Professional Documents
Culture Documents
Puji dan syukur senantiasa terpanjatkan ke Hadirat-Nya, atas berkat, rahmat, dan bimbinganNya, penulis telah dapat menyelesaikan Tugas ini.
Penulis menyadari bahwa selama dalam penyusunan tugas ini penulis banyak mendapatkan
bantuan dan dorongan baik moril maupun materil dari berbagai pihak, semoga Tuhan melipat
gandakan kebaikannya. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sedalamdalamnya dan sekaligus penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu
terselesaikannya tugas ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas masih banyak kekurangan baik dari segi
cara penulisan maupun materi kajiannya. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik
ataupun masukan yang bersifat membangun untuk perbaikan tugas kedepan.
Akhir kata, semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak dan
semoga Allah SWT senantiasa memberikan petunjuk, ilmu yang bermanfaat, serta ridha-Nya
kepada kita. Amin Ya Rabbal aalamin.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indikasi keberhasilan otonomi daerah adalah adanya peningkatan pelayanan dan
kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, kehidupan demokrasi yang semakin maju,
keadilan, pemerataan, serta adanya hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta
antar daerah. Keadaan tersebut hanya akan tercapai apabila daerah dapat mengelola
pemerintahannya dengan diantaranya adalah Administrasi Keuangan. Sistem pengelolaan
Keuangan yang baik akan memberikan manfaat pada efektivitas pelayanan public dengan
pemberian pelayanan yang tepat sasaran, meningkatkan mutu pelayanan publik, biaya
pelayanan yang murah karena hilangnya inefisiensi dan penghematan dalam penggunaan
resources, alokasi belanja yang lebih berorientasi pada kepentingan publik, dan
meningkatkan public costs awareness sebagai akar pelaksanaan pertanggung jawaban
publik.
Pemberian otonomi yang luas dan desentralisasi yang sekarang ini dinikmati
pemeirntah daerah Kabupaten dan Kota, memberikan jalan bagi pemerintah daerah untuk
melakukan pembaharuan dalam sistem pengelolaan keuangan daerah dan anggaran
daerah. Kemunculan UU No. 22 dan 25 tahun 1999 telah melahirkan paradigma baru
dalam pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Dalam pengelolaan keuangan
daerah, paradigma baru tersebut berupa tuntutan untuk melakukan pengelolaan keuangan
daerah yang berorientasi pada kepentingan publik (public oriented). Hal tersebut meliputi
tuntutan kepada pemerintah daerah untuk membuat laporan keuangan dan transparansi
informasi anggaran kepada publik.
B.
Perumusan Masalah
amanat UUD 1945. Untuk menghindari high cost economy, telah diterbitkan UU Nomor
18 Tahun 1997 tentang PDRD, kemudian sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah,
telah direvisi dengan UU Nomor 34 Tahun 2000 tentag PDRD. Prinsip-prinsip yang
dianut dalam UU 34/2000 bukan berarti dimaksudkan untuk menghambat pelaksanaan
otonomi daerah tetapi implementasi sistem perpajakan dan retribusi yang baik dan
bersifat universal.
Sesuai dengan UU 25/1999, perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah
dilakukan melalui Dana Perimbangan (DP) yang terdiri dari:
1. Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Penghasilan (PPh)
Perseorangan, dan Sumber Daya Alam (SDA);
2. Dana Alokasi Umum (DAU);
3. Dana Alokasi Khusus(DAK).
Pelaksanaan otonomi Daerah secara efektif telah dimulai sejak Januari 2001. Dari sisi
keuangan negara hal tersebut telah membawa konsekuensi kepada perubahan peta
pengelolaan fiskal yang cukup mendasar. Sebagaimana diketahui dalam APBN tahun
2001, total dana yang didaerahkan melalui Dana Perimbangan (DP) adalah sebesar
Rp81,67 triliun.
Pembayaran tunggakan pinjaman Pemda dan BUMD pada dasarnya merupakan
kewajiban daerah sebagai pihak yang memperoleh manfaat dari pinjaman tersebut.
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Menjelaskan pengertian administrasi keuangan daerah, hubungan keuangan
daerah dengan keuangan pusat, serta pengurusan keuangan daerah
2. Menjelaskan pengertian APBD, fungsi dan prinsip anggaran daerah, struktur
APBD, sumber-sumber penerimaan daerah, belanja daerah, serta pembiayaan
daerah
3. Memahami siklus anggaran, khususnya proses penyusunan APBD, mulai dari
penyusunan rancangan hingga penetapan APBD
4. Memahami proses pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan
pertanggungjawaban APBD
5. Menjelaskan pengertian penggantian kerugian daerah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Keuangan Daerah
Pengertian keuangan daerah sebagaimana dimuat dalam penjelasan pasal 156 ayat
1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah sebagai
berikut :
Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai
dengan uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang yang dapat dijadikan milik
daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Menurut UU No. 17 tahun 2003 Keuangan Daerah/Negara adalah semua dan
kewajiban Daerah/Negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik
berupa uang maupun berupa barang yang dapay dijadikan milik negara/daerah
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
Adapun ruang lingkup keuangan daerah meliputi:
1. hak daerah untuk
memungut
pajak daerah dan
retribusi daerah serta
melakukan pinjaman;
2. kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah dan
membayar tagihan pihak ketiga;
3. penerimaan daerah;
4. pengeluaran daerah;
5.
kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang,
surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan
uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah; dan
6. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam
penyelenggaraan tugas pemerintahan daerahdan/atau kepentingan umum.
Rangka
pengelolaan keuangan daerah dan informasi mengenai kinerja keuangan daerah dari segi
efisiensi dan efektivitas keuangan dalam rangka desentralisasi.
2. Tujuan penyelenggaraan SIKD adalah:
a. Membantu Menteri Keuangan dalam merumuskan kebijakan keuangan daerah;
b. Membantu menyediakan data dan informasi kepada Sekretariat Bidang
Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah (PKPD) pacla Dewan Pertimbangan
Otonomi Daerah;
c. Membantu Menteri Keuangan dan instansi terkait IainnYa dalam melakukan
evaluasi kinerja keuangan daerah, penyusunan RAPBN, dan kebutuhan lain
seperti statistik keuangan negara;
d. Membantu pemerintah daerah dalam menetapkan kebijakar keuangan dan
menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dar Belanja Daerah (RAPBD),
pemerintahan, dan pembangunan di Daerah.
e.
B. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah
suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 17 Tahun 2003 pasal 1 butir 8 tentang Keuangan
Negara). Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah harus dicatat dan dikelola
dalam APBD. Penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut adalah dalam rangka
pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi.
Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan pelaksanaan
Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan tidak dicatat dalam APBD. APBD merupakan
dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran. APBD merupakan
rencana pelaksanaan semua Pendapatan Daerah dan semua Belanja Daerah dalam rangka
pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan semua
penerimaan Daerah bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD.
Demikian pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan
dalam APBD. Karena APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka
APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan
keuangan daerah.
1. Fungsi-Fungsi Anggaran Daerah
Berbagai fungsi APBN/APBD sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (4) UU
No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yaitu :
a. Fungsi Otorisasi
Anggaran daerah merupakan dasar untuk melaksanakan pendapatan dan
belanja pada tahun yang bersangkutan.
b. Fungsi Perencanaan
manajemen
dalam
Fungsi Pengawasan
Fungsi Alokasi
Fungsi Distribusi
e. Akrual
Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani untuk
pengeluaran yang seharusnya dibayar, atau menguntungkan anggaran untuk
penerimaan yang seharusnya diterima, walaupun sebenarnya belum dibayar atau
belum diterima pada kas
f. Kas
Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani pada saat
terjadi pengeluaran/ penerimaan uang dari/ ke Kas Daerah Ketentuan mengenai
pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual sebagaimana
dimaksud dalam pasal 1 angka 13, 14, 15 dan 16 dalam UU Nomor 17 Tahun
2003, dilaksanakan selambatlambatnya dalam 5 (lima) tahun. Selama pengakuan
dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan,
digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas.
3.
b. Belanja Daerah
Komponen berikutnya dari APBD adalah Belanja Daerah. Belanja daerah
meliputi semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi
ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun
anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh Daerah.
a.
daerah) dituntut tidak hanya memiliki managerial skill namun juga harus
mempunyai political skill, salesmanship, dan coalition building yang memadai,
integritas dan kesiapan mental yang tinggi dan eksekutif sangat penting dalam tahap ini.
Hal tersebut penting karena dalam tahap ini pimpinan eksekutif harus mempunyai
kemampuan untuk menjawab dan memberikan argumentasi yang rasional atas segala
pertanyaan-pertanyaan dan bantahan-bantahan dari pihak legislatif.
c.
b.
E.
lokal. Sebelum otonomi daerah dilaksanakan, fungsi pemerintahan yang bersifat lokal
(seperti pembangunan prasarana yang manfaatnya hanya bersifat lokal) sering dikelola
oleh instansi Pusat. Hal ini sering memberikan dampak biaya yang relatif lebih besar
daripada apabila fungsi tersebut dilaksanakan oleh Pemda.
Konsep good governance di bidang dana perimbangan sebagaimana diatur melalui
PP Nomor 104 Tahun 2000 paling tidak dapat dilihat dalam proses pengambilan
keputusannya. Perumusan alokasi dana perimbangan telah melibatkan pihak
universitas/pakar, kemudian sebelum ditetapkan dengan Keppres, setelah terlebih dahulu
mendapat persetujuan dari DPOD yang mayoritas anggotanya berasal dari Pemda.
Kemudian selanjutnya produk dari keputusan tersebut dapat diketahui semua lapisan
masyarakat.
Implementasi prinsip-prinsip good governance pengelolaan keuangan daerah
dalam kaitannya dengan kebijakan desentralisasi fiskal telah diatur dalam PP 105/2000
tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah sebagai derivasi atau
penjelasan lebih lajut dari UU 25/1999. PP tersebut telah mengatur secara tegas mengenai
pengelolaan keuangan daerah, yaitu :
dikeluarkan oleh International Monetary Fund (IMF) dimana Indonesia juga sebagai
salah satu anggota
Untuk melakukan penyusunan laporan keuangan, Pemerintah daerah
menyusun sistem akuntansi pemerintah daerah yang mengacu kepada standar
akuntansi pemerintahan. Sistem akuntansi pemerintah daerah dilaksanakan oleh
Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD) sebagai entitas pelaporan dan
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebagai entitas akuntansi.
Sistem akuntansi pemerintahan daerah meliputi serangkaian prosedur mulai dari proses
pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan keuangan dalam
rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang dapat dilakukan secara manual atau
menggunakan aplikasi komputer. Proses tersebut didokumentasikan dalam bentuk buku jurnal
dan buku besar, dan apabila diperlukan ditambah dengan buku besar pembantu.
Sistem akuntansi pemerintahan daerah sekurang-kurangnya meliputi:
b.
Setiap kerugian daerah wajib dilaporkan oleh atasan langsung atau oleh kepala
SKPD kepada gubernur/bupati/walikota dan diberitahukan kepada BPK
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah kerugian daerah itu diketahui.
Segera setelah kerugian daerah diketahui, kepada bendahara, pegawai negeri
bukan bendahara, atau pejabat lain yang nyatanyata melanggar hukum dapat
segera dimintakan surat pernyataan kesanggupan dan/atau pengakuan bahwa
kerugian tersebut menjadi tanggung jawabnya dan bersedia mengganti
kerugian daerah dimaksud.
Jika surat keterangan tanggung jawab mutlak (SKTJM) tidak mungkin
diperoleh atau tidak dapat menjamin pengembalian kerugian daerah, maka
gubernur/bupati/walikota yang bersangkutan segera mengeluarkan surat
keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara kepada yang
bersangkutan.
Pengenaan ganti kerugian daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh BPK.
Apabila dalam pemeriksaan kerugian daerah ditemukan unsur pidana, maka
BPK menindaklanjutinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap pegawai negeri bukan
bendahara, atau pejabat lain ditetapkan oleh menteri/pimpinan
lembaga/gubernur/bupati/walikota. Tatacara tuntutan ganti kerugian
negara/daerah diatur dengan peraturan pemerintah.
Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain yang telah
ditetapkan untuk mengganti kerugian negara/daerah dapat dikenakan sanksi
administratif dan/atau sanksi pidana.
Putusan pidana tidak membebaskan dari tuntutan ganti rugi.
BAB III
KESIMPULAN
Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang, termasuk
segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah
tersebut. Pengelolaan Keuangan Daerah kemudian adalah seluruh kegiatan yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban,
dan pengawasan keuangan daerah.
Pengelolaan Administrasi Keuangan daerah merupakan salah satu perhatian
utama para pengambil keputusan di pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun
daerah. Sejalan dengan hal tersebut, berbagai perundang-undangan dan produk hukum
telah ditetapkan dan mengalami perbaikan atau penyempurnaan untuk menciptakan
sistem pengelolaan anggaran yang mampu memenuhi berbagai tuntutan dan
kebutuhan masyarakat, yaitu terbentuknya semangat desentralisasi, demokratisasi,
transparansi, dan akuntabilitas dalam proses penyelenggaraan pemerintahan pada
umumnya dan proses pengelolaan keuangan daerah.
Secara garis besar, pengelolaan keuangan daerah dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu manajemen penerimaan daerah dan manajemen pengeluaran daerah.
Kedua komponen tersebut akan sangat menentukan kedudukan suatu pemerintah
daerah dalam rangka melaksanakan otonomi daerah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ahmad Yani, S.H., M.M., Ak., Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Daerah di Indonesia, Divisi Buku Perguruan Tinggi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta,
Cetakan kedua, April, 2004.
2.
6.