You are on page 1of 34

I.

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Status gizi balita merupakan hal penting yang harus diketahui oleh setiap
orang tua, perlunya perhatian lebih dalam tumbuh kembang di usia balita
didasarkan fakta bahwa kurang gizi yang terjadi pada masa emas ini bersifat
irreversibel atau tidak bisa pulih kembali (Marimbi, 2010). Anak di bawah lima
tahun merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan badan yang pesat
namun pada kelompok ini merupakan kelompok tersering yang menderita
kekurangan gizi (Proverawati, et al., 2010).
Gizi buruk merupakan suatu kondisi seseorang yang kekurangan gizi,
atau gizinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga
bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena
kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan
keduaduanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun)
dan ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk adalah
suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan
ungkapan lain status gizinya berada dibawah standar rata-rata. Zat gizi yang
dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe
malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan
gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses
terjadinya kekurangan gizi menahun (Wong, et al., 2009).
Menurut hasil United Nations International Childrens Emergency Fund
(UNICEF) dalam Commiting To Child Survival: A Promise Renewed Progress
Report 2013 menjelaskan bahwa dari semua kematian anak di bawah usia lima
tahun hampir setengah atau sekitar tiga juta kematian pertahun disebabkan oleh
kekurangan gizi atau beberapa gangguan gizi. Tiga perempat dari anak-anak yang
terhambat di dunia tinggal di Asia Selatan atau sub-Sahara Afrika. Kejadian anak
dengan perawakan pendek adalah yang paling umum di kalangan anak-anak
miskin dan tinggal di daerah pedesaan. Kekurangan gizi tersebut menyebabkan
resiko tinggi kematian pada balita dengan penyebab tersering kejadian berbagai

penyakit infeksi, dan memperparah penyakit tertentu serta terhambatnya


pertumbuhan anak. Perkembangan kejadian perbaikan status gizi dan pengerdilan
turun sebesar 257 juta pada tahun 1990 menjadi sekitar 162 juta tahun 2012.
Di Indonesia data yang didapatkan berdasarkan Riskesdas pada tahun
2007, 2010 dan 2013 didapatkan hasil prevalensi berat badan kurang
(underweight) secara nasional. Prevalensi berat-kurang pada tahun 2013 adalah
19,6%, terdiri dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi kurang. Jika dibandingkan
dengan angka prevalensi berat-kurang nasional tahun 2007 (18,4%) dan tahun
2010 (17,9%) terlihat meningkat. Perubahan terutama pada prevalensi gizi buruk
yaitu dari 5,4% tahun 2007, 4,9% pada tahun 2010, dan 5,7% tahun 2013.
Sedangkan prevalensi gizi kurang naik sebesar 0,9% dari 2007 dan 2013. Untuk
mencapai sasaran MDG tahun 2015 yaitu menurunkan angka kejadian gizi buruk
kurang sebesar 15,5% maka prevalensi gizi buruk-kurang secara nasional harus
diturunkan sebesar 4% dalam periode 2013 sampai 2015. Berdasarkan
datatersebut kejadian gizi buruk masih perlu diturunkan dan perlu adanya upaya
agar tercapai dan bisa diturunkan sejumlah 4% pada tahun 2015.
Masalah gizi buruk pada balita merupakan suatu permasalahan yang rumit
dan kompleks yang tidak akan bisa diselesaikan dengan sederhana dan hanya
melihat satu faktor penyebab saja. Berdasarkan teori timbulnya masalah gizi
buruk dipengaruhi oleh banyak determinan (faktor asupan makanan yang tidak
cukup dan adanya penyakit pada balita merupakan penyebab langsung terjadinya
gizi buruk yang saling mempengaruhi. Balita gizi buruk cenderung mudah sakit
dan memburuk gizinya. Sampai dengan saat ini pemenuhan gizi merupakan
solusi dalam penatalaksanaan dalam penanganan gizi buruk.
B. TUJUAN
1. Mengetahui cara penentuan status gizi anak
2. Mengetahui definisi, klasifikasi gizi buruk
3. Mengetahui faktor risiko terjadinya gizi buruk
4. Mengetahui manifestasi anak dengan gizi buruk
5. Mengetahui cara penegakkan diagnosis anak dengan gizi buruk
6. Mengetahui manajemen dan penanganan anak dengan gizi buruk

II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penentuan Status Gizi
Penentuan status gizi dilakukan berdasarkan berat badan (BB) menurut
panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB) (BB/TB atau BB/PB). Grafik
pertumbuhan yang digunakan sebagai acuan adalah grafik WHO 2006 untuk anak
kurang dari 5 tahun dan grafik CDC 2000 untuk anak lebih dari 5 tahun.
Penentuan status gizi menggunakan cut off Z score 2006 untuk usia 0-5 tahun
dan persentase berat badan ideal menurut kriteria Waterlow untuk anak diatas 5
tahun. Berikut tabel penentuan status gizi menurut kriteria Waterlow, WHO 2006,
dan CDC 2000:
Tabel 1. Penentuan Status Gizi Menurut Kriteria Waterlow, WHO 2006,
dan CDC 2000 ( IDAI, 2011).

B. Definisi dan Klasifikasi Gizi Buruk Anak


Menurut Kemenkes 2010, gizi buruk dan gizi kurang adalah status gizi
yang ditentukan berdasarkan indeks berat badan menurut umur (BB/U) yang
merupakan padanan istilah underweight (gizi kurang) dan severely underweight
(gizi buruk). Gizi buruk adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan karena
kekurangan asupan energi dan protein juga mikronutrien dalam jangka waktu
lama. Anak disebut gizi buruk apabila berat badan dibanding umur tidak sesuai
(selama 3 bulan berturut-turut tidak naik).
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi
atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga

bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (kwashiorkor), karena


kekurangan karbohidrat atau kalori (marasmus) dan kekurangan kedua-duanya.
Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita (bawah lima tahun) dan
ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk adalah suatu
kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan
lain status gizinya berada di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang dimaksud bisa
berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari
proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Nelson,2013 ).
Kriteria anak dengan gizi buruk dibagi menjadi dua (Nelson, 2013):
1. Gizi Buruk Tanpa Komplikasi
a. BB/TB: < -3 SD dan atau;
b. Terlihat sangat kurus dan atau;
c. Adanya Edema dan atau;
d. LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan
2. Gizi Buruk dengan Komplikasi
Gizi buruk dengan tanda-tanda tersebut di atas disertai salah
satu atau lebih dari tanda komplikasi medis berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Anoreksia
Pneumonia berat
Anemia berat
Dehidrasi berat
Demam sangat tinggi
Penurunan kesadaran

C. Etiologi Gizi Buruk Pada Anak


Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah sebagai berikut (Wong et al: 2014)
1. Penyebab Langsung.
Kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi, menderita
penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita penyakit kanker, berat badan
lahir. Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi sering diserang atau
demam akhirnya menderita kurang gizi.
2. Penyebab tidak langsung
Ketersediaan Pangan rumah tangga,

perilaku,

pelayanan

kesehatan.

Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor kesehatan, tetapi juga merupakan


5

masalah utama gizi buruk adalah kemiskinan, pendidikan rendah, ketersediaan


pangan dan kesempatan kerja. Oleh karena itu untuk mengatasi gizi buruk
dibutuhkan kerjasama lintas sektor Ketahanan pangan adalah kemampuan
keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya
dalam jumlah yang cukup baik maupun gizinya.
Secara garis besar gizi buruk disebabkan oleh karena asupan makanan
yang kurang atau anak sering sakit, atau terkena infeksi. Asupan makanan yang
kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak tersedianya makanan
secara adekuat, pola makan yang salah. Kondisi infeksi kronik akan meyebabkan
kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada
sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi (Nelson, 2013).
D. Manifestasi Klinis Gizi Buruk Pada Anak
1. Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala yang
timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut), tidak terlihat lemak dan
otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah patah dan
kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare), pembesaran
hati dan sebagainya. Anak tampak sering rewel dan banyak menangis
meskipun setelah makan, karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala
pada marasmus adalah (Depkes RI, 2011) :
a. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan
ototb. Ototnya, tinggal tulang terbungkus kulit
c. Wajah seperti orang tua
d. Iga gambang dan perut cekung
e. Otot paha mengendor (baggy pant)
f. Cengeng dan rewel, setelah mendapat makan anak masih terasa lapar.
2. Kwashiorkor (Depkes,2011)
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby), bilamana
dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein, walaupun
dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya atrofi. Tampak
sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh

a. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis


b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut,
pada
c. penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam
Wajah membulat dan sembab
d. Pandangan mata anak sayu
e. Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan
terasa
f. kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam
g. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah
menjadi
h. coklat kehitaman dan terkelupas
3. Marasmik-Kwashiorkor
Gambaran klinisnya merupakan campuran dari beberapa gejala klinis
kwashiorkor dan marasmus. Kondisi ini disebabkan makanan sehari-hari yang
tidak cukup mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang
normal. Pada penderita marasmus-kwarsiorkor disamping menurunnya berat
badan < 60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang tidak mencolok.
Semua penderita KEP berat pada umumnya disertai dengan anemia dan
defisiensi mikronutrien lain (Depkes RI, 2011).
E. Penegakkan Diagnosis Gizi Buruk Pada Anak (Depkes, 2011)
1. Anamnesis
Awal:
a. Kejadian mata cekung yang baru saja muncul
b. Lama dan frekuensi muntah atau diare serta tampilan dari bahan muntah
atau diare
c. Saat kencing terakhir
d. Tangan dan kaki teraba dingin
Lanjutan:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Kebiasaan makan sebelum sakit


Makan/minum/ menyusui saat sakit
Jumlah makan dan cairan yang didapat dalam beberapa hari terakhir
Kontak dengan penderita campak dalam 3 bulan terakhir
Berat badan lahir
Tumbuh kembang
Riwayat imunisasi
7

h. Apakah bayi atau anak ditimbang setiap bulan di posyandu


i. Apakah sudah dapat imunisasi lengkap
2. Pemeriksaan Fisik
a. Apakah anak tampak sangat kurus/edem pada kedua kaki
b. Tanda-tanda terjadinya syok
c. Suhu tubuh: hipotermis atau demam
d. Kehausan
e. Frekuensi pernafasan dan tipe pernafasan: gejala pneumonia atau kelainan
f.
g.
h.
i.
j.

jantung
Berat badan dan tinggi badan atau panjang badan
Pembesaran hepar dan icterus pada sclera
Adanya perut kembung, suara usus dan adanya abdominal splash
Pucat yang sangat berat terutama pada telapak tangan
Gejala pada mata : kelainan pada kornea dan konjungtiva sebagai tanda

kekurangan vitamin A
k. Telinga mulut dan tenggorokan : perhatikan adanya tanda-tanda infeksi
l. Kulit: tanda tanda infeksi atay adanya purpura
Berikut Alur Pemeriksaan Gizi Buruk di Pelayanan Kesehatan (Depkes, 2011)

F. Manajemen dan Penanganan Anak dengan Gizi Buruk (Depkes, 2011)


1. Alur Pelayanan Gizi Buruk di Pelayanan Kesehatan

Skema 2. Alur Pelayanan Gizi Buruk di Pelayanan Kesehatan (Depkes, 2011)


2. Klasifikasi Tanda Bahaya Pada Anak dengan Gizi Buruk
Pada bayi atau anak yang terdiagnosa sebagai gizi buruk perlu diperhatikan beberapa
tanda bahaya yang berkaitan dengan denyut nadi, pernafasan, dan suhu. Tanda bahaya
pada anak gizi buruk ini berhubungan dengan kemungkinan terjadinya beberapa
Variabel
Denyut
nadi

Hasil Pengukuran
Bila denyut nadi naik 25 kali/menit
Nadi cepat :
- Denyut nadi > 160 kali/menit
-

Klasifikasi
Infeksi atau gagal jantung
(kemungkinan karena
overhidrasi pada saat

(<1 tahun)
Denyut nadi > 140x/m (> 1

pemberian makan atau

tahun)

rehidrasi terlalu cepat)

Disertai peningkatan pernafasan


Pernafasan

5 kali / menit
Pernafasan cepat:
60 kali/ menit untuk anak usai

Pneumonia

< 2 bulan
50 kali/menit untuk anak usia
2-12 bulan
40 kali/menit untuk usia 12
Suhu

bulan sampai 5 tahun


Setiap kenaikan atau penurunan
secara tiba-tiba
Suhu aksiler < 36 C atau teraba dingin

Infeksi
Hipotermia

penyulit seperti infeksi, gagal jantung dan sebagainya. Berikut tabel tanda-tanda
bahaya pada anak dengan gizi buruk:
Tabel 2. Tanda-tanda Bahaya Pada Gizi Buruk (Depkes, 2011)
3. Prinsip dasar pelayanan rutin anak dengan gizi buruk
Prinsip dasar pelayanan rutin gizi buruk yang dilakukan di puskesmas
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

berupa 10 langkah penting yaitu (Depkes, 2011):


Atasi/cegah hipoglikemia
Atasi/cegah hipotermia
Atasi/cegah dehidrasi
Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
Obati/cegah infeksi
Mulai pemberian makanan
Fasilitasi tumbuh-kejar (catch up growth)
Koreksi defisiensi nutrien mikro
Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental
Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh.
Dalam proses pelayanan gizi buruk terdapat 3 fase yaitu fase
stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi. Tata laksana ini digunakan pada
pasien Kwashiorkor, Marasmus maupun Marasmik-Kwashiorkor.

10

Tabel 3. Jadwal Pengobatan dan Perawatan Anak Gizi Buruk

11

Tabel 4. Hasil pemeriksaan dan tindakan pada anak gizi buruk

12

13

a. Atasi/cegah hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak
dengan gizi buruk. Anak gizi buruk dianggap hipoglikemia bila kadar glukosa
darah < 3 mmol/L atau 54 mg/dl. Hipoglikemia biasanya juga terjadi
bersamaan dengan hipotermia. Tanda lain hipoglikemia adalah letargis, nadi
lemah, dan kehilangan kesadaran. Kematian karena hipoglikemia pada anak
gizi buruk, kadang-kadang hanya didahului dengan tanda seperti mengantuk
saja. Di unit pelayanan kesehatan yang belum mampu memeriksa kadar
glukosa darah, setiap anak gizi buruk yang datang harus dianggap mengalami
hipoglikemia. Oleh karena itu harus segera mendapat perawatan dan
penanganan sebagai penderita hipoglikemia.

14

Tabel 5. Cara Mengatasi Hipoglikemia

b. Atasi/cegah hipotermia
Adalah suatu keadaan tubuh dimana suhu aksiler <36 C. Hipotermia
biasanya terjadi bersama-sama dengan kejadian hipoglikemia. Hipotermia dan
hipoglikemia pada anak gizi buruk biasanya merupakan tanda dari adanya
infeksi sistemik yang serius. Semua anak gizi buruk dengan hipotermia harus
mendapat pengobatan untuk mengatasi hipoglikemia dan infeksi. Cadangan
energi anak gizi buruk sangat terbatas, sehingga tidak mampu memproduksi
panas untuk mempertahankan suhu tubuh. Setiap anak harus dipertahankan
suhu tubuhnya dengan menutup tubuhnya dengan penutup yang memadai.
Tindakan menghangatkan tubuh adalah usaha untuk menghemat penggunaan
cadangan energi pada anak tersebut.

15

Tabel 6. Cara Memulihkan dan Mempertahankan Agar Suhu Anak


Tetap Optimal

c. Atasi atau cegah dehidrasi


Keberhasilan penanganan anak sakit dengan gizi buruk tidak hanya tergantung
pada obat-obatan yangdiberikan, tapi juga ketepatan dalam mengatasi
16

komplikasi yang muncul. Fisiologi pada anak dengan gizi buruk secara
komplet berbeda dengan anak-anak normal umumnya sehingga penanganan
biasa yang dilakukan pada anak normal bisa menjadi fatal pada anak dengan
gizi buruk. Seperti contoh diagnosis dan penatalaksanaan diare dan dehidrasi
pada anak gizi buruk yang jelas berbeda, dimana pemberian cairan standar
yang cukup sering dapat memicu terjadinya overload dan kematian akibat
gagal jantung (Golden, 2010).
Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak gizi buruk dengan dehidrasi
adalah :
1) Ada riwayat diare sebelumnya
2) Letargi
3) Anak gelisah dan rewel
4) Tidak ada air mata
5) Mulut dan lidah kering
6) Kembalinya turgor kulit lambat
7) Anak sangat kehausan
8) Mata cekung
9) Nadi lemah
10) Tangan dan kaki teraba dingin
11) Anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama.
Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap setengah
jam sekali tanpa berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan tindakan
rehidrasi oral dengan memberi minum anak 50 ml (3 sendok makan) setiap 30
menit dengan sendok. Cairan rehidrasi oral khusus untuk gizi buruk disebut
ReSoMal. Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan gizi buruk dapat
menggunakan oralit yang diencerkan 2 kali. Jika anak tidak dapat minum,
lakukankan rehidrasi intravena (infus) cairan Ringer Laktat/Glukosa 5 % dan
NaCL dengan perbandingan 1:1.
d. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
Pada semua gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan elektrolit
diantaranya adalah kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma
rendah dan defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg). Ketidakseimbangan
elektrolit ini memicu terjadinya edema dan, untuk pemulihan keseimbangan

17

elektrolit diperlukan waktu paling sedikit 2 minggu. Jangan mengobati edema


dengan pemberian diuretika. Tindakan yang dapat dilakukan adalah
pemberian makanan yang mengandung sumber mineral dan cairan rehidrasi.
e. Obati/cegah infeksi
Sebagian besar penelitian menunjukkan hasil bahwa prevalensi anak dengan
gizi buruk yang mengalami infeksi cukup tinggi sehingga direkomendasikan
penggunaan antibiotik rutin pada anak-anak gizi buruk yang menunjukkan
tanda-tanda infeksi. Pada Gizi buruk, tanda yang umumnya menunjukkan
adanya infeksi seperti demam seringkali tidak tampak, oleh karena itu pada
semua KEP berat/Gizi buruk secara rutin diberikan antibiotik spektrum luas.
Vaksinasi Campak bila anak belum diimunisasi dan umur sudah mencapai 9
bulan. Mengingat pasien KEP berat/Gizi buruk umumnya juga menderita
penyakit infeksi, maka lakukan pengobatan untuk mencegah agar infeksi tidak
menjadi lebih parah (Trehan et al: 2013).
f. Mulai pemberian makanan
Pemberian diet pada gizi buruk dibagi dalam 3 fase, yaitu fase stabilisasi, fase
transisi, fase rehabilitasi. Pada fase Stabilisasi ( 1-2 hari) perlu pendekatan
yang sangat hati-hati, karena keadaan faal anak sangat lemah dan kapasitas
homeostatik berkurang. Pemberian makanan harus dimulai segera setelah
anak dirawat dan dirancang sedemikian rupa sehingga energi dan protein
cukup untuk memenuhi metabolisme basal saja. Pada anak dengan selera
makan baik dan tidak edema, maka tahapan pemberian formula bisa lebih
cepat dalam waktu 2-3 hari (setiap 2 jam).

18

Tabel 7. Pemberian Cairan dan Makanan Untuk Stabilisasi

19

Tabel 8. Pemberian Cairan dan Makanan Untuk Stabilisasi

20

21

Tabel 10. Pemberian Cairan dan Makanan Untuk Stabilisasi

22

Tabel 11. Pemberian Cairan dan Makanan Untuk Stabilisasi

23

Tabel 12. Pemberian Cairan dan Makanan Untuk Stabilisasi

24

25

Tabel 13. Pemberian Cairan dan Makanan Untuk Stabilisasi

26

Tabel 14. Pemberian Cairan dan Makanan Untuk Stabilisasi

27

g. Fasilitasi tumbuh-kejar (catch up growth)

28

Pada fase ini meliputi 2 fase yaitu fase transisi dan fase rehabilitasi. Pada fase
transisi (minggu ke dua) pemberian makanan diberikan secara berlahan-lahan
untuk menghindari risiko gagal jantung yang dapat terjadi bila anak
mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak. Setelah fase
transisi dilampaui, anak diberikan formula makanan untuk fase rehabilitasi
(minggu ke 3 -7) untuk tumbuh kejarnya. Pada fase rehabilitasi dilakukan
pemantauan untuk menilai kemajuan perkembangan anak berdasarkan
kecepatan pertambahan badan. Kecepatan pertambahan badan dikatakan baik
jika kenaikan berat badan 50 g/KgBB/minggu.

29

Tabel 15. Pemberian Cairan dan Makanan Untuk Fase Transisi dan Rehabilitasi

30

h. Koreksi defisiensi nutrien mikro


Semua pasien gizi buruk mengalami kurang vitamin dan mineral. Walaupun
anemia biasa terjadi, jangan tergesa-gesa memberikan preparat besi (Fe).
Tunggu sampai anak mau makan dan berat badannya mulai naik (biasanya
pada minggu ke 2). Pemberian besi pada masa stabilisasi dapat memperburuk
keadaan infeksinya. Berikan setiap harinya tambahan multivitamin lain dan
zat besi dalm bentuk tablet besi folat atau sirup jika berat badan anak mulai
naik.

i. Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental


Pada anak gizi buruk terjadi keterlambatan mental dan perilaku karenanya
harus diberikan:
1) Kasih sayang
2) Lingkungan yang ceria
3) Terapi bermain terstruktur selama 15-30 menit/hari
4) Aktivitas fisik segera setelah sembuh
5) Keterlibatan ibu
j. Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh
1) Bila gejala klinis dan BB/TB-PB >-2 SD, dapat dikatakan anak sembuh
2) Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di
rumah setelah penderita dipulangkan
3) Berikan contoh kepada Orang Tua :
Menu dan cara membuat makanan dengan kandungan energi dan zat gizi
yang padat, sesuai dengan umur berat badan anak
31

4) Terapi bermain terstruktur


5) Sarankan :
Memberikan makanan dengan porsi kecil dan sering, sesuai dengan umur
anak
Membawa anaknya kembali untuk kontrol secara teratur :
a) Bulan 1 : 1x/minggu
b) Bulan II : 1x/2 minggu
c) Bulan III VI : 1x/bulan
6) Pemberian suntikan/imunisasi dasar dan ulangan (booster)
7) Pemberian vitamin A dosis tinggi setiap 6 bulan sekali (dosis sesuai umur)
Kriteria pemulangan anak gizi buruk dari ruangan rawat inap:
Persiapan untuk tindak lanjut di rumah dapat dilakukan sejak anak dalam
perawatan, misalnya melibatkan ibu dalam kegiatan merawat anaknya.
Kriteria sembuh bila BB/TB atau BB/PB > -2 SD dan tidak ada gejala klinis.
Anak dapat dipulangkan bila memenuhi kriteria pulang sebagai berikut :
1) Edema sudah berkurang atau hilang, anak sadar dan aktif
2) BB/PB atau BB/TB > -3 SD
3) Komplikasi sudah teratasi
4) Ibu telah mendapat konseling gizi
5) Ada kenaikan BB sekitar 50 g/kg BB/minggu selama 2 minggu berturutturut
6) Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan.
G.

32

III.
KESIMPULAN
1. Gizi buruk adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan karena kekurangan
asupan energi dan protein juga mikronutrien dalam jangka waktu lama. Anak
disebut gizi buruk apabila berat badan dibanding umur tidak sesuai (selama 3
bulan berturut-turut tidak naik).
2. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan
protein (kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (marasmus) dan
kekurangan kedua-duanya.
3. Penyebab terjadinya gizi buruk di penagruhi oleh dua hal, diantaranya adalah
penyebab langsung dan penyebab tidak langsung
4. Prinsip dasar pelayanan rutin gizi buruk yang penting dilakukan berupa 10
langkah yaitu atasi/cegah hipoglikemia, atasi/cegah hipotermia, atasi/cegah
dehidrasi, koreksi gangguan keseimbangan elektrolit, obati/cegah infeksi, mulai
pemberian makanan, fasilitasi tumbuh-kejar (catch up growth), koreksi defisiensi
nutrien mikro dan melakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental

33

DAFTAR PUSTAKA
Golden M H. 2010. Evolution of Nutritional Management of Acute Malnutrition.
Indian Pediatrics. Vol 47: 667-678.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2011. Asuhan Nutrisi Pediatric (Pediatric
Nutrition Care). UKK Nutrisi dan Penyakit Metabolik.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Buku I: Bagan Tatalaksana Anak
Gizi Buruk.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Buku II: Petunjuk Teknis
Tatalaksana Anak Gizi Buruk.
Kliegman R M, Stanton B F, Schor N F, Joseph S G, Behrman R E. 2013. Nelson
Textbook Pediatrics 20th Edition. Elsevier
Trehan I, Goldbach H, LaGrone L et al. 2013. Antibiotics as Part of the Management
of Severe Acute Malnutrition. The New England Journal of Medicine. Vol
368:425-435
Wong H J, Moy F M, Nair S. 2014. Risk Factors of Malnutrition among Preschool
Children in Terengganu Malaysia: Case-control Study. BMC Public Health.
14:875.

34

You might also like