Professional Documents
Culture Documents
MAKALAH
oleh
Paian Tua
46
2.1 GASTROENTERITIS
a) Pengertian
46
Gbr.1.Usus Halus
Usus haus adalah tabung yang kira-kira sekitar 2,5m dalam keadaan hidup.
Usus halus memanjang dari lambung dalam atau sampai katup ileo-kolika tempat
bersambung dangan usus besar.Usus halus terletak di daerah umbilikus dan
dikelilingi oleh usus besar. Selama proses pencernaan normal, kimus
meninggalkan lambungdan memasuki usus halus. Usus halus merupakan sebuah
saluran yang berdiameter 2,5 cm, merupakan saluran paling panjang tempat
proses pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan. Lapisan usus halus teriri dari :
46
1. Duodenum
ABSORBSI
46
c) Etiologi
46
d) Patofisiologi
46
46
a. Diare.
b. Muntah.
c. Demam.
d. Nyeri abdomen
f) Insiden
g) Komplikasi
a. Dehidrasi
b. Renjatan hipovolemik
c. Kejang
d. Bakterimia
e. Mal nutrisi
f. Hipoglikemia
46
a. Pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan tinja.
Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup, bila
memungkinkan dengan menentukan PH keseimbangan analisa gas darah
atau astrup, bila memungkinkan.
·Pemeriksaan kadar ureum dan creatinin untuk mengetahui fungsi ginjal.
b. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum
Untuk mengetahui jasad renik atau parasit secara kuantitatif, terutama
dilakukan pada klien diare kronik.
i) Penatalaksanaan medis
a. Pemberian cairan.
Pemberian cairan, pada klien Diare dengan memperhatikan derajat
dehidrasinya dan keadaan umum.
1. Dehidrasi ringan
Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor
kulit kurang elastis, suara serak, penderita belum jatuh pada keadaan syok.
2. Dehidrasi Sedang
Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor kulit
jelek, suara serak, penderita jatuh pre syok nadi cepat dan dalam.
3. Dehidrasi Berat
Kehilangan cairan 8 - 10 % dari bedrat badan dengan gambaran klinik seperti
tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun, apatis sampai
koma, otot-otot kaku sampai sianosis.
46
b. Diatetik
adalah pemberian makan dan minum khusus kepada klien dengan tujuan
meringankan, menyembuhkan serta menjaga kesehatan klien.Adapun hal yang
perlu diperhatikan :
• Memberikan asi.
• Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin,
mineral dan makanan yang bersih.
c. Obat-obatan.
· Obat anti sekresi.
· Obat anti spasmolitik.
· Obat antibiotik.
a. Pengkajian
46
46
b. Diagnosa Keperawatan
c. Intervensi
Diagnosa 1.
Defisit volume cairan dan elektrolit kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan output cairan yang berlebihan.
Tujuan :
Devisit cairan dan elektrolit teratasi
Kriteria hasil:
Tanda-tanda dehidrasi tidak ada, mukosa mulut dan bibir lembab, balan
cairan seimbang
Intervensi :
Observasi tanda-tanda vital. Observasi tanda-tanda dehidrasi. Ukur input
dan output cairan (balan cairan). Berikan dan anjurkan keluarga untuk
memberikan minum yang banyak kurang lebih 2000 – 2500 cc per hari.
46
Diagnosa 2.
Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubuingan dengan
mual dan muntah.
Tujuan :
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi teratasi
Kriteria hasil :
Intake nutrisi klien meningkat, diet habis 1 porsi yang disediakan, mual,
muntah tidak ada.
Intervensi :
Kaji pola nutrisi klien dan perubahan yang terjadi. Timbang berat badan
klien. Kaji faktor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi. Lakukan pemeriksaan
fisik abdomen (palpasi, perkusi, dan auskultasi). Berikan diet dalam kondisi
hangat dan porsi kecil tapi sering. Kolaborasi dengan tim gizi dalam penentuan
diet klien.
Diagnosa 3.
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
Tujuan :
Nyeri dapat teratasi
Kriteria hasil :
Nyeri dapat berkurang / hilang, ekspresi wajah tenang
Intervensi :
Observasi tanda-tanda vital. Kaji tingkat rasa nyeri. Atur posisi yang
nyaman bagi klien. Beri kompres hangat pada daerah abdomen. Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian therapi analgetik sesuai indikasi.
Diagnosa 4.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit,
prognosis dan pengobatan.
Tujuan
46
d. evaluasi
1. Volume cairan dan elektrolit kembali normal sesuai kebutuhan.
2. Kebutuhan nutrisi terpenuhi sesuai kebutuhan tubuh.
3. Integritas kulit kembali normal.
4. Rasa nyaman terpenuhi.
5. Pengetahuan kelurga meningkat.
6. Cemas pada klien teratasi.
a. Pengertian
Typhoid
46
adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella
type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman
yang terkontaminasi.
b. Etiologi
Kuman tumbuh pada suasan aerob dan fakultatif anaerob pada suhu 15 –
41°C (optimum 37°C) dan pH pertumbuhan 6 – 8.
c. Patofisiologi
46
PATHOFLOW
Terlampir
d. Manifestasi klinis
46
e. Insiden
f. Komplikasi
1.)Komplikasi intestinal:
a.Perdarahan usus
b.Perforasi usus
c.Ileus paralitik
2)Komplikasi ekstra-intestinal:
a.Komplikasi kardiovaskuler
Kegagalan sirkulasi perifer ( Renjatan Sepsis ), miokarditis-trombosis dan
tromboflebitis.
b.Komplikasi darah
Anemia hemolitik, trombositopenia dan atau disseminated intravaskuler
coagulation ( DIC ) dan sindrom uremia hemolitik.
c.Komplikasi paru
Pneumonia, empiema dan pleuritis
d.Komplikasi hepar dan kandung empedu
Hepatitis dan kolesistis
e.Komplikasi ginjal
46
g. Tes diagnostic
1. Pemeriksaan leukosit
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat
kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3. Pemeriksaan Widal
Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
( aglutinin ). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonela terdapat dalam serum
pasien demam tifoid, juga pada orang yang pernah ketulatan salmonela dan pada
orang yang pernah di vaksinasi terhadap demam tifoid.
46
4. Biakan darah
Biakan darah positif memastikan demam tifoid, tetapi biakan darah negatif
tidak menyingkirkan demam tifoid . Hal ini disebabkan karena hasil biakan darah
bergantung pada beberapa faktor, antara lain :
a.Teknik pemeriksaan labolatorium.
b.Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit
c.Vaksinasi dimasa lampau.
d.Pengobatan dengan obat antimikroba
h. Penatalaksanaan medis
1)Pengobatan
a.Kloramfenikol
b.Tiamfenikol
c.Ko-trimoksazol
d.Ampisilin dan amoksisilin
46
2)Perawatan
3)Diet
a. Pengkajian
1. Biodata
- Usia (sering terjadi pada anak-anak tetapi bisa juga pada semua usia)
- Jenis kelamin (tidak ada pebedaan yang nyata antara insidensi demam tifoid
46
2. Keluhan utama
Minggu pertama : demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual,
muntah, obstipasi/diare peraaan tidak enak di perut, batuk dan epitaksis.
Minggu kedua : pasien terus berada dalam keadaan demam, yang turun secara
berangsur-angsur pada minggu ketiga.
3. Riwayat penyakit sekarang.
Gejala yang timbul pada penyakit types/ tifoid.
Panas (suhu 38 oC pada hari pertama )
Pasien mengigil
Pada hari ketiga panas meningkat , pucat nyeri pada abdomen, tekanan darah
menurun , pemeriksaan laboratorium positif.
4. Riwayat penyakit dahulu.
Pasien sebelumnya pernah mengalami febris, DB, diare.
5. Riwayat penyakit keluarga
Dalam salah satu anggota keluarga tersebut ada yang menderita types, diare, DB,
pada waktu bersamaan atau sebelum pasien mengalami penyakit tersebut (Arief
Mansjoer, M Sjaifoellah Noer, Nursalam).
6. Pola fungsi kesehatan
a.Pola manejemen kesehatan
Tindakan pertama kali dilakukan yaitu mengukur suhu tubuh, kompres,
mengkonsumsi banyak cairan.
b. Pola nutrisi kesehatan
Memperbanyak volume pemasukan cairan
Memberikan makanan yang halus seperti bubur halus
Pemberian vitamin dan mineral juga mendukung untuk mrmperbaiki keadaan
umum pada pasien.
Makana tinggi serat bisa diberikan bila perlu.
c. Pola istirahat tidur
46
b Diagnosa Keperawatan
46
c. Intervensi
46
Diagnosa 3
Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi
Tujuan :
Hipertermi teratasi
Kriteria hasil :
Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan dan tidak
terjadi komplikasi yang berhubungan dengan masalah typhoid.
Intervensi :
Observasi suhu tubuh klien, anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien,
beri kompres dengan air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal
bila terjadi panas, anjurkan keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat
menyerap keringat seperti katun, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
anti piretik.
Diagnosa 4
Ketidak mampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan
kelemahan fisik
Tujuan :
Kebutuhan sehari-hari terpenuhi
Kriteria hasil :
46
Diagnosa 5
Resti infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan :
Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil :
Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari sekresi
purulen/drainase serta febris.
Intervensi :
Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR). Observasi kelancaran tetesan
infus, monitor tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan
infus, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti biotik sesuai
indikasi.
Diagnosa 6
Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi atau
informasi yang tidak adekuat
Tujuan :
Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil :
Menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya, melalui perubahan gaya hidup
dan ikut serta dalam pengobatan.
Intervensinya :
Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya,
Beri pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien, beri kesempatan
46
d Evaluasi
2.3 APPENDIKSITIS
a. Pengertian
Apendisitis akut
adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan
rongga abdomen, penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat
(Smeltzer, 2001).
Apendisitis
46
adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing
(apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah
parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang
ujungnya buntu dan menonjol dari bagian awal usus besar atau sekum (cecum).
Usus buntu besarnya sekitar kelingking tangan dan terletak di perut kanan bawah.
Strukturnya seperti bagian usus lainnya. Namun, lendirnya banyak mengandung
kelenjar yang senantiasa mengeluarkan lendir. (Anonim, Apendisitis, 2007)
Klasifikasi
b. Anatomi Fisiologi
46
Letak apendiks.
Appendiks terletak di ujung sakrum kira-kira 2 cm di bawah anterior ileo saekum,
bermuara di bagian posterior dan medial dari saekum. Pada pertemuan ketiga
taenia yaitu: taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinik appendiks terletak
pada daerah Mc. Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan sias
kanan dengan pusat.
Posisi apendiks.
Laterosekal: di lateral kolon asendens. Di daerah inguinal: membelok ke arah di
dinding abdomen. Pelvis minor.
46
3. Tumor appendiks
d. Patofisiologi
46
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal
tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan
menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum
setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut
dengan apendisitis supuratif akut.
Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang
disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi
abses atau menghilang.
46
PATHOFLOW (terlampir)
e. Manifestasi Klinis
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari : Mual,
muntah dan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara
mendadak dimulai di perut sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan
muntah. Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut
kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita merasakan nyeri
tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa bertambah tajam.
f. Insiden
g. Komplikasi
46
h. Tes Diagnostik
Test rektal.
Pada pemeriksaan rektal toucher akan teraba benjolan dan penderita
merasa nyeri pada daerah prolitotomi.
46
Pemeriksaan radiologi
i. Penatalaksanan Medis
46
a) Pengkajian
a. Identitas klien
b. Riwayat Keperawatan
1. riwayat kesehatan saat ini ; keluhan nyeri pada luka post operasi
apendektomi, mual muntah, peningkatan suhu tubuh, peningkatan leukosit.
3. pemeriksaan fisik:
46
c. Pemeriksaan penunjang
b) Diagnosa Keperawatan
c) Intervensi
46
kriteria : Klien tidak diare. Nafsu makan baik. Klien tidak mual dan
muntah.
kriteria : Tidak ada tanda-tanda infeksi post operatif (tidak lagi panas,
kemerahan).
46
Beri obat pencahar sehari sebelum operasi dan dengan melakukan klisma.
Rasional : Obat pencahar dapat merangsang peristaltic usus sehingga bab dapat
lancar. Sedangkan klisma dapat merangsang peristaltic yang lebih tinggi, sehingga
dapat mengakibatkan ruptura apendiks.
46
Beri analgetik.
Rasional : Sebagai profilaksis untuk dapat menghilangkan rasa nyeri (apabila
sudah mengetahui gejala pasti).
46
46
d) Evaluasi
46
Walaupun penyakit ini lebih banyak terjadi di Negara tropis, namun dapat
pula terjadi dimana saja apabila sanitasi kurang diperhatikan. Kista dapat bertahan
hidup untuk waktu yang lama di luar tubuh.
GEJALA
Kebanyakan penderita, terutama yang tinggal di daerah beriklim sedang,
tidak menunjukkan gejala.Kadang-kadang gejalanya samar-samar, sehingga
hampir tidak diketahui.Gejalanya bisa berupa diare yang hilang-timbul dan
sembelit, banyak buang gas (flatulensi) dan kram perut.Bila disentuh perut akan
terasa nyeri dan tinja bisa mengandung darah serta lendir.
Bisa terjadi demam ringan.Diantara serangan, gejala-gejala tersebut
berkurang menjadi kram berulang dan tinja menjadi sangat lunak.Sering terjadi
penurunan berat badan dan anemia.Bila trofozoit menyusup ke dalam dinding
usus akan terbentuk suatu benjolan besar (ameboma).Ameboma bisa menyumbat
usus dan sering disalah-artikan sebagai kanker. Kadang trofozoit menyebabkan
perlubangan pada dinding usus. Jika isi usus sampai masuk ke dalam rongga perut
akan terjadi nyeri perut yang hebat dan infeksi perut (peritonitis).
Invasi trofozoit ke usus buntu dan usus di sekelilingnya bisa menyebabkan
apendisitis (peradangan usus buntu) ringan.Pembedahan yang dilakukan untuk
46
DIAGNOSA
Diagnosis ditegakkan berdasarkan ditemukannya amuba pada contoh tinja
penderita.Amuba penyebab amebiasis tidak selalu ditemukan pada setiap contoh
tinja, karena itu biasanya diperlukan pemeriksaan tinja sebanyak 3-6 kali.
Suatu protoskop bisa digunakan untuk melihat bagian dalam rektum dan untuk
mengambil contoh jaringan ulkus (luka terbuka) yang ditemukan disana.
Pada abses hati, kadar antibodi terhadap parasit hampir selalu tinggi.
Antibodi ini bisa tetap berada dalam darah selama berbulan-bulan atau bertahun-
tahun, karena itu kadar antibodi yang tinggi tidak selalu menunjukkan adanya
abses pada saat ini.Jika diduga telah terbentuk abses hati, diberikan obat
pemusnah amuba.
INSIDEN
Hampir 10% penduduk dunia terutama di negara berkembang terinfeksi E.
histolytica, tetapi hanya sepersepuluh yang memperlihatkan gejala. Insiden
amoebiasis hati di RS di Indonesia berkisar antara 5-15 pasien pertahun.
Penelitian epidemiologi diIndonesia menunjukkan perbandingan pria :
wanita berkisar 3:1 sampai 22:1, yang tersering pada decade IV. Penularan pada
umumnya melaluijalur oral-fekal dan dapat juga oral-anal-fekal. Kebanyakan
amoebiasis hati yang dikenai adalah pria. Usia yang dikenai berkisar antara 20-50
46
PENGOBATAN
Diberikan obat pembasmi amuba per-oral (melalui mulut), seperti
iodokuinol, paromomisin dan diloksanid, yang akan membunuh parasit di dalam
usus.Untuk penyakit yang berat dan penyakit di luar usus, diberikan metronidazol
atau desidroemetin.Tinja diperiksa ulang dalam waktu 1,3 dan 6 bulan setelah
pengobatan, untuk memastikan bahwa penderita telah sembuh.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
46
DAFTAR PUSTAKA
46
• http://kasendaadhd.blogspot.com/2008/10/asuhan-keperawatan-typus-
abdominalis.html
• http://ababar.blogspot.com/2008/12/appendiksitis.html
http://contoh-askep.blogspot.com/2008/07/asuhan-keperawatan-pada-anak-
dengan.html
46