You are on page 1of 17

PENDAHULUAN

Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat (drugrelated problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi obat
yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien. Sebuah interaksi obat terjadi
ketika farmakokinetika atau farmakodinamika obat dalam tubuh diubah oleh
kehadiran satu atau lebih zat yang berinteraksi.1 Interaksi obat akan meningkat
seiring dengan peningkatan jumlah obat yang digunakan oleh individu. Prevalensi
interaksi obat meningkat secara linear seiring dengan peningkatan jumlah obat
yang diresepkan, jumlah kelas obat dalam terapi, jenis kelamin dan usia pasien.2
Insidens interaksi obat yang penting dalam klinik sukar diperkirakan karena
dokumentasinya masih sangat jarang dan seringkali lolos dari pengamatan karena
kurangnya pengetahuan pada dokter akan mekanisme dan kemungkinan terjadinya
interaksi obat sehingga interaksi obat berupa peningkatan toksisitas seringkali
dianggap sebagai reaksi idiosinkrasi terhadap salah satu obat sedangkan interaksi
berupa penurunan efektivitas seringkali diduga akibat bertambahnya keparahan
penyakit. Selain itu banyak obat yang saling berinteraksi sehingga sulit untuk
diingat dan kejadian atau keparahan interaksi dipengaruhi oleh variasi individual
(adanya perbedaan kapasitas metabolisme antar individu), penyakit tertentu dan
faktor-faktor lain (dosis besar, obat ditelan bersama-sama, pemberian kronik).2,3.
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium Tuberculosis. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Di Indonesia sekarang berada
pada ranking kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Menurut WHO
tahun 2010 estimasi prevalensi TB semua kasus adalah sebesar 660.000 dan
estimasi insidensi berjumlah 430.000 kasus baru per tahun. Jumlah kematian
akibat TB diperkirakan 61.000 kematian per tahunnya. Salah satu masalah terapi
obat OAT yang cukup penting adalah interaksi obat. Interaksi obat dianggap
penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi
efektivitas obat yang berinteraksi.2,3.
1

DEFINISI INTERAKSI OBAT

Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat (drugrelated problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi obat
yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien. Sebuah interaksi obat terjadi
ketika farmakokinetika atau farmakodinamika obat dalam tubuh diubah oleh
kehadiran satu atau lebih zat yang berinteraksi.1 Dua atau lebih obat yang
diberikan pada waktu yang sama dapat berubah efeknya secara tidak langsung
atau dapat berinteraksi. Interaksi bisa bersifat potensiasi atau antagonis efek satu
obat oleh obat lainnya, atau adakalanya beberapa efek lainnya.4
Suatu interaksi terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh kehadiran obat lain, obat
herbal, makanan, minuman atau agen kimia lainnya dalam lingkungannya.
Definisi yang lebih relevan kepada pasien adalah ketika obat bersaing satu dengan
yang lainnya, atau apa yang terjadi ketika obat hadir bersama satu dengan yang
lainnya.5 Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat
meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi
terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan yang sempit (indeks terapi
yang rendah), misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan obat-obat sitostatik.6

MEKANISME INTERAKSI OBAT

Pemberian suatu obat (A) dapat mempengaruhi aksi obat lainnya (B) dengan satu
dari dua mekanisme berikut:3

Modifikasi efek farmakologi obat B tanpa mempengaruhi konsentrasinya


di cairan jaringan (interaksi farmakodinamik).

Mempengaruhi konsentrasi obat B yang mencapai situs aksinya (interaksi


farmakokinetik).
-

Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena indeks terapi obat B
sempit (misalnya, pengurangan sedikit saja efek akan menyebabkan

kehilangan efikasi dan atau peningkatan sedikit saja efek akan


menyebabkan toksisitas).
-

Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena kurva dosis-respon


curam (sehingga perubahan sedikit saja konsentrasi plasma akan
menyebabkan perubahan efek secara substansial).

Untuk kebanyakan obat, kondisi ini tidak ditemui, peningkatan yang


sedikit besar konsentrasi plasma obat-obat yang relatif tidak toksik
seperti penisilin hampir tidak menyebabkan peningkatan masalah
klinis karena batas keamanannya lebar.

Sejumlah obat memiliki hubungan dosis-respon yang curam dan batas


terapi yang sempit, interaksi obat dapat menyebabkan masalah utama,
sebagai contohnya obat antitrombotik, antidisritmik, antiepilepsi,
litium, sejumlah antineoplastik dan obat-obat imunosupresan.

Secara umum, ada dua mekanisme interaksi obat :


Interaksi Farmakokinetik
Interaksi farmakokinetik terjadi ketika suatu obat mempengaruhi absorbsi,
distribusi, metabolisme dan ekskresi obat lainnya sehingga meningkatkan atau
mengurangi

jumlah

farmakologisnya.

obat

yang

tersedia

untuk

menghasilkan

efek

Interaksi farmakokinetik terdiri dari beberapa tipe :5

Interaksi pada absorbsi obat


-

Efek perubahan pH gastrointestinal

Obat melintasi membran mukosa dengan difusi pasif tergantung pada


apakah obat terdapat dalam bentuk terlarut lemak yang tidak terionkan.
Absorpsi ditentukan oleh nilai pKa obat, kelarutannya dalam lemak, pH isi
usus dan sejumlah parameter yang terkait dengan formulasi obat. Sebagai
contoh adalah absorpsi asam salisilat oleh lambung lebih besar terjadi pada
pH rendah daripada pada pH tinggi.
-

Adsorpsi, khelasi, dan mekanisme pembentukan komplek

Arang aktif dimaksudkan bertindak sebagai agen penyerap di dalam usus


3

untuk pengobatan overdosis obat atau untuk menghilangkan bahan


beracun lainnya, tetapi dapat mempengaruhi penyerapan obat yang
diberikan dalam dosis terapetik. Antasida juga dapat menyerap sejumlah
besar

obat-obatan.

Sebagai

contoh,

antibakteri

tetrasiklin

dapat

membentuk khelat dengan sejumlah ion logam divalen dan trivalen, seperti
kalsium, bismut aluminium, dan besi, membentuk kompleks yang kurang
diserap dan mengurangi efek antibakteri.
-

Perubahan motilitas gastrointestinal

Karena kebanyakan obat sebagian besar diserap di bagian atas usus kecil,
obat-obatan

yang

mengubah

laju

pengosongan

lambung

dapat

mempengaruhi absorpsi. Propantelin misalnya, menghambat pengosongan


lambung dan mengurangi penyerapan parasetamol (asetaminofen),
sedangkan metoklopramid memiliki efek sebaliknya.
-

Induksi atau inhibisi protein transporter obat

Ketersediaan hayati beberapa obat dibatasi oleh aksi protein transporter


obat. Saat ini, transporter obat yang terkarakteristik paling baik adalah Pglikoprotein. Digoksin adalah substrat P-glikoprotein, dan obat-obatan
yang menginduksi protein ini, seperti rifampisin, dapat mengurangi
ketersediaan hayati digoksin.
-

Malabsorbsi dikarenakan obat

Neomisin menyebabkan sindrom malabsorpsi dan dapat mengganggu


penyerapan sejumlah obat-obatan termasuk digoksin dan metotreksat.

Interaksi pada distribusi obat5


-

ikatan protein

Setelah absorpsi, obat dengan cepat didistribusikan ke seluruh tubuh oleh


sirkulasi. Beberapa obat secara total terlarut dalam cairan plasma, banyak
yang lainnya diangkut oleh beberapa proporsi molekul dalam larutan dan
sisanya terikat dengan protein plasma, terutama albumin. Ikatan obat
dengan protein plasma bersifat reversibel, kesetimbangan dibentuk antara
molekul-molekul yang terikat dan yang tidak. Hanya molekul tidak terikat
yang tetap bebas dan aktif secara farmakologi.
-

Induksi dan inhibisi protein transport obat

Distribusi obat ke otak, dan beberapa organ lain seperti testis, dibatasi oleh
aksi protein transporter obat seperti P-glikoprotein. Protein ini secara aktif
membawa obat keluar dari sel-sel ketika obat berdifusi secara pasif. Obat
yang termasuk inhibitor transporter dapat meningkatkan penyerapan
substrat obat ke dalam otak, yang dapat meningkatkan efek samping CNS.

Interaksi pada metabolisme obat


-

Perubahan pada metabolisme fase pertama

Meskipun beberapa obat dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk tidak


berubah dalam urin, banyak diantaranya secara kimia diubah menjadi
senyawa lipid kurang larut, yang lebih mudah diekskresikan oleh ginjal.
Jika tidak demikian, banyak obat yang akan bertahan dalam tubuh dan
terus memberikan efeknya untuk waktu yang lama. Perubahan kimia ini
disebut metabolisme, biotransformasi, degradasi biokimia, atau kadangkadang detoksifikasi. Beberapa metabolisme obat terjadi di dalam serum,
ginjal, kulit dan usus, tetapi proporsi terbesar dilakukan oleh enzim yang
ditemukan di membran retikulum endoplasma sel-sel hati. Ada dua jenis
reaksi utama metabolisme obat. Yang pertama, reaksi tahap I (melibatkan
oksidasi, reduksi atau hidrolisis) obat-obatan menjadi senyawa yang lebih
polar. Sedangkan, reaksi tahap II melibatkan terikatnya obat dengan zat
lain (misalnya asam glukuronat, yang dikenal sebagai glukuronidasi) untuk
membuat senyawa yang tidak aktif. Mayoritas reaksi oksidasi fase I
dilakukan oleh enzim sitokrom P450.
-

Induksi Enzim

Ketika barbiturat secara luas digunakan sebagai hipnotik, perlu terus


dilakukan peningkatan dosis seiring waktu untuk mencapai efek hipnotik
yang sama, alasannya bahwa barbiturat meningkatkan aktivitas enzim
mikrosom sehingga meningkatkan laju metabolisme dan ekskresinya.
-

Inhibisi enzim

Enzim menyebabkan berkurangnya metabolisme obat, sehingga obat


terakumulasi di dalam tubuh. Berbeda dengan induksi enzim, yang
mungkin memerlukan waktu beberapa hari atau bahkan minggu untuk
berkembang sepenuhnya, inhibisi enzim dapat terjadi dalam waktu 2

sampai 3 hari, sehingga terjadi perkembangan toksisitas yang cepat. Jalur


metabolisme yang paling sering dihambat adalah fase I oksidasi oleh
isoenzim sitokrom P450. Signifikansi klinis dari banyak interaksi inhibisi
enzim tergantung pada sejauh mana tingkat kenaikan serum obat. Jika
serum tetap berada dalam kisaran terapeutik interaksi tidak penting secara
klinis.
-

Faktor genetik dalam metabolisme obat

Peningkatan pemahaman genetika telah menunjukkan bahwa beberapa


isoenzim sitokrom P450 memiliki polimorfisme genetik, yang berarti
bahwa beberapa dari populasi memiliki varian isoenzim yang berbeda
aktivitas. Contoh yang paling terkenal adalah CYP2D6, yang sebagian
kecil populasi memiliki varian aktivitas rendah dan dikenal sebagai
metabolisme lambat. Sebagian lainnya memiliki isoenzim cepat atau
metabolisme ekstensif. Kemampuan yang berbeda dalam metabolisme
obat-obatan tertentu dapat menjelaskan mengapa beberapa pasien
berkembang mengalami toksisitas ketika diberikan obat sementara yang
lain bebas dari gejala.
-

Interaksi isoenzim sitokrom P450 dan obat yang diprediksi

Siklosporin dimetabolisme oleh CYP3A4, rifampisin menginduksi


isoenzim ini, sedangkan ketokonazol menghambatnya, sehingga tidak
mengherankan bahwa rifampisin mengurangi efek siklosporin sementara
ketokonazol meningkatkannya.

Interaksi pada ekskresi obat5


-

Perubahan pH urin

Pada nilai pH tinggi (basa), obat yang bersifat asam lemah (pKa 3-7,5)
sebagian besar terdapat sebagai molekul terionisasi larut lipid, yang tidak
dapat berdifusi ke dalam sel tubulus dan karenanya akan tetap dalam urin
dan dikeluarkan dari tubuh. Sebaliknya, basa lemah dengan nilai pKa 7,5
sampai 10.5. Dengan demikian, perubahan pH yang meningkatkan jumlah
obat dalam bentuk terionisasi, meningkatkan hilangnya obat.
-

Perubahan ekskresi aktif tubular renal

Obat yang menggunakan sistem transportasi aktif yang sama di tubulus

ginjal dapat bersaing satu sama lain dalam hal ekskresi. Sebagai contoh,
probenesid mengurangi ekskresi penisilin dan obat lainnya. Dengan
meningkatnya pemahaman terhadap protein transporter obat pada ginjal,
sekarang diketahui bahwa probenesid menghambat sekresi ginjal banyak
obat anionik lain dengan transporter anion organik (OATs).
-

Perubahan aliran darah renal

Aliran darah melalui ginjal dikendalikan oleh produksi vasodilator


prostaglandin ginjal. Jika sintesis prostaglandin ini dihambat, ekskresi
beberapa obat dari ginjal dapat berkurang.

Interaksi Farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi yang terjadi antara obat yang
memiliki efek farmakologis, antagonis atau efek samping yang hampir sama.
Interaksi ini dapat terjadi karena kompetisi pada reseptor atau terjadi antara obatobat yang bekerja pada sistem fisiologis yang sama. Interaksi ini biasanya dapat
diprediksi dari pengetahuan tentang farmakologi obat-obat yang berinteraksi.4

Interaksi aditif atau sinergis


Jika dua obat yang memiliki efek farmakologis yang sama diberikan

bersamaan efeknya bisa bersifat aditif. Sebagai contoh, alkohol menekan SSP,
jika diberikan dalam jumlah sedang dosis terapi normal sejumlah besar obat
(misalnya ansiolitik, hipnotik, dan lain-lain), dapat menyebabkan mengantuk
berlebihan. Kadang-kadang efek aditif menyebabkan toksik (misalnya aditif
ototoksisitas, nefrotoksisitas, depresi sumsum tulang dan perpanjangan interval
QT).5

Interaksi antagonis atau berlawanan


Berbeda dengan interaksi aditif, ada beberapa pasang obat dengan kegiatan

yang bertentangan satu sama lain. Misalnya kumarin dapat memperpanjang waktu
pembekuan darah yang secara kompetitif menghambat efek vitamin K. Jika
asupan vitamin K bertambah, efek dari antikoagulan oral dihambat dan waktu
protrombin dapat kembali normal, sehingga menggagalkan manfaat terapi
pengobatan antikoagulan.5

Tingkat Keparahan Interaksi Obat

Keparahan interaksi diberi tingkatan dan dapat diklasifikasikan ke dalam


tiga level : minor, moderate, atau major.8

Keparahan minor
Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan minor jika interaksi

mungkin terjadi tetapi dipertimbangkan signifikan potensial berbahaya terhadap


pasien jika terjadi kelalaian. Contohnya adalah penurunan absorbsi ciprofloxacin
oleh antasida ketika dosis diberikan kurang dari dua jam setelahnya.

Keparahan moderate
Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan moderate jika satu dari

bahaya

potensial

intervensi/monitor

mungkin

terjadi

sering diperlukan.

pada

pasien,

Efek

interaksi

dan

beberapa

moderate

tipe

mungkin

menyebabkan perubahan status klinis pasien, menyebabkan perawatan tambahan,


perawatan di rumah sakit dan atau perpanjangan lama tinggal di rumah sakit.
Contohnya adalah dalam kombinasi vankomisin dan gentamisin perlu dilakukan
monitoring nefrotoksisitas.

major
Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan major jika terdapat

probabilitas yang tinggi kejadian yang membahayakan pasien termasuk kejadian


yang menyangkut nyawa pasien dan terjadinya kerusakan permanen. Contohnya
adalah perkembangan aritmia yang terjadi karena pemberian eritromisin dan
terfenadin.

Prevalensi Interaksi Obat

Insidens interaksi obat yang penting dalam klinik sukar diperkirakan


karena dokumentasinya masih sangat jarang dan seringkali lolos dari pengamatan
karena kurangnya pengetahuan pada dokter akan mekanisme dan kemungkinan
terjadinya interaksi obat sehingga interaksi obat berupa peningkatan toksisitas
seringkali dianggap sebagai reaksi idiosinkrasi terhadap salah satu obat sedangkan
8

interaksi berupa penurunan efektivitas seringkali diduga akibat bertambahnya


keparahan penyakit. Selain itu terlalu banyak obat yang saling berinteraksi
sehingga sulit untuk diingat dan kejadian atau keparahan interaksi dipengaruhi
oleh variasi individual (populasi tertentu lebih peka misalnya penderita lanjut usia
atau yang berpenyakit parah, adanya perbedaan kapasitas metabolisme antar
individu), penyakit tertentu (terutama gagal ginjal atau penyakit hati yang parah),
dan faktor-faktor lain (dosis besar, obat ditelan bersama-sama, pemberian
kronik).6

Faktor-faktor Penyebab Interaksi Obat

Sekarang ini, potensi efek yang tidak terduga sebagai akibat dari interaksi
antara obat dan obat lain atau makanan telah ditetapkan. Risiko interaksi obat
akan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah obat yang digunakan oleh
individu. Hal ini juga menyiratkan risiko yang lebih besar pada orang tua dan
mengalami penyakit kronis, karena mereka akan menggunakan obat-obatan lebih
banyak daripada populasi umum. Risiko juga meningkat bila rejimen pasien
berasal dari beberapa resep. Interaksi obat potensial seringkali terjadi pada pasien
rawat inap yang diresepkan banyak pengobatan. Prevalensi interaksi obat
meningkat secara linear seiring dengan peningkatan jumlah obat yang diresepkan,
jumlah kelas obat dalam terapi, jenis kelamin

INTERAKSI OBAT ANTI TUBERKULOSIS

Tata laksana tuberkulosis

Prinsip pengobatan TB adalah menggunakan multidrugs regimen. Hal ini


bertujuan untuk mencegah terjadinya resistensi basil TB terhadap obat. OAT
dibagi dalam dua golongan besar, yaitu obat lini pertama dan obat lini kedua
(PDPI, 2006). Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif
9

(2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri
dari paduan obat utama dan tambahan. Obat lini pertama (utama) adalah isonoazid
(H), etambutol (E), pirazinamid (Z), rifampisin (R), sedangkan yang termasuk
obat lini kedua adalah etionamide, sikloserin, amikasin, kanamisin kapreomisin,
klofazimin dan lain-lain yang hanya dipakai pada pasien HIV yang terinfeksi dan
mengalami multidrug resistant (MDR).

Interaksi isoniazid ( H )

Isoniazid adalah inhibitor kuat untuk cytochrome P-450 isoenzymes, tetapi


mempunyai efek minimal pada CYP3A. Pemakaian Isoniazide bersamaan dengan
obat-obat tertentu, mengakibatkan meningkatnya konsentrasi obat.4

Tabel 1. Beberapa contoh obat yang berinteraksi dengan isoniazid


Nama obat
Interaksi
Asetaminofen Konsentrasi

Manajemen
Dianjurkan

Monitor
Monitor

asetaminofen

membatasi

Hepatotoksisitas

ditingkatkan oleh

pemakaian

isoniazid. Kasus

asetaminofen,

hepatoksisitas

dapat dipakai

pernah terjadi

aspirin atau

akibat interaksi

NSAID lain

antara
asetaminofen dan
isoniazid
Antasida

Beberapa

Monitor INH
Minum INH 2 jam yang

antasida

sebelum atau 6

Menurun

menurunkan

jam sesudah

Responsnya

kadar INH dalam

antasida

karena antasida.

plasma
10

As. Valproat

Pernah terjadi

Monitor

kadar as.valproat

Perubahan

meningkat setelah

Respons

dikombinasikan

as.valproat bila

dengan INH,

memulai INH.

sehingga terjadi

(mual, sedasi)

simtom toxisitas

atau bila INH

asam valproat.

Dihentikan

Penderita dengan

(berkurangnya

slow acetylators

Pengendalian

lebih berisiko

kejang-kejang)

akibat interaksi ini


Fenitoin

INH akan

Kalau perlu dosis

Monitor toksisitas

meningkatkan

fenitoin diturunkan fenitoin : ataxia,

konsentrasi

nystagmus,

fenitoin dalam

kejang. Bila INH

serum.

dihentikan ,

Kemungkinan

monitor respons

terjadi toksisitas

terhadap fenitoin

fenitoin. Slow

kalau perlu dosis

metabolizers INH

fenitoin dinaikkan

risikonya lebih

sesuai kebutuhan

besar.
Makanan

Makanan akan

Minum INH saat

Monitor reaksi

menurunkan

perut kosong

akibat keju:

konsentrasi INH,

flushing, chills,

dan beberapa

tachycardia, sakit

jenis keju dapat

kepala, hipertensi.

menyebabkan
reaksi .

Dikutip dari (10)

11

Tabel. 2. Beberapa contoh obat yang berinteraksi dengan rifampisin.


Nama obat

Interaksi

Amiodaron Rifampisin

Manajemen
Pakai antiaritmik

menurunkan

alternatif.

konsentarsi

Rifampin juga

amiodaron dalam

menginduksi

plasma, dapat

metabolisme

menurunkan

quinidin,

efikasi terapi

disopiramid,

Monitor
Monitor
amiodaron

propafenon,
verapamil
Buspiron

Rifampisin

Pakai antianxiety

Monitor efikasi

menurunkan

alternatif yang

buspiron.

dengan jelas

tidak

konsentrasi

dimetabolisme

buspiron dalam

oleh CYP3A4

serum , dapat

misalnya:

menurunkan

lorazepam,

efikasi terapi.

temazepam

Khloramfen
Rifampisin
ikol

Hindari kombinasi

Monitor

menurunkan

Rifampisin dan

Konsentrasi

konsentrasi

khloramfenikol

Khloramfenikol

khloramfenikol,
mengurangi
efikasi antibakteri

12

Obat KB

Rifampisin dapat

Harus diterapkan

Monitor adanya

menyebabkan

cara KB lain atau

efek turunnya

ketidakaturan

tambahan metoda

estrogen seperti

menstruasi,

lain selama

Ketidakaturan

ovulasi, dan

pengobatan

Menstruasi

kadang kegagalan

rifampisin dan 1

obat KB oral

siklus setelah
rifampisin selesai.

Siklosporin Rifampisin dapat

Hindarkan kecuali

Monitor

menurunkan

kegunaannya

Konsentrasi

konsentrasi

melebihi risiko

siklosporin dalam

siklosporin dan

darah. Kombinasi

dapat

dengan
Rifampisin

menyebabkan

Membutuhkan

kegagalan terapi

Peningkatan
Konsentrasi
siklosporin 2-4 x
untuk menjaga
Konsentrasi
terapinya.
Berhentinya
rifampisin akan
Menyebabkan
Peningkatan
siklosporin dalam
5-10 hari.

13

Diazepam

Rifampisin ternyata

Monitor penderita

menurunkan kadardiazepam

akan menurunnya

dalam serum dan mungkin

efek

dengan benzodiazepin lain.

benzodiazepam

Rifampisin menurunkan
Digitoksin

konsentrasi digitoxin dan


digoxin dalam serum

Harus ada
penyesuaian dosis
untuk glikosida
digitalis (terutama

Monitor
menurunnya
efikasi glikosida
digitalis

digitoxin.)
Rifampisin menurunkan
Diltiazem

Dicari alternatif

konsentrasi diltiazem Dapat non Calcium


menurunkan efikasi

Monitor efek Ca
Channel blocker

Channel blocker. apabila

(mungkin dapat terjadi juga Bila tetap dipakai dikombinasi

Fluvastatin

dengan Channel blocker

dibutuhkan dosis dengan

lainnya)

lebih besar.

rifampisin.

Cari anti

Monitor serum

kolesterol yang

kolesterol

Rifampisin menurunkan
konsentrasi fluvastatin
dalam plasma. Menurunkan
efikasi fluvastatin

tidak dipengaruhi
oleh CYP3A4
atau CYP2C9

Gliburid

Rifampisin menurunkan
kadar gliburid.
Kemungkinan turunnya
efek hipoglikemik.
Kemungkinan dapat terjadi
pada Sulfonylurea lain.

Perhatikan
turunnya efek
hipoglikemik.
Penghentian
rifampisin dapat
mengakibatkan
hipoglikemi.

14

Isoniazid

Walau rifampisin dapat

Monitor

meningkatkan

hepatotoksisitas

hepatotoksisitas INH ,

terutama bagi

kombinasi ini tidak

penderita

menyebabkan

penyakit hati dan

hepatotoksitas pada

slow acetylator of

sebagian besar penderita.

INH

Rifampisin

Monitor

Itrakonazol menurunkankonsentras i
itrakanazol dalam plasma.

penurunan efikasi
itrakonazol

Menurunkan efikasi
itrakonazol

Ketokonazol

Rifampisin menurunkan
konsentrasi ketokonazol,

Pemisahan dosis

dan ketokonazol

ketokonazol dan

menurunkan konsentrasi

rifampisin 12 jam

puncak rifampisin

dapat mencegah
depresi
konsentrasi

Monitor
kegagalan terapi
untuk
ketokonazol atau
sebaliknya
rifampisin.

rifampisin
Cari alternatif
Losartan

Rifampisin menurunkan

obat hipotensif

Monitor

konsentrasi losartan dalam

lain, misalnya

penurunan efikasi

plasma dan metabolit

ACE inhibitor.

hipotensif

aktifnya Kemungkinan
menurunnya efikasi
hipotensif

15

Rifampisin adalah suatu enzyme inducer yang kuat untuk cytochrome P-450
isoenzymes, mengakibatkan turunnya konsentrasi serum obat-obatan yang
dimetabolisme oleh isoenzyme tersebut. Obat obat tersebut mungkin perlu
ditingkatkan selama pengobatan TB, dan diturunkan kembali 2 minggu setelah
Rifampisin dihentikan. Obat-obatan yang berinteraksi: diantaranya : protease
inhibitor, antibiotika makrolid, levotiroksin , noretindron, warfarin, siklosporin,
fenitoin, verapamil, diltiazem, digoxin, teofilin, nortriptilin, alprazolam,
diazepam, midazolam, triazolam dan beberapa obat lainnya.

KESIMPULAN

Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat meningkatkan


toksisitas dan atau mengurangi efektivitas obat yang berinteraksi. Risiko interaksi
obat akan meningkat seiring dengan peningkatan jumlah obat yang digunakan
oleh individu. Isoniazid adalah inhibitor kuat untuk cytochrome P-450
isoenzymes, tetapi mempunyai efek minimal pada CYP3A. Pemakaian Isoniazide
bersamaan dengan obat-obat tertentu, mengakibatkan meningkatnya konsentrasi
obat. Rifampisin adalah suatu enzyme inducer yang kuat untuk cytochrome P-450
isoenzymes, mengakibatkan turunnya konsentrasi serum obat-obatan yang
dimetabolisme oleh isoenzyme tersebut.
Insidens interaksi obat yang penting dalam klinik sukar diperkirakan karena
interaksi obat berupa peningkatan toksisitas seringkali dianggap sebagai reaksi
idiosinkrasi terhadap salah satu obat sedangkan interaksi berupa penurunan
efektivitas seringkali diduga akibat bertambahnya keparahan penyakit. Selain itu
terlalu banyak obat yang saling berinteraksi sehingga sulit untuk diingat dan
kejadian atau keparahan interaksi dipengaruhi oleh variasi individual (populasi
tertentu lebih peka misalnya penderita lanjut usia atau yang berpenyakit parah,
adanya perbedaan kapasitas metabolisme antar individu), penyakit tertentu
(terutama gagal ginjal atau penyakit hati yang parah), dan faktor-faktor lain (dosis
besar, obat ditelan bersama-sama, pemberian kronik).
16

DAFTAR PUSTAKA

1. Piscitelli, S. C., and Rodvold, K. A. Drug Interaction in Infection Disease.


Second Edition. New Jersey : Humana Press. 2015; 1-9.
2. Strategi Nasional Pengendalian TB di Indonesia 2010-2014, Kementerian
Kesehatan Repulbik Indonesia: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehat Lingkungan. Jakarta 2011
3. WHO. Annual Report on Global TB Control 2008 available at
www.who.int/tb
4. Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Pedoman Pemantauan Terapi
Obat. Jakarta: Depkes RI. 2009
5. Stockley, I.H. Stockleys Drug Interaction. Eight Edition. Great Britain:
Pharmaceutical Press.2008; 1-9.
6. Setiawati, A. Interaksi obat , dalam Farmakologi dan Terapi. Edisi 5.
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta: Gaya Baru. 2007; 800-801.
7. Hashem. Drug-Drug Herb-Drug & Food-Drug Interaction. Kairo: Faculty of
Medicine Cairo University. 2005; 3.
8. Bailie, G.R., Johnson, C.A., Mason, N.A., Peter, W.L.St. Medfacts Pocket
Guide of Drug Interaction. Second Edition. Middleton: Bone Care
International, Nephrology Pharmacy Associated, Inc. 2004; 1-6.
9. McCabe, B.J., Frankel, E.H., Wolfe, J.J. Handbook of Food-Drug Interaction.
United States of America: CRC Press LLC. 2003;39-40.
10.Hansten PD, Horn JR, Managing Clinically Important Drug Interactions.
St.Louis: Facts and Comparisons aWolters Kluwer Company; 2002: 2-474

./ .

17

You might also like