You are on page 1of 23

BAB I

PENDAHULUAN

Juvenille Rheumatoid Arthritis atau JRA adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan kondisi artritis kronis pada anak-anak yang mana memiliki
beberapa subgrup.1 Penyakit ini merupakan salah satu penyakit rheumatoid paling
sering pada anak dan merupakan kelainan yang paling sering menyebabkan
kecacatan. Ditandai dengan kelainan karakteristik yaitu sinovitis idiopatik dari sendi
kecil, disertai dengan pembengkakan dan efusi sendi. 2
Berdasarkan kriteria klasifikasi ACR, JRA bukanlah suatu penyakit tunggal
namun merupakan kategori penyakit dengan 3 tipe onset utama: 1) oligoarthritis
atau pauciarticular disease, 2) polyarthritis, dan 3) systemic-onset disease. Ada 9
subtipe yang diketahui.3
Aktivitas penyakit JRA akan menghilang secara bertahap bersamaan dengan
usia dan berhenti saat pubertas pada 85% pasien. Namun pada beberapa kasus,
gangguan ini berlanjut hingga dewasa. Masalah setelah pubertas ini berhubungan
dengan kerusakan sendi residual. Pasien dapat menjadi cacat secara permanen
karena synovitis yang terus menerus, keterlibatan panggul, atau tes rhematoid
factor positif.4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
JRA adalah suatu kumpulan gangguan idiopatik heterogen, yang ditandai oleh
chronic synovitis yang terutama melibatkan sendi perifer, meskipun cervical spine
seringkali juga terlibat.5 Dikarakteristikan dengan synovitis sendi periferal dengan
manifestasi efusi dan pembengkakan sendi. 3 Seperti kebanyakan penyakit
rheumatic, JRA lebih sering terjadi pada wanita. 3 JRA adalah salah satu penyakit
rheumatoid yang paling sering pada anak, dan merupakan kelainan yang paling
sering menyebabkan kecacatan.2
The American College of Rheumatology membagi JRA menjadi 3 subtipe
utama : systemic onset, polyarticular dan pauciarticular(oligoarthritis) berdasarkan
perjalanan klinis penyakit 6 bulan setelah onset. 5
Kriteria untuk klasifikasi JRA3
Umur onset <16 tahun
Arthritis (bengkak atau efusi, atau adanya 2 atau lebih tanda berikut : rentang
pergerakan yang terbatas, nyeri saat bergerak dan semakin panas) pada 1 atau

o
o
o

beberapa sendi
Durasi penyakit 6 minggu atau lebih
Tipe onset ditentukan oleh gejala penyakit pada 6 bulan pertama :
Polyarthritis : 5 atau lebih sendi yang mengalami inflamasi
Oligoarthritis : <5 sendi yang mengalami inflamasi
Systemic
: arthritis dengan demam yang khas

2.2 Etiologi
2

Etiologi dari tipe arthritis kronis pada anak-anak ini masih tidak diketahui.
Setidaknya ada 2 teori yang dikemukakan: kerentanan immunogenik dan pemicu
eksternal seperti lingkungan. Subtipe-subtipe HLA tertentu memberikan kerentanan
yang bervariasi atau proteksi tergantung umur anak. Pemicu eksternal yang
mungkin adalah virus (parvovirus B19, rubella, EBV), hiperreaktivitas host terhadap
antigen spesifik (tipe II kolagen), dan peningkatan reaktivitas sel T terhadap protein
bakteri atau mikobakterial.3
2.3 Epidemiologi
Insiden JRA adalah sekitar 13.9/100000 anak per tahun pada anak-anak
berkulit putih 15 tahun, dengan prevalensinya sekitar 113/100000 anak.
Perbedaan ras dan etnis mengakibatkan variasi frekuensi kejadian subtipe JRA. 3
Stress, infeksi dan trauma dapat berperan dalam memicu onset terjadinya arthritis. 5
Pauciarticular JRA :
PaJRA adalah subtipe JRA yang paling sering terjadi, yaitu setengah dari
seluruh kasus JRA dan dapat dibagi lagi menjadi 2 grup : anak perempuan dengan
usia lebih muda (seringkali dengan ANA+) dan anak laki-laki dengan usia yang
lebih tua.5
Polyarticular JRA :
PoJRA terjadi pada 40% kasus JRA dan mengacu pada arthritis kronis yang
melibatkan 5 atau lebih sendi. Kondisi ini dapat dibagi menjadi 2 subgrup
tergantung ada atau tidaknya RF. ANA titer rendah juga sering tampak pada JRA
tipe ini. Pasien dengan RF negatif biasanya usia muda, dengan gejala yang lebih
bervariasi dan prognosis yang lebih baik, meskipun beberapa akan mengalami RF
positif dan arthritis yang progresif dikemudian hari. Pasien dengan RF positif
menunjukkan gejala early onset dari RA dewasa.5
Systemic-onset JRA :
SoJRA, atau Still Disease terjadi pada 10% kasus JRA, terjadi pada anak lakilaki maupun perempuan, dan sering muncul dengan onset yang mendadak. Anakanak seringkali tampak sangat sakit dan subgrup ini paling sering mengakibatkan
kematian.5
3

Tabel 2.1 Subgrup JRA1


Subgrup
Systemic-onset

Polyarticular

Karakteristik

pasien
10-20

20-30

Manifestasi sistemik
Laki-laki agak lebih sering
RF dan ANA seronegatif
Arthritis parah pada 25% pasien
Polyarthritis simetris pada sendi kecil dan

5-10

besar
Lebih sering wanita
Onset pada childhood early atau late
ANA positif pada 25% pasien
Sering ada Nodul Rheumatoid
Arthritis parah pada 10-15% pasien
Polyarthritis simetris pada sendi kecil dan

30-40

10-15

besar
Lebih sering wanita
Onset pada childhood late
ANA positif pada 50-75% pasien
Sering ada Nodul Rheumatoid
Arthritis parah pada >50% pasien
Arthritis sedikit sendi
Panggul atau sacroiliaka tidak terlibat
Lebih sering wanita
Onset pada Childhood Early
ANA positif pada 60%, RF-negatif
Iridocyclitis kronis pada 30% pasien
Arthritis ringan
Arthritis sedikit sendi
Panggul atau sacroiliaka sering terlibat
Lebih sering laki-laki
Onset pada Childhood Late
ANA negatif, RF-negatif, HLA-B27 positif

-RF negatif

-RF positif

Pauciarticular
Early Childhood
onset

Late Childhood
onset

pada 75% pasien


Beberapa pasien akan mengalami
spondyloarthropathy saat dewasa

2.4 Patogenesis

Synovitis pada JRA dikarakteristikan dengan hipertrofi dan hiperplasia vilus


dengan hiperemia dan edema jaringan subsynovial. Hiperplasia endotel vaskular
tampak prominent dan dikarakteristikan dengan infiltrasi sel plasma dan sel MN.
Pannus Formation, suatu eksudat inflamasi pada synovial lining, terjadi pada
penyakit yang tidak terkontrol dan mengakibatkan erosi progresif pada kartilago
artikula dan tulang yang berdekatan.3

Gambar 2.1 Patogenesis RA


Meskipun etiologinya belum diketahui, penelitian membuktikan bahwa adanya
suatu reaksi imun yang berlebihan pada pasien yang memiliki faktor predisposisi,
dicurigai hal ini terjadi karena respon terhadap paparan antigen linkungan.
Meskipun trauma sering menjadi alasan ke rumah sakit oleh orang tua pasien yang
terjadi pada onset arthritis pasien, hal ini lebih mengarah pada akibat penyakit
daripada penyebab penyakit ini. Resistensi terhadap terapi dapat terjadi akibat
migrasi sel T ke synovium yang permukaannya memiliki molekul yang dapat
menginduksi aktivasi kronis dari komponen seluler.3
Gen HLA juga berperan penting dalam penentuan faktor protektif dan resiko
penyakit. Peningkatan sel T difasilitasi oleh tipe HLA tertentu yang meningkat pada
pasien. Polyarthritis berhubungan dengan HLA-DR4, khususnya alel DRB1 0401

dan 0404. Oligoarthritis berhubungan dengan HLA-DR8, khususnya DRB1 0801


dan DR5, khususnya DRB1 1104.3
Aktivasi sel T menghasilkan suatu alur peristiwa yang mengarah ke kerusakan
jaringan pada sendi dan jaringan lain yang terlibat, termasuk aktivasi sel B,
konsumsi komplemen dan formasi immune-complex, dan terlebih, pelepasan TNF, IL-6, IL-1 dan sitokin proinflamasi lainnya. Penurunan alel gen tertentu akan
menjadi faktor predisposisi untuk peningkatan sitokin-sitokin ini, mengakibatkan
penyakit sistemik dan artikular yang lebih parah.3

Gambar 2.2 Synovitis JRA pada sendi lutut pada synovectomy. Synovial
membrannya sangat hipertrofi dengan adanya bentukan proyeksi seperti anggur
(villi) dan ekstensi jaringan pada permukaan artikula (pannus formation)

2.5 Patofisiologi
Dalam patofisiologi JRA, ada setidaknya 2 hal yang perlu diperhitungkan yaitu
hipereaktivitas yang berhubungan dengan HLA dan adanya pencetus lingkungan.
Penyebab gejala klinis JRA antara lain infeksi karena autoimun, trauma, stres,
serta faktor imunogenetik.2
Pada JRA, sistem imun tidak bisa membedakan antara antigen luar dan
antigen dari diri kita. Antigen yang diserang pada JRA adalah sinovia persendian.
Hal ini terjadi karena genetik, kelainan sel T supresor, reaksi silang antigen, atau
perubahan struktur antigen tubuh kita. Peranan sel T dimungkinkan karena adanya
HLA tertentu. HLA-DR4 menyebabkan terjadinya JRA tipe poliartikular. HLA-DR5
dan HLA-DR8, HLA-B27 menyebabkan pauciartikular. Virus dicurigai menjadi
6

penyebab terjadinya perubahan struktur antigen tubuh ini, dimana tampaknya ada
hubungan antara infeksi virus hepatitis B, EBV, imunisasi Rubella dan mikoplasma
dengan JRA.2
Pada fase awal, terjadi kerusakan mikrovaskuler serta proliferasi sinovia. Tahap
berikutnya, terjadi edema pada sinovia, dimana proliferasi sel sinovia mengisi
rongga sendi. Sel radang yang dominan pada tahap awal adalah netrofil, setelah
itu limfosit, makrofag dan sel plasma. Pada tahap ini sel plasma memproduksi
terutama IgG dan sedikit IgM, yang bertindak sebagai faktor rheumatoid yaitu IgM
anti IgG. Ada penelitian yang menunjukkan bahwa anti IgG dapat juga berasal dari
IgG. Rekasi antigen-antibodi menimbulkan kompleks imun yang mengaktifkan
sistem komplemen dengan akibat, timbulnya bahan-bahan biologis aktif yang
menimbulkan reaksi inflamasi. Inflamasi juga ditimbulkan oleh sitokin, reaksi
seluler, yang menimbulkan proliferasi dan kerusakan sinovia. Sitokin yang paling
berperan adalah IL-18, bersama sitokinlain IL-12, IL-15 menyebabkan respon Th1
berlanjut terus menerus, akibatnya produksi monokin dan kerusakan karena
inflamasi berlanjut.2
Pada fase kronis, mekanisme kerusakan jaringan lebih menonjol disebabkan
respon imun seluler. Kelainan yang khas adalah kerusakan tulang rawan ligamen,
tendon, kemudian tulang. Kerusakan ini disebabkan oleh produk enzim,
pembentukan jaringan granulasi. Sel limfosit, makrofag, dan sinovia dapat
mengeluarkan sitokin, kolagenase, prostaglandin dan plasminogen yang
mengaktifkan sistem kalokrein dan kinin-bradikinin. Prostaglandin E2 (PGE2)
merupakan mediator inflamasi dari derivat asam arakidonat, menyebabkan nyeri
dan kerusakan jaringan. Produk-produk ini akan menyebabkan kerusakan lebih
lanjut seperti yang terlihat pada arthritis reumatoid kronis. 2

Gambar 2.3 Patofisiologi RA


2.6 Manifestasi klinis
Gejala awal biasanya tidak terlihat atau akut, dan sering terjadi morning
stiffness, mudah lelah, biasanya setelah sekolah pada siang hari, nyeri sendi
keesokan harinya dan pembengkakan sendi yang obyektif. Sendi yang terlibat
biasanya hangat, tidak dapat bergerak maksimal, nyeri saat bergerak dan tidak
selalu erimatous.3
Oligoarthritis (penyakit pauciarticular) biasanya melibatkan sendi ekstremitas
bawah, seperti lutut dan pergelangan kaki, 4 sendi atau kurang akan terlibat.
Seringkali, hanya 1 sendi yang terlibat pada onset. 3 Biasanya tampak pada anakanak dengan arthritis asimetris pada sendi penahan beban. Lutut dan pergelangan
kaki adalah yang paling sering, namun semua sendi dapat juga terlibat. Nyerinya
dapat ringan dan pasien dapat mengalami bengkak, pincang dan/atau
pemendekan permanen sendi perifer. Kadang-kadang pasien dapat mengalami
onset yang tiba-tiba dari inflamasi arthritis dan demam namun gejala utamanya
8

biasanya lebih lamban muncul.5 30% anak dengan pauciarticular JRA memiliki
iridocyclitis asimtomatis yang tersembunyi, dimana dapat mengakibatkan kebutaan
jika tidak ditangani.4 Keterlibatan tunggal sendi besar ekstremitas atas bukan
merupakan karakteristik dari onset tipe ini. Keterlibatan panggul hampir bukan
merupakan tanda JRA. Penyakit panggul dapat terjadi nantinya, terlebih pada
PoJRA, dan seringkali adalah suatu komponen dari penurunan fungsi. 3

Gambar 2.4 Penampakan karakteristik anak dengan Pauciarticular Arthritis.


Pada pasien anak perempuan berumur 2 tahun ini, terjadi arthritis pada lutut kanan
dan siku kiri yang bermula pada umur 18 bulan.

Gambar 2.5 Iridocyclitis Kronis pada anak laki-laki yang mengalami


Pauciarticular JRA dengan onset early childhood. Pupilnya konstriksi dan tertarik ke
dalam oleh jaringan parut (sinekia posterior) menempel ke permukaan anterior
9

lensa. Telah terjadi katarak pada lensa dan ada deposisi garam kalsium pada
kornea (band keratopathy) tampak seperti suatu lapisan tipis sepanjang palpebra
fissure.

Polyarthritis (penyakit polyarticular) umumnya di karakteristikan dengan


keterlibatan sendi kecil maupun besar dari ekstremitas atas maupun bawah,
dimana tampak nyeri kronis dan pembengkakan banyak sendi dalam pola yang
simetris. Sekitar 20-40 sendi dapat terkena pada pasien yang lebih parah,
meskipun inflamasi hanya 5 sendi sudah mencukupi sebagai kriteria onset tipe ini.
Penyakit polyarticular ini dapat mirip dengan karakteristik rheumatoid arthritis
dewasa dan profil HLA nya seringkali mirip.3 Subgrup ini predominan wanita dan
memiliki karakteristik yang sering tampak pada RA dewasa, yaitu nodul rhematoid,
fenomena Raynaud, dan progresi awal penyakit erosif dan kerusakan sendi. 5 Nodul
rheumatoid pada permukaan ekstensor siku dan tendon achilles, meskipun jarang,
menandakan perjalanan klinis yang parah. Micrognathia menunjukkan penyakit
sendi temporomandibular kronis. Iridocyclitis sering terjadi pada pola ini. 3

Gambar 2.6 Penampakan karakteristik tangan, pergelangan tangan, lutut,


10

pergelangan kaki dan kaki pasien Polyarticular JRA. Tampak pembengkakan


simetris pada sendi pergelangan tangan, metakarpal phalangeal, proksimal
interphalangeal, dan distal interphalangeal ekstremitas atas (A), juga pada lutut,
pergelangan kaki dan jari kaki ekstremitas bawah (B).

Gambar 2.7 Nodul Rheumatoid Subkutan pada remaja perempuan dengan RFpositif polyarthritis. Nodul reumatoid muncul pada jaringan subkutan, biasanya
diatas titik tekanan. Hampir selalu berhubungan dengan penyakit RF-positif
Penyakit systemic-onset dikarakteristikan dengan arthritis dan keterlibatan
organ visceral seperti hepatosplenomegali, lymphadenopathy, dan serositis, seperti
effusi pericardial. Penyakit ini juga dikarakteristikan dengan demam quotidian
bertemperatur 39c selama 2 minggu, yang seringkali diikuti oleh temperatur
hipotermik ringan untuk 2 minggu. Masing-masing episode febris ini seringkali
diikuti oleh rheumatoid rash (75% kasus) yaitu rash dengan makula berwarna
seperti salmon yang transient atau agak seperti papul, dengan erupsi pucat yang
terjadi ketika temperatur melonjak. Rash ini dapat liner atau sirkular, berukuran dari
2-5 mm, dan sering terdistribusi dalam grup dengan tersering pada tubuh dan
ekstremitas proksimal. Rash nya ini pruritik. Tanda diagnostiknya adalah sifat
transient nya, dimana lesinya bertahan selama <1 jam. Fenomenon koebner, yang
mana adalah hipersensitivitas kulit terhadap trauma superfisial akibat muncul
kembalinya rash, mengarah pada penyakit sistemik-onset, meskipun bukan
diagnostik. Panas, seperti mandi air panas, juga dapat memicu munculnya rash
kembali.3 Pada JRA sistemik, arthritisnya mungkin tidak terlihat selama bermingguminggu. Komplikasi yang dapat terjadi pada sistemik JRA adalah macrophage
activation syndrome, dimana dapat terjadi kapan pun namun paling sering terlihat
setelah paparan terhadap obat. Komplikasi ini penting untuk diwaspadai agar
11

segera diterapi jika terjadi karena tingkat morbiditas dan mortalitasnya tinggi. Pada
pola ini jarang terjadi iridocyclitis. 5

Gambar 2.8 Demam karakteristik Systemik JRA. 1-2 kali peningkatan


temperatur dalam sehari hingga 39C atau lebih diikuti dengan penurunan drastis
ke suhu normal atau subnormal.

Gambar 2.9 Rash Rheumatoid pada Systemic JRA. Karakteristik lesinya, kecil,
makula merah pucat, seringkali dengan central clearing, yang akan menghilang
dalam beberapa menit hingga berjam-jam
2.7 Diagnosis
Diagnosis penyakit ini sangat dibantu oleh kriteria klasifikasi ACR dan
subklasifikasi perjalanan penyakitnya, dan oleh eksklusi klinis yang rumit dari
penyakit articular lain. Biasanya tidak ada temuan pathognomonic untuk gangguangangguan ini. Demam intermittent klasik yang berhubungan dengan rash dan
12

arthritis mengacu pada systemic-onset JRA. Diagnosis penyakit ini didasarkan


pada riwayat yang sesuai dengan penyakit inflamasi sendi dan pemeriksaan fisik
yang memastikan adanya arthritis. Beberapa anak memiliki arthralgia persisten
meskipun pemeriksaan fisiknya selalu normal. Meskipun mereka tidak sesuai
dengan kriteria diagnosis JRA, diagnosis ini akan menjadi bukti 2 tahun
kemudian setelah presentasi klinis awal. Kelainan laboratorium yang mendukung
diagnosis serta menjadi karakteristik inflamasi yaitu peningkatan ESR dan CRP,
leukocytosis, thrombocytosis, dan anemia karena penyakit kronis. 3
Penyakit ini paling sering terjadi pada umur 1-3 tahun. Nyeri ekstremitas
seringkali menjadi keluhan utama pada awal penyakit. Gejala klinis yang
mendukung JRA adalah morning stiffness, rheumatoid rash, demam intermittent,
perikarditis, uveitis kronik, spondilitis cervical, rheumatoid nodule, tenosinovitis. 2

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dipakai sebagai penunjang diagnosis. Bila
ditemukan ANA, RF dan peningkatan C3 dan C4 maka diagnosis JRA menjadi
lebih pasti.
Abnormalitas hematologis seringkali mencerminkan derajat inflamasi articular atau
sistemik, dengan peningkatan sel darah putih dan platelet count dan penurunan
konsentrasi hemoglobin dan mean corpuscular volume.
Biasanya ditemukan anemia ringan, Hb antara 7-10 g/dl disertai leukositosis yang
didominasi neutrofil.
Trombositopenia terdapat pada tipe polyarticular dan systemik, seringkali dipakai
sebagai petanda reaktivasi penyakit.
Peningkatan LED dan CRP, gammaglobulin dipakai sebagai tanda penyakit yang
aktif. LED biasanya tidak normal pada anak dengan arthritis kronis. Peningkatan
IgM merupakan karakteristik tersendiri untuk penyakit JRA. C3 dan C4 lebih tinggi
dibanding orang dewasa.
RF lebih sering pada orang dewasa daripada pada anak. Bila positif, seringkali pada
JRA polyarticular pasien anak dengan usia lebih tua, dengan nodul subkutan, erosi
tulang atau keadaan umum yang buruk. Tes faktor rhematoid positif pada sekitar

13

15% pasien, biasanya ketika onset penyakit polyarticular muncul setelah umur 8
tahun
ANA sering tampak pada JRA. Lebih sering tampak pada pasien anak perempuan
usia muda dengan oligoarthritis dan komplikasi uveitis. Peningkatan titer ANA
tampak pada setidaknya 40-85% anak dengan oligoarticular atau polyarticular JRA,
namun jarang pada anak dengan penyakit systemic-onset.
Kultur adanya bakteri gram positif adalah satu-satunya tes definitif untuk infeksi.
Peningkatan leukosit count melebihi 2000/L mengacu pada inflamasi, hal ini dapat
terjadi akibat infeksi, penyakit vaskular-kolagen, leukemia, atau reactive arthritis.
Konsentrasi glukosa yang sangat rendah (< 40 mg/dL) atau PMN leukosit count
yang sangat tinggi (> 60000/L) sangat mengacu pada bakterial arthritis pada
anak.2

Tabel 2.2 Analisis Cairan Synovial4


Gangguan
Trauma

Sel/L
Lebih banyak SDM

Glukosa
Normal

daripada SDP, biasanya SDP


Reactive

<2000
3000-10000 SDP,

Normal

Arthritis
JRA dan

kebanyakan sel MN
5000-60000 SDP,

Biasanya normal atau

arthritis inflamasi

kebanyakan neutrofil

lainnya
Septic Arthritis

>60000 SDP, >90%


neutrofil

agak rendah
Rendah hingga
normal

Radiologis
Radiografi pada onset JRA akan tampak normal atau menunjukkan
pembengkakan soft tissue sekitar sendi, pelebaran synovial cavity dan
osteoporosis. Perubahan stadium lanjut, akibat kerusakan membutuhkan beberapa
tahun, biasanya 2 tahun, untuk terlihat. Tanda utama perubahan radiografi adalah
pembengkakan soft tissue dan osteoporosis juxta-articular, diikuti oleh erosi tulang,
14

hilangnya kartilago articular, berkurangnya celah sendi, dan kerusakan tulang.


Ankilosis dapat ditemukan terutama di daerah sendi karpal dan tarsal. Gambaran
khusus pada anak yang sedang berkembang adalah overgrowth atau undergrowth
regional pada sendi dengan penyakit yang berkelanjutan. Akan tampak perbedaan
panjang kaki pada anak dengan PaJRA salah satu lutut. Proses inflamasi kronis
dan peningkatan aliran darah ke jaringan synovial mengarah pada kematangan
tulang lebih lanjut, sehingga kaki yang terlibat menjadi lebih panjang daripada kaki
yang tidak terlibat.5
2.8 Differential Diagnosis
Kondisi yang dapat mirip dengan JRA :
Penyakit infeksi
o Septic arthritis
o Lyme disease
o Viral-related arthritis
o Osteomyelitis
Keganasan masa kanak-kanak
o Leukimia
o Neuroblastoma
o Lain-lain
Kondisi non-inflamasi tulang dan sendi
o Nyeri alat gerak idiopatik (growing pain)
o Syndrome nyeri : fibromyalgia, reflex sympathetic dystrophy
o Psychogenic musculoskeletal dysfunction
o Musculoskeletal trauma
o Avascular necrosis syndromes
o Kondisi orthopedik lainnya:
Legg-Calve-Perthe disease
Slipped capital femoral epiphysis
Osgood-Schlatter disease
Patellofemoral syndrome
Discitis
o Penyakit kongenital dan genetik yang mempengaruhi sistem
muskuloskeletal
Penyakit Rheumatik
o Demam rheumatik
o Ankylosing spondylitis, spondyloarthropathies
o Dermatomyositis
o Scleroderma
o Vasculitis syndromes
o Overlap syndromes
15

2.9 Terapi
Pengobatan utama adalah suportif. Tujuan utama adalah mengendalikan gejala
klinis, mencegah deformitas, dan meningkatkan kualitas hidup. 2
Garis besar pengobatan meliputi : 1) program dasar yaitu pemberian : acidum
acetylsalicylum; keseimbangan aktivitas dan istirahat; fisioterapi dan latihan;
pendidikan keluarga dan penderita; keterlibatan sekolah dan lingkungan; 2) obat
anti-inflamasi non steroid yang lain, yaitu Tolmetin dan Naproxen; 3) obat steroid
intra-articular; 4) perawatan Rumah Sakit dan 5) pembedahan profilaksis dan
rekontruksi.2
Acidum acetylsalicylum (Aspirin)
Obat NSAID terpenting untuk JRA, bekerja menekan inflamasi, aman untuk
penggunaan jangka panjang.dosis yang efektif adalah 75-90mg/kgBB/hari dibagi 34 dosis, diberikan 1-2 tahun setelah gejala klinis hilang. 2
Analgesik lain
Asetaminofen bermanfaat untuk mengontrol nyeri atau demam terutama pada
tipe sistemik, tidak boleh digunakan dalam jangka waktu lama karena akan
menimbulkan kelainan ginjal.2
NSAID lain
Sebagian besar NSAID yang baru tidak boleh diberikan pada anak,
penggunaannya hanya untuk mengontrol nyeri, kekakuan, dan inflamasi pada anak
yang tidak responsif terhadap aspirin atau sebagai pengobatan awal. 2
Obat yang dapat memodifikasi perjalanan penyakit (Disease Modifying Anti
Rheumatic Drugs = DMARDs)
Pengobatan JRA kadang memerlukan waktu cukup lama sehingga
menimbulkan keputusasaan dan ketidakpercayaan pada penderita maupun orang
tuanya. DMARDs akan memperpendek perjalanan penyakit dan masa rawat inap.
Obat ini hanya boleh diberikan pada poliarthritis progresif yang tidak responsif
terhadap aspirin.2
16

Tabel 2.3 Disease Modifying Anti Rheumatic Drugs 2,6


DMARDs
Hydroxychloroquine

Mekanisme
Supresi IL-1 dan

Efek Samping
Retinopati

TNF-, menginduksi
Prednisone

Gold Salt
Penicillamine

apoptosis sel inflamasi


Kortikosteroid
sintetik, sebagai

pertumbuhan,

immunosupresan
Tidak diketahui

penekanan HPA axis


Supresi sumsum

Menurunkan jumlah
limfosit T

Suphasalazine

Gangguan

Supresi IL-1 dan

tulang
Lupus Eritematous
medikamentosa,
sindroma nefrotik
Nausea vomiting,

TNF-, menginduksi

hemolitik anemia, supresi

Methotrexate

apoptosis sel inflamasi


Inhibitor metabolisme

sumsum tulang
Supresi sumsum

Cyclofosphamide

purin
Menginduksi

tulang, hepatotoksik
Supresi sumsum

Azathioprine

apoptosis sel
Inhibitor sintesis

tulang
Supresi sumsum

purin

tulang, hepatotoksik

Obat-Obat JRA
Naproxen 10-20 mg/kgBB/hari 2x sehari
Tolmetin 25 mg/kgBB/hari 4x sehari
Ibuprofen 35 mg/kgBB/hari 4x sehari. 2
Evaluasi pengobatan
Setelah 2-4 bulan, pemeriksaan laboratorium yang tetap menunjukkan aktivasi
penyakit merupakan tanda untuk pemberian DMARDs lain. 2

17

Oligoarthritis persisten

Gambar 2.10 Terapi pasien Oligoarthritis JRA

18

Medikasi Anti-TNF
Petimbangkan penggunaan steroid oral untuk
mempersiapkan medikasi lain atau saat penyakit kambuh
yang parah
Untuk pasien dengan systemic onset JRA, pertimbangkan
penggunaan IL-1 receptor antagonist

Gambar 2.11 Terapi pasien Polyarthritis JRA

19

Tingkatkan kortikosteroid sistemik


Tambahkan/ganti medikasi pendamping steroid

Gambar 2.12 Terapi pasien Systemic Onset JRA


2.10

Komplikasi

Penyakit inflamasi mata pada JRA memiliki riwayat 10% resiko gangguan
hilang penglihatan parah atau bahkan kebutaan. Semua anak dengan JRA
membutuhkan pemeriksaan yang rutin untuk mendeteksi penyakit mata, yang
mana asimptomatis pada stage awal dan hanya terdeteksi pada pemeriksaan slitlamp.5
Gangguan pertumbuhan dan perkembangan merupakan komplikasi yang
serius pada JRA. Hal ini terjadi karena penutupan epifisis dini yang sering terjadi
pada tulang dagu, metakarpal dan metatarsal. Kelainan tulang dan sendi lain dapat
pula terjadi, yang tersering adalah ankilosis, luksasio, dan fraktur. Komplikasikomplikasi ini dapat terjadi tergantung berat, lama penyakit dan akibat pengobatan
dengan steroid. Komplikasi yang lain adalah vaskulitis, ensefalitis. Amiloidosis
sekunder dapat terjadi walaupun jarang dan dapat fatal karena gagal ginjal. 2

20

Komplikasi orthopedic termasuk perbedaan panjang kaki, yang mana dapat


ditangani dengan menggunakan hak sepatu pada sisi yang lebih pendek untuk
menghindari scoliosis sekunder; popliteal cyst, yang mana tidak membutuhkan
terapi jika kecil; dan flexion contracture, terlebih pada lutut, pinggul dan
pergelangan tangan.3

2.11

Prognosis

Tanda penyakit rheumatic adalah inflamasi synovial tissue. Akan tampak


peningkatan yang besar dari makrofag dan limfosit T, produksi lokal mediator
inflamasi, dan masuknya neutrofil ke rongga sendi mengarah pada hypertrophy
synovial, peningkatan vaskularisasi dan sekresi cairan sendi. Semakin lama,
proses inflamasi meluas dari synovium, dengan invasi lokal kartilago, dan
kemudian erosi tulang. Jika inflamasi tidak membaik atau tidak dapat dikontrol oleh
terapi, hasil akhirnya dapat menjadi kerusakan sendi stadium akhir dan ankylosis.
Kebanyakan pasien memiliki prognosis baik karena deteksi dan penanganan dini.
Tingkat remisi berkisar 26% hingga 65% dan kelumpuhan parah memiliki rata-rata
20-45%. Variasi yang luas ini terjadi karena perbedaan kriteria klinis, lama followup, dan tipe terapi. Dengan peningkatan kualitas terapi akhir-akhir ini, hasil jangka
panjang diperkirakan akan jauh lebih baik. Anak dengan PaJRA memiliki hasil
terbaik, meskipun subtipe ini memiliki resiko tertinggi untuk penyakit mata inflamasi
dan komplikasi ocular (hilang penglihatan, glaucoma dan katarak). Anak dengan
kejadian tertinggi dari kondisi akhir articular yang lebih parah tampak pada pasien
RF+ polyarticular dan sistemik JRA dengan polyarthritis persisten. Inflammatory
arthritis kronis lebih lama dari 5 tahun mengacu pada disability yang lebih parah.
Anak dengan JRA dapat terdiagnosa kembali beberapa tahun kemudian dengan
penyakit rheumatic lainnya. Hal ini tampak pada 22% pasien JRA, dimana mereka
akan didiagnosa spondyloarthropathy.5
Anak dengan oligoarthritis, terlebih anak perempuan dengan onset arthritis
pada umur <6 tahun, memiliki resiko terjadinya uveitis kronis. Uveitis anterior tidak
terkontrol yang persisten dapat terjadi karena synechiae posterior, katarak, dan
band keratopathy dan menyebabkan kebutaan. Namun, kebanyakan anak-anak ini
membaik dengan terapi dari ahli ophthalmologic. 3
21

Anak dengan penyakit polyarticular seringkali memiliki perjalanan klinis


inflamasi aktif sendi yang lebih lama. Resiko fungsional berhubungkan dengan usia
onset yang lebih tua, RF seropositif atau nodul rheumatoid, dan perkembangan
yang awal dari erosi atau penyakit tulang belakang cervical atau panggul. 3
Anak dengan penyakit systemic-onset seringkali paling sulit dikontrol dalam hal
inflamasi articular dan manifestasi sistemik nya. Penyakit sistemik parah seringkali
muncul hanya selama beberapa tahun pertama setelah onset dan cenderung
membaik seiring waktu. Prognosis tergantung pada jumlah sendi yang terlibat,
durasi inflamasi yang aktif dan keparahan arthritis. 3

22

Daftar Pustaka

1. Schaller JG. 1997. Juvenile Rheumatoid Arthritis. Pediatrics in Review. Vol 18.
No 10. P 337-49.
2. Harsono A, Endaryanto A. 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu
Kesehatan Anak: Arthritis Rheumatoid Juvenil. Ed III, Surabaya: Rumah Sakit
Umum Dokter Soetomo.
3. Miller ML, Cassidy JT. 2007. Nelson Textbook of Pediatrics. Ed 18.
Philadelphia: Saunders.
4. Hollister JR. 2007. Current Pediatric Diagnosis & Treatment. Ed 18. USA:
McGraw-Hill.
5. Rudolph AM, Kamei RK, Overby KJ. 2002. Rudolphs Fundamentals of
Pediatrics. Ed 3. USA: McGraw-Hill
6. Wikipedia. 2013. Disease Modifying Anti Rheumatic Drugs. Viewed on 29
Desember 2013.
<http://en.wikipedia.org/wiki/Disease-modifying_antirheumatic_drug>

23

You might also like