You are on page 1of 20

SYOK

II.1 Definisi
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan
metabolik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi untuk mempertahankan perfusi yang
adekuat ke organ-organ vital tubuh.
II.2 Jenis-Jenis Syok
1
2
3

Syok Hipovolemik
Syok Kardiogenik
Syok Distributif
Syok Anafilaktik
Syok Sepsis
Syok Neurogenik

II.2.1 Syok Hipovolemik1,2,4


Etiologi
Syok hipovolemik adalah terganggunya sistem sirkulasi akibat dari volume darah dalam
pembuluh darah yang berkurang. Hal ini dapat terjadi akibat perdarahan masif atau kehilangan
plasma darah.
Penyebab Syok Hipovolemik pada Anak
Kehilangan dari sistem gastrointestinal
Muntah
Diare
Perdarahan
Kehilangan dari sistem kemih

Ketoasidosis diabetik
Diabetes insipidus
Insufisiensi adrenal

Penurunan asupan

Stomatitis
Faringitis
Anoreksia
Kehilangan cairan

Translokasi cairan tubuh

Obstruksi usus halus


Peritonitis
Pankreatitis akut
Luka bakar
Asites
Sindrom nefrotik

Patofisiologi
Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah rata-rata dan
menurunkan aliran darah balik ke jantung. Hal inilah yang menimbulkan penurunan dari curah
jantung. Curah jantung yang rendah di bawah normal akan menimbulkan akibat bagi beberapa
organ.
Mikrosirkulasi
Curah jantung yang menurun menyebabkan tahanan vaskuler sistemik akan berusaha
meningkatkan tekanan sistemik guna memberikan perfusi yang cukup bagi jantung dan otak
melebihi organ lainnya seperti otot, kulit, dan khususnya traktus gastrointestinal. Kebutuhan
energi untuk pelaksanaan metabolisme di otak dan jantung cukup besar, sedangkan kedua organ
tersebut tidak mampu menyimpan banyak energi cadangan. Kedua organ tersebut sangat
bergantung pada kebutuhan oksigen dan dan nutrisi serta sangat rentan terjadinya iskemia.
Ketika tekanan arterial rata-rata di bawah 60 mmHg maka aliran ke organ akan berkurang drastis
dan fungsi sel akan terganggu.

Neuroendokrin
Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh baroreseptor dan kemoreseptor
tubuh. Keduanya berperan dalam respon autonom tubuh yang mengatur perfusi serta substrak
lain.
Kardiovaskular

Tiga variabel seperti pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan ventrikel, dan
kontraktilitas miokard, bekerja keras dalam mengontrol volume sekuncup. Curah jantung
merupakan penentu utama bagi perfusi jaringan. Curah jantung merupakan hasil kali dari volume
sekuncup dengan frekuensi jantung. Hipovolemia menyebabkan penurunan pengisian ventrikel
yang berakibat penurunan volume sekuncup.
Gastrointestinal
Aliran darah yang berkurang menuju jaringan intestinal mengakibatkan peningkatan
absorpsi endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri gram negatif yang mati di dalam usus. Hal ini
menyebabkan pelebaran pembuluh darah serta peningkatan metabolisme dan bukan memperbaiki
nutrisi sel dan menyebabkan depresi jantung.
Ginjal
Gagal ginjal akut merupakan salah satu komplikasi dari syok dan hipoperfusi, frekuensi
terjadinya sangat jarang karena penanganan yang baik dalam penggantian cairan. Yang banyak
terjadi saat ini adalah nekrosis tubular akut akibat interaksi antara syok, sepsis, dan pemberian
obat yang nefrotoksik seperti aminoglikosida dan media kontras angiografi.
Salah satu contoh penyakit yang dapat menyebabkan syok hipovolemi adalah demam
berdarah dengue, yang biasa disebut dengan sindrom syok dengue.
Sindrom Syok Dengue (SSD)5,6, adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh
renjatan/syok.
Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi demam akut yang disebabkan oleh 4
serotipe virus dengue (DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4). Virus dengue masuk ke dalam tubuh
manusia melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes albopictus.
Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua hal di bawah ini
dipenuhi:
-

Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik
Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut:
o Uji Rumple Leede
o Petekie, ekimosis, atau purpura

o Perdarahan mukosa, (tersering epistaksis atau perdarahan gusi) atau perdarahan

dari tempat lain


o Hematemesis atau melena
Trombositopenia (Jumlah trombosit <100.000/ul).
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut:
o Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan
jenis kelamin
o Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan
nilai hematokrit sebelumnya
o Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, atau hipoproteinemia

Sindrom syok dengue ditandai dengan kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan
sirkulasi dengan manifestasi:
o
o
o
o

Nadi yang cepat dan lemah


Tekanan darah turun ( 20 mmHg)
Hipotensi dibandingkan standar sesuai umur
Kulit dingin dan lembab serta gelisah.

II.2.2 Syok Kardiogenik


Syok kardiogenik terjadi akibat kegagalan pompa jantung yang dapat disebabkan oleh
preload, afterload atau kontraktilitas miokardium. Curah jantung juga menurun pada disritmia.
Gangguan preload dapat terjadi akibat pneumotoraks, efusi perikardium, hemoperikardium, atau
pneumoperikardium. Gangguan afterload dapat terjadi akibat kelainan obstruktif kongenital,
emboli, peningkatan resistensi vaskular sistemik (misalnya pada feokromasitoma). Gangguan
kontraktilitas miokardium dapat diakibatkan oleh infeksi virus, gangguan metabolik (seperti
asidosis, hipoglikemia, hipokalsemia), penyakit kolagen, dan lain-lain. Disritmia, misalnya blok
arterioventrikular atau takikardia atrial paroksismal dapat mengakibatkan syok kardiogenik.
Peningkatan resistensi vaskular sistemik akan meningkatkan afterload yang lebih lanjut akan
berakibat penurunan curah jantung.

Tabel: Etiologi syok kardiogenik


Manifestasi klinis syok kardiogenik timbul akibat gangguan fungsi sistolik dan diastolik.
Gangguan fungsi sistolik mengkibatkan curah jantung akan menurun, sedangkan akibat
gangguan fungsi diastolik mengakibatkan bendungan di paru atau sistemik. Curah jantung yang
berkurang mengakibatkan tubuh melakukan kompensansi dengan cara takikardi, vasokonstriksi,
retensi cairan dan garam, dan melepas hormon-hormon tertentu. Kondisi ini apabila berlangsung
terus menerus akan memperburuk kondisi jantung yang ditambah dengan terdapatnya kelainan
bawaan.
Secara klinis anak akan tampak pucat, lemas, badan dingin, takikardia, hipotensi,
berkurangnya perfusi perifer, akral dingin asidosis, dan oliguria serta penurunan kesadaran.
Syok kardiogenik ditandai dengan hipoperfusi sistemik akibat terjadinya depresi berat
dari indeks kardiak dan hipotensi tekanan sistolik arterial menetap (<90mmHg), di samping
terjadinya peningkatan tekanan biji kapiler paru >18mmHg.
Patofisiologi
Terjadinya infark miokard dapat mengakibatkan terjadinya aktivasi sitokin inflamasi yang
mengakibatkan meningkatnya kadar iNOS, NO, dan peroksinitrit, dimana semuanya memiliki
efek buruk multiple seperti:
a
b
c

Inhibisi langsung kontraktilitas miokard


Supresi respirasi mitokondria pada miokard non iskemi
Efek terhadap metabolisme glukosa

d
e
f

Efek proinflamasi
Penurunan responsivitas katekolamin
Merangsang vasodilatasi sistemik.

Anamnesis
Keluhan timbul berkaitan dengan etiologi timbulnya syok kardiogenik. Pasien dengan
infark miokard akut akan datang dengan keluhan tipikal nyeri dada yang akut dan kemungkinan
sudah mempunyai riwayat penyakit jantung koroner sebelumnya.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan awal hemodinamik akan ditemukan tekanan darah sistolik yang
menurun hingga < 90mmHg, dan dapat menurun hingga < 80 mmHg apabila tidak mendapat
pengobatan yang adekuat. Denyut jantung umumnya dapat meningkat akibat stimulasi simpatis,
demikian pula dengan frekuensi pernapasan yang biasanya meningkat sebagai akibat kongesti di
paru.
Pada pemeriksaan dada ditemukan adanya ronkhi. Pada sistem kardiovaskular yang dapat
dievaluasi seperti vena-vena di leher sering meningkat distensinya. Letak impuls apikal dapat
bergeser pada pasien dengan kardiomiopati dilatasi, dan intensitas bunyi jantung akan jauh
menurun pada efusi perikardial atau tamponade. Irama gallop muncul pada disfungsi ventrikel
kiri yang bermakna.
Pemeriksaan Penunjang
Elektrokardiografi (EKG)
Gambaran dari EKG dapat membantu menentukan etiologi syok kardiogenik. Misal pada
infark miokard akut akan tampak ST elevasi pada gambaran EKG. Begitu juga bila terdapat
aritmia atau gangguan irama jantung yang menjadi etiologinya, maka akan tampak gangguan
tersebut pada gambaran EKG.
Foto Rontgen Dada
Pada foto rontgen polos akan tampak kardiomegali beserta tanda-tanda kongesti paru atau
edema paru pada gagal ventrikel kiri yang berat. Bila terjadi komplikasi defek septal ventrikel

atau regurgitasi mitral akibat infark miokard akut, akan tampak gambaran kongesti paru yang
tidak disertai kardiomegali
Ekokardiogrfi
Pemeriksaan ini relatif cepat, aman, dan dapat dilakukan secara langsung di tempat tidur
pasien. Pada pemeriksaan ini dapat dinilai fungsi ventrikel kanan dan kiri, fungsi katup-katup
jantung, tekanan ventrikel kanan dan deteksi adanya shunt (misal adannya defek septal ventrikel
dengan shunt dari kiri ke kanan), efusi perikardial atau tamponade.
Saturasi Oksigen
Pemantauan saturasi oksigen bermanfaat untuk mendeteksi adanya defek septal ventrikel.
Bila terdapat pintas darah maka oksigen dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan akan terjadi
saturasi yang step up bla dibanding saturasi oksigen vena dari vena cava dan arteri pulmonal.
II.2.3 Syok Distributif
Syok distributif dapat terjadi akibat berbagai sebab, seperti blok saraf otonom pada
anestesia (syok neurogenik), anafilaksis, dan sepsis. Penurunan resistensi vaskular sistemik
secara mendadak akan berakibat penumpukan darah dalam pembuluh darah perifer dan
penurunan tekanan vena sentral. Pada syok septik, keadaan ini diperberat dengan adanya
peningkatan permeabilitas kapiler sehingga volume intravaskular berkurang.
II.2.3.1 Syok Anafilaktik
Terdapat dua fase yang berlangsung selama proses terjadinya syok anafilaktik, yaitu fase
sensitasi dan fase aktivasi. Dimana fase sensitasi merupakan awal dari terjadinya syok
anafilaktik. Dimulai dari alergen yang memapari tubuh tetapi tidak memberikan respon sistemik.
Antigen akan dilawan oleh APC (antigen precenting cel), yang terdiri dari sel B, makrofag, dan
sel dendritik. APC akan menghasilkan CD4 TH2 tipe sel T-helper.Set T akan mengaktifkan sel B
untuk mengalihkan IgM menjadi produksi alergen spesifik IgE yang akan bersirkulasi keseluruh
tubuh.
Fase aktivasi dimana alergen kembali memapari tubuh, sehingga IgE akan teraktifasi. Hal
ini menyebabkan terlepasnya mediator inflamasi seperti histamin, proteoglikan, nitric oxide,

sitokin, TNF-, prostaglandin, PAF (platelet activating factor). Histamin mengikat H1 dan H2
reseptor yang mengakibatkan terjadinya urtikaria, pruritus, flushing, sakit kepala, bronkospasme,
hipotensi dan takikardi. Sedangkan Nitric oxide menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah.
II.2.3.2 Syok Sepsis
Pada syok septik dapat ditemukan tanda gangguan sirkulasi seperti penurunan kesadaran,
penurunan tekanan darah, akral dingin, sianosis, perabaan nadi yang lemah, peningkatan waktu
pengisian kapiler serta oligouria. Selain itu dijumpai pula gangguan respirasi seperti takipnea,
asidosis metabolik, serta edema paru. Manifestasi perdarahan dapat ditemukan juga pada kulit
berupa petekie, ekimosis, dan purpura.
Selain gejala umum di atas terdapat istilah lain yang dapat ditemukan pada 20% kasus
anak dengan syok septik, yaitu syok septik hangat (warm shock), yang ditandai dengan gejala
demam, penurunan kesadaran, takikardia, perabaan nadi kuat, tekanan nadi melebar (tekanan
diastolik menurun), perfusi menurun, produksi urin menurun, pengisian kapiler melambat,
ekstremitas hangat (predominan vasodilatasi). Sedangkan pada syok septik dingin (cold shock)
predominan adalah vasokonstriksi dengan gejala demam atau hipotermia, takikardia dengan nadi
lemah, penurunan kesadaran, tekanan nadi sempit, perfusi menurun, pengisian kapiler lambat,
dan ekstremitas dingin.
Patofisiologi dan Patogenesis
1

Inflamasi tidak terkontrol


Beberapa sitokin yang menyebabkan SIRS (Systemic Inflammatory Response Syndrome)
dan sepsis yaitu: tumor necrosis factor- (TNF-), interleukin (IL-1, IL-8, IL-6, IL-10,
IL-4, IL-13), interferon dan transforming growth factor- (TGF-). IL-10, IL-4, TGF-
adalah sitokin anti inflamasi. TNF-, IL-1, IL-8, IL-6, IL-10 mempunyai hubungan
dengan morbiditas dan mortalitas sepsis. Sitokin ini akan berinteraksi satu sama lain
membentuk jaring-jaring dan saling menguatkan. Dilepasnya sitokin ini akan memacu
kaskade mediator non-protein lainnya yaitu platelet activating factor (PAF),
prostaglandin, nitric oxide, acute phase protein yang menyebabkan trombosis di
mikrovaskular, peningkatan permeabilitas kapiler, menurunnya tahanan pembuluh darah

sistemik, apoptosis sel endotel dan epitel. Berubahnya aliran darah regional dan
2

trombosis mikrovaskuler dapat menyebabkan terjadinya iskemia jaringan.


Kegagalan sistem imun
Pada penderita sepsis terjadi gambaran imunosupresif, termasuk delayed hypersensitivity,
ketidakmampuan untuk menghilangkan infeksi, dan predisposisi terjadinya infeksi
nosokomial. Apabila sepsis terus berjalan maka akan terjadi pergeseran kearah anti
inflamasi dan imunosupresif.
Mekanisme imunosupresis pada sepsis:
Perubahan dari respons inflamasi (Th1) ke anti
inflamasi(Th-2)
Anergi

Apoptosis (hilangnya CD4 sel T, Sel B, dan sel dendrit.


Hilangnya ekspresi makrofag MHC-II dan molekul kostimulasi.

Faktor genetik
Polimorfisme reseptor TNF, IL1, Fc, dan TLR mempunyai peranan dalam angka
kematian penyakit infeksi. Polimorfisme gen sitokin dapat menentukan konsentrasi
sitokin pro- dan anti-inflamasi dan mempengaruhi respon hiper- atau hipoinflamasi

terhadap suatu infeksi..


Disfungsi endotel pada sepsis
Disfungsi endotel dan aktivasi endotel dapat disebabkan oleh bakteri patogen atau
lipopolisakarida dari dinding bakteri yang menyebabkan berubahnya fungsi endotel dari
anti- ke pro-koagulan. Hal in dihubungkan dengan menurunnya sintesis trombomodulin,
menurunnya tissue-type plasminogen activator dan heparan, meningkatnya ekspresi
tissue factor dan plasminogen activator inhibitor -1, dilepasnya mikropartikel yang
mengekspresikan TF, molekul adhesi seperti P-selektin, E-selektin, intracellular adhesion
molecule-1 (ICAM), vascular cell adhesion molecule-1 transmigrasi ketempat adanya
jejas. Aktivasi sel endotel akan menyebabkan melekatnya trombosit pada dinding
pembuluh darah. Vasodilator seperti nitric oxide, prostacyclin dan vasokonstriktor:
endotelin, tromboksan, platelet-activating factor menyebabkan terjadinya perubahan pada

keseimbangan vasokonstriktor dan vasodilator.

TNF- menyebabkan peningkatan

permeabilitas sel endotel secara invitro dan invivo, dan pada akhirnya terjadinya
hipovolemia, hemokonsentrasi, dan statis aliran darah.
Apoptosis sel endotel akan menyebabkan terjadinya peningkatan respon proinflamasi. Rangsangan ICAM-1, VCAM-1 oleh IL-1 meningkatkan produksi reactive
prostasiklin, dan aktivasi komplemen.
Disfungsi organ akan terus berlangsung sebagai akibat dari respons infllamasi yang
terjadi terus menerus, koagulasi, interaksi sel, yang meneyebabkan oklusi mikrovaskuler,
hipoksia, dan disfungsi organ.
Diagnosis Sepsis
Definisi sepsis pada anak berdasarkan konsensus internasional
SIRS (2 dari 4 kriteria, 1 diantaranya harus terjadi suhu abnormal atau jumlah
leukosit yang abnormal)
1 Temperatur > 38.50C atau < 360C
2 Takikardi
3 Takipneu
4 Leukositosis atau neutrofil immature >10%
SEPSIS : SIRS + infeksi dugaan atau terbukti
Severe Sepsis : Sepsis + 1 gejala dibawah
1

Disfungsi kardiovaskular
40 ml/kg cairan isotonik intravena dalam 1 jam
Hipotensi <5th presentil pada umurnya, tekanan sistolik <2 SD
dibawah normal.
Atau
Dibutuhkan obat vasoaktif untuk mengatur tekanan darah.
Atau 2 dari :
Metabolik asidosis yang tidak dapat dijelaskan
Oliguria (urin <0.5 ml/kg/jam
Perpanjangan Capillary refill time5 detik
Acute respiratory distress syndrome
PaO2 ratio 300 mmHg, infiltrat bilateral pada pemeriksaan rontgen

toraks, dan tdak ada gejala gagal jantung kanan.


Atau,
Sepsis ditambah 2 atau lebih gagal disfungsi organ.
Septic Shock : Sepsis + disfungsi organ kardiovaskular.
Multiple Organ Dysfunction Syndrome (MODS) : Berubahnya fungsi organ
dimana homeostatis tubuh tidak dapat mengendalikan lagi tanpa intervensi obat.

Pemeriksaan Laboratorium
Biakan darah positif, pengecatan gram, Wright, biru metilen, atau akridin orange buffy
coat atau lesi petekie yang menampakkan mikroorganisme; asidosis metabolik; trombositopenia;
waktu trombin dan tromboplastin yang lama; kadar fibrinogen serum turum; anemia; kenaikan
PaO2 dan penurunan PaCO2; perubahan morfologi dan jumlah neutrofil. Pada pemeriksaan
serebrospinal dapat menampakkan neutrofil dan bakteri.
II.2.3.3 Syok Neurogenik
Syok neurogenik didefinisikan sebagai gangguan sistem sirkulasi yang mengakibatkan
tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan yang disebabkan oleh kegagalan sistem saraf
dalam mempertahankan tonus vasomotor perifer.
Etiologi

Cedera akut medula spinalis


o Gangguan tonus simpatis perifer
Vasodilatasi
Venous return berkurang
CO berkurang

Diagnosis

Riwayat Penyakit
Pemeriksaan Fisik :
Kulit hangat, Defisit neurologis, Hipoteni, Bradikardi, Ada trauma yang menyertai.

II.3 Penatalaksanaan
1

Kecepatan dalam memberikan penanganan syok sangat penting, makin lama dimulainya

tindakan resusitasi makin memperburuk prognosis


Prioritas utama yang harus segera dilakukan adalah pemberian oksigen aliran tinggi,
stabilisasi jalan nafas, dan pemasangan jalur intravena, diikuti segera dengan resusitasi
cairan. Apabila jalur intravena perifer sukar didapat, jalur intraoseus (IO) segera dimulai.

Setelah jalur vaskuler didapat, segera lakukan resusitasi cairan dengan bolus kristaloid

isotonik (Ringer lactate, normal saline) sebanyak 20 ml/kg dalam waktu 5-20 menit
Pemberian cairan dapat diulang untuk memperbaiki tekanan darah dan perfusi jaringan.

pada syok septik mungkin diperlukan cairan 60 mL/kg dalam 30-60 menit pertama.
Pemberian cairan hanya dibatasi bila diduga penyebab syok adalah disfungsi jantung

primer.
Apabila setelah pemberian 20-60 mL/kg kristaloid isotonik masih diperlukan cairan,
pertimbangkan pemberian koloid. darah hanya direkomendasikan sebagai pengganti
volume yang hilang pada kasus perdarahan akut atau anemia dengan perfusi yang tidak

adekuat meskipun telah mendapat 2-3 x 20 mL/kg bolus kristaloid.


Pada syok septik, bila refrakter dengan pemberian cairan, pertimbangkan pemberian

inotropik.
Dopamin merupakan inotropik pilihan utama pada anak, dengan dosis 5-10 gr/kg/menit.
apabila syok resisten dengan pemberian dopamin, tambahkan epinefrin (dosis 0,05-0,3
gr/kg/menit) untuk cold shock atau norepinefrin (dosis 0,05-1 gr/kg/menit) untuk

warm shock.
Syok resisten katekolamin, dapat diberikan kortikosteroid dosis stres (hidrokortison 50

mg/m2/24 jam).
10 Dobutamin digunakan apabila setelah resusitasi cairan didapatkan curah jantung yang
rendah dengan resistensi vaskular sistemik yang meningkat, ditandai dengan ekstremitas
dingin, waktu pengisian kapiler memanjang, dan produksi urin bekurang tetapi tekanan
darah normal.
11 Pada syok septik, antibiotik harus diberikan dalam waktu 1 jam setelah diagnosis
ditegakkan, setelah sebelumnya diambil darah untuk pemeriksaan kultur dan tes resistensi.
12 Sebagai terapi awal dapat digunakan antibiotik berspektrum luas sampai didapatkan hasil
kultur dan antibiotik yang sesuai dengan kuman penyebab.
13 Target akhir resusitasi yang ingin dicapai merupakan petanda perfusi jaringan dan
homeostasis seluler yang adekuat, terdiri dari: frekuensi denyut jantung normal, tidak ada
perbedaan antara nadi sentral dan perifer, waktu pengisian kapiler <2 detik, ekstremitas
hangat, status mental normal, tekanan darah normal, produksi urin >1 mL/kg/jam,
penurunan laktat serum.
14 Tekanan darah sebenarnya bukan merupakan target akhir resusitasi, tetapi perbaikan rasio
antara frekuensi denyut jantung dan tekanan darah yang disebut sebagai syok indeks, dapat
dipakai sebagai indikator adanya perbaikan perfusi.

Tabel: Obat penatalaksanaan syok


Obat
Dopamin

Epinefrin

Efek
Dosis
Menguatkan kontraksi
Dosis sedang: 5Meningkatkan tekanan
15 g/kg/min
darah ginjal (dosis
Dosis tinggi: 15ringan/sedang)
25 g/kg/min
Vasokonstriksi (dosis
tinggi)
Meningkatkan
jantung

detak 0.05-3.0

Keterangan
Meningkatkan
resiko

disritmia

pada dosis tinggi

Dapat mengurangi

dan g/kg/min

perfusi

menguatkan kontraksi

ginjal

dikarenakan
penggunaan

O2

yang tinggi pada


Vasokonstriksi
Dobutamin

Norepinefrin

jantung.
Beresiko

yang

ampuh
Meningkatkan

tinggi

disritmia
Vasokonstriktor

1-20 g/kg/min

kontraksi jantung
Memberi efek sedikit

yang lemah
Baik
digunakan

pada denyut jantung.


Vasodilator perifer

pada

Vasokonstriktor
kuat
Memberi

syok

kardiogenik

yang 0.05-1.5
g/kg/min

efek

yang

lemah pada kekuatan


Phenylephrine

konstriksi jantung
Vasokonstriktor yang 0.5-2.0 g/kg/min

Dapat

kuat

menyebabkan

Dapat digunakan pada

hipertensi tiba-tiba
Dapat

pasen takikardi

menyebabkan
peningkatan
konsumsi O2.

Milrinone

Inotropin yang ampuh

Loading
g/kg/min

50
lebih

Vasodilator perifer

dari 15 menit
0.5-1 g/kg/min

Gambar: Algoritma Penatalaksanaan Syok


III.1. Syok Sirkulasi
Syok merupakan manifestasi klinik dari kegagalan sistem sirkulasi yang mengakibatkan
tidak terpenuhinya kebutuhan oksigen selular. Diagnosis syok berdasarkan pada tanda klinis,
hemodinamik, dan biokimiawi. Pertama-tama, terjadi hipotensi arterial sistemik, pada dewasa,
tekanan sistolik kurang dari 90 mmHg atau MAP kurang dari 70 mmHg, yang disertai dengan
takikardia. Kedua, ditemukannya tanda klinis dari hipoperfusi jaringan, yang dapat dilihat pada
tiga bagian tubuh, yaitu kulit (akral dingin dan lembab, yang disertai dengan vasokonstriksi dan
sianosis), ginjal (pengeluran urine kurang dari 0,5 ml/kg BB/jam), dan neurologis (perubahan
status mental, meliputi obtundasi, disorientasi, dan konfusi). Ketiga, timbul hiperlaktatemia,
yang mengindikasikan adanya kelainan metabolisme oksigen selular. Kadar normal laktat di
dalam darah kira-kira 1 mmol/liter, tetapi kadar laktat ini dapat meningkat (>1,5 mmol/liter) pada
kegagalan sirkulasi akut.
III.2. Patofisiologi
Syok terjadi akibat 4 mekanisme berbeda, yaitu hipovolemia (akibat kehilangan cairan
eksternal dan internal), faktor kardiogenik (infark miokardial akut, kardiomiopati tahap lanjut,
penyakit katup jantung, miokarditis, dan aritmia jantung), obstruktif (emboli pulmonal,
tamponade jantung, dan tension pneumotoraks), faktor distributif (sepsis berat atau reaksi
anafilaksis dari pelepasan mediator inflamasi). Tiga mekanisme pertama ditandai dengan
penurunan curah jantung (cardiac output) sehingga tidak adekuatnya transpor oksigen. Pada syok
distributif, defisit utama terletak pada perifer, dengan penurunan resistensi vaskular sistemik dan
perubahan ekstraksi oksigen. Pasien dengan kegagalan sirkulasi akut seringkali memiliki
kombinasi dari beberapa mekanisme tersebut.
Syok sepsis, salah satu bentuk dari syok distributif, merupakan bentuk syok yang
tersering dijumpai pada pasien yang dirawat di ICU, diikuti dengan syok kardiogenik dan syok
hipovolemik; syok obstruktif jarang dijumpai.
Tipe dan penyebab syok dapat ditentukan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik,
misalnya, syok setelah luka traumatik merupakan mekanisme hipovolemik (akibat kehilangan
darah), tetapi syok kardiogenik atau syok distributif dapat terjadi sendiri-sendiri atau secara
bersamaan, misalnya disebabkan oleh beberapa kondisi seperti tamponade jantung dan cedera

korda spinalis. Pemeriksaan fisik secara menyeluruh harus meliputi penilaian terhadap warna
kulit, suhu tubuh, distensi vena jugularis, dan edema perifer.
III.3. Penatalaksanaan awal pasien syok
Dukungan hemodinamik yang adekuat pada pasien syok sangat penting untuk mencegah
perburukan disfungsi organ dan kegagalan organ. Resusitasi harus sudah dimulai saat sedang
mencari tahu penyebab syok. Penyebab syok harus dikoreksi secara cepat (misalnya, mengontrol
perdarahan, intervensi koroner perkutan (PCI) untuk sindrom koroner, trombolisis atau
embolektomi untuk emboli pulmonal masif, dan pemberian antibiotik untuk syok sepsis).
Dukungan ventilator
Pemberian oksigen harus dimulai segera untuk meningkatkan transpor oksigen dan
mencegah hipertensi pulmonal. Pulse oximetry seringkali tidak dapat dipercaya untuk
menandakan terjadinya suatu vasokonstriksi perifer, dan untuk menentukan kebutuhan oksigen
secara akurat seringkali diperlukan monitoring gas darah.
Intubasi endotrakeal harus dilakukan pada hampir semua pasien dengan sesak nafas berat,
hipoksemia, atau asidemia persisten atau yang semakin memburuk (pH < 7,30). Ventilasi
mekanik invasif memiliki manfaat tambahan dalam mengurangi kebutuhan oksigen pada otot
respirasi dan menurunkan afterload ventikel kiri dengan meningkatkan tekanan intratorakal.
Penurunan tekanan arteri secara mendadak setelah pemasangan ventilasi mekanik invasif
menandakan keadaan hipovemia dan penurunan aliran vena. Penggunaan obat sedatif seharusnya
dikurangi seminimal mungkin untuk menghindari penurunan tekanan arteri dan curah jantung
(cardiac output).
Resusitasi cairan
Terapi cairan untuk meningkatkan aliran darah mikrovaskular dan curah jantung merupakan
bagian penting terapi untuk berbagai bentuk syok. Pasien dengan syok kardiogenik akan
mendapatkan manfaat dari cairan, karena edema akut dapat mengurangi volume intravaskular
efektif. Namun, pemberian cairan harus dimonitor secara ketat, dikarenakan terlalu banyaknya
cairan dapat meningkatkan resiko edema dengan konsekuensi yang tidak diinginkan.

Teknik pemilihan cairan harus dlakukan untuk menentukan respon aktual pasien terhadap cairan,
untuk meminimalkan resiko dari efek merugikan. Pertama, tipe cairan harus dipiih. Cairan
kristaloid adalah pilihan pertama, dikarenakan cairan ini dapat ditoleransi tubuh dengan baik dan
harganya murah. Kedua, kecepatan pemberian cairan harus ditentukan. Ketiga, tujuan dari
pemilihan cairan harus diketahui. Pada keadaan syok, tujuan umumnya adalah untuk
meningkatkan tekanan arteri sistemik, meskipun hal ini dapat menurunkan denyut jantung atau
meningkatkan pengeluaran urine. Terakhir, batasan aman dari pemberian cairan harus diketahui.
Edema pulmonal merupakan komplikasi tersering dari infus cairan.
Obat vasoaktif
Vasopressor
Jika hipotensi memberat atau menetap meskipun telah dilakukan resusitasi cairan, penggunaan
vasopressor diindikasikan untuk dilakukan. Pemberian vasopressor secara bertahap ketika sedang
dilakukannya resusitasi cairan dapat diterima. Agonis adrenergik merupakan vasopresor lini
pertama karena onset cepat, potensi tinggi, dan waktu paruh pendek. Stimulasi pada tiap tipe
reseptor adrenergik memiliki manfaat potensial dan efek merugikan. Misalnya, stimulasi betaadrenergik dapat meningkatkan aliran darah tetapi juga dapat meningkatkan resiko iskemia
miokardial sebagai hasil peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas. Saat ini penggunaan
isoproterenol, agen beta adrenergik alami dibatasi untuk pasien dengan bradikardia berat.
Stimulasi alfa adrenergik dapat meningkatkan tonus vaskular dan tekanan darah tetapi dapat pula
menurunkan curah jantung dan merusak jaringan pembuluh darah, terutama pada regio
hepatosplenikus. Oleh karena itu, phenylephrine yang merupakan alfa adrenergik jarang
digunakan.
Norepinephrine dapat menjadi vasopresor lini pertama. Norepinephrine sebagian besar
merupakan komponen alfa adrenergik, tetapi efek beta adrenergik nya dapat membantu
memelihara curah jantung. Pemberiannya secara signifikan dapat meningkatkan MAP dengan
sedikit perubahan pada denyut jantung atau curah jantung. Dosis yang biasanya diberikan adalah
0,1 - 0,2 g/kg BB/menit.
Dopamin memiliki efek beta adrenergik lebih dominan pada dosis rendah dan efek alfa
adrenergik lebih dominan pada dosis tinggi, tetapi efeknya relatif lemah. Efek dopaminergik

pada dosis sangat rendah (< 3 g/kg BB/menit secara IV) dapat secara selektif menyebabkan
dilatasi pembuluh darah renal dan hepatosplanikus. Stimulasi dopaminergik dapat menimbulkan
efek endokrin yang tidak diinginkan pada sistem hiporalamus-pituitari, yang menyebabkan
imunosupresi, melalui reduksi pelepasan prolaktin.
Pada percobaan double-blind dengan teknik randomisasi terkontrol didapatkan hasil bahwa
dopamin tidak memiliki manfaat melebihi norepinephrine sebagai agen vasopresor lini pertama.
Selain itu, dopamin lebih memicu terjadinya aritmia dan berkaitan dengan peningkatan
kecepatan kematian dalam 28 hari pada pasien syok kardiogenik. Pemberian dopamin, jika
dibandingkan dengan norepinephrine, dapat berkaitan dengan kecepatan kematian yang lebih
tinggi pada pasien dengan syok sepsis. Oleh karena itu, tidak dianjurkan dopamin sebagai
pengobatan pada pasien dengan syok.
Epinefrin, sebagai agen vasopresor yang lebih kuat, memiliki efek beta adrenergik yang lebih
dominan pada dosis rendah, dengan efek alfa adrenergik menjadi signifikan secara klinis pada
dosis yang lebih tinggi. Namun, pemberian epinefrin berkaitan dengan peningkatan timbulnya
aritmia dan penurunan aliran darah splanikus, serta dapat meningkatkan kadar laktat di dalam
darah.
Agen inotropik
Dobutamin menjadi agen inotropik pilihan untuk meningkatkan curah jantung. Dobutamin
memiliki efek terbatas pada tekanan arteri. Dobutamin dapat meningkatkan perfusi kapiler pada
pasien dengan syok sepsis.
Vasodilator
Dengan mengurangi afterload ventrikel, agen vasodilator dapat meningkatkan curah jantung
tanpa meningkatkan kebutuhan miokardial terhadap oksigen. Batasan utama obat ini adalah
resiko penurunan tekanan arteri ke nilai normal perfusi jaringan.

Pencapaian support hemodinamik


Tekanan darah
Pencapaian utama dari resusitasi seharusnya tidak hanya memperbaiki tekanan darah tetapi juga
menjamin terciptanya metabolisme selular yang adekuat, dimana sebagai prasyaratnya adalah
koreksi hipotensi arteri. Perbaikan MAP pada 65 70 mmHg merupakan suatu pencapaian yang
baik, tetapi nilainya harus disesuaikan terhadap perbaikan perfusi jaringan, penilaian terhadap
status mental, tampilan kulit, dan pengeluaran urine.
Curah jantung dan hantaran oksigen
Karena syok sirkulasi menandakan suatu ketidakseimbangan antara persediaan oksigen dengan
kebutuhan oksigen tubuh, maka pemeliharaan hantaran oksigen ke jaringan tubuh merupakan hal
yang sangat penting, tetapi segala cara yang dilakukan untuk mencapai tujuan ini sangatlah
terbatas. Setelah koreksi hipoksemia dan anemia yang berat, curah jantung merupakan penentu
utama dalam penghantaran oksigen, tetapi curah jantung optimal sulit didapatkan. Pengukuran
saturasi oksigen vena (SvO2) dapat membantu dalam menilai keseimbangan antara kebutuhan
dan persediaan oksigen. Pengukuran SvO2 juga sangat berguna dalam menginterpretasikan curah
jantung. SvO2 akan menurun pada pasien dengan aliran darah yang rendah atau anemia, tetapi
akan normal atau meningkat pada pasien dengan syok distributif.
Kadar laktat dalam darah
Peningkatan kadar laktat di dalam darah menunjukkan fungsi seluler yang abnormal. Pada
tingkat aliran darah yang rendah, mekanisme utama terjadinya hiperlaktatemia adalah hipoksia
jaringan dengan suatu metabolisme anaerob, tetapi pada syok distributif, patofisiologinya lebih
kompleks dan melibatkan peningkatan glikolisis dan penghambatan dehidrogenase piruvat. Pada
semua kasus, perubahan pada bersihan dapat dikarenakan fungsi hati yang menurun.
Prioritas dan pencapaian terapi
Terdapat empat fase dalam pengobatan syok, dimana pencapaian terapeutik dan monitoring
diperlukan pada tiap fase. Pada fase pertama (tindakan penyelamatan), pencapaian terapinya
adalah agar tercapainya tekanan darah minimum dan curah jantung yang sesuai untuk pertahanan

hidup segera. Monitoring sederhana diperlukan. Pada banyak kasus, monitoring invasif dapat
dilakukan dengan kateterisasi vena atau arteri sentral. Prosedur bantuan hidup dasar (misalnya
pembedahan pada kasus trauma, drainase perikardial, revaskularisasi pada infark miokard akut,
dan penggunaan antibiotik pada sepsis) diperlukan untuk mengobati penyebab yang mendasari
syok. Fase kedua (optimisasi), pencapaian terapinya adalah untuk meningkatkan ketersediaan
oksigen selular, dan peluang yang sempit untuk intervensi status hemodinamik. Resusitasi
hemodinamik yang adekuat dapat mengurangi reaksi inflamasi, disfungsi mitokondria, dan
aktivasi caspase. Pengukuran SpO2 dan kadar laktat dapat sebagai dijadikan petunjuk terapi, dan
juga monitoring curah jantung harus dipertimbangkan untuk dikerjakan. Pada fase ketiga
(stabilisasi), pencapaiannya adalah untuk mencegah disfungsi organ, setelah stabilisasi
hemodinamik tercapai. Terakhir, fase keempat (de-eskalasi), pencapaiannya adalah untuk
menghentikan pasien dari pemakaian agen vasoaktif dan memicu poliuria spontan, atau
merangsang pembuangan cairan melalui penggunaan diuretik untuk mencapai balance cairan
yang negatif.

You might also like