You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN
Malnutrisi merupakan masalah yang menjadi perhatian internasional
serta memiliki berbagai sebab yang saling berkaitan. Malnutrisi masih
merupakan masalah kesehatan utama di negara sedang berkembang dan
melatar belakangi lebih dari 50% kematian balita. Sekitar 15% anak di
Asia Selatan terancam menderita gizi kurang dan buruk dan 2% anak
yang tinggal di negara sedang berkembang terancam severe acute
malnutrition (SAM). Severe acute malnutrition atau malnutrisi akut berat
atau disebut juga gizi buruk akut adalah keadaan dimana seseorang anak
tampak sangat kurus ditandai dengan BB/PB<-3 SD dari median WHO
child growth standard, atau didapatkan edema nutrisional dan pada anak
umur 5-59 bulan lingkar lengan atas (LLA) < 110 mm 3 (Mansjoer, 2010).
Faktor-Faktor yang mempengaruhi status gizi seseorang dapat
dipengaruhi oleh faktor langsung dan tidak langsung. Faktor langsung,
yaitu: konsumsi makanan yang dimakan dan adanya infeksi yang diderita.
Anak yang makanannya tidak cukup baik, daya tahan tubuhnya melemah.
Sedangkan faktor tidak langsung, yaitu: tingkat pendapatan keluarga,
pengetahuan gizi dan sanitasi lingkungan (Mansjoer, 2010).
Kematian akibat Malnutrisi dapat disebabkan oleh kurangnya
asupan makanan yang mengakibatkan kurangnya jumlah makanan yang
diberikan, kurangnya kualitas makanan yang diberikan dan cara
pemberian makanan yang salah. Selain itu juga karena adanya penyakit,
terutama penyakit infeksi, mempengaruhi jumlah asupan makanan dan
penggunaan nutrien oleh tubuh.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gizi Buruk
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan
nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi
menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut
kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut
marasmus), dan kekurangan kedua-duanya. Gizi buruk ini biasanya terjadi
pada

anak

balita

(bawah

lima

tahun)

dan

ditampakkan

oleh

membusungnya perut (busung lapar). Gizi buruk adalah suatu kondisi di


mana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi, atau dengan ungkapan
lain status gizinya berada di bawah standar rata-rata. Zat gizi yang
dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe
malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh
kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk
terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun (Santosa, 2009).
Anak balita (bawah lima tahun) sehat atau kurang gizi dapat
diketahui dari pertambahan berat badannya tiap bulan sampai usia
minimal 2 tahun (baduta). Apabila pertambahan berat badan sesuai
dengan pertambahan umur menurut suatu standar organisasi kesehatan
dunia, dia bergizi baik. Kalau sedikit dibawah standar disebut bergizi
kurang yang bersifat kronis. Apabila jauh dibawah standar dikatakan
bergizi buruk. Jadi istilah gizi buruk adalah salah satu bentuk kekurangan
gizi tingkat berat atau akut.
2.2. Macam Gizi Buruk

Ada 3 jenis gizi buruk yang sering ditemui dan sangat berbahaya,
yaitu: kwashiorkor, marasmus dan marasmic-kwashiorkor (Depkes, 2008).
a. Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (sugar baby),
bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan
protein, walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat
adanya atrofi. Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua
punggung kaki sampai seluruh tubuh (Depkes, 2008) :
Bengkak pada seluruh tubuh terutama pada punggung kaki dan
bila ditekan akan meninggalkan bekas seperti lubang
Otot mengecil dan menyebabkan lengan atas kurus sehingga
ukuran LILA-nya kurang dari 14 cm
Timbulnya ruam berwarna merah muda yang meluas dan
berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas
Tidak nafsu makan
Rambutnya menipis berwarna merah seperti rambut jagung dan
mudah dicabut tanpa menimbulkan rasa sakit
Wajah anak membulat dan sembab (moon face)
Cengeng/rewel dan apatis
Sering disertai infeksi, anemia dan diare
b. Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat.
Gejala yang timbul diantaranya muka seperti orangtua (berkerut),
tidak terlihat lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah
kulit), rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan
pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak
tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan,
karena masih merasa lapar. Berikut adalah gejala pada marasmus
adalah (Depkes, 2008) :
Anak sangat kurus tampak tulang terbungkus kulit.
Tulang rusuk menonjol
Wajahnya seperti orang tua (monkey face)
Kulit keriput (jaringan lemak sangat sedikit sampai tidak ada )
Cengeng/rewel
Perut cekung sering disertai diare kronik (terus menerus) atau
susah buang air kecil
Otot paha mengendor (baggy pant).

c. Marasmic-kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik
kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup
mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang
normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan
< 60% dari normal memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor, seperti
edema,

kelainan

rambut,

kelainan

kulit,

sedangkan

kelainan

biokimiawi terlihat pula (Depkes, 2008).


2.3. Patofisiologi Gizi Buruk
Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau
anorexia bisa terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik
seperti suasana makan, pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut
mudah rontok dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin C dan
vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting
bagi rambut (Miller, 2009).
Pasien juga seringkali mengalami rabun senja. Rabun senja terjadi
karena defisiensi vitamin A dan protein. Pada retina ada sel batang dan
sel kerucut. Sel batang lebih hanya bisa membedakan cahaya terang dan
gelap. Sel batang atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu
protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut
akan terurai. Sel tersebut akan mengumpul lagi pada cahaya yang gelap.
Inilah yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu. Jadi,
rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi rodopsin.
Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air
(dehidrasi). Reflek patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin
pada tendon patella dan degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangan
protein, Cu dan Mg seperti gangguan neurotransmitter. Sedangkan,
hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika terjadi kekurangan
protein, maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini
membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL dan LDL,

maka lemak yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan, pada


akhirnya penumpukan lemak di hepar (Watson, 2008).
Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah pitting edema. Pitting
edema adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula.
Pitting edema disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan
onkotik intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi
ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke intertisial, tidak ke
intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari
ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi menjaga
keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor, selain defisiensi
protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada
intertisial lari ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran
sel dan mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi
sel yang rapat. Edema biasanya terjadipada ekstremitas bawah karena
pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik dan onkotik (Watson, 2008).
Sedangkan menurut Miller (2009), penyebab utama marasmus
adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak
cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti hubungan orang tua
dengan anak terganggu, karena kelainan metabolik atau malformasi
kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara
kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada
beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir,
didugaberpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis besar
sebab-sebab marasmus adalah sebagai berikut :
a. Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat
masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak
sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang
tua si anak, misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang
terlalu encer.
b. Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama
infeksi

enteral

misalnya

infantil

gastro

enteritis,

pneumonia, pielonephiritis dan sifilis kongenital.

bronkho

c. Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan,


penyakit Hirschprung, deformitas palatum, palatoschizis, stenosis
pylorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pancreas.
d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan
tersebut pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang
kurang kuat.
e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan
tambahan yang cukup.
f. Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hyper
calcemia, galactosemia, lactose intolerance.
g. Tumor hypothalamus, kejadian ini jarang dijumpai dan baru
ditegakkan bila penyebab maramus yang lain disingkirkan.
h. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan
tambahan yang kurang akan menimbulkan marasmus.
i. Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk
timbulnya marasmus, meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula
perubahan kebiasaan penyapihan dini dan kemudian diikuti
dengan pemberian susu manis dan susu.yang terlalu encer akibat
dari tidak mampu membeli susu, dan bila disertai infeksi berulang
terutama gastroenteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam
marasmus.
2.4. Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan
dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi ini menjadi penting karena
merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya kesakitan dan
kematian.
2.5. Penilaian Status Gizi Anak
Ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi pada kelompok
masyarakat. Salah satunya adalah dengan pengukuran tubuh manusia
yang dikenal dengan Antropometri. Dalam pemakaian untuk penilaian
status gizi, antropometri disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan
dengan variabel lain. Variabel tersebut adalah sebagai berikut :

a.

Umur
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi,

kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang


salah. Penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya
adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan
umur adalah

dalam bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak

diperhitungkan.
b.

Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan

gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat


peka terhadap perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi
maupun konsumsi makanan yang menurun. Berat badan ini dinyatakan
dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau melakukan
penilaian dengan melihat perubahan berat badan pada saat pengukuran
dilakukan, yang dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan
kini.
c.

Tinggi Badan
Tinggi badan sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu

terutama yang berkaitan dengan keadaan berat badan lahir rendah dan
kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk
Indeks TB/U ( tinggi badan menurut umur), atau juga indeks BB/TB ( Berat
Badan menurut Tinggi Badan) jarang dilakukan karena perubahan tinggi
badan yang lambat dan biasanya hanya dilakukan setahun sekali.
Penggunaan Indeks BB/U, TB/U dan BB/TB merupakan indikator
status gizi untuk melihat adanya gangguan fungsi pertumbuhan dan
komposisi tubuh.

Tabel 2.1. Penilaian Status Gizi berdasarkan Indeks BB/U, TB/U, BB/TB
Standart Baku Antropometeri WHO-NCHS
No
1

Indeks yang
dipakai
BB/U

TB/U

BB/TB

Batas
Pengelompokan
< -3 SD

Sebutan Status Gizi


Gizi buruk

- 3 s/d <-2 SD

Gizi kurang

- 2 s/d +2 SD

Gizi baik

> +2 SD

Gizi lebih

< -3 SD

Sangat Pendek

- 3 s/d <-2 SD

Pendek

- 2 s/d +2 SD

Normal

> +2 SD

Tinggi

< -3 SD

Sangat Kurus

- 3 s/d <-2 SD

Kurus

- 2 s/d +2 SD

Normal

> +2 SD

Gemuk

Data baku WHO-NCHS indeks BB/U, TB/U dan BB/TB disajikan


dalan dua versi yakni persentil (persentile) dan skor simpang baku
(standar deviation score = z).
Pengukuran Skor Simpang Baku (Z-score) dapat diperoleh dengan
mengurangi Nilai Individual Subjek (NIS) dengan Nilai Median Baku
Rujukan (NMBR) pada umur yang bersangkutan, hasilnya dibagi dengan
Nilai Simpang Baku Rujukan (NSBR). Atau dengan menggunakan rumus :
Z-score = (NIS-NMBR) /
NSBR

Gambar 2.1. WHO Child Growth Standards Tables

Gambar 2.2. WHO Child Growth Standards Tables

Gambar 2.3. WHO Child Growth Standards Tables

Gambar 2.4. WHO Child Growth Standards Charts

10

2.6. Faktor Penyebab Gizi Buruk


Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah sebagai berikut :
1. Penyebab Langsung. Kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang
dikonsumsi, menderita penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita
penyakit kanker. Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi sering
diserang atau demam akhirnya menderita kurang gizi.
2. Penyebab tidak langsung, ketersediaan Pangan rumah tangga,
perilaku, pelayanan kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor
kesehatan, tetapi juga merupakan masalah utama gizi buruk adalah
kemiskinan, pendidikan rendah, ketersediaan pangan dan kesempatan
kerja. Oleh karena itu untuk mengatasi gizi buruk dibutuhkan kerjasama
lintas sektor Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga dalam
memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah
yang cukup baik maupun gizinya (Sugeng, 2009).
Secara garis besar gizi buruk disebabkan oleh karena asupan
makanan yang kurang atau anak sering sakit, atau terkena infeksi. Asupan
makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak
tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup salah mendapat
makanan bergizi seimbang, dan pola makan yang salah. Kaitan infeksi
dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan,
karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi
kronik akan meyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiriakan
memberikan

dampak

buruk

pada

sistem

pertahanan

sehingga

memudahkan terjadinya infeksi (Santosa, 2009).


Kekurangan gizi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kekurangan
zat-zat gizi ensensial, yang bisa disebabkan oleh: asupan yang kurang
karena makanan yang jelek atau penyerapan yang buruk dari usus
(malabsorbsi), penggunaan berlebihan dari zat-zat gizi oleh tubuh, dan
kehilangan zat-zat gizi yang abnormal melalui diare, pendarahan, gagal
ginjal atau keringat yang berlebihan.

11

2.7. Tata Laksana Gizi Buruk


Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase
stabilisasi, fase transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus
trampil memilih langkah mana yang cocok untuk setiap fase. Tatalaksana
ini digunakan baik pada penderita kwashiorkor, marasmus maupun
marasmik-kwarshiorkor.
Tahap Stabilisasi
Pada fase stabilisasi penderita dianjurkan dirawat di ruangan khusus
non infeksi dengan suhu ruangan yang cukup (tidak dingin). Segera beri
makanan formula 75 (F75) setiap 2-3 jam sekali dan pada 2 jam pertama
F75 diberikan dari jumlah yang dibutuhkan setiap 30 menit. Dilakukan
pemantauan akseptabilitas, tanda-tanda vital, gula darah dan waspadai
kemungkinan kelebihan cairan.
Tindakan

pada

fase

stabilisasi

bertujuan

untuk

mengatasi

kedaruratan medis dan menstabilkan kondisi klinis anak, seangkan tujuan


fase rehabilitasi adalah pemulihan serta tumbuh kejar yang memerlukan
waktu lebih lama. Walaupun secara klinis terdapat perbedaan antara
kwashiorkor dan marasmus tetapi penatalaksanaannya tetap sama.
Tabel 2.2. 10 Langkah Penatalaksanaan Gizi Buruk di Indonesia (Sjarif
Rusli, 2011).
Langkah
Stabilisasi
Hari 1-2
Hari 3-7
Hipoglkemia
Hipotermia
Dehidrasi
Elektrolit
Infeksi
Mikronutrien
-------Tanpa------------Pemberian makanan
Fe
Tumbuh kejar
Stimulasi sensoris
Persiapan tindak lanjut
di rumah
Langkah 1 (Atasi/cegah hipoglikemia)

12

Fase
Rehabilitasi
Minggu 2-6

+Fe

Tindak lanjut
Minggu 7-26

Semua anak gizi buruk berisiko untuk terjadi hipoglikemia (kadar gula
darah 3 mmol/dl atau 54 mg/dl), seringkali merupakan penyebab
kematian pada 2 hari pertama perawatan. Hipoglikemia dapat terjadi
karena adanya infeksi berat atau anak tidak mendapat makanan selama
4-6 jam. Hipoglikemia dan hipotermia seringkali terjadi bersamaan dan
biasanya merupakan petanda infeksi. Monitor:

Kadar gula darah : setelah 2 jam, ulangi pemeriksaan gula dara


(menggunakan gula darah dari jari atau tumit). Selama terpai
umumnya anak akan stabil dalam 30 menit. Bila gula darah masih
rendah ulangi pemberian 50 ml bolus glukosa 10% atau larutan
sukrosa, kemuadian lanjutkan pemberian makan F-75 setiap 2 jam
hingga anak stabil.

Terapi :
Bila anak sadar dan dapat minum
Bila anak tidak sadar
Bolus 50ml larutan glukosa 10%
Glukosa 10% IV (5 mg/ml) diikuti
atau sukrosa 10% (1 sdt gula

dengan 50 ml glukosa 10% atau

dengan 50 ml air) baik per oral

sukrosa lewat pipa NGT. Kemudian

maupun dengan pipa nasogastrik.

mulai pemberian F75 setiap 2 jam,

Kemudian mulai pemberian F75

untuk 2 jam pertama berikan dari

setiap 2 jam, untuk 2 jam pertama

dosis makanan tiap 30 menit.


Antibiotik spektrum luas
Pemberian makanan per 2 jam,

berikan dari dosis makanan tiap

30 menit.
Antibiotik spektrum luas
Pemberian makanan per 2 jam,

siang dan malam

siang dan malam

Langkah 2 (Atasi/cegah hipotermi)


Jika suhu axilla< 350C, lakukan pemeriksaan suhu rectal menggunakan
termometer air raksa. Jika suhu rektal <350C:

Berikan makanan secara langsung (atau mulai rehidrasi bila


diperlukan).

13

Hangatkan anak: pakaikan pakaian dan tutup dengan selimut


sampai menutupi kepala (kecuali wajah) atau tempatkan di dekat
penghangat atau lampu (jangan gunakan botol air panas), atau
letakkan anak dekat dengan dada ibu (skin to skin) lalu tutupi

keduanya.
Berikan antibiotik spektrum luas.

Monitor:

Suhu tubuh: lakukan pemeriksaan rektal tiap 30 menit hingga

mencapai suhu >36,50C


Ukur kadar gula darah ketika didapati hipotermi.

Langkah 3 (Atasi/ cegah dehidrasi)


Tidak mudah menentukan adanya dehidrasi pada anak gizi buruk. Tanda
dehidrasi seperti mata cowong dan tugor kulit yang menurun sering
didapati pada anak dengan gizi buruk walaupun tanpa dehidrasi. Di sisi
lain anak gizi buruk dengan dehidrasi dapat menimbulkan komplikasi lain
seperti hipoglikemi dan letargi. Diagnosis pasti adanya dehidrasi adalah
dengan pengukuran berat jenis urin (>1,030) selain tanda klinis khas bila
ada, antara lain rasa haus dan mukosa mulut kering.
Terapi:
Larutan garam standar untuk rehidrasi oral (75 mmol Na/L) mengandung
terlalu banyak Natrium dan terlalu sedikit K bagi anak malnutrisi berat.
Oleh karena itu deiberikan larutan rehidrasi khusus yaitu rehidration
solution for malnutrition (Resomal) dengan cara 5 ml/kg setiap 30 menit
baik per oral atau lewat NGT selama 2 jam pertama. Kemudian 5-10
ml/kg/jam selama 4-10 jam berikutnya. Bila sudah rehidrasi hentikan
pemberian Resomal dan lanjutkan F75 setiap 2 jam. Bila masih diare, beri
Resomal setiap anak diare: <2 tahun 50-100 ml dan anak> 2 tahun: 100200 ml.
Monitor

Observasi tiap 30 menit selama 2 jam pertama kemudian tiap 1 jam


untuk 6-12 jam berikutnya: Vital sign, frekuensi miksi, frekuensi
defekasi/ muntah.

14

Rehidrasi berhasil bila: adanya air mata, mulut yang lembab, mata

dan fontanella yang sudah tidak cekung dan perbaikan turgor kulit.
Jika frekuensi nadi dan nafas meningkat selama rehidrasi
menandakan adanya infeksi atau over rehidrasi.

Langkah 4 (Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit)


Anak dengan malnutrisi berat mengalami kelebihan Na walaupun kadar
Na darah rendah (dapat menyebabkan kematian). Defisiensi K dan Mg
juga terjadi dan membutuhkan waktu minimal 2 minggu untuk melakukan
koreksi. Edema muncul disebabkan ketidakseimbangan elektrolit. Jangan
memberikan diuretik sebagai terapi edema. Berikan:

Ekstra Kalium 3-4 mmol/kg/hari.


Ekstra magnesium 0,4-0,6 mmol/kg/hari.
Saat rehidrasi berikan cairan rendah Natrium (Resomal).
Siapkan makanan tanpa garam.

Langkah 5 (Obati/ cegah infeksi)


Pada malnutrisi tanda infeksi seperti panas sering tidak terlihat. Oleh
karena itu beri secara rutin saat rawat inap antibiotik spektrum luas dan
vaksin campak jika anak > 6 bulan dan belum mendapat imunisasi (tunda
jika kondisi klinis buruk atau dalam keadaan syok)
Pilihan antibiotik spektrum luas:
a. Jika

tidak

terdapat

komplikasi

atau

infeksi

tidak

nyata:

Kotrimoksasol 5 ml larutan pediatrik per oral 2 kali sehari selama 5


hari (2,5 ml jika berat < 6 kg)
b. Jika ada komplikasi: Ampisilin 50 mg/ kg IM/IV per 6 jam selama 2
hari, kemudian dilanjutkan dengan amoksisilin per oral 15 mg/kg
per 8 jam untuk 5 hari atau jika amoksisilin tidak tersedia lanjutkan
dengan ampisilin per oral 50 mg/ kg per 6 jam.
c. Ditambah dengan gentamisin 7,5 mg/kg IM/IV sekali sehari selama
7 hari.
d. Tidak ada

perbaikan

klinis

tambahkan:

mg/kg/IM/IV per 8 jam selama 5 hari.


Langkah 6 (Koreksi defisiensi mikronutrien)

15

Kloramfenikol

25

Anak dengan malnutrisi sering terjadi anemia, pada periode awal


(stabilisasi, transisi) tidak boleh diberikan preparat besi tetapi ditunggu
sampai anak memiliki nafsu makan baik dan dimulai saat berat badan
bertambah. Pemberian preparat besi dapat memperburuk keadaan infeksi
serta terjadinya reaksi oksidatif oleh besi yang akan merusak membran
sel dan berakibat fatal.
Pemberian pada hari I

Vitamin A per oral (dosis >12 bulan 200.000 SI, 6-12 bulan 100.000

SI, 0-5 bulan 50.000 IU) ditunda bila kondisi memburuk.


Asam folat 5 mg oral.

Pemberian harian selama 2 minggu:

Suplemen multivitamin.
Asam folat 1 mg/hari.
Zinc 2 mg/kgbb/hari.
Copper 0,3 mg/kgbb/hari.
Preparat besi 3 mg/kg/hari (pada fase rehabilitasi).

Langkah 7 (Pemberian makanan)


Pemberian makanan sebaiknya diberikan sedini mungkin setelah pasien
masuk. Hal-hal penting pemberian makanan pada fase stabilisasi adalah:

Pemberian makanan dengan porsi kecil dan sering dengan

osmolaritas rendah dan rendah laktosa (F75).


Pemberian makanan secara oral atau lewat pipa nasogastrik

(jangan lewat parenteral).


Energi: 80-100 kcal/kgbb/hari.
Protein: 1-1,5 g/kgbb/hari.
Cairan: 130 ml/kgbb/hari cairan (100 cc/kgbb/hari bila anak
mengalami edema berat).

Jadwal yang

direkomendasikan, dimana volume secara bertahap

ditingkatkan dan frekwensi secara bertahap dikurangi sebagai berikut:


Hari
Frekwensi Volume/kgbb/pemberian Volume/kg/hari
1-2
Tiap 2 jam
11 cc
130
3-5
Tiap 3 jam
16 cc
130
6-7+
Tiap 4 jam
22 cc
130
Jika karena sesuatu sebab (muntah, diare, letargi, dll) asupan tidak dapat
mencapai 80 kkal/kgbb/hari (jumlah minimal yang harus dicapai),

16

makanan harus diberikan melalui NGT untuk mencapai jumlaj asupan.


Jangan melebihi 100 kcal/kg/hari.
Langkah 8 (Mencapai kejar-tumbuh)
Formula yang dianjurkan pada fase ini adalah F100 yang mengandung
100 kkal/100ml dan 2,9 g protein/100 ml. Untuk mengubah dari pemberian
makanan awal ke makanan kejar tumbuh (Transisi) :

Ganti formula F75 dengan F100 dalam jumlah yang sama dalam 48

jam.
Kemudian volume ditambah bertahap sebanyak 10-15 ml per kali
(bila sulit dalam pelaksanaannya, kenaikan volume dapat dilakukan

per hari) hingga mencapai 150 kkal/kgbb/hari.


Energi: 100-150 kkal/kgbb/hari.
Protein: 2-3 g/kgbb/hari.
Bila anak masih mendapat ASI tetap berikan di antara pemberian
formula.

Monitor fase transisi terhadap tanda gagal jantung :


Bila frekwensi napas meningkat 5 kali atau lebih/menit dan
frekwensi nadi 25 atau lebih/menit selama dua kali pemantauan dalam 4
jam berturut-turut, kurangi volume per kali makan (berikan tiap 4 jam F100
16 ml/kgbb/makan selama 24 jam, kemudian 19 ml/kgbb/makan selama
24 jam, kemudian 22 ml/kgbb/makan selama 48 jam, kemudian tingkatkan
jumlah pemberian makan 10 ml tiap kali pemberian.
Setelah fase transisi, anak masuk ke fase rehabilitasi:

Lanjutkan menambah volume pemberian F100 hingga ada


makanan sisa yang tidak termakan oleh anak. Tahapan ini biasanya
terjadi pada saat pemberian makanan mencapai 30 ml/kgbb/makan

(200 ml/kgbb/hari).
Pemberian makanan yang sering sedikitnya tiap 4 jam.
Energi: 150-220 kcal/kg/hari.
Protein: 4-6 gram protein/kg/hari.
Bila anak masih mendapat ASI tetap diberikan diantara pemberian
formula.

Monitor kemajuan setelah transisi dengan menilai peningkatan berat


badan:
17

Timbang berat badan tiap pagi sebelum makan, plot pada formulir

pemantauan berat badan.


Tiap minggu hitung dan catat pertambahan berat badan dalam
satuan gram/kgbb/hari.

Bila kenaikan berat badan:

Buruk (<5 gram/kgbb/hari) anak perlu dilakukan penilaian ulang


secara menyeluruh, apakah target asupan makanan memenuhi

kebutuhan atau cek apakah ada tanda infeksi.


Sedang (5-10 gram/kgbb/hari), lanjutkan tatalaksana.
Baik (>10 gram/kgbb/hari), lanjutkan tatalaksana.

Langkah 9 (Memberikan stimuli fisik, sensorik dan dukungan


emosional)
Pada malnutrisi berat didapatkan perkembangan mental dan perilaku yang
terlambat, maka dari itu diperlukan:

Perawatan dengan kasih sayang.


Kegembiraan dan lingkungan nyaman.
Terapi bermain yang terstruktur 15-30 menit/hari.
Aktivitas fisik sesuai dengan kemampuan psikomotor anak.
Keterlibatan ibu (contoh kenyamanan, makan, mandi, bermain).

Langkah 10 (Persiapan tindak lanjut setelah perawatan)


Bila anak sudah mencapai persentil 90% BB/TB (setara -1SD) maka anak
sudah pulih dari keadaan malnutrisi, walaupun mungkin BB/U masih
rendah karena umumnya anak pendek (TB/U rendah). Pola makan yang
baik dan stimulasi fisik dan sensorik dapat dilanjutkan di rumah. Tunjukan
kepada orang tua atau pengasuh bagaimana:

Pemberian makan secara sering dengan kandungan energi dan

nutrien yang memadai.


Berikan terapi bermain yang terstruktur.

Saran untuk orang tua atau pengasuh:

Membawa anak kontrol secara teratur.


Memberikan imunisasi booster.
Memberikan vitamin A setiap 6 bulan.

2.8. Dampak Gizi Buruk


18

Gizi Buruk bukan hanya menjadi stigma yang ditakuti, hal ini tentu
saja terkait dengan dampak terhadap sosial ekonomi keluarga maupun
negara, di samping berbagai konsekuensi yang diterima anak itu sendiri.
Kondisi gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan sistem, karena
kondisi gizi buruk ini juga sering disertai dengan defisiensi (kekurangan)
asupan mikro/makro nutrien lain yang sangat diperlukan bagi tubuh. Gizi
buruk akan memporak porandakan sistem pertahanan tubuh terhadap
mikroorganisme maupun pertahanan mekanik sehingga mudah sekali
terkena infeksi.
Secara garis besar, dalam kondisi akut, gizi buruk bisa mengancam
jiwa karena berberbagai disfungsi yang di alami, ancaman yang timbul
antara lain hipotermi (mudah kedinginan) karena jaringan lemaknya tipis,
hipoglikemia (kadar gula dalam darah yang dibawah kadar normal) dan
kekurangan elektrolit dan cairan tubuh. Jika fase akut tertangani dan
namun tidak di follow up dengan baik akibatnya anak tidak dapat catch
up dan mengejar ketinggalannya maka dalam jangka panjang kondisi ini
berdampak buruk terhadap pertumbuhan maupun perkembangannya.
Akibat gizi buruk terhadap pertumbuhan sangat merugikan performance
anak, akibat kondisi stunting (postur tubuh kecil pendek) yang
diakibatkannya dan perkembangan anak pun terganggu. Efek malnutrisi
terhadap perkembangan mental dan otak tergantung dangan derajat
beratnya, lamanya dan waktu pertumbuhan otak itu sendiri. Dampak
terhadap pertumbuhan otak ini menjadi fatal karena otak adalah salah
satu aset yang vital bagi anak.
Beberapa penelitian menjelaskan, dampak jangka pendek gizi buruk
terhadap perkembangan anak adalah anak menjadi apatis, mengalami
gangguan bicara dan gangguan perkembangan yang lain. Sedangkan
dampak jangka panjang adalah penurunan skor tes IQ, penurunan
perkembangan

kognitif,

penurunan

integrasi

sensori,

gangguan

pemusatan perhatian, gangguan penurunan rasa percaya diri dan tentu


saja merosotnya prestasi anak (Watson, 2008).
2.9. Definisi Pertumbuhan dan Perkembangan Anak

19

Istilah tumbuh kembang terdiri atas dua peristiwa yang sifatnya


berbeda tetapi saling berkaitan dan sulit untuk dipisahkan, yaitu
pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan (growth) berkaitan
dengan masalah perubahan ukuran, besar, jumlah atau dimensi pada
tingkat sel, organ maupun individu. Pertumbuhan bersifat kuantitatif
sehingga dapat diukur dengan satuan berat (gram, kilogram), satuan
panjang (cm, m), umur tulang, dan keseimbangan metabolik (retensi
kalsium dan nitrogen dalam tubuh). Perkembangan(development) adalah
pertambahan kemampuan struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks.
Perkembangan menyangkut adanya proses diferensiasi sel-sel, jaringan,
organ, dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga
masing-masing dapat memenuhi fungsinya. (Soetjiningsih, 2008).
Pertumbuhan mempunyai ciri-ciri khusus, yaitu perubahan ukuran,
perubahanproporsi, hilangnya ciri-ciri lama, serta munculnya ciri-ciri baru.
Keunikan pertumbuhan adalah mempunyai kecepatan yang berbeda-beda
di setiap kelompok umur dan masing masing organ juga mempunyai
pola pertumbuhan yang berbeda. Terdapat 3 periode pertumbuhan cepat,
yaitu masa janin, masa bayi 0 1 tahun, dan masa pubertas.
Proses perkembangan terjadi secara simultan dengan pertumbuhan,
sehingga

setiap

pertumbuhan

disertai

dengan

perubahan

fungsi.

Perkembangan merupakan hasil interaksi kematangan susunan saraf


pusat dengan organ yang dipengaruhinya. Perkembangan fase awal
meliputi beberapa aspek kemampuan fungsional, yaitu kognitif, motorik,
emosi, sosial, dan bahasa. Perkembangan pada fase awal ini akan
menentukan perkembangan fase selanjutnya. Kekurangan pada salah
satu aspek perkembangan dapat mempengaruhi aspek lainnya.
2.10. Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Tumbuh kembang anak berlangsung secara teratur, saling berkaitan,
dan berkesinambungan dimulai sejak pembuahan sampai dewasa.
Walaupun terdapat variasi, namun setiap anak akan melewati suatu pola
tertentu. Tanuwijaya (2003) memaparkan tentang tahapan tumbuh

20

kembang anak yang terbagi menjadi dua, yaitu masa pranatal dan masa
postnatal. Setiap masa tersebut memiliki ciri khas dan perbedaan dalam
anatomi, fisiologi, biokimia, dan karakternya.
Masa pranatal adalah masa kehidupan janin di dalam kandungan.
Masa ini dibagi menjadi dua periode, yaitu masa embrio dan masa fetus.
Masa embrio adalah masa sejak konsepsi sampai umur kehamilan 8
minggu, sedangkan masa fetus adalah sejak umur 9 minggu sampai
kelahiran.
Masa postnatal atau masa setelah lahir terdiri dari lima periode.
Periode pertama adalah masa neonatal dimana bayi berusia 0 - 28 hari
dilanjutkan masa bayi yaitu sampai usia 2 tahun. Masa prasekolah adalah
masa anak berusia 2 6 tahun. Sampai dengan masa ini, anak laki-laki
dan perempuan belum terdapat perbedaan, namun ketika masuk dalam
masa selanjutnya yaitu masa sekolah atau masa pubertas, perempuan
berusia 6 10 tahun, sedangkan laki-laki berusia 8 - 12 tahun. Anak
perempuan memasuki masa adolensensi atau masa remaja lebih awal
dibanding anak laki-laki, yaitu pada usia 10 tahun dan berakhir lebih cepat
pada usia 18 tahun. Anak laki-laki memulai masa pubertas pada usia 12
tahun dan berakhir pada usia 20 tahun.
2.11. Faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan
Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
anak. Secara garis besar faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi 2
golongan,

yaitu

faktor

dalam

(internal)

dan

faktor

luar

(eksternal/lingkungan). Pertumbuhan dan perkembangan merupakan hasil


interaksi dua faktor tersebut.
Faktor internal terdiri dari perbedaan ras/etnik atau bangsa, keluarga,
umur, jenis kelamin, kelainan genetik, dan kelainan kromosom. Anak yang
terlahir dari suatu ras tertentu, misalnya ras Eropa mempunyai ukuran
tungkai yang lebih panjang daripada ras Mongol. Wanita lebih cepat
dewasa dibanding laki-laki. Pada masa pubertas wanita umumnya tumbuh
lebih cepat daripada laki-laki, kemudian setelah melewati masa pubertas
sebalinya laki-laki akan tumbuh lebih cepat. Adanya suatu kelainan

21

genetik

dan

kromosom

dapat

mempengaruhi

pertumbuhan

dan

perkembangan anak, seperti yang terlihat pada anak yang menderita


Sindroma Down.
Selain faktor internal, faktor eksternal/lingkungan juga mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak. Contoh faktor lingkungan yang
banyak mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak adalah gizi,
stimulasi, psikologis, dan sosial ekonomi.
Gizi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap proses
tumbuh kembanganak. Sebelum lahir, anak tergantung pada zat gizi yang
terdapat dalam darah ibu. Setelah lahir, anak tergantung pada tersedianya
bahan makanan dan kemampuan saluran cerna. Hasil penelitian tentang
pertumbuhan anak Indonesia (Sunawang, 2002) menunjukkan bahwa
kegagalan pertumbuhan paling gawat terjadi pada usia 6-18 bulan.
Penyebab gagal tumbuh tersebut adalah keadaan gizi ibu selama hamil,
pola makan bayi yang salah, dan penyakit infeksi.
Perkembangan anak juga dipengaruhi oleh stimulasi dan psikologis.
Rangsangan/stimulasi khususnya dalam keluarga, misalnya dengan
penyediaan alat mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibu dan anggota
keluarga lain akan mempengaruhi anak dalam mencapai perkembangan
yang optimal. Seorang anak yang keberadaannya tidak dikehendaki oleh
orang tua atau yang selalu merasa tertekan akan mengalami hambatan di
dalam pertumbuhan dan perkembangan.
Faktor lain yang tidak dapat dilepaskan dari pertumbuhan dan
perkembangan anak adalah faktor sosial ekonomi. Kemiskinan selalu
berkaitan dengan kekurangan makanan, kesehatan lingkungan yang jelek,
serta kurangnya pengetahuan. (Tanuwijaya, 2009).
2.12. Gangguan Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Masalah yang sering timbul dalam pertumbuhan dan perkembangan anak
meliputi gangguan pertumbuhan fisik, perkembangan motorik, bahasa,
emosi, dan perilaku.
1. Gangguan Pertumbuhan Fisik

22

Gangguan pertumbuhan fisik meliputi gangguan pertumbuhan di atas


normal dan gangguan pertumbuhan di bawah normal. Pemantauan berat
badan menggunakan KMS (Kartu Menuju Sehat) dapat dilakukan secara
mudah untuk mengetahui pola pertumbuhan anak. Menurut Soetjiningsih
(2008) bila grafik berat badan anak lebih dari 120% kemungkinan anak
mengalami obesitas atau kelainan hormonal. Sedangkan, apabila grafik
berat badan di bawah normal kemungkinan anak mengalami kurang gizi,
menderita penyakit kronis, atau kelainan hormonal. Lingkar kepala juga
menjadi salah satu parameter yang penting dalam mendeteksi gangguan
pertumbuhan

dan

perkembangan

anak.

Ukuran

lingkar

kepala

menggambarkan isi kepala termasuk otak dan cairan serebrospinal.


Lingkar kepala yang lebih dari normal dapat dijumpai pada anak yang
menderita hidrosefalus, megaensefali, tumor otak ataupun hanya
merupakan variasi normal. Sedangkan apabila lingkar kepala kurang dari
normal dapat diduga anak menderita retardasi mental, malnutrisi kronis
ataupun hanya merupakan variasi normal. Deteksi dini gangguan
penglihatan dan gangguan pendengaran juga perlu dilakukan untuk
mengantisipasi terjadinya gangguan yang lebih berat. Jenis gangguan
penglihatan yang dapat diderita oleh anak antara lain adalah maturitas
visual yang terlambat, gangguan refraksi, juling, nistagmus, ambliopia,
buta warna, dan kebutaan akibat katarak, neuritis optik, glaukoma, dan
lain sebagainya. (Soetjiningsih, 2003). Sedangkan ketulian pada anak
dapat dibedakan menjadi tuli konduksi dan tuli sensorineural Menurut
Hendarmin (2000), tuli pada anak dapat disebabkan karena faktor prenatal
dan postnatal. Faktor prenatal antara lain adalah genetik dan infeksi
TORCH yang terjadi selama kehamilan. Sedangkan faktor postnatal yang
sering mengakibatkan ketulian adalah infeksi bakteri atau virus yang
terkait dengan otitis media.
2. Gangguan perkembangan motorik
Perkembangan motorik yang lambat dapat disebabkan oleh beberapa
hal. Salah satu penyebab gangguan perkembangan motorik adalah
kelainan tonus otot atau penyakit neuromuskular. Anak dengan serebral

23

palsi dapat mengalami keterbatasan perkembangan motorik sebagai


akibat spastisitas, athetosis, ataksia, atau hipotonia. Kelainan sumsum
tulang

belakang

seperti

spina

bifida

juga

dapat

menyebabkan

keterlambatan perkembangan motorik. Penyakit neuromuscular sepeti


muscular distrofi memperlihatkan keterlambatan dalam kemampuan
berjalan. Namun, tidak selamanya gangguan perkembangan motorik
selalu didasari adanya penyakit tersebut. Faktor lingkungan serta
kepribadian anak juga dapat mempengaruhi keterlambatan dalam
perkembangan motorik. Anak yang tidak mempunyai kesempatan untuk
belajar seperti sering digendong atau diletakkan di baby walker dapat
mengalami keterlambatan dalam mencapai kemampuan motorik.
3. Gangguan perkembangan bahasa
Kemampuan

bahasa

merupakan

kombinasi

seluruh

system

perkembangan anak. Kemampuan berbahasa melibatkan kemapuan


motorik, psikologis, emosional, dan perilaku (Widyastuti, 2008). Gangguan
perkembangan bahasa pada anak dapat diakibatkan berbagai faktor, yaitu
adanya faktor genetik, gangguan pendengaran, intelegensia rendah,
kurangnya interaksi anak dengan lingkungan, maturasi yang terlambat,
dan faktor keluarga. Selain itu, gangguan bicara juga dapat disebabkan
karena adanya kelainan fisik seperti bibir sumbing dan serebral palsi.
Gagap juga termasuk salah satu gangguan perkembangan bahasa yang
dapat disebabkan karena adanya tekanan dari orang tua agar anak bicara
jelas (Soetjingsih, 2008).
4. Gangguan Emosi dan Perilaku
Selama tahap perkembangan, anak juga dapat mengalami berbagai
gangguan yang terkait dengan psikiatri. Kecemasan adalah salah satu
gangguan yang muncul pada anak dan memerlukan suatu intervensi
khusus apabila mempengaruh interaksi sosial dan perkembangan anak.
Contoh kecemasan yang dapat dialami anak adalah fobia sekolah,
kecemasan berpisah, fobia sosial, dan kecemasan setelah mengalami
trauma. Gangguan perkembangan pervasif pada anak meliputi autisme
serta gangguan perilaku dan interaksi sosial. Menurut Widyastuti (2008)

24

autism adalah kelainan neurobiologist yang menunjukkan gangguan


komunikasi,

interaksi,

dan

perilaku.

Autisme

ditandai

dengan

terhambatnya perkembangan bahasa, munculnya gerakan-gerakan aneh


seperti berputar-putar, melompat-lompat, atau mengamuk tanpa sebab.

DAFTAR PUSTAKA
Beck, Mary E. 2009. Ilmu Gizi dan Diet Hubungannya dengan Penyakitpenyakit untuk Perawat dan Dokter. Jakarta : Yayasan Essentia Medico.
Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Bina Kesehatan
Masyarakat Direktorat Gizi Masyarakat. Pedoman Respon Cepat
Penanggulanagn Gizi Buruk. 2008.
Lubis NU, Marsida AY. Penanatalaksanaan Busung Lapar Pada Balita.
Langsa: Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSU Langsa. 2009.
Mansjoer, dkk. 2010, Kapita Selekta Kedokteran, ed.3, Media Aesculapius,
Jakarta.
Miller, Michael Krawinkel. Malnutrition and Health in Developing Countries.
CMAJ. AUG. 2, 2009; 173 (3) 279. CMA Media Inc. Or its Licencors.
Santosa, Sugeng. 2009. Kesehatan dan Gizi. Jakarta: PT.Rieneka Cipta.
Sjarif Rusli D,dkk. 2011. Buku ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit
Metabolik. Cetakan pertama. Jakarta: Badan penerbit IDAI.
Solihin Pudjiadi. Ilmu Gizi Klinis Pada Anak. Edisi Keempat. 2009. FKUI.
Jakarta.

25

Soetjiningsih. 2008. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.


Tanuwijaya, S. 2009. Konsep Umum Tumbuh dan Kembang. Jakarta: EGC
Watson, Roger. 2008. Perawatan Pada Anak. Jakarta : EGC
Widyastuti, D, dan Widyani, R. 2008. Panduan Perkembangan Anak 0
Sampai 1 Tahun. Jakarta: Puspa Swara.
WHO. 2014. Child Growth Standards. Dikutip dari
http://www.who.int/childgrowth/standards/cht_wfa_boys_z_0_5.pdf
diakses pada tanggal [03/01/2014]

26

You might also like