You are on page 1of 28

BAB I

PENDAHULUAN
Demam pada anak merupakan hal yang paling sering dikeluhkan
oleh orang tua mulai di ruang praktek dokter sampai ke unit gawat darurat
(UGD) anak, meliputi 10-30% dari jumlah kunjungan. Demam membuat
orang tua atau pengasuh menjadi risau. Sebagian besar anak-anak
mengalami demam sebagai respon terhadap infeksi virus yang bersifat
self limited dan berlangsung tidak lebih dari 3 hari atau infeksi bakteri yang
tidak memerlukan perawatan di rumah sakit. Akan tetapi sebagian kecil
demam tersebut merupakan tanda infeksi yang serius dan mengancam
jiwa seperti pneumonia, meningitis, artritis septik dan sepsis. Hal ini
merupakan tantangan bagi dokter untuk mengidentifikasi penyebab
demam tersebut. (Kania, 2007)
Pendekatan penatalaksanaan demam pada anak bersifat age
dependent karena infeksi yang terjadi tergantung dengan maturitas sistem
imun di kelompok usia tertentu. Penilaian awal pada saat anak dibawa ke
rumah sakit akan membantu menentukan beratnya penyakit anak dan
urgensi pengobatannya. (Kania, 2007)

BAB II
DEMAM
2.1 Definisi Demam
Demam adalah keadaan dimana temperature rectal > 38 oC.
Menurut American Academy of Pediatric (AAP) suhu normal rectal pada
anak berumur kurang dari 3 tahun sampai 38 oC. Suhu normal oral sampai
37.5 oC. Pada anak berumur lebih dari 3 tahun suhu oral normal sampai
37,2 oC, suhu rectal normal sampai 37,8 oC. (Janice E,2013)
Menurut IDAI, demam didefinisikan sebagai keadaan kenaikan
suhu tubuh. Batas kenaikan adalah 37 oC bila diukur secara oral atau
diatas 38,4 oC pada pengukuran di rectal. Suhu tubuh normal pada anak
berkisar antara 36,1-37,8 oC. (Soedarmo S, 2010)
Hiperpireksia didefinisikan sebagai kenaikan suhu tubuh 41 oC
atau lebih. Keadaan ini sering dihubungkan dengan infeksi berat,
kerusakan hipotalamus atau perdarahan SSP dan memerlukan terapi.
Sedangkan demam tanpa kausa yang jelas atau fever of unknown origin
adalah keadaan temperature tubuh minimal 37,8-38 oC terus menerus
untuk periode waktu paling sedikit selama 3 minggu tanpa diketahui
sebabnya setelah dilakukan pemeriksaan medis lengkap. (Soedarmo S,
2010)
Tempat
pengukuran
Aksila

Sublingual

Rektal

Telinga

Jenis termometer
Air

raksa,

elektronik
Air

raksa,

35,5 37,5;
36,6

raksa,

elektronik
Emisi

34,7 37,3;
36,4

elektronik
Air

Rentang; rerata
suhu normal
(oC)

36,6 37,9;
37

infra

merah

35,7 37,5;
36,6

Dema
m
(oC)
37,4

37,6

38

37,6

2.2 Etiologi
Pada umumnya disebabkan oleh virus yang dapat sembuh sendiri,
hanya sebagian kecil dapat berupa infeksi bakteri serius di anataranya
meningitis bakteriil, bakteremia, pneumonia bakteri, infeksi saluran kemih,
enteritis bakteriil, infeksi tualang dan sendi. Penyebab demam dapat
diidentifikasi berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. (Kaspan MF,
2008)
2.3 Patifisiologi
2.3.1 Demam dapat dipicu oleh bahan exogenous maupun
endogenous. Bahan exogenous pun ternyata harus lewat endogenous
pyrogen, polipeptida yang diproduksi oleh jajaran monosit, makrofag, dan
sel lain. Pemicu peningkatan suhu yang diketahui antara lain IL-1, TNF,
IFN, dan IL-6. Sitokin ini bila telah terbentuk akan masuk sirkulasi sistemik
dan pada daerah praeoptik hypothalamus merangsang phospholipase A2,
melepas plasma membrane arachidonic acid untuk masuk ke jalur
cyclooxigenase, yang meningkatkan ekspresi cyclooxigenase dalam
melepas prostaglandin E2, yang mudah masuk BBB, sehinga merangsang
thermoregulator neuron untuk meningkatkan thermostat setpoint. Set point
yang tinggi memerintahkan tubuh untuk meningkatkan suhu lewat
rangkaian simpatetik. Saraf efferent adrenergic dapat memicu konservasi
panas (dengan cara vasokontriksi) dan kontraksi otot (mengigil). Selain itu
jalur

autonomic

den

endokrin

ikut

menurunkan

penguapan

dan

mengurangi jumlah cairan yang akan dipanaskan. Proses ini berjalan


terus sampai suhu sudah sesuai dengan thermostat, suhu tubuh terukur
akan diatas suhu rata-rata.

Bilamana rangsangan sitokin telah turun,

thermostat diturunkan kembali, sehingga proses pengeluaran panas dan


penambahan jumlah cairan akan berjalan. Termoregulasi ini dibantu
korteks serebri dalam menyesuaikan dengan perilaku. (Kaspan MF, 2008)

Aspek klinis demam terlihat pada variasi suhu badan sesuai


dengan kegiatan, meskipun pada anak kecil lonjakan tajam tidak jelas,
meskipun pada anak kecil lonjakan tajam tidak jelas. Intepretasi demam
pada bayi dan anak harus dibedakan antara demam (diatas 38 oC) dan
hiperpireksia (diatas 39,5 oC) (Kaspan MF, 2008)
2.3.2 Respon radang adalah serangkain reaksi kompleks sekali
yang melibatkan migrasi sel dan bahan radang ke tempat invasi kuman.
Secara sederhana, efek klinisnya adalah mempercepat resolusi infeksi
dan mendorong remodeling jaringan. Bilamana infeksi terlalu berat untuk
dikontrol dengan cara ini, maka rangsangan infeksi akan masuk ke
sirkulasi dan memicu molekul efektor menimbulkan reaksi berantai
(cascade reaction) local maupun sistemik sehinga menyebabkan systemic
inflammatory response. Response ini melibatkan TNF, IL-1, IL-6, IL-8,
CSF, PAF. Sitokin-sitokin ini tidak hanya diproduksi oleh monosit-makrofag
namun juga oleh limfosit, vascular endothelial cells, epidermal cells,
astrocyte-microglial cells. Mediator ini akan merangsang metabolit asam
arachidonik

menjadi

leukotrins,

thromboxane

A2,

PGs,

yang

menyebabkan perembesan endotel. IL-1 dapat menyebabkan endotel


vaskuler

menghasilkan

berbagai

molekul

mediator

sekunder,

memperberat dan memperluas reaksi radang yang ada. Aktivasi


komplemen

dan

coagulation

cascade

terjadi

bersamaan

dengan

pelepasan berbagai sitokin sehinga produksi bahan proinflamatory


meningkat dan reaksi bisa menjadi sistemik, bilamana negative feedback
yang terjadi tidak mampu mengendalikan berbagai reaksi yang makin
kuat. (Kaspan MF, 2008).
2.3.3 Respons fase akut. Merupakan respons tubuh (selain
demam

dan

menyingkirkan

reaksi

radang)

antigen

atau

yang

non

melakukan

antigenic
modulasi

spesifik
agar

untuk
dapat

mempermudah reaksu eliminasi benda asing. (Kaspan MF, 2008)

Sitokin (IL-1 dan IL-6) yang beredar merangsang hati untuk


menghasilkan berbagai protein untuk mengintensifkan radang :

1. Positif

acute-phase

proteins:

CRP,

serum

amyloid,

antitrypsin, haptoglobin, ceruplasma, fibrinogen, oleh karena


kadar meningkat setelah stimuli
2. Negative

acute

phase

proteins: Albumin,

prealbumin,

transferin, retinol binding proteins

Perubahan

hematologic

dengan

peningkatan

PMN,

trombositopenia, anemia

Perubahan mineral dengan penurunan zink dan besi dan


peningkatan cuprum

Hipermetabolik yang melibatkan berbagai bahan

bahkan terjadi

metabolism yang khusus (misal glukoneogenesis) (Kaspan MF,


2008)

2.4 Klasifikasi Klinis pada Anak Demam


Pada umumnya kita mengolongkan anak dengan demam
berdasarkan keberadaan focus dan kelompok usia. (Kaspan MF, 2008)
2.4.1 Fokus pada anak dengan demam

Demam dengan focus yang jelas (overt focus). Anak


dengan demam dengan focus yang jelas mudah dikenali
secara klinis. Focus pada anak besar, akibat kemampuan
melokalisir radang. Focus dapat memberikan dugaan akan
kemungkinan penyebab etiologic (kuman). ISK, pneumonia,
meningitis, enteritis bacterial, abses, merupakan focus
yang jelas dan pada usia tertentu kumannya dapat diduga.
Detritus pada tonsil, furunkel pada kulit, nanah pada liang
telinga, dapat memberikan gambaran yang jelas pada
kuman infeksi. Pemeriksaan biakan jaringan pada focus
6

dapat menjelaskan kuman penyebab, focus pada bayi kecil


dapat disertai dengan bakteremia (Kaspan MF, 2008)

Demam tanpa focus yang jelas (occult focus). Infeksi selain


menyebabkan

perubahan

anatomis

juga

dapat

menyebabkan kelainan fungsional, akibat reaksi radang.


Gejala klinis yang

disebabkan oleh mediator yang

menyebabkan perubahan faal menyebabkan focus yang


tidak jelas. demam tanpa focus yang jelas ini pada usia
yang muda makin tidak jelas gejala klinisnya, karena
keterbatasan tubuh merespons infeksi.

Selain itu juga

terdapat gabungan gejala yang menjadi kabur, misalnya


pada anak diare dengan parasit malaria dalam darah,
pneumonia dengan pada anak anemia, kebocoran plasma
akibat DHF pada anak dan sebagainya (Kaspan MF, 2008)

Demam tanpa penyebab yang jelas (unknown origin).


Demam jenis ini biasanya terdapat pada infeksi yang kronis
dan berjalan pelan, tidak menunjukan focus dan tidak
terdapat gejala lain yang mencolok, kecuali demam. Reaksi
radang tidak hanya akibat infeksi tetapi akibat kerusakan
jaringan maupun kematian sel, seperti pada anka dengan
keganasan

atau

anak

dengan

penyakit

autoimun.

Pencarian sumber demam menjadi semakin rumit dan


mahal dan seringkali tidak tuntas akibat ketidakmampuan
teknologi dan financial. (Kaspan MF, 2008)
2.4.2 Kelompok Usia Anak dengan Demam

Kelompok bayi muda, 0-48 hari


Demam pada neonates (<28 hari) dapat menyulitkan
dokter, karena tiga perempat dari yang menderita infeksi
bacterial

tetap

baik

kondisi

klinisnya

pada

saat

pemeriksaan. Infeksi bakteri terjadi pada 10% dari anak


demam usia 1-2 bulan, dan 13% pada anak dibawah 1

bulan. Pada bayi dibawah 3 bulan UTI merupakan


sepertiga dari seluruh kasus. Prevalensi bakteremia sekitar
2-3 persen pada semua bayi demam dengan usia dibawah
2 bulan. Pada 32 neonatus demam dengan Philadelphia
15,6% yang masuk golongan low risk pada bayi dibawah 1
bulan, 17% menderita serious bacterial illness (SBI).
Meskipun dengan criteria Philadelphia 19,4% termasuk lowrisk dan dengan boston 25%. Bayi demam dengan criteria
Rochester hanya menemukan 0,88% yang masuk low risk
(sebagian besar memang high risk). Probabilitas neonates
dengan

demam

cukup

tinggi,

sehinga

rawat

inap

merupakan indikasi yang aman. (Kaspan MF, 2008)

2-36 bulan
Bayi demam pada usia ini tampilan klinisnya berada di
daerah abu-abu, antara demam berarti SBI pada bayi
muda (dibawah 2 bulan) dan demam berarti infeksi focus
yang jelas. Semua setuju pada penderita dengan resiko
tinggi, harus masuk rumah sakit dan mendapat antibiotic
empiric. (Kaspan MF, 2008)

Lebih dari 36 bulan


Anak usia diatas 3 tahun dapat memberikan gejala klinis
yang lebih jelas, seperti adanya kelainan anatomic (focus
pada paru) atau kelainan fungsional seperti syok pada DHF.
Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorik
sangat bermanfaat untuk mengambil keputusan member
atau tidak member antibiotic. Masalah khusus adalah pada
penderita dengan Fever Unknown Origin (FUO), dengan
focus maupun gejala ganguan faali tidak jelas. (Kaspan MF,
2008)

2.5 Langkah Diagnostik


1. Anamnesis

Ditanyakan

Riwayat imunisasi

Paparan terhadap infeksi

Nyeri menelan

Nyeri telinga

Batuk atau sesak napas

Muntah berak

Nyeri atau menangis waktu buang air (Kaspan MF, 2008)

2. Pemeriksaan fisik

Demam : suhu rectal lebih dari atau sama dengan 38 oC


Tentukan derajat sakit :
Subyektif :

Kualitas tangis

Reaksi terhadap orang tua

Tingkat kesadaran

Warna kulit / selaput lender

Derajat hidrasi

Interaksi

Obyektif:

Tidak tampak sakit

Tampak sakit

Sakit berat/toksik (Kaspan MF, 2008)

Tidak ada metode spesifik untuk mendeteksi kemungkinan infeksi


lokal yang tersembunyi. Misalnya pada kasus berikut ini :
a)

Infeksi Saluran Kemih (ISK)


-

Urinalisis

Biakan urin
Setiap

pemeriksaan

urinalisis

positif

dianggap

sebagai

tersangka ISK yang merupakan indikasi untuk memulai pengobatan


9

dengan antibiotik. Diagnosis pasti ditegakkan bila hasil biakan urine


positif. Catatan :

b)

urinalisis positif : nitrit (+)

leukosit esterase (+)

mikroskopik : Leukosit > 10/lpb atau bakteri (+)

pewarnaan gram (+)(Kaspan MF, 2008)

Pneumonia
Pneumonia bakterial bila demam 39 oC atau leukosit >20.000.
Catatan :

Pada anak dengan suhu yang tidak terlalu tinggi, hitung jenis
leukosit tidak terlalu tinggi, tidak disertai distress respirasi, takipneu,
ronchi atau suara napas melemah maka kemungkinan pneumonia
dapat disingkirkan.

Umur dapat digunakan sebagai prediksi penyebab pneumonia.


Pneumonia oleh virus paling banyak dijumpai pada umur 2 tahun
pertama.

Foto thorax sering kali tidak selalu membantu dalam menentukan


pengobatan pneumonia.

Pneumonia dan bakteremia jarang terjadi bersamaan. (Kaspan MF,


2008)

c)

Gastroenteritis (GE) Bakterial


Umumnya ditandai dengan muntah dan berak. (Kaspan MF, 2008)
Catatan:

Penyebab terbanyak rotavirus.

Buang air besar darah lendir biasanya karena GE bakterial.


(Kaspan MF, 2008)

d)

Meningitis
(i)

Bayi atau anak tampak sakit berat

(ii)

Pemeriksaan fisik didapatkan letargik, kaku kuduk dan muntah


10

(iii)

Diagnosis ditegakkan dengan pungsi lumbal (Kaspan MF, 2008)

Pemeriksaan fisik pada anak demam secara kasar dibagi atas status
generalis dan evaluasi secara detil yang memfokuskan pada sumber
infeksi. Pemeriksaan status generalis tidak dapat diabaikan karena
menentukan

apakah

pasien

tergolong

toksis

atau

tidak

toksis.

Penampakan yang toksis mengindikasikan infeksi serius. McCarthy


membuat Yale Observation Scale untuk penilaian anak toksis. Skala
penilaian ini terdiri dari enam kriteria berupa: evaluasi cara menangis,
reaksi terhadap orang tua, variasi keadaan, respon sosial, warna kulit dan
status hidrasi. Masing-masing item diberi nilai 1 (normal), 3 (moderat), 5
(berat). (Kania, 2007)

Tabel : The Yale Obsevation Scale


Pengamatan

Normal 1

atau

Gangguan

Gangguan

Gerak (3)

Berat (5)

Merengek/teris

Lemah atau

Kualitas

Kuat

Tangisan

sedang

ak

mengiking

Simulasi

Tangis

Tangisan

Terus

orang tua

segera

hilang timbul

menangis

berhenti/tidak

atau

menangis

menangis
bertambah
keras

Variasi

Bila

Keadaan

tetap

bangun

Mata

segera

menutup

11

lalu

Terus
tertidur atau

Warna Kulit

terbangun

terbangun atau

tidak

atau bila tidur

terbangun

terstimulasi

distimulasi

dengan

akan segera

simulasi

bangun

lama

Merah muda

Ekstrimitas

yang

Pucat

pucat
Hidrasi

Kulit,

mata

normal,

Membran

Turgor kulit

mukosa kering

buruk

membran
mukosa
basah

Respons

Senyum atau

Segera

Tidak

terhadap

alert (<2bln)

tersenyum

tersenyum

atau

tampak

kontak social

segera

alert (<2bln)

cemas,
bodoh,
kurang
berekspresi
.

Sumber: Rothrock, 1999. (9)

Hasil studi prospektif penggunaan skala tersebut diatas, pada anak usia <
2 tahun sebanyak 312 anak yang mengalami demam, anak yang
mempunyai nilai lebih dari 16 ternyata menderita penyakit yang serius.9
Pemeriksaan penunjang dilakukan pada anak yang mengalami demam
bila secara klinis faktor risiko tampak serta penyebab demam tidak
diketahui secara spesifik (Kania, 2007)

12

2.6 Pola demam


Interpretasi pola demam sulit karena berbagai alasan, di
antaranya anak telah mendapat antipiretik sehingga mengubah pola, atau
pengukuran suhu secara serial dilakukan di tempat yang berbeda. Akan
tetapi bila pola demam dapat dikenali, walaupun tidak patognomonis untuk
infeksi tertentu, informasi ini dapat menjadi petunjuk diagnosis yang
berguna (Tabel 2.).
Tabel 2. Pola demam yang ditemukan pada penyakit pediatrik
Pola demam
Kontinyu
Remitten
Intermiten
Hektik atau septik
Quotidian
Double quotidian

Penyakit
Demam tifoid, malaria falciparum malignan
Sebagian besar penyakit virus dan bakteri
Malaria, limfoma, endokarditis
Penyakit Kawasaki, infeksi pyogenik
Malaria karena P.vivax
Kala azar, arthritis gonococcal, juvenile rheumathoid

Relapsing atau

arthritis, beberapa drug fever (contoh karbamazepin)


Malaria tertiana atau kuartana, brucellosis

periodik
Demam rekuren

Familial Mediterranean fever

Penilaian pola demam meliputi tipe awitan (perlahan-lahan atau tiba-tiba),


variasi derajat suhu selama periode 24 jam dan selama episode
kesakitan, siklus demam, dan respons terapi. Gambaran pola demam
klasik meliputi:

Demam kontinyu (Gambar 1.) atau sustained fever ditandai oleh


peningkatan suhu tubuh yang menetap dengan fluktuasi maksimal
0,4oC selama periode 24 jam. Fluktuasi diurnal suhu normal biasanya
tidak terjadi atau tidak signifikan. Dalam kelompok ini, demam meliputi
penyakit pneumoni tipe lobar, infeksi kuman Gram-negatif, riketsia,
demam tifoid, gangguan system saraf pusat, tularemia, dan malaria
falciparum

13

Gambar 1. Pola demam pada demam tifoid (memperlihatkan


bradikardi relatif)

Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak
mencapai normal dengan fluktuasi melebihi 0,5 oC per 24 jam. Pola ini
merupakan tipe demam yang paling sering ditemukan dalam praktek
pediatri dan tidak spesifik untuk penyakit tertentu (Gambar 2.). Variasi
diurnal biasanya terjadi, khususnya bila demam disebabkan oleh
proses infeksi. ditemukan pada demam tifoid fase awal dan berbagai
penyakit virus

Gambar 2. Demam remiten

Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya


pada pagi hari, dan puncaknya pada siang hari (Gambar 3.). Pola ini
merupakan jenis demam terbanyak kedua yang ditemukan di praktek
klinis. misal : endokarditis bakterialis, malaria, bruselosis.

14

Gambar 3. Demam intermiten

Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten
menunjukkan perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang
sangat besar.

Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan


paroksisme demam yang terjadi setiap hari.

Demam quotidian ganda (Gambar 4.)memiliki dua puncak dalam 12


jam (siklus 12 jam)

Gambar 4. Demam quotidian

Undulant fever menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan


dan menetap tinggi selama beberapa hari, kemudian secara perlahan
turun menjadi normal.

Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit


dengan lama demam melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya,
contohnya > 10 hari untuk infeksi saluran nafas atas.

15

Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval


irregular pada satu penyakit yang melibatkan organ yang sama
(contohnya traktus urinarius) atau sistem organ multipel.

Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam


yang berbeda (camelback fever pattern, atau saddleback fever).
Poliomielitis merupakan contoh klasik dari pola demam ini. Gambaran
bifasik juga khas untuk leptospirosis, demam dengue, demam kuning,
Colorado tick fever, spirillary rat-bite fever (Spirillum minus), dan
African hemorrhagic fever (Marburg, Ebola, dan demam Lassa).

Relapsing fever dan demam periodik:


o Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang
dengan interval regular atau irregular. Tiap episode diikuti satu
sampai beberapa hari, beberapa minggu atau beberapa bulan
suhu normal. Contoh yang dapat dilihat adalah malaria (istilah
tertiana digunakan bila demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana
bila

demam

terjadi

setiap

brucellosis.

16

hari

ke-4)

(Gambar

5.)dan

Gambar 5. Pola demam malaria

17

o Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam


rekuren yang disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia
(Gambar 6.)dan ditularkan oleh kutu (louse-borne RF) atau tick
(tick-borne RF).

Gambar 6. Pola demam Borreliosis (pola demam relapsing)


Penyakit ini ditandai oleh demam tinggi mendadak, yang
berulang secara tiba-tiba berlangsung selama 3 6 hari, diikuti
oleh periode bebas demam dengan durasi yang hampir sama.
Suhu maksimal dapat mencapai 40,6oC pada tick-borne fever
dan 39,5oC pada louse-borne. Gejala penyerta meliputi myalgia,
sakit kepala, nyeri perut, dan perubahan kesadaran. Resolusi
tiap episode demam dapat disertai Jarish-Herxheimer reaction
(JHR) selama beberapa jam (6 8 jam), yang umumnya
mengikuti pengobatan antibiotik. Reaksi ini disebabkan oleh
pelepasan

endotoxin

saat

organisme

dihancurkan

oleh

antibiotik. JHR sangat sering ditemukan setelah mengobati


pasien syphillis. Reaksi ini lebih jarang terlihat pada kasus
leptospirosis, Lyme disease, dan brucellosis. Gejala bervariasi
dari demam ringan dan fatigue sampai reaksi anafilaktik fullblown.
o Contoh lain adalah rat-bite fever yang disebabkan oleh Spirillum
minus dan Streptobacillus moniliformis. Riwayat gigitan tikus 1
10

minggu

sebelum

awitan

diagnosis.
18

gejala

merupakan

petunjuk

o Demam Pel-Ebstein (Gambar 7.), digambarkan oleh Pel dan


Ebstein pada 1887, pada awalnya dipikirkan khas untuk limfoma
Hodgkin (LH). Hanya sedikit pasien dengan penyakit Hodgkin
mengalami pola ini, tetapi bila ada, sugestif untuk LH. Pola
terdiri dari episode rekuren dari demam yang berlangsung 3
10 hari, diikuti oleh periode afebril dalam durasi yang serupa.
Penyebab jenis demam ini mungkin berhubungan dengan
destruksi jaringan atau berhubungan dengan anemia hemolitik.

Gambar 7. Pola demam penyakit Hodgkin (pola PelEbstein).


2.7 Penatalaksanaan
Pada prinsipnya demam dapat menguntungkan dan dapat pula
merugikan. Pada tingkat tertentu demam merupakan bagian dari
pertahanan tubuh antara lain daya fagositosis meningkat dan viabilitas
kuman menurun, tetapi dapat juga merugikan karena anak menjadi
gelisah, nafsu makan dan minum berkurang, tidak dapat tidur dan
menimbulkan kejang demam. Hasil penelitian ternyata 80% orangtua
mempunyai fobia demam. Orang tua mengira bahwa bila tidak diobati,
demam anaknya akan semakin tinggi. Kepercayaan tersebut tidak terbukti
berdasarkan fakta. Karena konsep yang salah ini banyak orang tua
mengobati demam ringan yang sebetulnya tidak perlu diobati.1 Demam <
390 C pada anak yang sebelumnya sehat pada umumnya tidak
memerlukan pengobatan. Bila suhu naik > 39 0 C, anak cenderung tidak

19

nyaman dan pemberian obat-obatan penurun panas sering membuat anak


merasa lebih baik. Pada dasarnya menurunkan demam pada anak dapat
dilakukan secara fisik, obat-obatan maupun kombinasi keduanya. (Kania,
2007) (Abraham BB, 2001)
2.7.1 Secara Fisik
a) Anak demam ditempatkan dalam ruangan bersuhu normal
b) Pakaian anak diusahakan tidak tebal
c) Memberikan minuman yang banyak karena kebutuhan air meningkat
d) Memberikan kompres.
e) Surface Cooling dengan selimut dingin atau mandi alcohol sudah
ditingalkan. (Kania, 2007)
2.7.2 Obat-obatan Antipiretik
Pemberian obat antipiretik merupakan pilihan pertama dalam
menurunkan demam dan sangat berguna khususnya pada pasien
berisiko, yaitu anak dengan kelainan kardiopulmonal kronis, kelainan
metabolik, penyakit neurologis dan pada anak yang berisiko kejang
demam. (Kania, 2007)
Obat-obat anti inflamasi, analgetik dan antipiretik terdiri dari
golongan yang bermacam-macam dan sering berbeda dalam susunan
kimianya tetapi mempunyai kesamaan dalam efek pengobatannya.
Tujuannya menurunkan set point hipotalamus melalui pencegahan
pembentukan

prostaglandin

dengan

jalan

menghambat

enzim

cyclooxygenase. (Kania, 2007)


Asetaminofen merupakan derivat para-aminofenol yang bekerja
menekan pembentukan prostaglandin yang disintesis dalam susunan
saraf pusat. Dosis terapeutik antara 10-15 mgr/kgBB/kali tiap 4 jam
maksimal 5 kali sehari. Dosis maksimal 90 mgr/kbBB/hari. Pada umumnya
dosis ini dapat ditoleransi dengan baik. Dosis besar jangka lama dapat
menyebabkan intoksikasi dan kerusakkan hepar. Pemberiannya dapat
secara per oral maupun rectal. (Kania, 2007)

20

Turunan asam propionat seperti ibuprofen juga bekerja menekan


pembentukan prostaglandin. Obat ini bersifat antipiretik, analgetik dan
antiinflamasi. Efek samping yang timbul berupa mual, perut kembung dan
perdarahan, tetapi lebih jarang dibandingkan aspirin. Efek samping
hematologis yang berat meliputi agranulositosis dan anemia aplastik. Efek
terhadap ginjal berupa gagal ginjal akut (terutama bila dikombinasikan
dengan asetaminopen). Dosis terapeutik yaitu 5-10 mgr/kgBB/kali tiap 6
sampai 8 jam. (Kania, 2007)
Metamizole

(antalgin)

bekerja

menekan

pembentukkan

prostaglandin. Mempunyai efek antipiretik, analgetik dan antiinflamasi.


Efek samping pemberiannya berupa agranulositosis, anemia aplastik dan
perdarahan saluran cerna. Dosis terapeutik 10mgr/kgBB/kali tiap 6-8 jam
dan tidak dianjurkan untuk anak kurang dari 6 bulan. Pemberiannya
secara per oral, intramuskular atau intravena. (Kania, 2007)
Asam

mefenamat

suatu

obat

golongan

fenamat.

Khasiat

analgetiknya lebih kuat dibandingkan sebagai antipiretik. Efek sampingnya


berupa dispepsia dan anemia hemolitik. Dosis pemberiannya 20
mgr/kgBB/hari dibagi 3 dosis. Pemberiannya secara per oral dan tidak
boleh diberikan anak usia kurang dari 6 bulan. (Kania, 2007)
2.7.3 Dasar Pengunaan Anti Infeksi
Antimikroba merupakan alat terapi untuk penyakit infeksi pada
anak bahkan merupakan intervensi utama pada pediatric klinik, namun
pengunaannya yang berlebihan telah menyebabkan peningkatan kuman
yang resisten, oleh karena itu pertimbangkan :
1. Identifikasi Kuman / Agen Penyebab
Sedapatmungkin etiologi kuman penyebab harus dapat dibuktikan
pada setiap pemberian antibiotic. Antibiotic empiric dapat diberikan
pada beberapa kasus selama 3 hari, menunggu data yang lebih
lengkap untuk menentukan pengobatan definitive (Kaspan MF,
2008)
2. Tes kepekaan

21

Manfaat tes kepekaan adalah untuk menuntun pemiloihan antibiotic


yang akan digunakan. Cara ini bermanfaat untuk terapi individual
atau untuk terapi empiric pada kasus yang data penduduknya tidak
lengkap. Selain akurasi minimum inhibitory concentration (MIC),
intepretasi hasil kepekaan juga harus diterjemahkan secara klinis.
Bilamana tes kepekaan akan digunakan, lokasi infeksi yang dapat
dicapai antibiotic, jenis infeksi intraseluler atau ekstraseluler, harus
ditetapkan untuk terapi klinis definitive. (Kaspan MF, 2008)
3. Dosis, Route, Lama Terapi
Dosis optimal antibiotic sangat tergantung pada hubungan antar
konsentrasi obat pada jaringan situs infeksi, karakter kerja
antibiotic, eliminasi obat dari tubuh dan efek samping. Dosis
optimal tidak hanya tergantung pada jumlah obat yang harus
diberikan, namun juga pada jalur pemberian. (Kaspan MF, 2008)
4. Farmakokinetik dan Farmakodinamik
PK adalah runtutan waktu pergerakan obat dalam tubuh, namun
pergerakan obat tidak member manfaat yang besar, kecuali bisa
disertai dengan efek obat pada tubuh penderita (PD). PK
menyangkut absorpsi obat, distribusi ke dalam berbagai jaringan,
metabolism dan tatacara eliminasi obat keluar tubuh. PD berkaitan
dengan efek antibiotic pada kuman, juga pada jaringan. Tergantung
pada lama obat di jaringan dalam kadar diatas MIC atau kadar obat
tertinggi yang berada di jaringan. Pengetahuan PK/PD masingmasing antibiotic sangat penting untuk menentukan jenis antibiotic
yang sesuai dengan kuman yang menginfeksi, dosis yang cukup
dan frekuensi pemberian. Masing-masing obat mempunyai PK/PD
tersendiri, juga obat antikuman, antivirus dan antijamur yang
berbeda-beda. (Kaspan MF, 2008)
5. Kombinasi
Antibiotic kombinasi pada kasus demam netropenia, digunakan
sebagai terapi empiric antibiotic dengan harapan tetap ada kuman
yang terbunuh. Indikasi relative kedua adalah infeksi polimikrobial,

22

suatu infeksi yang disebabkan oleh banyak kuman, seperti pada


appendix perforates, pelvic inflammatory disease, dsb. Antibiotic
kombinasi juga digunakan bila kita menghadapi kuman resisten
betalaktamase, misalnya kombinasi amoxicillin dengan clavulanic
acid, sulbactam atau tazobactam(Kaspan MF, 2008)
6. Resistensi
Bilamana antibiotic digunakan secara hati-hati (prudent use of
antibiotic), maka kuman menjadi peka kembali pada antibiotic lama,
sehingga pengobatan menjadi efektif dan efisien. (Kaspan MF,
2008)

23

2.7.4 Algoritma tatalaksana demam pada anak

24

2.8 Keadaan Khusus Akibat Demam

25

2.8.1 Hiperpireksia
Hiperpireksia adalah keadaan suhu tubuh di atas 41,1 C.
Hiperpereksia

sangat

berbahaya

pada

tubuh

karena

dapat

menyebabkan berbagai perubahan metabolisme, fisiologi dan akhirnya


kerusakan susunan saraf pusat. Pada awalnya anak tampak menjadi
gelisah disertai nyeri kepala, pusing, kejang serta akhirnya tidak sadar.
Keadaan koma terjadi bila suhu >43 C dan kematian terjadi dalam
beberapa jam bila suhu 43 C sampai 45 C. Penatalaksanaan pasien
hiperpireksia berupa:
1. Monitoring tanda vital, asupan dan pengeluaran.
2. Pakaian anak di lepas
3. Berikan oksigen
4. Berikan anti konvulsan bila ada kejang
5. Berikan antipiretik. Asetaminofen dapat diberikan per oral atau
rektal. Tidak boleh memberikan derivat fenilbutazon seperti antalgin.
6. Berikan kompres es pada punggung anak
7. Bila timbul keadaan menggigil dapat diberikan chlorpromazine 0,5-1
mgr/kgBB (I.V).
8. Untuk menurunkan suhu organ dalam: berikan cairan NaCl 0,9%
dingin melalui nasogastric tube ke lambung. Dapat juga per enema.
9. Bila timbul hiperpireksia maligna dapat diberikan dantrolen (1
mgr/kgBB I.V.), maksimal 10 mgr/kgBB. (Kania, 2007)
2.8.2 KEJANG DEMAM
Kejang demam merupakan keadaan yang umum ditemukan pada
anak khususnya usia 6 bulan sampai 5 tahun. Insidensinya di Amerika
sekitar 2-4% dari seluruh kelainan neurologis pada anak.15 Walaupun
30% dari seluruh kasus kejang pada anak adalah kejang demam tetapi
masih banyak penyebab lain dari kejang sehingga kejang demam tidak
dapat didiagnosis sembarangan, karena penyebab lain demam dan
kejang yang serius seperti meningitis harus disingkirkan. Banyak klinisi
yang mengobati demam dengan pemberian parasetamol untuk

26

mencegah kejang demam. Dari penelitian pada 104 anak, dimana satu
kelompok diberikan profilaksis parasetamol dan kelompok lain diberikan
parasetamol secara sporadis didapatkan hasil pemberian parasetamol
profilaksis tidak efektif bila dibandingkan kelompok lainnya dalam
mencegah kejang demam yang rekuren. Sedangkan penelitian Uhari
dkk. menunjukkan pemberian asetaminofen dan diazepam per oral
menunjukkan hasil yang baik dalam mencegah rekurensi kejang
demam. (Kania, 2007)
2.9 KESIMPULAN
Demam pada umumnya merupakan respon tubuh terhadap suatu
infeksi. Umur anak dan tanda serta gejala yang muncul sangat penting
dalam menentukan kemungkinan adanya penyakit yang serius. Penilaian
awal akan membantu menentukan beratnya penyakit anak dan urgensi
pengobatannya. Pemberian antipiretik merupakan terapi alternatif dalam
penatalaksanaan demam pada anak.

Daftar Pustaka

27

Abraham BB, 2001, Twenty Common Problem Pediatrics, hal 61-69


Asher C, Position Statement for Measurement of Temperature /
Fever in Children, Society of Pediatric Nurses, Pensacola
Baitil Atiq, 2009, diakses dari
http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/122730-S09021fkGambaran%20pengetahuan-Literatur.pdf
Ismoedijanto, Kaspan MF, 2008, Pedoman Diagnosis dan Terapi
Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSU dr Soetomo hal 84-93, FK
airlangga, surabaya
Janice E,2013, Fever and Antipyretic Use in Children, AAP
Soedarmo S, dkk, 2010, Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis, Ed.2,
Jakarta, Ikatan Dokter Anak Indonesia, hal 21-48
Stephen Berman MD, Pediatrics Decision Making, hal 2-11, BC
decker INC, Philadelphia
Kania N, 2007, Penatalaksanaan Demam Pada Anak, di akses dari
http://www..unpad.ac.id-penatalaksanaan_demam_pada_anak.pdf
http://xa.yimg.com/kq/groups/15854266/766761054/name/Monograf

28

You might also like