Professional Documents
Culture Documents
Halaman
I. PENDAHULUAN
1.1. Ruang Lingkup Industri CPO...................................................... 1
1.2. Pengelompokan Industri CPO ................................................... 2
1.3. Kecenderungan Global Industri CPO........................................ 4
1.4. Permasalahan Yang dihadapi Industri CPO............................... 8
IV. SASARAN
4.1. Jangka Menengah (2010-2014)................................................. 21
4.2. Jangka Panjang (2015-2025) .................................................... 21
1
DAFTAR GAMBAR
Halaman
DAFTAR TABEL
Halaman
2
I. PENDAHULUAN
Sementara itu, pada tahun 2007 ekspor CPO mencapai 5,13 juta
ton atau sebesar 30,54% dari total produksi, sementara sisanya
sekitar 11,37 juta ton atau 69,46% diolah di dalam negeri. Produk
CPO sebanyak 4,50 juta ton diolah untuk kebutuhan konsumsi
minyak goreng sawit dalam negeri dan sebesar 6,87 juta ton
diekspor dalam bentuk produk olahan CPO. Pemanfaatan CPO
untuk produk olahan diantaranya yaitu oleh industri pangan (minyak
goreng, margarin, shortening, cocoa butter substitutes, vegetable
ghee) dan industri non pangan seperti oleokimia (fatty acid, fatty
alcohol, gliserin) dan biodiesel.
3
Hingga saat ini terdapat sekitar 23 jenis produk turunan CPO yang
telah diproduksi di Indonesia. Mengingat potensi minyak sawit
Indonesia saat ini dan ditambah dengan perkiraan produksi CPO
tahun 2010 yang akan mencapai 20 juta ton maka sudah
selayaknya diversifikasi produk turunan CPO ditingkatkan. Dengan
pengolahan CPO ini menjadi berbagai produk turunan, maka akan
memberikan nilai tambah lebih besar lagi bagi negara karena harga
relatif mahal dan stabil. Penggunaan CPO untuk industri hilirnya di
Indonesia saat ini masih relatif rendah yaitu baru sekitar 35% dari
total produksi.
4
devisa dan penyerapan tenaga kerja. Perkembangan industri
pengolahan CPO dan turunannya di Indonesia adalah selaras
dengan pertumbuhan areal perkebunan dan produksi kelapa sawit
sebagai sumber bahan baku. Perkebunan kelapa sawit
menghasilkan buah kelapa sawit / tandan buah segar (hulu)
kemudian diolah menjadi minyak sawit mentah (hilir perkebunan
sawit dan hulu bagi industri yang berbasiskan CPO). Disamping
menghasilkan produk CPO, pengolahan tandan buah segar (TBS)
juga menghasilkan produk PKO (Palm Kernel Oil). Produksi PKO
meningkat seiring dengan meningkatnya produk CPO, yakni
sekitar 20% dari CPO yang dihasilkan.
5
minyak salad, shortening, margarine, Cocoa Butter Substitute
(CBS), vanaspati, vegetable ghee, food emulsifier, fat powder,
dan es krim. Adapun untuk kategori non pangan diantaranya
adalah : surfaktan, biodiesel, dan oleokimia turunan lainnya.
6
dalam bentuk CPO dan 59,66 % dalam bentuk produk olahan
CPO, sedangkan Malaysia mengekspor 16,38 % dalam bentuk
CPO dan 83,62 % dalam bentuk produk olahan CPO. Bila kita kaji
lebih lanjut, Indonesia lebih unggul dari Malaysia dalam hal
ekspor bahan bakunya (CPO) tetapi Malaysia unggul dalam hal
produk turunannya yang mempunyai nilai tambah jauh lebih tinggi
daripada CPO nya.
7
impor CPO dari empat importir CPO terbesar dunia, yaitu India
sebesar 23,1 persen, Cina 9,7 persen, Uni Eropa 10,5 per sen
dan Pakistan 3,2 persen merupakan pasar yang sangat
menjanjikan. Produksi minyak sawit dunia diperkirakan terus
mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Menurut oil world,
pada tahun 2010 diprediksi mencapai sekitar 42 juta ton.
8
pengembangan industri CPO. Namun demikian, industri berbasis
CPO di Indonesia belum sepenuhnya terintegrasi antara industri
hulu dan hilir. Potensi bahan baku yang tinggi sebaiknya
dimanfaatkan untuk pengembangan industri hilirnya, karena
mempunyai nilai tambah yang tinggi dan menimbulkan efek ganda
(multipler effect) yang sangat signifikan.
f. penghematan devisa,
9
produk yang ramah lingkungan dan baik untuk dikonsumsi
masyarakat Indonesia.
10
II. FAKTOR DAYA SAING
11
Saat ini Indonesia menguasai pangsa pasar ekspor CPO terbesar
dunia sebesar 64,53 %. Sementara Malaysia menguasai pangsa
pasar ekspor produk turunan CPO sebesar 52,35 %.
25000
20000
15000
10000
5000
0
85
87
89
91
93
95
97
99
01
03
05
07
09
19
19
19
19
19
19
19
19
20
20
20
20
20
12
Pemanfaatan CPO untuk produk olahan diantaranya yaitu oleh
industri pangan (minyak goreng, margarin, shortening, cocoa
butter substitutes, vegetable ghee) dan industri non pangan
seperti oleokimia (fatty acid, fatty alcohol, gliserin) dan biodiesel.
13
(Kap : ribu Ton)
Pabrik Oleokimia Indonesia
Perusahaan Kapasitas Produksi
(ton/tahun)
1. PT Cisedane Raya Chemical 130,000
2. PT Ecogreen Oleochemical 211,000
3. PT Flora Sawita Chemindo 51,570
4. PT Musim Mas 355,000
5. PT SOCI 88,000
6. PT Sumi Asih 115,000
7. PT Sawit Mas (perusahaan baru) 100,000
8. PT Panca Nabati Prakarsa (baru) 100,000
9. PT Permata Hijau Sawit (baru) 100,000
Gis.dok
14
2.1.2. Analisis Gap
• Satu dekade yang lalu supplai minyak nabati dunia dipasok oleh
sekitar 17,76 juta ton minyak kedelai, 15,50 juta ton minyak
sawit dan sekitar 19,04 juta ton dari minyak lainnya. Akan tetapi
setelah tahun 1998 supplai minyak nabati terbesar berasal dari
minyak sawit dengan produksi sebesar 20,75 juta ton. Selain itu
pada periode yang sama total konsumsi minyak kedelai sebagai
salah satu substitusi minyak sawit juga menurun dari periode
sebelumnya. Karena itu, minyak kedelai belum menjadi
ancaman bagi perdagangan minyak sawit.
15
diperkirakan mampu menyerap tambahan sekitar masing-
masing 1,5 juta ton CPO per tahun. Rata-rata pertumbuhan
impor CPO dari empat importir CPO terbesar dunia, yaitu India
sebesar 23,1 %, Cina 9,7 %, Uni Eropa 10,5 % dan Pakistan 3,2
% merupakan pasar yang sangat menjanjikan.
16
penghasil produk turunan CPO, seperti industri minyak goreng
dan oleokimia
17
industri turunan Crude Palm Oil (CPO ), yaitu industri pangan
(antara lain minyak goreng, margarin, shortening, Cocoa Butter
Substitutes, Vegetable Ghee) dan industri non pangan, antara
lain oleokimia (fatty acids, fatty alcohol, dan glycerin) dan
biodiesel.
18
2.2.2. Sumber Daya Modal
2.2.4. Infrastruktur
19
• Industri Pendukung yang sudah berkembang adalah industri
mesin peralatan PKS, industri mesin peralatan minyak goreng
sawit, tangki timbun, pipanisasi, industri kemasan, lembaga
penelitian PPKS.
20
III. ANALISIS SWOT
3.1. Kekuatan
• Kondisi agroklimat dan lahan yang mendukung, terutama di
Sumatera, Kalimantan dan Papua.
• Produktivitas minyak sawit relatif lebih tinggi dibandingkan
dengan minyak nabati lainnya.
• Minyak sawit memiliki keuntungan teknis dibandingkan minyak
nabati lain, termasuk minyak kedele dan minyak kelapa.
• Suplai bahan baku dapat dilakukan sepanjang tahun.
• Potensi pengembangan industri hilir yang cukup luas.
• Tenaga kerja yang melimpah.
• Adanya keinginan pemerintah untuk memperbaiki kebijakan dan
iklim berusaha.
3.2. Kelemahan
• Terbatasnya infrastruktur terutama tangki timbun CPO/PKO
dibeberapa sentra produksi, listrik, sarana dan prasarana
lainnya.
21
• Terbatasnya kemampuan pemasaran : kurangnya informasi
pasar, lemahnya market intelligent, kurangnya jaringan pasar.
• Ekonomi biaya tinggi a.l. pajak-pajak, retribusi, biaya transpor.
• Kurangnya dukungan R&D terhadap dunia usaha.
• Lemahnya koordinasi dan komunikasi antara pemerintah dan
sektor swasta.
• Lambannya adaptasi teknologi baru.
• Terbatasnya sumber pendanaan, terutama untuk jangka
menengah dan panjang.
3.3. Peluang
• Tingginya permintaan terhadap produk-produk berbasis CPO,
baik dipasar domestik maupun dunia.
• Permintaan (demand) terhadap minyak dan lemak meningkat 2-
3 juta ton/tahun, sebagai akibat pertambahan jumlah penduduk
dunia dan peningkatan pendapatan.
• Berkembangnya pasar baru, terutama di China, Asia Selatan
dan Tengah.
• Potensi pengembangan industri hilir pengolahan minyak sawit
yang cukup besar, baik untuk pangan, non pangan maupun
sumber enrgi alternatif.
• Kecenderungan makin meningkatnya perhatian terhadap
masalah kesehatan dan lingkungan.
• Sebagian besar industri pendukung (supplier) dalam produksi
CPO dan turunannya berasal dari Luar Negeri.
• Bahan baku untuk memproduksi mesin, peralatan dan bahan
penolong tersedia didalam negeri.
• Peluang kerjasama (joint venture) dengan kompetitor untuk
melakukan investasi dibidang teknologi dan pengolahan.
3.4. Ancaman
• Diskriminasi tarif dan non tarif barrier
• Kompetisi dengan sumber minyak dan lemak lain
22
• Kampanye anti minyak sawit dipasar dunia
• Lemahnya koordinasi antara lembaga-lembaga pemangku
kepentingan
• Biaya produksi yang rendah dari negara-negara pesaing baru,
terutama India dan Vietnam.
• Situasi sosial politik dan keamanan yang kurang mendukung.
• Ketidak konsistenan peraturan pemerintah, terutama
menyangkut hak guna usaha (tata guna lahan).
• Retribusi dan pungutan-pungutan liar didaerah sangat tinggi.
• Fluktuasi harga CPO/PKO dan produk turunannya.
IV. SASARAN
23
V. STRATEGI DAN KEBIJAKAN
Visi :
24
• Tahap diagnostik yaitu mengidentifikasikan kekuatan dan
kelemahan klaster serta menyusun strategi pengembangan
prioritas yang diarahkan pada industri oleokimia dan industri
surfaktan.
25
VI. PROGRAM / RENCANA AKSI
26
• Penguatan linkage antara industri kecil menengah dengan
industri besar dalam rangka alih teknologi;
• Mendorong kegiatan penelitian pasar (market research) guna
mencari orientasi dan sasaran pasar yang baru dan bernilai
tambah tinggi;
• Peningkatan kegiatan riset teknologi industri dan rekayasa
produk kimia turunan kelapa sawit yang terintegrasi;
• Pemenuhan pasar di dalam negeri dan perluasan pasar ekspor;
• Penyediaan fasilitas promosi dan pemasaran;
• Pengembangan teknologi proses yang efisien dan berwawasan
lingkungan;
• Penerapan manajemen penanganan Dampak Keselamatan,
Keamanan, Kesehatan dan Lingkungan Hidup (K3L) di
lingkungan industri kimia berbasis kelapa sawit.
27
Gambar 1.
Kerangka Pengembangan Industri Pengolahan CPO
Strategi
Sektor : Diversifikasi produk kearah oleokimia dan turunannya, meningkatnya jaminan pasokan CPO untuk industri dalam negeri, ekspansi ekspor.
Teknologi : Adaptasi teknologi dengan lisensi dari sumber MNC dan mendorong kemampuan pengembangan indigenous R&D.
28
Unsur Penunjang
SDM
a. Meningkatkan kemampuan SDM dibidang oleokimia, bio teknologi dan
Periodesasi Peningkatan Teknologi
biomassa;
a. Inisiasi (2004 – 2009) : Pilot project untuk Mini Plant (scale-up) dari sumber indigenous teknologi, lisensi untuk
b. Meningkatkan peranan Litbang dan Perguruan Tinggi untuk meningkatkan
produk hilir;
mutu produk.
b. Pengembangan Cepat (2010 – 2014) : Modifikasidan pengembangan teknologi mandirin melalui R&D;
c. Matang (2015 – 2025) : Industry & Technology Upgrading, pengembangan biomassa dan bioteknologi.
Infrastruktur
a. Pengembangan fasilitas pelabuhan dan tangki timbun (a.l. Papua dan
Pasar
Kalimantan Timur);
a. Meningkatkan promosi ke negara-negara Asia dan Afrika dalam rangka kerjasasama Non- Blok dan Selatan-
b. Insentif kredit bagi petani sawit;
Selatan;
c. Memberikan insentif perpajakan untuk investasi baru selama 3 tahun
b. Memanfaatkan potensi pasar dalam negeri.
pertama;
d. Mengenakan Pajak Ekspor CPO.
29
Gambar 2.
Kerangka Keterkaitan Industri Pengolahan CPO
Oleochemical
PASAR
Tandan Buah LUAR
Segar
Minyak Eksportir NEGERI
CPO
Goreng
Mesin /
Peralatan PKO
Pengolahan Sabun,
CPO Margarin Distributor
PASAR
DALAM
Bio Diesel NEGERI
30
Tabel 1.
Peran Pemangku Kepentingan dalam Pengembangan Industri Pengolahan CPO
Perguruan Tinggi
Pemerintah Pusat Pemda Swasta Forum
& Litbang
Working Group
Kelapa Sawit
BBKK/Balai
Rencana Aksi 2004 – 2009
Daya Saing
Dep.Dag
KRT/BPPT
Prs.Ind.
Dep.Perin
Fasilitasi
Dep.Tan.
Asosiasi
Dep.Keu
Prop
Klaster
PT
Kab
1. Mengendalikan Ekspor Bahan Baku CPO; O O O O O O O
31
32