You are on page 1of 14

Laporan Pendahuluan

GASTROENTERITIS AKUT ( GEA )


I.

Pengertian
Gastroenteritis merupakan suatu peradangan yang biasanya disebabkan baik oleh virus
maupun bakteri pada traktus intestinal (Guyton & Hall, 2006). Pada diare infeksius
umum infeksi paling luas terjadi pada usus besar dan pada ujung distal ileum. Dimana
pun terjadi infeksi, mukosa teriritasi secara luas, dan kecepatan sekresinya menjadi
sangat tinggi. Selain itu, motilitas dinding usus biasanya meningkat berlipat ganda.
Akibatnya, sejumlah besar cairan cukup untuk membuat agen infeksius tersapu ke arah
anus, dan pada saat yang sama gerakan pendorong yang kuat akan mendorong cairan ini
ke depan. Ini merupakan mekanisme yang penting untuk membebaskan traktus intestinal
dari infeksi. Diare yang sangat menarik perhatian adalah yang disebabkan oleh kolera
(kadang oleh bakteri seperti basilus kolon patogen). Toksin kolera secara langsung
menstimulasi sekresi cairan dan elektrolit yang berlebihan dari kripa Lieberkhn pada
ileum distal dan kolon. Jumlahnya dapat 10 sampai 12 liter per hari, walaupun kolon
biasanya mengabsorpsi maksimum hanya 6-8 liter per hari. Oleh karena itu, kehilangan
cairan dan elektrolit dapat begitu mengganggu beberapa hari sehingga dapat
menimbulkan kematian.
Gastroenteritis atau diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan atau
tanpa lendir dalam tinja. Diare akut adalah diare yang timbul secara mendadak dan
berlangsung kurang dari 7 hari pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat
(Mansjoer,dkk, 2000 dalam Wicaksono, 2011). Diare akut timbul secara mendadak dan
berlangsung terus secara beberapa hari (WHO, 1992 dalam Wicaksono, 2011).
Kehilangan cairan dan garam dalam tubuh yang lebih besar dari normal menyebabkan
dehidrasi. Dehidrasi timbul bila pengeluaran cairan dan garam lebih besar dari pada
masukan. Lebih banyak tinja cair dikeluarkan, lebih banyak cairan dan garam yang
hilang. Dehidrasi dapat diperburuk oleh muntah, yang sering menyertai diare (Andrianto,
1995 dalam Nurmasarim 2010).

II.

Epidemiologi/insiden kasus
Gastroenteritis merupakan suatu penyakit yang umum pada anak usia di bawah 5 tahun.
Gastroenteritis akut terjadi di Amerika dengan 37 juta kasus setiap tahun. Di Indonesia
merupakan penyakit utama kedua yang paling sering menyerang anak anak. Rotavirus
adalah penyebab dari 35-50 % hospitalisasi karena gastroenteritis akut, antara 7- 17 %
disebabkan adenovirus dan 15% disebabkan bakteri. Bayi yang mendapatkan ASI lebih
jarang menderita gastroenteritis akut dari bayi yang mendapat susu formula. (Wong, 2007
dalam Winarsih, 2011). Data Departemen Kesehatan RI, menyebutkan bahwa angka
kesakitan diare di Indonesia saat ini adalah 230-330 per 1000 penduduk untuk semua
golongan umur dan 1,6 2,2 episode diare setiap tahunnya untuk golongan umur balita.
Angka kematian diare golongan umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita (Ratnawati,
2008).
Penyakit Diare Akut (DA) atau Gastroenteritis Akut (GEA) masih merupakan penyebab
utama kesakitan dan kematian anak di Indonesia dengan mortalitas 70-80% terutama pada
anak dibawah umur lima tahun (Balita) dengan puncak umur antara 6-24 bulan (Subianto,
2001 dalam Wicaksono, 2011). Di seluruh dunia diperkirakan diare menyebabkan 1 milyar
episode dengan angka kematian sekitar 3-5 miliyar setahunnya. Pada tahun 1995 Depkes
RI memperkirakan terjadi episode diare sekitar 1,3 miliyar dan kematian pada anak balita
3,2 juta setiap tahunnya (Soebagyo, 2008 dalam Wicaksono, 2011). Data statistik
menunjukkan bahwa setiap tahunnya diare menyerang 50 juta jiwa penduduk Indonesia,
dan dua pertiganya adalah dari balita dengan angka kematian tidak kurang dari 600.000
jiwa. Di beberapa rumah sakit di Indonesia, data menunjukkan bahwa diare akut karena
infeksi menempati peringkat pertama sampai dengan keempat pasien dewasa yang datang
berobat ke rumah sakit. Gambaran klinis diare akut acapkali tidak spesifik. Namun selalu
berhubungan dengan hal-hal berikut: adanya travelling (domestik atau internasional),
kontak personal dan adanya sangkaan food-borne dengan masa inkubasi pendek. Jika
tidak ada demam, menunjukkan adanya proses mekanisme enterotoksin (Zein dkk., 2004).

III.

Penyebab/Faktor Predisposisi
Ditinjau dari sudut patofisiologisnya, maka penyebab gastroenteritis akut (diare akut) ini
dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
A. Diare Sekresi (secretory diarrhoea), disebabkan oleh:
a. Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen:
1. Infeksi bakteri misalnya Escherichia coli, Shigella dysentriae.
2. Infeksi virus misalnya Rotavirus, Norwalk.
3.
Infeksi Parasit misalnya Entamoeba hystolitica, Giardiosis
lambia.
b. Hiperperistaltik usus halus yang dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia,
makanan, gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa
dingin, alergi.
B. Diare Osmotik (Osmotic diarrhoea), disebabkan oleh :
a. Malabsorbsi makanan (karbohidrat, lemah, protein, vitamin dan mineral).
b. KKP (Kekurangan Kalori Protein).
c. BBLR (Bayi Berat Badan Lahir Rendah) dan bayi baru lahir. (Suharyono
dkk.,1994 dalam Wicaksono, 2011)

IV.

Patofisiologi Penyakit
Sebagian besar diare akut di sebabkan oleh infeksi. Banyak dampak yang terjadi karena
infeksi saluran cerna antara lain: pengeluaran toksin yang dapat menimbulkan gangguan
sekresi dan reabsorbsi cairan dan elektrolit dengan akibat dehidrasi,gangguan
keseimbangan elektrolit dan gangguan keseimbangan asam basa. Invasi dan destruksi pada
sel epitel, penetrasi ke lamina propia serta kerusakan mikrovili yang dapat menimbulkan
keadaan maldigesti dan malabsorbsi,dan apabila tidak mendapatkan penanganan yang
adekuat pada akhirnya dapat mengalami invasi sistemik.
Penyebab gastroenteritis akut adalah masuknya virus (Rotavirus, Adenovirus enteris, Virus
Norwalk), Bakteri atau toksin (Compylobacter, Salmonella, Escherichia coli, Yersinia dan
lainnya), parasit (Biardia Lambia, Cryptosporidium). Beberapa mikroorganisme patogen
ini menyebabkan infeksi pada sel-sel, memproduksi enterotoksin atau sitotoksin dimana
merusak sel-sel, atau melekat pada dinding usus pada Gastroenteritis akut. Penularan
Gastroenteritis bisa melalui fekal-oral dari satu penderita ke yang lainnya. Beberapa kasus

ditemui penyebaran patogen dikarenakan makanan dan minuman yang terkontaminasi.


Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotic (makanan yang
tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meningkat
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus,isi rongga usus
berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin
di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare.
Gangguan moltilitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik dan hipoperistaltik. Akibat
dari diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit (Dehidrasi) yang mengakibatkan
gangguan asam basa (Asidosis Metabolik dan Hipokalemia), gangguan gizi (intake
kurang, output berlebih), hipoglikemia dangangguan sirkulasi darah.
V.

Klasifikasi
Diare dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
A. Ditinjau dari ada atau tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan:
1. Diare infeksi spesifik : tifus dan para tifus, staphilococcus disentri basiler, dan
Enterotolitis nektrotikans.
2. Diare non spesifik : diare dietetis.
B. Ditinjau dari organ yang terkena infeksi diare :
1. Diare infeksi enteral atau infeksi di usus, misalnya: diare yang ditimbulkan
oleh bakteri, virus dan parasit.
2. Diare infeksi parenteral atau diare akibat infeksi dari luar usus, misalnya:
diare karena bronkhitis.
C. Ditinjau dari lama infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan yaitu:
1. Diare akut : Diare yang terjadi karena infeksi usus yang bersifat
mendadak, berlangsung cepat dan berakhir dalam waktu 3 sampai 5 hari.
Hanya 25% sampai 30% pasien yang berakhir melebihi waktu 1 minggu dan
hanya 5 sampai 15% yang berakhir dalam 14 hari.
2. Diare kronik, dalam Pertemuan Ilmiah Berkala Badan Koordinasi
Gastroenterologi Anak Indonesia (PIB BK GAI) ke 1 di Palembang,
disetujui bahwa definisi diare kronik dalah diare yang berlangsung 2 minggu
atau lebih
(Sunoto, 1990).

VI.

Manifestasi Klinis

Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau demam,
tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut. Diare yang berlangsung beberapa
waktu tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian karena
kekurangan cairan di badan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena
gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan
seseorang merasa haus, berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang
pipi menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini
disebabkan deplesi air yang isotonik.

Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan

bikarbonas berkurang, yang mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan


merangsang pusat pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam
(kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH
dapat naik kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi,
bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan base excess sangat negatif.
Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan
tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien
mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang sianosis. Karena
kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung. Penurunan tekanan
darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan timbul anuria. Bila keadaan ini
tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti
pada saat tersebut kita menghadapi gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik
menjadi lebih berat, akan terjadi kepincangan pembagian darah dengan pemusatan yang
lebih banyak dalam sirkulasi paru-paru. Observasi ini penting karena dapat menyebabkan
edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.
VII.

Pemeriksaan Fisik
A. Pemeriksaan psikologis : keadaan umum tampak lemah, kesadaran composmentis
sampai koma,suhu tubuh tinggi,nadi cepat dan lemah,pernapasan agak cepat.
B. Pemeriksaan sistematik :
Inspeksi : mata cekung, membrane mukosa kering,berat badan menurun,anus
kemerahan.
Perkusi : adanya distensi abdomen.
Palpasi : Turgor kulit kurang elastis.
Auskultasi : terdengarnya bising usus.

VIII.

Pemeriksaan diagnostic/penunjang
Pemeriksaan laboratorium.
a. Pemeriksaan tinja.
b. Pemeriksaan gangguan keseimbangan

asam

basa

dalam

darah

astrup,bila

memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah atau


astrup,bila memungkinkan.
c. Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui pungsi ginjal.
Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum (EGD) untuk mengetahui jasad renik atau
parasit secara kuantitatif,terutama dilakukan pada penderita diare kronik.
Pemeriksaan radiologis seperti sigmoidoskopi, kolonoskopi dan lainnya biasanya tidak
membantu untuk evaluasi diare akut infeksi.
IX.

Diagnosis/Kriteria Diagnosis
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya meskipun penyebabnya
belum bisa ditentukan dari gejalanya. Jika gejalanya berat dan lebih dari 48 jam, maka
dilakukan pemeriksaan laboratorium terhadap contoh feses untuk mencari adanya sel
darah putih dan bakteri, virus atau parasit. Pemeriksaan laboratorium dari muntah,
makanan atau darah juga dapat membantu menemukan penyebabnya. Langkah diagnosa
menurut Daldiyono tahun 1990 (Wicaksono, 2011) terdiri atas :
1) Anamnesis : umur, frekuensi diare, lamanya diare
2) Pemeriksaaan fisik
3) Laboratorium : feses, darah, kultur tinja maupun darah, serologi
4) Foto
5) Endoskopi (EGD-Esophagus Gastro Duodenoscopy).

X.

Terapi/Tindakan Penanganan
Panduan pengobatan menurut WHO diare akut dapat dilaksanakan secara sederhana yaitu
dengan terapi cairan dan elektrolit per-oral dan melanjutkan pemberian makanan,
sedangkan terapi non spesifik dengan anti diare tidak direkomendasikan dan terapi
antibiotika hanya diberikan bila ada indikasi. Pemberian cairan dan elektrolit secara
parenteral hanya untuk kasus dehidrasi berat (Soebagyo, 2008 dalam Wicaksono, 2011).
Dalam garis besar pengobatan diare dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis yaitu :
1. Pengobatan Cairan

Untuk menentukan jumlah cairan yang perlu diberikan kepada penderita diare, harus
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Jumlah cairan : jumlah cairan yang harus diberikan sama dengan jumlah cairan yang
telah hilang melalui diare dan/muntah muntah PWL (Previous Water Losses)
ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui keringat, urin dan pernafasan
NWL (Normal Water Losses). cairan yang hilang melalui tinja dan muntah yang
masih terus berlangsung CWL (Concomitant water losses)
(Suharyono dkk., 1994 dalam Wicaksono, 2011)
Ada 2 jenis cairan yaitu:
a) Cairan Rehidrasi Oral (CRO) : Cairan oralit yang dianjurkan oleh WHO-ORS,
tiap 1 liter mengandung Osmolalitas 333 mOsm/L, Karbohidrat 20 g/L, Kalori
85 cal/L. Elektrolit yang dikandung meliputi sodium 90 mEq/L, potassium 20
mEq/L, Chloride 80 mEq/L, bikarbonat 30 mEq/L (Dipiro et.al., 2005). Ada
beberapa cairan rehidrasi oral:
b) Cairan rehidrasi oral yang mengandung NaCl, KCL, NaHCO3 dan glukosa,
yang dikenal dengan nama oralit.
c) Cairan rehidrasi oral yang tidak mengandung komponen-komponen di atas
misalnya: larutan gula, air tajin, cairan-cairan yang tersedia di rumah dan lainlain, disebut CRO tidak lengkap.
d) Cairan Rehidrasi Parenteral (CRP) Cairan Ringer Laktat sebagai cairan
rehidrasi parenteral tunggal. Selama pemberian cairan parenteral ini, setiap
jam perlu dilakukan evaluasi:
Jumlah cairan yang keluar bersama tinja dan muntah
Perubahan tanda-tanda dehidrasi
(Suharyono, dkk., 1994 dalam Wicaksana, 2011).
2. Antibiotik
Pemberian antibotik secara empiris jarang diindikasikan pada diare akut infeksi,
karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari 3 hari tanpa pemberian anti
biotik. Pemberian antibiotik di indikasikan pada : Pasien dengan gejala dan tanda
diare infeksi seperti demam, feses berdarah,, leukosit pada feses, mengurangi ekskresi
dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada diare infeksi,
diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised. Contoh antibiotic untuk diare
Ciprofloksasin 500mg oral (2x sehari, 3 5 hari), Tetrasiklin 500 mg (oral 4x sehari,
3 hari), Doksisiklin 300mg (Oral, dosis tunggal), Ciprofloksacin 500mg,
Metronidazole 250-500 mg (4xsehari, 7-14 hari, 7-14 hari oral atauIV).

3. Obat anti diare


Kelompok antisekresi selektif
Terobosan terbaru dalam milenium ini adalah mulai tersedianya secara luas
racecadotril

yang

bermanfaat

sekali

sebagai

penghambat

enzim

enkephalinase sehingga enkephalin dapat bekerja kembali secara normal.


Perbaikan fungsi akan menormalkan sekresi dari elektrolit sehingga
keseimbangan cairan dapat dikembalikan secara normal.
Kelompok opiat
Dalam kelompok ini tergolong kodein fosfat, loperamid HCl serta kombinasi
difenoksilat dan atropin sulfat (lomotil). Penggunaan kodein adalah 15-60mg
3x sehari, loperamid 2 4 mg/ 3 4x sehari dan lomotil 5mg 3 4 x sehari.
Efek kelompok obat tersebut meliputi penghambatan propulsi, peningkatan
absorbsi cairan sehingga dapat memperbaiki konsistensi feses dan mengurangi
frekwensi diare.Bila diberikan dengan cara yang benar obat ini cukup aman
dan dapat mengurangi frekwensi defekasi sampai 80%. Bila diare akut dengan
gejala demam dan sindrom disentri obat ini tidak dianjurkan.
Kelompok absorbent

Arang aktif, attapulgit aktif, bismut subsalisilat, pektin, kaolin, atau smektit
diberikan atas dasar argumentasi bahwa zat ini dapat menyeap bahan infeksius
atau toksin-toksin. Melalui efek tersebut maka sel mukosa usus terhindar
kontak langsung dengan zat-zat yang dapat merangsang sekresi elektrolit.

Zat Hidrofilik Ekstrak tumbuh-tumbuhan yang berasal dari Plantago oveta,


Psyllium, Karaya (Strerculia), Ispraghulla, Coptidis dan Catechu dapat
membentuk kolloid dengan cairan dalam lumen usus dan akan mengurangi
frekwensi dan konsistensi feses tetapi tidak dapat mengurangi kehilangan
cairan dan elektrolit. Pemakaiannya adalah 5-10 cc/ 2x sehari dilarutkan
dalam air atau diberikan dalam bentuk kapsul atau tablet.
Probiotik
Kelompok probiotik yang terdiri dari Lactobacillus dan Bifidobacteria atau
Saccharomyces boulardii, bila mengalami peningkatan jumlahnya di saluran
cerna akan memiliki efek yang positif karena berkompetisi untuk nutrisi dan
reseptor

saluran

cerna.

Syarat

penggunaan

dan

keberhasilan

mengurangi/menghilangkan diare harus diberikan dalam jumlah yang adekuat.


XI.

Komplikasi
Dehidrasi
Renjatan hipovolemik
Kejang
Bakterimia
Malnutrisi
Hipoglikemia
Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.
Dari komplikasi Gastroentritis,tingkat dehidrasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit
kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok.
2. Dehidrasi Sedang
Kehilangan cairan 5 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit
buruk, suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam.
3. Dehidrasi Berat Kehilangan cairan 8 - 10 % dari bedrat badan dengan gambaran
klinik seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun,
apatis sampai koma, otot-otot kaku sampai sianosis.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian (data subjektif dan objektif)


Pengkajian yang sistematis meliputi pengumpulan data,analisa data dan penentuan masalah.
Pengumpulan data diperoleh dengan cara intervensi,observasi, dan pemeriksaan fisik . Kaji data
menurut Cyndi Smith Greenberg,1992 adalah :

1. Identitas klien.
2. Riwayat keperawatan.
Awal kejadian: Awalnya suhu tubuh meningkat,anoreksia kemudian timbul diare.
Keluhan utama : Feses semakin cair,muntah,bila kehilangan banyak air dan elektrolit
terjadi gejala dehidrasi,berat badan menurun. Turgor kulit berkurang,selaput lendir mulut
dan bibir kering,frekwensi BAB lebih dari 4 kali dengan konsistensi encer.
3. Riwayat kesehatan masa lalu.
4. Riwayat penyakit keluarga.
5. Diagnosis Medis dan Terapi : Gastroenteritis Akut dan terapi obat antidiare, terapi intravena,
dan antibiotic.
6. Pemerikasaan fisik.
Inspeksi : mata cekung,ubun-ubun besar,selaput lendir,mulut dan bibir kering,berat badan
menurun,anus kemerahan.
Perkusi : adanya distensi abdomen.
Palpasi : Turgor kulit kurang elastic
Auskultasi : terdengarnya bising usus.
7. Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan tinja,darah lengkap dan duodenum intubation yaitu untuk mengetahui
penyebab secara kuantitatif dan kualitatif.
B. Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif ditandai dengan
kulit kering, peningkatan suhu tubuh, haus, kelemahan, membrane mukosa kering,
peningkatan hematokrit.
2. Diare berhubungan dengan kontaminan ditandai dengan nyeri abdomen, sedikitnya tiga
kali buang air besar cair per hari, ada dorongan.
3. Disfungsi motilitas gastrointestinal berhubungan dengan makan kontaminan ditandai
dengan nyeri abdomen, distensi abdomen, diare, perubahan bising usus, mual, muntah.
4. Mual berhubungan dengan iritasi lambung ditandai dengan melaporkan mual, rasa asam
di mulut, peningkatan salivasi, keengganan terhadap makanan.
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera kimia ditandai dengan perubahan selera
makan, mengekspresikan perilaku, perilaku berjaga-jaga atau melindungi area nyeri,
melaporkan nyeri secara verbal

6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan factor


biologis ditandai dengan nyeri abdomen, diare, bising usus hiperaktif, ketidakmampuan
mencerna makanan, kurang minat pada makanan, membrane mukosa pucat.
7. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolism ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal, kulit terasa hangat.
8. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan ditandai dengan gelisah
dan menyadari gejala fisiologis.
3. Rencana Asuhan Keperawatan (terlampir)
DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Diare

berhubungan

dengan

EVALUASI
kontaminan S : pasien tidak mengeluh nyeri abdomen

ditandai dengan nyeri abdomen, sedikitnya tiga berlebihan

saat

eliminasi

dan

dorongan

kali buang air besar cair per hari, ada berkurang


dorongan.

O : karakteristik feses berbentuk dan tidak cair,


tidak terdapat nanah/darah, berwarna kuning
kecoklatan.
A : terapi hidrasi dilanjutkan sampai keadaan
umum pasien baik.
P : anjurkan pasien untuk menjaga pola makan

pasca kesembuhan.
Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera S : pasien tidak mengeluh nyeri dan tidak
kimia ditandai dengan perubahan selera makan, mengeluh gangguan tidur.
mengekspresikan perilaku, perilaku berjaga- O :

pasien tidak meringis, dan tidak

jaga atau melindungi area nyeri, melaporkan memegangi daerah yang nyeri.
nyeri secara verbal

A :

terapi farmakologi dihentikan, terapi

nonfarmakologi dilanjutkan.
P

ajarkan

keluarga

pasien

terapi

nonfarmakologi.
Hipertermia berhubungan dengan peningkatan S : pasien tidak gelisah dan tidak merasa
laju metabolism ditandai dengan peningkatan demam.
suhu tubuh di atas kisaran normal, kulit terasa O : suhu tubuh saat dikaji dalam rentang
hangat.

normal.

A : antipiretik dihentikan. Berikan kompres


terlebih dahulu, apabila demam kembali
muncul.
P : edukasikan pasien untuk tidak mandi atau
kontak dengan air terlalu sering.

DAFTAR PUSTAKA
Dochterman, Bulecheck. 2004. Nursing Intervention Classification. United States of America : Mosby.
Guyton & Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (terjemahan). Jakarta:EGC
Moorhead S, Johnson M, Maas M, Swanson, E. 2006. Nursing Outcomes Classification. United States
of America : Mosby
North American Nursing Diagnosis Association (NANDA). 2010. Diagnosis Keperawatan 2009-2011.
Jakarta : EGC.

Nurmasari, Mega. 2010. Pola Pemilihan Obat dan Outcome Terapi Gastroenteritis Akut (GEA) Pada
Pasien Pediatri di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta Januari Juni Tahun 2008. Jawa Tengah. Universitas Muhammadiyah. (Diakses 12 Desember 2011 :
http://etd.eprints.ums.ac.id/7681/)
Ratnawati, Dwi. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Ny. J Dengan Gastroenteritis di Bangsal Anggrek
RSUD Sukoharjo. Jawa Tengah. Universitas Muhammadiyah Surakarta. (Diakses 12 Desember
2011 : etd.eprints.ums.ac.id/2886/1/J200050055.pdf)
Wicaksono, Arridho D. 2011. Pemilihan Obat dan Outcome Terapi Gastroenteritis Akut Pada Pasien
Pediatri di Instalasi Rawat Inap RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2009. Jawa
Tengah.

Universitas

Muhammadiyah

Surakarta.

(Diakses

12

Desember

2011

etd.eprints.ums.ac.id/12642/1/COVER%2B_BAB_1.pdf).
Winarsih, Biyanti D. 2011. Efektivitas Mutu Berbasis Praktek, Intervensi Peningkatan Multimodal Untuk
Gastroenteritis Pada Anak. Jakarta. Universitas Indonesia. (Diakses 12 Desember 2011 :
www.fik.ui.ac.id/pkko/files/Tugas%20SIM%20UTS.pdf).
Zein, Umar., Sagala, Khalid H., Ginting, Josia. 2004. Diare Akut Disebabkan Bakteri. Sumatra Utara.
Universitas

Sumatra

Utara.

(Diakses

12

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../penydalam-umar5.pdf).

Desember

2011

You might also like