You are on page 1of 26

TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU KESEHATAN GIGI DAN MULUT

Oleh :
Try Febriani Siregar
04054821517082

Pembimbing :
drg. Billy Sujatmiko, SpKG

FAK U LTAS K E D O K T E R AN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2016

White Spot
White spot merupakan bercak putih pada permukaan gigi dan proses awal terjadinya karies,
namun pada fase ini permukaan gigi masih utuh. Bercak putih (white spot) timbul akibat
pelepasan ion kalsium dan fosfat dari email gigi yang disebut dengan demineralisasi. Pada
tahap awal, karies terlihat sebagai gambaran bercak putih kapur di permukaan gigi (white
spot). Daerah white spot ini akan terlihat jelas pada gigi karena gigi yang asli berwarna putih
transparan dan mengkilat serta dilapisi pelikel (lapisan tipis bening dan tipis pada gigi). white
spot lesion ini menandakan mulai terjadi proses karies awal (early decay), namun belum
terbentuk lubang gigi (kavitas). Biasanya white spot terlihat di bagian gigi yang dekat dengan
gusi (leher gigi). Pada keadaan ini bila didiamkan akan menjadi lubang atau kavitas
(moderate decay) atau bahkan proses karies yang lebih parah (advanced decay).
Pemeriksaan Objektif
Pemeriksaan Ekstraoral
Setiap kelainan ektraoral yang nampak yang dicatat selama pencatatan riwayat dapat
diperiksa lebih lanjut. Penampilan umum-besar dan berat, corak kulit, mata, bibir, simetri
wajah, dan kelenjar limfe.
Pemeriksaan Intra-oral
Gejala objektif ditentukan oleh pengujian dan observasi yang dilakukan oleh seorang
klinisi. Pengujian-pengujian tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan visual dan taktil
Uji klinis yang paling sederhana adalah pemeriksaan berdasarkan penglihatan. Hal ini
terlalu sering hanya dilakukan sambil lalu selama pemeriksaan, dan sebagai hasilnya, banyak
informasi penting hilang. suatu pemeriksaan visual dan taktil jaringan keras dan lunak yang
cermat mengandalkan pada pemeriksaan three Cs: color, contour, dan consistency (warna,
kontur dan konsistensi). Pada jaringan lunak, seperti gusi, penyimpangan dari warna merah
muda sehat dapat dengan mudah dikenal bila terdapat inflamasi. Suatu perubahan kontur
yang timbul dengan pembengkakan, dan konsistensi jaringan yang lunak, fluktuan, atau
seperti bunga karang yang berbeda dengan jaringan normal, sehat dan kuat adalah indikatif
dari keadaan patologik.
2. Tes Perkusi
Tujuan tes perkusi adalah

Mengevaluasi status periodonsium yang meliputi gingiva, tulang alveolar,

ligament periodontal, dan sementum sekitar gigi dan apical gigi.


Menentukan ada atau tidak adanya penyakit periradikuler yang meliputi jaringan

dentin, sementum, dan ligament periodontal.


Terdapat dua metode tes perkusi, yaitu :
Vertical
Tes vertical dilakukan dengan cara pengetukan pada arah vertical atau
searah dengan daerah periapical yang bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya kelainan periapical. Jika tes perkusi vertical positif, berarti

terdapat kelainan di daerah periapical.


Horizontal
Tes horizontal dilakukan dengan cara pengetukan pada arah horizontal atau
kearah dentin, pulpa, sementum untuk mengetahui ada atau tidak adanya
kelainan pada daerah tersebut. Jikat esperkusi horizontal positif, berarti
terdapat kelainan di peridonsium (Ghom, 2007)

Cara melakukan tes perkusi :


-

Pukulan cepat dan tidak terlalu keras pada permukaan oklusal atau incisal dari gigi

yang diduga mengalami karies


Gigi tetangga di perkusiter lebih dahulu kemudian diikuti gigi yang menjadi

keluhan
Reaksi yang lebih valid didapat dari pergerakan tubuh pasien (gerak reflex pasien)
Respon
Positif (+)
Negative (-)

3. Tes Tekan
Tujuan tes tekan adalah
:
- Untuk mengetahui adanya fraktur atau kelainan pada periapical.
Cara melakukan tes tekan
-

Pasien menggigit objek yang keras misalnya gulungan kapas


Atau bisa juga dengan memberikan tekanan dengan jari

Respon
Positif (+)
Negative (-)

4. Vitality Test
Tes vitalitas merupakan sebuah tes yang bertujuan untuk menentukan diagnosa dan
menentukan apakah gigi tersebut masih vital atau sudah nonvital. Gigi vital merupakan gigi
yang masih punya suplai darah, sedangkan gigi nonvital tidak. Terdapat berbagai macam tes
vitalitas, yaitu: Thermal Test, Elictric Pulp Testing, Test Cavity.
1. Thermal Test
a. Cold Test
Bahan yang digunakan:
-

CO2 snow, merupakan metode yang baik karena memiliki temperature -50C dan
perubahan bentuknya dari solid ke gas sehingga tidak berpotensi untuk
menstimulus gigi yg berada di dekatnya.

Ethyl Chloride
Dichlorodifluoromethane (DDM), prosedurnya adalah dengan menyemprotkan
DDM ke cotton pellet kemudian aplikasikan ke gigi yang ingin dites. Sama
dengan CO2 snow, DDM tidak memiliki liquid state.

Ice sticks, mempunyai liquid state sehingga memungkinkan stimulus gigi yg


berdekatan. Jika cold test dengan menggunakan ice sticks dilakukan maka terlebih
dahulu gigi posterior.

b. Heat Test
Bahan yang digunakan adalah Gutta percha yg sebelumnya gigi tersebut diolesi
petroleum jelly untuk mencegah perekatan, kemudian gutta percha dipanaskan dan
aplikasikan pada gigi. Tes ini dilakukan jika pasien mempunyai keluhan saat memakan
atau meminum-minuman panas. Alternatif lain adalah dengan membungkus gigi
dengan rubber dam kemudian alirkan cairan dingin ataupun panas. Bila gigi
memberikan respon berarti gigi vital, jika tidak makan nonvital.
2. Electric Pulp Testing (EPT)
a. Menggunakan arus listrik untuk stimulasi respon saraf pulpa, alat yang
digunakan contohnya adalah Analytic Technology pulp tetster.

b. Prosedur:
1. Gigi yang akan dites dikeringkan untuk mencegah short-circulating
melalui saliva periodontium.

2. Gigi ditutupi dengan rubber dam antara contact point untuk mencegah
konduksi gigi berdekatan.
3. Ujung EPT dilapisi pasta gigi sebagai conducting media
4. Pasien diminta menahan metal handle hingga ada sensasi geli,
kesemutan.
5. Tes ini tidak dianjurkan untuk pasien dengan cardiac pacemaker.
6. Gigi vital berarti dapat merasakan sensasi geli, kesemutan, sedangkan
nonvital tidak.

c. EPT kurang efektif bila dibandingkan dengan thermal test dan test cavity.
3. Test Cavity

a. Dilakukan ntuk memastikan respon dari pulp test sebelumnya sudah


akurat.
b. Caranya dengan melubangi gigi menggunakan high speed handpiece tanpa
anestesi lokal.
c. Jika gigi vital maka pasien dapat merasakan sakit yang tajam ketika
sampai dentin, sedagkan gigi nonvital tidak merasakan respon apapun.
d. Operator juga harus hati-hati mempertimbangkan jika pasien ternyata
merasakan sakit akibat vibrasi dan tekanan dari alat sehingga bisa
menginterpretasikan tes dengan benar.

Pemeriksaan Subjektif (Anamnesis)


Anamnesis merupakan percakapan professional antara dokter dengan pasien untuk
mendapatkan data/riwayat penyakit yang dikeluhkan pasien. Informasi tentang riwayat pasien
dibagi menjadi 3 bagian : riwayat sosial, dental dan medis. Riwayat ini memberikan
informasi yang berguna merupakan dasar dari rencana perawatan.
1. Pengenalan dan pembukaan diri terdiri dari :

Mengucapkan salam

Memperkenalkan diri

Melakukan kontak mata dengan pasien

2. Menanyakan identitas pasien, terdiri dari :


Nama : Tn/Ny.
Usia
Jenis Kelamin
Alamat
Pekerjaan
3. Menanyakan Keluhan Utama saat ini (presenting complaint) : keluhan saat pasien
datang atau keluhan yang membuat pasien datang menemui dokter gigi
4. Menanyakan sejarah keluhan utama, meliputi :
Kapan keluhan terjadi (onset)
Lamanya keluhan berlangsung (duration)
Lokasi keluhan
Faktor-faktor yang memperingan
Faktor-faktor yang memperberat
Kronologis (investigation thus far) :
Perawatan yang telah diterima
5. Riwayat medis sebelumnya : riwayat penyakit sistemik yang pernah diderita
sebelumnya
Guna menghindari informasi yang tidak relevan dan untuk mencegah kesalahan
kelalaian dalam uji klinis, klinisi harus melakukan pemeriksaan rutin. Rangkaian
pemeriksaan harus dicatat pada kartu pasien dan harus dijadikan sebagai petunjuk untuk
melakukan kebiasaan diagnostik yang tepat. Yang termasuk dengan penyakit sistemik
adalah :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Penyakit jantung congenital


Demam rematik
Kelainan darah
Penyakit saluran pernapasan
Asma
Hepatitis

g. Penyakit gastrointestinal
h. Penyakit ginjal atau saluran kencing
i. Penyakit tulang atau sendi
j. Penyakit diabetes
k. Penyakit kulit
l. Kelainan congenital
m. Alergi
n. Pengobatan belakangan atau yang sedang dilakukan
o. Operasi sebelumnya atau penyakit serius
p. Kelainan subnormal mental
q. Epilepsy
r. Riwayat penyakit serius dalam keluarga
6. Riwayat dental sebelumnya : riwayat penyakit dental yang pernah diderita
sebelumnya
7. Riwayat penyakit keluarga : riwayat penyakit yang bersifat herediter
8. Kebiasaan kultural dan sosial : dapat berupa informasi yang berhubungan dengan
lingkungan sosioekonomi dan pekerjaan, riwayat perjalanan keluar negeri, riwayat
seksual, hobby dan kebiasaan-kebiasaan pasien yang relevant.
9. Harapan pasien

Klasifikasi Karies
1. Pit dan Fissure Caries
Jenis karies ini lebih sulit dideteksi daripada karies yang terjadi pada
permukaan lunak. Salah satu cara untuk mengetahui adanya karies jenis ini adalah
dengan melihat ada atau tidaknya stain (noda) pada bagian fissure dan pit. Cara ini
dipilih karena sulitnya membedakan ketajaman lengkung fissure dan pit akibat adanya
karies dengan keadaan anatominya sendiri.Tahapan proses karies yang terjadi pada
tipe ini adalah:
- Small Pit. Masa dimana mikroorganisme mulai menyerang salah satu bagian gigi
-

yang rentan, yaitu bagian Pit.


Bluish-white Area. Karena dentin lebih lunak daripada enamel, maka dengan
mudah mikroorganisme akan menyerang kearah dentinoenamel junction, yang

menyebabkan warna keputihan pada bagian enamel.


Open Cavity.
Seiring dengan penyerangan

mikroorganisme

kearah

dentinoenamel junction, maka akan terlihat sebagai kavitas besar yang berwarna
-

coklat muda.
Pulpitis. Pulpa mulai diserang, yang mengakibatkan infeksi, yang disebut dengan
pulpitis.

Apical Abscess. Pada masa ini, pulpa sudah mati dan gigi sudah tidak baik lagi
karena pulpitis mulai merambah ke ligament periodontal.

Adapun tempat-tempat yang sangat rentan terserang karies adalah tempat-tempat


dengan posisi yang rumit, yaitu :

Enamel pit dan fissure pada permukaan oklusal molar dan premolar, buccal pit
pada molar, dan palatal pit pada insisivus atas

Permukaan enamel approximal pada bagian servical dari contact point

Enamel pada bagian cervical, koronal dari gingival margin

Pada pasien dimana penyakit periodontal terdapat di gingival recession. Area


plaque pada permukaan akar yang terlihat

Pada bagian yang direstorasi, misalnya pada permukaan gigi yang


bersebelahan dengan gigi tiruan dan bridge.

2. Smooth-Surface Karies
Karies jenis ini kebanyakan ditemukan pada bagian kontak interproksimal, namun
juga
dapat terjadi pada permukaan lunak yang lain. Karies ini ditandai dengan adanya bercak
putih yang kemudian akan menghancurkan enamel. Jika berlanjut, keadaan ini akan
menyebabkan terbentuknya lubang. Perawatan/tindakan yang dapat dilakukan pada masa
awal karies adalah diet dan pemberian mineral untuk membantu proses remineralisai
enamel. Pada masa ini, karies masih bersifat reversible.
3. Root Surface Caries
Proses terbentuknya karies jenis ini berbeda dengan pit dan fissure caries. Letak
perbedaannya adalah pada tahap 1 dan 2 dari pit dan fissure. Masa awal karies ini adalah
rusaknya bagian cementum dan dentin sehingga terbentuk kavitas pada bagian tersebut.
Langkah berikutnya sama dengan tahapan pada pit dan fissure caries. Karies ini
kebanyakan terjadi pada orang dewasa.

4. Secondary Caries
Karies sekunder menurut Tarigan (1995) merupakan salah satu kegagalan tumpatan
yaitu timbulnya proses karies baru di permukaan gigi, dinding kavitas, di tepi, dan
dibawah tumpatan. Sedangkan, menurut Tarigan Kidd dan Vechal, karies sekunder adalah
karies yang tetap terjadi dijaringan sekitar tumpatan sehingga menggagalkan tumpatan
tersebut. Karies sekunder biasa disebut karies rekuren. Karies ini dapat terjadi akibat :
preparasi kavitas yang kurang baik, restorasi yang kurang efektif, terdapat celah disekitar
tambalan amalgam, atau kombinasi dari beberapa hal tersebut. Terjadinya karies sekunder
di bawah tambalan yang mungkin disebabkan karena kebocoran tambalan sehingga
bakteri dapat berpenetrasi ke jaringan gigi dan kembali menyebabkan karies.
Klasifikasi Karies Yang Dibedakan Berdasarkan Cara Meluasnya Karies

Penetrirende Karies: karies yang meluas dari email ke dentin dalam bentuk kerucut.

Perluasannya secara penetrasi yaitu merembes kedalam.


Unterminirende Karies adalah karies yang meluas dari email ke dentin dengan jalan

meluas ke arah samping, sehingga disebut juga dengan undermind karies.


Karies Superficialis adalah karies yang baru mengenai enamel saja, sedangkan dentin

belum terkena.
Karies Media adalah karies yang sudah mengenai dentin, tetapi belum melebihi

setengah dentin.
Karies Profunda adalah karies yang sudah mengenai lebih dari setengah dentin dan

kadang-kadang sudah mengenai pulpa. Karies ini dibagi lagi menjadi:


Karies Profunda Stadium I: karies yang telah melewati setengah dentin, pulpa belum

meradang.
Karies Profunda Stadium II: masih dijumpai lapisan yang membatasi karies dengan

pulpa, dan biasanya telah dijumpai radang pulpa.


Karies Profunda Stadium III: pulpa telah terkena, dan terjadi bermacam-macam
radang pulpa.

Tipe karies yang lain adalah Rampant Caries, yang biasa terjadi pada anak-anak yang
suka mengonsumsi makanan kecil atau pasien yang mengalami Xerostomia sebagai hasil dari
radioterapi penyembuhan yang dilakukannya.
Jenis karies dapat digolongkan berdasarkan waktu terbentuknya, yaitu:
1

Karies primer : terbentuk pada lokasi yang belum memiliki riwayat karies

sebelumnya
Karies sekunder : terbentuk pada lokasi yang memiliki riwayat karies sebelumnya,

3
4

Biasanya terdapat pada tepi tumpatan yang kurang sempurna


Karies residual : karies yang tidak dihilangkan secara lengkap sebelum ditumpat
Karies radiasi: karies yang merupakan efek dari radiotherapi yang menyebabkan
Xerostomia

Jenis Karies Dapat Digolongkan Berdasarkan Tingkat Progresifitas


1
2
3

Karies akut: karies yang berkembang dan memburuk dengan cepat


Karies kronis: karies yang berkembang secara lambat
Karies terhenti (arrested caries): lesi tidak berkembang

Klasifikasi Kavitas Lesi Karies (Menurut G.J Mount dan W.R Hume)
Lesi karies hanya terjadi di tiga tempat (sites) pada mahkota atau akar gigi. Oleh karena itu,
parameter pertama untuk klasifikasi kavitas adalah tiga tempat:
-

Site 1: Pit, fisura dan kerusakan enamel pada permukaan


oklusal dari gigi posterior atau permukaan halus lainnya

Site 2 : Enamel Aproksimal, yang berkontak dengan gigi


di sebelahnya.

Site 3: Sepertiga servikal mahkota, atau diikuti resesi gingiva, akar terekspos

Klasifikasi menurut G.V. Black

Kelas I : Pada gigi anterior terdapat pada bagian singulum, sedangkan pada gigi

posterior terdapat pada permukaan oklusal


Kelas II : Pada area interproksimal gigi posterior
Kelas III : Pada area interproksimal gigi anterior
Kelas IV : Pada incisal corner (sudut incisal edgenya lemah dan dapat menyebabkan

fraktur gigi)
Kelas V : Pada area servical
Kelas VI : Pada cusp tip

Ukuran Lesi
Ukuran lesi terbagi menjadi lima:
-

Size 0: Lesi paling awal yang dapat diidentifikasi sebagai tingkat permulaan
demineralisasi. Memerlukan perawatan non-invasif.

Size 1: Kavitas permukaan minimal yang melibatkan dentin sedikit diluar perawatan
remineralisasi. Beberapa bentuk restorasi diperlukan untuk mengembalikan
permukaan yang halus dan mencegah akumulasi plak lebih lanjut.

Size 2: Sedikit mengenai dentin. Kavitas ini masih menyisakan enamel yang disokong
dengan baik oleh dentin dan masih dapat beroklusi dengan normal. Struktur gigi yang
masih tersisa cukup kuat untu menyokong restorasi.

Size 3: Lesitelah membesar. Struktur gigi yang tersisa telah lemah, cusp ataupun
incisal edge telah rusak, dan sudah tidak dapat beroklusi dengan baik.

Size 4: Karies besar atau kehilangan struktur gigi dalam jumlah besar.

Teori menurut Mount :


-

D0. Tidak ada kelainan.


D1. Lesi kering. Belum ada kavitas.
D2. Lesi basah. Belum ada kavitas.
D3. Karies email.
D4. Karies dentin terbatas.
D5. Karies dentin meluas.

D6. Karies mencapai pulpa.

Klasifikasi berdasarkan ICDAS (International Caries Detection and Assessment System)


ICDAS mengklasifikasikan karies berdasarkan tingkat keparahan karies.
D0 : gigi yang sehat.
D1 : perubahan awal pada email yang tampak secara visual. Biasa dilihat dengan cara
mengeringkan permukaan gigi, dan tampak adanya lesi putih di gigi tersebut.
D2 : perubahan pada email yang jelas tampak secara visual. Terlihat lesi putih pada gigi,
walau gigi masih dalam keadaan basah.
D3 : kerusakan email, tanpa keterlibatan dentin (karies email).
D4 : terdapat bayangan dentin (tidak ada kavitas pada dentin). Karies pada tahap ini sudah
menuju dentin, berada pada perbatasan dentin dan email (dentino-enamel junction)
D5 : kavitas karies yang tampak jelas dan juga terlihatnya dentin (karies sudah mencapai
dentin).
D6 : karies dentin yang sudah sangat meluas (melibatkan pulpa).

Tahapan Progresivitas Gigi Normal hingga Menjadi Karies

White spot
(lesi subsurface/lesi insipien/lesi putih)

Karies email

Karies dentin

Tatalaksana Karies
Perawatan karies gigi ditentukan oleh stadium saat karies ditemukan :
1) Penambalan (filling), dilakukan untuk mencegah progresi karies lebih lanjut. Ini
merupakan penambalan biasa yang dilakukan pada karies yang ditemukan saat iritasi atau
hiperemi pulpa. Bahan yang digunakan yaitu amalgam, composite resin dan glass
ionomer. Penambalan dengan inlay juga bisa dilakukan.
2) Perawatan saluran akar (PSA)/root canal treatment, dilakukan bila sudah terjadi pulpitis
atau karies sudah mencapai pulpa. Setelah dilakukan PSA dibuat restorasi yang
dinamakan onlay.
3) Ekstraksi gigi, merupakan pilihan terakhir dalam penatalaksanaan karies gigi. Dilakukan
bila jaringan gigi sudah sangat rusak sehingga tidak dapat direstorasi. Gigi yang telah
diekstraksi perlu diganti dengan pemasangan gigi palsu (denture), implant atau jembatan
(bridge).
Dasar-dasar pencegahan karies adalah mengeliminasi dan mengendalikan faktor-faktor utama
yang berperan dalam timbul dan berkembangnya lesi karies.
1) Menjaga kebersihan mulut dengan baik :
- Sikat gigi yang benar dan teratur
- Flossing
- Mouthwash
- Dental checked up 2x setahun
2) Diet rendah karbohidrat
3) Fluoride (pasta gigi, mouthwash, supplement, air minum, fluoride gel)
4) Pengguanaan pit and fissure sealant (dental sealant)

INERVASI GIGI
Saraf trigeminus adalah saraf yang berperan dalam mengirimkan sensasi dari kulit
bagian anterior kepala, rongga mulut dan hidung, gigi dan meninges (Lapisan otak). Saraf
Trigeminus memiliki tiga divisi (mata/oftalmik, rahang atas/maksilaris dan rahang
bawah/mandibula) yang selanjutnya diperlakukan sebagai saraf-saraf terpisah. Pada divisi
mandibula terdapat juga serabut saraf motorik yang mensarafi otot-otot yang digunakan
dalam mengunyah. Saraf Trigeminus merupakan saraf campuran dimana sebagian besar
merupakan serat saraf sensoris wajah, dan sebagian yang lain merupakan serat saraf motoris
dari otot mastikasi.

Anatomi Nervus Trigeminus


Nervus Trigeminus merupakan nervus cranialis yang terbesar dan melayani arcus branchialis
pertama. Nervus ini mengandung serat-serat branchiomotorik dan aferen somatik umum
(yang terdiri atas komponen ekteroseptif dan komponen proprioseptif), dengan nuclei sebagai
berikut
a. Nucleus Motorius Nervus Trigemini
Dari Nucleus ini keluar serat-serat branchiomotorik yang berjalan langsung ke arah
ventrolateral menyilang serat-serat pedunculus cerebellaris medius (fibrae pontocerebellares)
dan pada akhirnya akan melayani m. Masticatores melalui rami motori nervi mandibularis
dan m. Tensor Veli Palatini serta m. Mylohyoideus.
b. Nucleus Pontius, Nervi Trigemini dan Nucleus Spinalis Nervi Trigemini
Kedua Nucleus ini menerima impuls-impuls eksteroseptif dari daerah muka dan daerah
calvaria bagian ventral sampai vertex.Di antara kedua nucleus di atas terdapat perbedaan
fungsional yang penting : di dalam nucleus Pontius berakhir serat-serat aferan N. V yang
relatif kasar, yang mengantarkan impuls-impuls rasa raba, sedangkan nucleus spinalis N. V
terdiri atas sel-sel neuron kecil dan menerima serat-serat N. V yang halus yang mengantarkan
impuls-impuls eksteroseptif nyeri dan suhu.

Saraf trigeminal atau saraf kranial ke 5 terutama memberi persarafan pada kulit muka,
konjungtiva dan kornea, mukosa dari hidung , sinus-sinus dan bagian frontal dari rongga
mulut, juga sebagian besar dari duramater. Saraf ini keluar dari bagian lateral pons berupa
akar saraf motoris dan saraf sensoris. Akar saraf yang lebih kecil, yang disebut juga portio
minor nervi trigemini, merupakan akar saraf motoris.
Berasal dari nukleus motoris dari saraf trigeminal dibatang otak terdiri dari serabutserabut motoris, terutama mensarafi otot-otot pengunyah. Dalam perjalanannya akar saraf ini
melalui ganglion disebelah medial dari akar sensoris yang jauh lebih besar, sebelum
bergabung dengan saraf mandibularis pada saat melalui foramen ovale dari os. Sphenoid.
Akar sensoris saraf trigeminal yang lebih besar disebut dengan portio major nervi trigemini

yang memberi penyebaran serupa dengan akar-akar saraf dorsalis dari saraf spinal. Akar-akar
saraf sensoris ini akan melalui ganglion trigeminal ( ganglion gasseri ) dan dari sini keluar
tiga cabang saraf tepi yaitu cabang optalmikus, cabang maksilaris dan cabang
mandibularis.Cabang pertama yaitu saraf optalmikus berjalan melewati fissura orbitalis
superior dan memberi persarafan sensorik pada kulit kepala mulai dari fissura palpebralis
sampai bregma (terutama dari saraf frontalis) dan suatu cabang yang lebih kecil ke bagian
atas dan medial dari dorsum nasi. Konjungtiva, kornea dan iris, mukosa dari sinus frontalis
dan sebagian dari hidung, juga sebagian dari duramater dan pia-arakhnoid juga disarafi oleh
serabut, saraf sensoris dari saraf ophtalmikus. Cabang kedua, yaitu saraf maksilaris memasuki
fossa pterygopalatina melalui foramen maksilaris superior memberikan cabang saraf
zygomatikus yang menuju ke orbita melewati fissura orbitalis inferior. Batang utamanya yaitu
saraf infra orbitalis menuju ke dasar orbita melewati fissura yang sama.
Sewaktu keluar dari foramen infra orbitalis, saraf ini terbagi menjadi beberapa cabang
yang menyebar di permukaan maksila bagian atas dari wajah bagian lateral dari hidung dan
bibir sebelah atas. Sebelum keluar dari foramen infra orbitalis, didapat beberapa cabang yang
mensarafi sinus maksilaris dan gigi-gigi molar dari rahang atas, ginggiva dan mukosa mulut
yang bersebelahan. Cabang yang ketiga, merupakan cabang yang terbesar yaitu saraf
mandibularis. Saraf ini keluar dari rongga kepala melalui foramen ovale dari os sphenoid,
selain terdiri dari akar-akar saraf motoris dari saraf trigeminal, juga membawa serabutserabut sensoris untuk daerah buccal, ke rahang bawah dan bagian depan dari lidah, gigi
mandibularis, ginggiva.
Cabang aurikulo temporalis yang memisahkan diri sejak awal, mensarafi daearah
didepan dan diatas daun telinga maupun meatus akustikus eksternus dan membrana tympani.
Serabut serabut sensoris untuk duramater yang merupakan cabang cabang dari ketiga
bagian saraf trigeminal berperan dalam proyeksi rasa nyeri yang berasal dari intrakranial.
Terdapat hubungan yang erat dari saraf trigeminal dengan saraf otonomik/simpatis, dimana
ganglia siliaris berhubungan dengan saraf ophtalmikus , ganglion pterygopalatina dengan
saraf maksilaris sedangkan ganglion otikus dan submaksilaris berhubungan dengan cabang
mandibularis.
Nervus sensori yang terdapat pada bagian rahang dan gigi dalam tubuh kita berasal
dari suatu cabang nervus cranial yang ke-V atau dikenal juga sebagai nervus trigeminal.
N. trigeminus berasal dari permukaan anterolateral pertengahan pons varoli sebagai 2 akar

(radices) yaitu: Portio major: radix sensorial yang terdiri atas komponen-komponen sensorik
dan portio minor: radix motorik yang terdiri atas komponen motorik. Serabut portio major n.
trigeminus muncul dari sisi lateral permukaan ventral pons varoli sedangkan portio minor
dari permukaan pons kira-kira 2mm- 5mm disebelah medioanterior portio major. Radik ini
kemudian akan berjalan ke anterior didalam fossa crania anterior dimana berkas-berkas
tersebut akan bergabung didalam ganglion semilunare gasseri (ganglion trigeminal), ganglion
ini terdapat di suatu lekukan pada duramater yang dinamakan cavum trigeminus (cavum
meckeli). Nervus trigeminus di lepaskan dari ganglion semilunaris dan memiliki 3 cabang
nervus yaitu N. ophtalmicus,N. maxillaris dan N. mandibularis. N. ophtalmicus terletak
disebelah kaudal, N. mandibularis terletak rostral dan N. maxillaries diantara keduanya. N.
ophtalmicus dan N. maxillaries bersifat sensorik, sedangkan N. mandibularis bersifat sensorik
dan motorik. Kemudian meninggalkan cavum cranii melalui foramen ovale bersama-sama
dengan N. mandibularis

Nervus Maksilaris
Cabang maksila nervus trigeminus mempersarafi gigi-gigi pada maksila, palatum, dan
gingiva di maksila. Selanjutnya cabang maksila nervus trigeminus ini akan bercabang lagi
menjadi nervus alveolaris superior. Nervus alveolaris superior ini kemudian akan bercabang
lagi menjadi tiga, yaitu nervus alveolaris superior anterior, nervus alveolaris superior medii,
dan nervus alveolaris superior posterior. Nervus alveolaris superior anterior mempersarafi
gingiva dan gigi anterior, nervus alveolaris superior medii mempersarafi gingiva dan gigi
premolar serta gigi molar I bagian mesial, nervus alveolaris superior posterior mempersarafi
gingiva dan gigi molar I bagian distal serta molar II dan molar III.
Nervus Mandibularis
Cabang awal yang menuju ke mandibula adalah nervus alveolar inferior. Nervus alveolaris
inferior terus berjalan melalui rongga pada mandibula di bawah akar gigi molar sampai ke
tingkat foramen mental. Cabang pada gigi ini tidaklah merupakan sebuah cabang besar, tapi
merupakan dua atau tiga cabang yang lebih besar yang membentuk plexus dimana cabang
pada inferior ini memasuki tiap akar gigi.
Selain cabang tersebut, ada juga cabang lain yang berkonstribusi pada persarafan mandibula.
Nervus buccal, meskipun distribusi utamanya pada mukosa pipi, saraf ini juga memiliki

cabang yang biasanya di distribusikan ke area kecil pada gingiva buccal di area molar
pertama. Namun, dalam beberapa kasus, distribusi ini memanjang dari caninus sampai ke
molar ketiga. Nervus lingualis, karena terletak di dasar mulut, dan memiliki cabang mukosa
pada beberapa area mukosa lidah dan gingiva. Nervus mylohyoid, terkadang dapat
melanjutkan perjalanannya pada permukaan bawah otot mylohyoid dan memasuki mandibula
melalui foramen kecila pada kedua sisi midline. Pada beberapa individu, nervus ini
berkontribusi pada persarafan dari insisivus sentral dan ligament periodontal.

PENYAKIT PULPA
a. Iritasi Pulpa

Iritasi pulpa merupakan

suatu keadaan dimana lapisan enamel gigi mengalami

kerusakan sampai batas dentinoenamel junction

Subjektif : rasa ngilu sewaktu makan atau minum asam atau manis dan sikat gigi

Objektif :

Inspeksi : karies (+), dapat di berbagai permukaan

Sondasi : kedalaman superfisial, ngilu (+)

Perkusi : (-)

Palpasi : (-)

Pengobatan : penambalan atau konservasi

b. Hiperemia Pulpa

Hiperemia pulpa merupakan kelanjutan iritasi pulpa, sumber iritan berupa


toksik/metabolik dari mikroorganisme yang menyebabkan kerusakan struktur dentin
lalu penetrasi ke dalam pulpa.

Subjektif : sakit atau sangat ngilu ketika ada rangsangan dari makanan dan segera
akan hilang jika rangsang dihilangkan. Tidak ada riwayat sakit spontan.

Objektif :
-

Inspeksi : karies (+)

Sondasi : kedalaman medial, sangat ngilu dan sakit (+++) tapi segera hilang

Perkusi : (-)

Palpasi : (-)

Pengobatan : penambalan atau konservasi ditambah dengan pulpa capping


menggunakan kalsium hidroksida (Ca(OH)2)

c. Pulpitis reversible

Pulpitis reversible adalah suatu kondisi inflamasi pulpa ringan sampai sedang yang
disebabkan oleh stimuli noksius, tetapi pulpa mampu kembali pada keadaan tidak
terinflamasi setelah stimuli ditiadakan. Rasa sakit yang berlangsung sebentar dapat
dihasilkan oleh stimuli termal pada pulpa yang mengalami inflamasi reversibel tapi
rasa sakit hilang segera setelah stimuli dihilangkan.

Subjektif : rasa sakit yang tajam hanya sebentar dan hilang setelah rangsangan
dihilangkan. Lebih sering diakibatkan oleh makanan dan minuman dingin daripada
panas dan oleh udara dingin.

Objektif :
-

Perkusi : (-)

Karies mengenai dentin/karies profunda

Pulpa belum terbuka

Sondase (+)

Chlorethyl (+)

Pengobatan : pulpitis reversible dapat dilakukan restorasi. Ada beberapa macam


restorasi yang dapat digunakan seperti amalgam, resin komposit, dan glass ionomer
cement (GIC)

d. Pulpitis irreversible

Pulpitis irreversible merupakan kelanjutan dari pulpitis reversible. Kerusakan pulpa


yang parah akibat pengambilan dentin yang luas selama prosedur operatif,
terganggunya aliran darah pada pulpa akibat trauma, dan pergerakan gigi dalam
perawatan ortodonsi dapat menyebabkan pulpitis irreversibel. Pulpitis irreversible
merupakan inflamasi yang tidak akan dapat pulih walaupun penyebabnya dihilangkan.

Subjektif : nyeri pulpitis irreversibel dapat berupa nyeri tajam, tumpul, lokal, atau
difus dan berlangsung hanya beberapa menit atau berjam-jam dan terjadi spontan
yang disebabkan oleh makanan manis atau asam..

Objektif :
-

Perkusi : (-)

Karies mengenai dentin/karies profunda

Pulpa terbuka

Sondase (+)

Chlorethyl (+)
Pengobatan : pulpotomi, pulpektomi

e. Nekrosis pulpa

Nekrosis pulpa adalah kematian pulpa yang dapat diakibatkan oleh pulpitis
irreversible yang tidak dirawat atau terjadi trauma yang dapat mengganggu suplai
darah ke pulpa.

Subjektif : gigi yang kelihatan normal dengan pulpa nekrotik tidak menyebabkan
gejala rasa sakit. Ada diskolorasi gigi, kadang gigi mengalami perubahan warna
keabu-abuan atau kecoklat-coklatan yang nyata.

Objektif : gigi dengan pulpa nekrotik tidak berekasi terhadap dingin, tes pulpa listrik,
atau tes kavitas.

Pengobatan : Untuk gigi yang mempunyai akar satu diadakan perawatan akar syaraf,
untuk gigi yang mempunyai akar lebih dari satu diadakan pencabutan bila ada
keluhan.

f. Periodontitis

Periodontitis adalah penyakit inflamasi yang melibatkan struktur jaringan periodontal


dan mengakibatkan kerusakan dari jaringan perlekatan dan terdapat perkembangan
dari poket periodontal.

Subjektif : perdarahan gusi, perubahan warna gusi, bau mulut

Objektif : gusi akan tampak bengkak dan berwarna merah keunguan. Akan tampak
endapan plak atau karang di dasar gigi disertai kantong yang melebar di gusi.

Pengobatan : skaling dan root planing, antibiotika, kumur-kumur antiseptik, bedah


periodontal, dan ekstraksi gigi.

TREPANASI
Trepanasi merupakan suatu tindakan untuk menciptakan drainase melalui saluran akar
atau melalui tulang untuk mengalirkan sekret luka serta untuk mengurangi rasa sakit.
Timbulnya abses alveolar akut menandakan infeksi telah meluas dari saluran akar melalui
periodontal apikalis sampai ke dalam tulang periapeks. Nanah dikelilingi oleh tulang pada
apeks gigi dan tidak dapat mengalir keluar. Pada stadium ini terasa sangat nyeri terutama bila
ditekan, sehingga untuk menghilangkannya perlu segera dilakukan drainase. Ada dua cara
trepanasi, yaitu trepanasi saluran akar dan trepanasi didaerah apeks akar.
Trepanasi melalui saluran akar
Usaha awal untuk memperoleh drainase adalah membuka saluran akar lebar-lebar
sampai melewati foramen apikalis dan saluran akar dibiarkan terbuka beberapa hari supaya
sekret dapat mengalir ke luan Ke dalam kavum pulpa dimasukkan kapas yang longgar agar
sisa makanan Lidak menutup jalan drainase. Setiap hzui kapas diganti dan saluran
dibersihkan dengan larutan garam fisiologis utau NaCl 5% bila sekret pus tidak ada lagi.
Dalam hal ini, Schroeder (1981) menganjurkan terapi altematif, yaitu pemberian preparat
antibiotik dan kortikosteroid (pasta Ledermix), dan menutup saluran dengan oksida seng

engenol. Setelah rasa sakit berkurang dan drainase telah berhenti, saluran akar dipreparasi
dengan sempuma dan diisi dengan bahan pengisi saluran akar.
Trepanasi Melalui Tulang
Trepanasi ini dikenal dengan nama fistulasi apikal.
Teknik:
1. Berikan anastesi lokal.
2. lnsisi (kira-kira 20 mm) sekitar daerah batas mukogingival di mana terletak apeks,
dilakukan dengan bantuan foto rontgen. Perforasi dengan fistulator (Sargenti 1965) melalui
mukosa dan tulang tidak dianjurkan karena lokasi apeks tidak dapat ditentukan dengan tepat
dan Iuka yang disebabkan sobekan akan meninggalkan bekas.
3. Pengambilan tulang alveolar langsung di atas apeks dan nanah mengalir keluar.
4. Kuretase dengan kuret secara hati-hati pada apeks dan irigasi dengan larutan gaxam
fisiologis.
5. Lakukan penjahitan
6. Memasukkan sebuah pita kasa ke bawah selaput lendir.
7. Pemberian analgetik dan antibiotik.
Fistulasi apikal sebagai penanganan darurat dapat dianjurkan pada abses alveolar akut atau
infeksi periapeks akul yang disebabkan pengisian saluran akar yang tidak sempuma atau
pengisian yang berlebihan.

SELULITIS
Selulitis merupakan suatu penyebaran oedematus dari inflamasi akut pada permukaan
jaringan lunak dan bersifat difus. Selulitis dapat terjadi pada semua tempat dimana terdapat
jaringan lunak dan jaringan ikat longgar, terutama pada muka dan leher, karena biasanya
pertahanan terhadap infeksi pada daerah tersebut kurang sempurna. Selulitis mengenai
jaringan subkutan bersifat difus, konsistensinya bisa sangat lunak maupun keras seperti
papan, ukurannya besar, spongius dan tanpa disertai adanya pus, serta didahului adanya
infeksi bakteri. Tidak terdapat fluktuasi yang nyata seperti pada abses, walaupun infeksi
membentuk suatu lokalisasi cairan.
Penyebaran infeksi selulitis progressif mengenai daerah sekitar, bisa melewati median
line, kadang-kadang turun mengenai leher. Etiologinya berasal dari bakteri Streptococcus sp.
Mikroorganisme

lainnya

negatif

anaerob

seperti

Prevotella,

Porphyromona

dan

Fusobacterium. Infeksi odontogenik pada umumnya merupakan infeksi campuran dari

berbagai macam bakteri, baik bakteri aerob maupun anaerob mempunyai fungsi yang
sinergis.
Infeksi Primer selulitis dapat berupa perluasan infeksi/abses periapikal, osteomyielitis
dan perikoronitis yang dihubungkan dengan erupsi gigi molar tiga rahang bawah, ekstraksi
gigi yang mengalami infeksi periapikal/perikoronal, penyuntikan dengan menggunakan jarum
yang tidak steril, infeksi kelenjar ludah (Sialodenitis), fraktur compound maksila / mandibula,
laserasi mukosa lunak mulut serta infeksi sekunder dari oral malignancy.
Menurut Berini, et al (1999) selulitis dapat digolongkan menjadi:
1. Selulitis Sirkumskripta Serous Akut
Selulitis yang terbatas pada daerah tertentu yaitu satu atau dua spasia fasial,
yang tidak jelas batasnya. Infeksi bakteri mengandung serous, konsistensinya sangat
lunak dan spongius. Penamaannya berdasarkan ruang anatomi atau spasia yang
terlibat.
2. Selulitis Sirkumskripta Supurartif Akut
Prosesnya hampir sama dengan selulitis sirkumskripta serous akut, hanya
infeksi bakteri tersebut juga mengandung suppurasi yang purulen. Penamaan
berdasarkan spasia yang dikenainya. Jika terbentuk eksudat yang purulen,
mengindikasikan tubuh bertendensi membatasi penyebaran infeksi dan mekanisme
resistensi lokal tubuh dalam mengontrol infeksi. Peterson (2003) beranggapan bahwa
selulitis dan abses sulit dibedakan, karena pada beberapa pasien dengan indurasi
selulitis mempunyai daerah pembentukan abses.
a. Selulitis Difus Akut
Dibagi lagi menjadi beberapa kelas, yaitu:
1) Ludwigs Angina
2) Selulitis yang berasal dari inframylohyoid
3) Selulitis Senators Difus Peripharingeal
4) Selulitis Fasialis Difus
5) Fascitis Necrotizing dan gambaran atypical lainnya
b. Selulitis Kronis
Selulitis kronis adalah suatu proses infeksi yang berjalan lambat karena
terbatasnya virulensi bakteri yang berasal dari fokus gigi. Biasanya terjadi

pada pasien dengan selulitis sirkumskripta yang tidak mendapatkan perawatan


yang adekuat atau tanpa drainase.
Selulitis Difus yang Sering Dijumpai (Ludwigs Angina)
Selulitis difus yang paling sering dijumpai adalah Angina Ludwigs. Angina Ludwigs
merupakan suatu selulitis difus yang mengenai spasia sublingual, submental dan
submandibular bilateral, kadang-kadang sampai mengenai spasia pharingeal. Selulitis dimulai
dari dasar mulut. Seringkali bilateral, tetapi bila hanya mengenai satu sisi/ unilateral disebut
Pseudophlegmon.

Biasanya infeksi primer dari selulitis berasal dari gigi molar kedua dan ketiga bawah,
penyebab lainnya adalah sialodenitis kelenjar submandibula, fraktur mandibula compund,
laserasi mukosa lunak mulut, luka yang menusuk dasar mulut dan infeksi sekunder dari
keganasan oral.
Gejala klinis dari Angina Ludwigs (Pedlar, 2007), seperti oedema pada kedua sisi
dasar mulut, berjalan cepat menyebar ke leher hanya dalam beberapa jam, lidah terangkat,
trismus progressif, konsistensi kenyal kaku seperti papan, pembengkakan warna
kemerahan, leher kehilangan anatomi normalnya, seringkali disertai demam/kenaikkan
temperatur tubuh, sakit dan sulit menelan, kadang sampai sulit bicara dan bernafas serta
stridor.
Angina Ludwigs memerlukan penangganan sesegera mungkin, berupa rujukan untuk
mendapatkan perawatan rumah sakit, antibiotik intravenous dosis tinggi, biasanya untuk
terapi awal digunakan Ampisillin dikombinasikan dengan metronidazole, penggantian cairan
melalui infus, drainase through and through, serta penangganan saluran nafas, seperti
endotracheal intubasi atau tracheostomi jika diperlukan.

You might also like