEPALA :
Mata

: Konjungtiva palp. inf. pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil


isokor ki=ka, diameter 3 mm, reflex cahaya direk (+/+),
indirek(+/+), kesan = anemis

Telinga

: Dalam batas normal

Hidung

: Dalam batas normal

Mulut

: Lidah

: pseudomembran

Gigi geligi

: dalam batas normal

Tonsil/faring

: dalam batas normal

LEHER :
Struma tidak membesar, pembesaran kelenjar limfa (+)
Posisi trakea: medial, TVJ : R-2 cm H2O
Kaku kuduk (-), lain-lain: (-)

THORAX DEPAN
Inspeksi
Bentuk

: Simetris fusiformis

Pergerakan

: Tidak ada ketinggalan bernapas

Nyeri tekan

:-

Fremitus suara

: stem fremitus sama kiri dengan kanan

Iktus

: tidak terlihat, iktus teraba (+) di Linea

Palpasi

Aksila Anterior Sinistra, ICS V


Perkusi
Paru

: sonor di kedua lapangan paru

Batas paru-hati R/A

: R: ICS V LMCD; A: ICS VI LMCD

Peranjakan

: 2 cm

Jantung
Batas atas jantung

: ICS III LMCS

Batas kiri jantung

: Linea Aksila Anterior Sinistra, ICS V

Batas kanan jantung

: Linea Parasternalis dekstra, ICS V

Auskultasi
Paru
Suara Pernapasan

: bronkial

Suara tambahan

: ronki basah di kedua lapangan paru

Jantung
M1 > M2, P2 > P1, T1 > T2, A2 >A1, desah sistolis (-), desah
diastolis (-), HR : 104x/i, reguler, intensitas cukup

THORAX BELAKANG
Bentuk

: Simetris fusiformis

Palpasi

: Stem fremitus mengeras di lapangan paru

Perkusi

: sonor di kedua lapangan paru

Auskultasi

: SP = bronkial

kiri

ST = ronki basah dikedua lapangan paru

ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk

: Simetris

Gerakan lambung/usus

: tidak terlihat

Vena kolateral

: (-)

Caput medusae

: (-)

Striae

: (-)

Dinding Abdomen

: soepel

Palpasi

Hati

:
Pembesaran

:-

Permukaan

:-

Pinggir

:-

Nyeri tekan

:-

Pembesaran

:-

Ballotement

:-

Limfa:

Ginjal

Uterus/ Ovarium

: Tidak dilakukan pemeriksaan

Tumor

:-

Perkusi
Pekak hati

: (+)

Pekak beralih

: (-)

Auskultasi

Peristaltik usus

: (+) Normoperistaltik

Lain-lain

:-

PINGGANG
Nyeri ketuk sudut kosto vertebra (-), Kiri/kanan (-)

INGUINAL

: Tidak dilakukan pemeriksaan

GENITALIA LUAR

: Tidak dilakukan pemeriksaan

PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT)

: Tidak dilakukan pemeriksaan

ANGGOTA GERAK ATAS

Deformitas Sendi

:-

Lokasi

:-

Jari tabuh

:-

Tremor Ujung Jari

:-

Telapak Tangan Sembab

:-

Sianosis

:-

Eritema Palmaris

:-

Lain-lain

Darah

PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN


Kemih

:-

Tinja

Hb

: 9.1 g%

Warna

: kuning jernih

Warna

: kuning

Eritrosit

: 3.46 x 106/mm3

Protein

: ++

Konsistensi

: encer

Leukosit

: 10.32 x 103/mm3

Reduksi

: -

Eritrosit

:-

Trombosit : 46.0 x 103/mm3

Bilirubin

: -

Leukosit

:-

Ht

Urobilinogen : +

: 26.6 %

Amoeba/Kista : -

Hitung jenis :

Sedimen

Telur Cacing

Eosinofil

: 3.90 %

Eritrosit : 0/lpb

Ascaris

Basofil

: 0.00 %

Leukosit : 5-7/lpb

Ankylostoma : -

Neutrofil : 92.4 %

Silinder : -

T. trichiura

:-

Limfosit : 3.50%

Epitel

Kremi

:-

: 0/lpb

:-

Monosit : 3.90 %

RESUME DATA DASAR


Keluhan Utama: Demam
Telaah : Demam dialami os sejak 1 bulan SMRS.
Batuk dialami 1 bulan ini, batuk tidak berdahak. Riwayat
tinggal dengan orang dengan batuk menahun disangkal. Riwayat
keringat dingin pada malam hari dijumpai. Sesak napas
dirasakan 1 bulan ini. Sesak dirasakan terus-menerus dan
tidak dipengaruhi oleh aktivitas dan cuaca.

ANAMNESIS

Mual dijumpai namun muntah tidak dijumpai. BAB >3x/hari,


warna kuning, konsistensi encer. Riwayat BAB hitam tidak
dijumpai. BAK normal 1000cc/24jam, urin berwarna kuning
jernih. Riwayat badan lemas dan cepat lelah dijumpai sejak 6
bulan ini. Riwayat minum alkohol dijumpai yaitu tuak,
frekuensi 2x seminggu. Riwayat seks bebas dijumpai. Riwayat
transfusi sebelumnya diakui os.
Sebelumnya, pasien sudah pernah dirawat di RS.Herna 3
minggu yang lalu selama 2 hari dan sudah diperiksa dengan
hasil HIV (+). Lalu pasien PAPS. Pada tanggal 6 November
2015 pasien berobat ke RS.Prof.dr.Boloni dan kemudian dirujuk
ke RS.Pirngadi dengan alasan peralatan kurang lengkap.
RPT : tidak ada
RPO : tidak ada

STATUS PRESENS

Keadaan Umum

: Buruk

Keadaan Penyakit : Buruk


Keadaan Gizi

: Baik

Thorax
Palpasi : Stem fremitus mengeras di lapangan paru kiri
PEMERIKSAAN FISIK

Perkusi : sonor di kedua lapangan paru


Suara pernafasan : bronkial
Suara tambahan : ronki basah di kedua lapangan paru
Darah

Kemih

Hb
LABORATORIUM
RUTIN

: 9.1 gr%

Warna : kuning

Eritrosit : 3.46x 10/mm


Leukosit
103/mm

Protein

: ++

x Reduksi : -

10.32

Bilirubin : -

Trombosit
x103/mm

46.0 Urobilinogen + :

1. Pneumonia dd/ TB paru


Mikosis paru
2. HIV std. IV
DIAGNOSA BANDING

3. Limfadenopati ec limfadenitis TB
4. Bisitopenia ec. dd/ viral infection
anemia aplastik
MDS

DIAGNOSA
SEMENTARA

Pneumonia + HIV std.IV + Limfadenopati ec limfadenitis TB +


bisitopenia + Oral candidiasis

Aktivitas : Tirah baring


Diet

: Diet M II

Tindakan suportif : IVFD NaCl 0,9% 20gtt/menit mikro


Medikamentosa:
PENATALAKSANAAN

Inj cefotaxime 1 gr/8 jam/ IV/ST


Loperamide 3x1 K/P
PCT 3x500mg
Kandistatin drop 3x2 CI

Rencana Penjajakan
AGD

Foto thorax

Elektrolit darah

RFT, LFT

Morfologi darah tepi, Anemia profile

Rapid test 3 metode

Albumin

Sputum BTA DS 3x

FNAB

Viral marker

BAB III
FOLLOW UP RUANGAN
Tgl

Leher: TVJ -

P
Terapi
Anjuran
Sepsis ec
- Tirah baring - IVFD RL
Pneumonia
Transfus
20gtt/i
dd/ TB
i PRC 3
- Inj.
paru
bag @
Ceftazidime
dd/ mikosis
175cc
1gr/8jam/IV
paru
- Transfusi
HIV Std
(H11)
trombo
- Cotrimoxaz
IV
sit 3
Limfadeno
ole
bag @
pati ec
2x960mg
50cc
- Kandistatin
limfadeniti
drop 3x2 CI
s TB
- Drip
Bisitopenia
fluconazole
ec viral
1Fls/hari
infection
- Otopraf drop
Oral
2x5gtt
candidiasis
- Tab KSR
Tuli
1x300mg
konduktif
Hipokalem

16-

Mencr

Sens: CM

11/20

et (+),

TD:

15

muntah 110/70mm

R-2cm

ia

(+),

Hg

demam

HR: 100x/i

(+),

RR: 24x/i

batuk

T:38,0C

darah

Kepala:

(+),

Mata:

mimisa

conj.palp.i

n (+)

nf. pucat
(-/-), sclera

ikterik (-/-)
T/H/M:
pendengara
n

/dbn/dbn

Loperamide

3x1 K/P
Tab

H2O, KGB
membesar
(+)

domperidon

Thorax:

3x1
Tab PCT

Sp:
bronkial
St: ronki
basah
kedua

3x500 mg

lapangan
paru atas
Abdomen:
soepel,
nyeri
epigastriu
m (-)
Ekstremita
s: oedema
(-/-), akral
hangat (+/
+)

Tirah baring
IVFD RL

20gtt/i
Inj.

Mencr

Sens: CM

11/20

et (+),

TD:

15

muntah 100/60mm

dd/ TB

(+),

Hg

demam

HR: 110x/i

paru
dd/ mikosis

(+),

RR: 28x/i

batuk

T:38,6C

darah

Kepala:

(+),

Mata:

pati ec

mimisa

conj.palp.i

limfadeniti

n (+)

nf. pucat

s TB
Bisitopenia

(-/-), sclera

Sepsis ec

17-

Pneumonia

Ceftazidime
1gr/8jam/IV

paru
HIV Std
IV
Limfadeno

ole
-

ec viral

T/H/M:

infection
Oral

candidiasis
Tuli

Leher: TVJ -

konduktif
Hipokalem

R-2cm

ia

n
/dbn/dbn

H2O, KGB

Thorax:
Sp:
bronkial
St: ronki
basah
kedua
lapangan
paru atas
Abdomen:
soepel,

drop 3x2 CI
Drip
1Fls/hari
Otopraf drop
2x5gtt
Tab KSR
1x300mg
Loperamide
3x1 K/P
Tab
domperidon

membesar
(+)

2x960mg
Kandistatin

fluconazole

ikterik (-/-)
pendengara

(H11)
Cotrimoxaz

3x1
Tab PCT

3x500 mg
Ambroxol
syr 3x CI

- LDH
- Transfus
e 3 bag
trombo
sit & 3
bag
PRC

nyeri
epigastriu
m (-)
Ekstremita
s: oedema
(-/-), akral
hangat (+/
+)

Tirah baring
IVFD RL

20gtt/i
Inj.

Mencr

Sens: CM

11/20

et (+),

TD:

15

muntah 120/80mm

dd/ TB

(+),

Hg

demam

HR: 100x/i

paru
dd/ mikosis

(+),

RR: 32x/i

batuk

T:38,8C

berdah

Kepala:

ak (+),

Mata:

pati ec

batuk

conj.palp.i

limfadeniti

darah

nf. pucat

(+),

(-/-), sclera

s TB
Bisitopenia

mimisa

ikterik (-/-)

ec viral

n (+)

T/H/M:

infection
Oral

candidiasis
Tuli

Leher: TVJ -

konduktif
Hipokalem

R-2cm

ia

pendengara
n

Sepsis ec

18-

Pneumonia

paru
HIV Std

IV
Limfadeno

/dbn/dbn

Ceftazidime
1gr/8jam/IV
-

ole
-

Sp:
bronkial
St: ronki
basah
kedua
lapangan
paru atas
Abdomen:
soepel,

drop 3x2 CI
Drip
1Fls/hari
Otopraf drop
2x5gtt
Tab KSR
1x300mg
Loperamide
3x1 K/P
Tab
domperidon

membesar
Thorax:

2x960mg
Kandistatin

fluconazole

H2O, KGB
(+)

(H11)
Cotrimoxaz

3x1
Tab PCT

3x500 mg
Ambroxol
syr 3x CI

- LDH
- Transfus
e 3 bag
trombo
sit @
50cc

nyeri
epigastriu
m (-)
Ekstremita
s: oedema
(-/-), akral
hangat (+/
+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
N
o
1

Tanggal Jenis
09-

pemeriksaan
Imunologi

Hasil

Keterangan

Anti HIV (+)

HIV (+)

11/2015

HBsAg kualitatif: negatif

09-

Anti HCV: negatif


SGOT: 100,00 U/L

ALP, total bilirubin,

SGPT: 44,00

direct bilirubin

Alkaline phosphatase:

meningkat

290,00 U/L

hipoalbuminemia

Liver

11/2015 function test

Total bilirubin: 3,50


mg/dL
Direct bilirubin: 2,62
mg/dL
3

09-

Thorax

11/2015 AP/PA

Albumin: 1,90 g/dL


Sudut costafrenikus
kanan/kiri lancip,
diafragma kanan/kiri baik
Jantung bentuk dan
ukuran baik, CTR<50%,
corakan bronkovaskular
kedua paru baik, tampak
infiltrate, konsolidasi
paracardial

Pneumonia

10-

Imunologi

CD4: 55c/ L

Dalam batas normal

11/2015
14Natrium,

Natrium: 124,000

Gangguan elektrolit

11/2015 kalium,

mmol/dl (136-155

(hiponatremia,

mmol/dl)

hipokalemia)

chlorida

Kalium: 3,20 mmol/dl


(3,5-5,5 mmol/dl)
Chloride: 101,00 mmol/dl
(95-103 mmol/dl)
6

14-

Darah rutin

11/2015 & PT/INR

Anemia
WBC: 4.540,00 10*3/L
RBC: 2,11 10*6/ L

hipokromik
mikrositer
Trombositopenia

Hb: 5,50 g/dL


HCT: 16,10%
MCV: 76,30fL
MCH: 26,10pg
MCHC: 34,20 g/dL
PLT: 16.000,00 10*3/ L

Prothrombin time: 15,5


detik (C: 13,1 detik)
INR: 1,31 (C: 1-1,3)
APTT: 43,2 detik (C: 33,4
detik)

APTT memanjang

BAB IV
DISKUSI
Teori
Faktor Risiko

Pasien

Berdasarkan hasil penelitian di Indonesia,

Os menderita HIV dengan faktor risiko

faktor resiko tertularnya penyakit HIV

melakukan hubungan seksual yang

adalah seperti berikut :

beresiko dan transfusi.

Hubungan seksual yang berisiko


Pengguna NAPZA suntik
Transfusi
Pembuatan tato dan/atau alat

medis/alat tajam yang tercemar HIV


Bayi dari ibu dengan HIV/AIDS
Pasangan serodiskordian salah satu
pasangan positif HIV

Manifestasi Klinis
Umumnya pasien datang dengan Os mempunyai gejala sebagai berikut:
keluhan yang berbeda-beda, antara lain -Demam, mual dan muntah, serta sesak
demam

atau

diare

(kontiniu

atau napas

intermitten) yang berlangsung selama - Diare kronis (lebih dari satu bulan )
lebih

dari

sebulan.

Keluhan

disertai -Penurunan berat badan >10% dalam 1

dengan kehilangan berat badan >10% dari bulan


berat badan dasar. Selain keluhan tersebut, -Infeksi jamur yaitu oral candidiasis
terdapat keluhan lain yang muncul seperti:

- Gangguan pernapasan akibat infeksi

Keluhan kulit, yakni kulit kering pneumonia

-Penurunan fungsi dengar akibat tuli


yang luas, terdapat kutil di genital
Infeksi jamur, seperti kandidiasis konduktif
oral, kandidiasis vagina yang

berulang
Infeksi virus, seperti herpes zoster

berulang atau >1 saraf dermatom,

herpes genitalis
Gangguan
pernapasan,

pneumonia berulang, sinusitis kronis


Gangguan neurologis, seperti kejang

seperti

demam, penurunan fungsi kognitif.7


Pemeriksaan Diagnostik
Jenis pemeriksaan laboratorium yang Setelah dilakukan pemeriksaan
dilakukan pada pasien HIV adalah sebagai laboratorium, hasilnya adalah seperti
berikut.

berikut :

1. Tes serologi, terdiri dari tes cepat untuk


mendeteksi

antibodi,

tes

enzyme

Anti HIV (+)

immunoassay, dan western blotpada kasus


yang sulit.

HBsAg: negatif

2. Tes PCR (polymerase chain reaction)


atau virologis, umumnya digunakan pada Anti HCV: negatif
anak berusia <18 bulan

CD4: 55c/L : dalam batas normal

Diagnosis HIV pada dewasa ditegakkan


dengan tes antibodi menggunakan 3 jenis
tes yang berbeda sensitivitas dan
spesifisitasnya.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kasus HIV sebenarnya
bergantung pada stadiumnya dan dasarnya
bersifat simtomatik. Pemberian ARV pada
orang terinfeksi HIV stadium 3 dan 4 atau
jumlah CD4 dibawah 350 sel/mm

Os didiagnosa HIV Std IV dengan


sepsis ec pneumonia dd/ TB paru
dd/ mikosis paru, limfadenopati ec
limfadenitis TB, bisitopenia ec viral
infection, oral candidiasis dan tuli
konduktif.
Tatalaksana os adalah dengan:
- IVFD RL 20gtt/i
- Inj. Ceftazidime 1gr/8jam/IV
- Cotrimoxazole 2x960mg
- Kandistatin drop 3x2 CI

Drip fluconazole 1Fls/hari


Otopraf drop 2x5gtt
Tab KSR 1x300mg
Loperamide 3x1 K/P
Tab domperidon 3x1
Tab PCT 3x500 mg
Ambroxol syr 3x CI

BAB V
KESIMPULAN
Os, laki-laki bernama Charles Purba berumur 40 tahun didiagnosa dengan HIV
Std IV dengan sepsis ec pneumonia + limfadenopati ec limfadenitis TB + bisitopenia
ec viral infection + oral candidiasis dan diberi tatalaksana awal dengan injeksi
cefotaxime 1 gr/8 jam/ IV + Loperamide 3x1 K/P + PCT 3x500mg + Kandistatin
drop 3x2 CI.

DAFTAR PUSTAKA

1. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1993. Buku Ajar Mikrobiologi


Kedokteran Edisi Revisi. Jakarta: Binarupa Aksara.
2. WHO. 2015. HIV/AIDS: Fact Sheet. Avaiable from:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs360/en/ (tanggal akses: 17
November 2015)
3. Sudoyo, Aru W. (ed). 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi V. Jakarta:
Interna Publishing
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 87 tahun 2014
tentang Pedoman Penggunaan Antiretroviral.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2014 tentang
Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer
6. Brooks, Geo F et al. (ed). 2013. Jawetz, Melnick and Adelbergs Medical
Microbiology 26th edition. Lange McGraw Hill Medical.
7. Robert W. Bauman. 2015. Microbiology With Diseases by Body System 4th
Edition. Pearson
8. Kumar, Vinay dkk.(ed). 2004. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 7. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC

You might also like