Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada anak berusia 3
bulan sampai dengan 5 tahun dan berhubungan dengan demam serta
tidak didapatkan adanya infeksi ataupun kelainan lain yang jelas di
intrakranial (Deliana, 2002).
Berkisar 2%-5%, anak di bawah 5 tahun pernah mengalami
bangkitan kejang demam. Lebih dari 90% penderita kejang demam
terjadi pada anak berusia di bawah 5 tahun. Terbanyak bangkitan kejang
demam terjadi pada anak berusia antara usia 6 bulan sampai dengan
22 bulan. Insiden bangkitan kejang demam tertinggi terjadi pada usia 18
bulan. Di Amerika Serikat dan Eropa prevalensi kejang demam berkisar
2-5%. Di Asia prevalensi kejang demam meningkat dua kali lipat bila
dibandingkan di Eropa dan di Amerika (Fuadi, 2010).
Patofisiologi kejang demam belum diketahui secara pasti
diperkirakan bahwa pada keadaan demam terjadi peningkatan
reaksi kimia tubuh. Dengan demikian reaksi-reaksi oksidasi
terjadi lebih cepat dan akibatnya oksigen akan lebih cepat habis,
terjadilah keadaan hipoksia. Transport aktif yang memerlukan
ATP terganggu, sehingga Na intrasel dan K ekstrasel meningkat
yang akan menyebabkan potensial membran cenderung turun
atau kepekaan sel saraf meningkat dan mempermudah terjadinya
kejang. (Budiarto, 1998).
Kejang demam merupakan penyakit kejang yang paling sering
dijumpai di bidang neurologi khususnya anak. Kejang demam
dikelompokkan menjadi dua, yaitu kejang demam sederhana dan
kejang demam kompleks
pemeriksaan
fisik.
Pemeriksaan
penunjang
umumnya
tidak
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
naikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 380 C) yang disebabkan oleh
suatu proses ekstrakranium (Saharso, 2008).
Kejang demam umumnya terjadi pada anak berumur 6 bulan
- 5 tahun. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam,
kemudian kejang demam kembali tidak termasuk dalam kejang
demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1
bulan tidak termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur
kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang
didahului demam, pikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP,
atau
epilepsi
yang
kebetulan
terjadi
bersama
demam
(Pusponegoro, 2006).
Besar
1-3 min, jarang
kejang
Lama
Pada saat demam,
sebagian besar
karena ISPA
Tidak ada
Jarang
KEJANG DISERTAI
DEMAM (Intrakrnial)
Kecil / tidak bermakna
> 10 mnt
Infeksi SSP
(ensefalitis,meningitis)
Perubahan vaskular dan
Edema
Sering
lama
Kejang
lama
adalah
kejang
yang
lama
terjadi
pada
8%
kejang
demam
(Pusponegoro, 2006).
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum
didahului kejang parsial (Pusponegoro, 2006).
c. Kejang berulang : kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di
antara 2 bangkitan kejang anak sadar. Kejang berulang
terjadi pada 16% di antara anak yang mengalami kejang
demam.
Tabel 2.2 Perbedaan kejang demam sederhana dan kompleks
N Klinis
KD
KD
o
sederhana
kompleks
1.
Durasi
< 15 menit
>15 menit
2.
Tipe kejang
Umum
umum/fokal
4
3.
4.
5.
6.
7.
1 kali
-
> 1 kali
+
+
Fuadi, Fuadi, 2010, Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam Pada Anak.
satu
kelainan
saraf
tersering pada anak. Pendapat para ahli tentang usia penderita saat
terjadi bangkitan kejang demam tidak sama. Pendapat para ahli
terbanyak kejang demam terjadi pada waktu anak berusia antara
3 bulan sampai dengan 5 tahun (Deliana, 2002).
Sedangkan menurut American Academy of Pediatrics (AAP)
usia termuda bangkitan kejang demam adalah 6 bulan. (Pusponegoro,
2006).
Na-K,
misalnya
pada
hipoksemia,
iskemia,
dan
diperkirakan
bahwa
pada
keadaan
demam
terjadi
ii.
iv.
kebutuhan
dibanding
inhibitor
(GABA),
sehingga
tidak
ada
serangan
bangkitan
developmental
kejang
window
demam
mempunyai
pada
usia
waktu
lebih
awal
lama
masa
fase
Faktor Prenatal
10
aliran
darah
ke
placenta
berkurang,
sehingga
persalinan
dapat
menyebabkan
terjadinya
kejang.
Insiden kejang ditemukan lebih tinggi pada anak pertama. Hal ini
kemungkinan besar disebabkan pada primipara lebih sering terjadi
penyulit persalinan. Penyulit persalinan (partus lama, persalinan
dengan alat, kelainan letak) dapat terjadi juga pada kehamilan
multipara (kehamilan dan melahirkan bayi hidup lebih dari 4 kali).
Penyulit persalinan dapat menimbulkan cedera karena kompresi
kepala yang dapat berakibat distorsi dan kompresi otak sehingga
terjadi perdarahan atau oedem otak. Keadaan ini dapat menimbulkan
kerusakan otak dengan kejang sebagai manifestasi klinisnya (Fuadi,
2010).
11
mendapat
penyinaran
dapat
menyebabkan
kejang.
serta
terjadinya
placenta
previa.
Placenta
previa
dapat
daerah
hipokampus,
dan
selanjutnya
mengakibatkan
12
Bayi dengan bayi berat lahir rendah BBLR adalah bayi yang lahir
dengan berat kurang dari 2500 gram. BBLR dapat menyebabkan
asfiksia atau iskemia otak dan perdarahan intraventrikuler. Iskemia
otak dapat menyebabkan
mengalami
gangguan
kejang.
Bayi
metabolisme
dengan
yaitu
BBLR
hipoglikemia
dapat
dan
13
eksitabilitas
neuron,
serangan
kejang
cenderung
14
subdural,
subaraknoid
dan
perdarahan
bersama-sama
dengan
perdarahan
intraventrikuler.
15
yang
terjadi
pada
sistem
saraf
pusat.
Risiko
untuk
16
Penggunaan
barbiturat
dan
benzodiazepine
dapat
Beberapa
kasus
hiperglikemia
yang
disertai
status
17
Anamnesis
Dari anamnesis ditanyakan:
18
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara
rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk
mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau
keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai
demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan
misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah.
b. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk
menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.
Risiko terjadinya meningitis bakterialis adalah 0,6%-6,7%.
Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan
atau
menyingkirkan
diagnosis
meningitis
karena
19
Oleh
karenanya
tidak
pasien
kejang
direkomendasikan.
Kelainan
neurologik
fokal
yang
menetap
(hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema
20
intravena
atau
rektal,
jika
diberikan
intramuskular
21
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau
di rumah adalah diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah
0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan
berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih
dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak
dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3
tahun (lihat bagan penatalaksanaan kejang demam).
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum
berhenti, dapat diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama
dengan interval waktu 5 menit.
Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap
kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan
diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara
intravena dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan
1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti
dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah
dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka
pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.
Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya
tergantung dari jenis kejang demam apakah kejang demam
sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.
22
3. Pengobatan rumatan
a. Profilaksis Intermittent : Pengobatan profilaksis intermittent
dengan anti konvulsan segera diberikan pada waktu pasien
demam suhu rektal lebih dari 38C. Pilihan obat harus dapat
cepat masuk dan bekerja ke otak. Antipiretik saja dan
fenobarbital tidak mencegah timbulnya kejang berulang. Obat
yang
biasa
dipakai
adalah:
diazepam
oral
rektal,
klonazepam
yaitu
mengantuk,
mudah
24
dan
pemakaian
fenobarbital
setiap
hari
dapat
25
Indonesia
sepakat
bahwa
antipiretik
tetap
dapat
diberikan
kejang, dan
kemungkinan
bahwa
demam
dapat
2.8.2 Antikonvulsan
Pemakaian diazepam oral dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam pada
saat demam menurunkan risiko berulangnya kejang pada 30%-60%
kasus, begitu pula dengan diazepam rektal dosis 0,5 mg/kg setiap 8
jam pada suhu > 38,5
menyebabkan ataksia, iritabel dan sedasi yang cukup berat pada 2539% kasus. Fenobarbital, karbamazepin, dan fenitoin pada saat
demam tidak berguna untuk mencegah kejang demam (Pusponegoro,
2006).
26
bahwa
kejang
demam
umumnya
mempunyai
lidah
tergigit,
jangan
memasukkan
sesuatu
kedalam mulut.
4. Ukur suhu, observasi dan catat lama dan bentuk kejang.
5. Tetap bersama pasien selama kejang
6. Berikan diazepam rektal. Dan jangan diberikan bila kejang telah
berhenti.
7. Bawa kedokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit
atau lebih
27
2.11 Prognosis
Prognosis kejang demam baik, angka kematian hanya 0,640,75%. Sebagian besar penderita kejang demam sembuh sempurna,
2-7% berkembang menjadi epilepsi, 4% mengalami gangguan motorik,
gangguan tingkah laku dan penurunan tingkat intelegensi secara
bermakna (Fuadi, 2010).
Di Indonesia, kematian karena kejang demam tidak pernah
dilaporkan.
seluruh
faktor
di
atas
ada,
kemungkinan
29
BAB 3
PENUTUP
kejang demam
tertentu.Penatalaksanaan
kejang
demam
meliputi
kejang
demam
umumnya
baik
dan
tidak
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Budiarto G, 1997, Patofisiologi Epilepsi, Dalam: Penatalaksanaan
31
LAMPIRAN I
BAGAN FAKTOR RESIKO KEJANG DEMAM
Sumber: Fuadi, Fuadi, 2010, Faktor Risiko Bangkitan Kejang Demam Pada Anak. Master
Thesis, Diponegoro University
LAMPIRAN II
BAGAN PATOFISIOLOGI KEJANG DEMAM
32
Sumber: RSU Haji, 2013. Buku Ajar Kepaniteraan Klinik SMF Ilmu Kesehatan Anak RSU
Haji Surabaya, RSU Haji Surabaya, Surabaya.
LAMPIRAN III
BAGAN PENATALAKSANAAN KEJANG PADA ANAK
33
34
35