You are on page 1of 73

THE SUPER TEAM

HSC - DIGESTIVE SYSTEM


YEAR 2013
Editor
Publisher

: R. Bagas Wicaksono
: Go Ferra Marchella

Author
1. R. Bagas Wicaksono
2. Lannida
3. Kelly Julianti
4. Sendyka Rinduwastuty
5. Go Ferra Marchella
6. Gagah Baskara Adi Nugraha
7. Fitriani Nurnadziah

- G1A011006
- G1A011008
- G1A011018
- G1A011038
- G1A011061
- G1A011108
- G1A011118

BOOK CONTENT
Basic Physiology in Fun Way.........................................02
Appendisitis..................................................................12
Colitis............................................................................15
Diare Akut.....................................................................20
Hepatitis A....................................................................26
Hepatitis B....................................................................30
Hepatitis C....................................................................34
Hepatitis D....................................................................40
Hernia...........................................................................47
Hipertensi Portal...........................................................52
Sirosis Hepatis..............................................................55

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

- Dilindungi UU HAK CIPTA

Basic Physiology In Fun Way


By : R. Bagas Wicaksono
CAUTION !!WAJIB TETEP BACA MARTINI GUYTON SHERWOOD!!
FUNGSI GASTROINTESTINAL
1. Motilitas (pergerakan)
a. ingesti (masukin makanan)
b. mastikasi (mengunyah+ludah)
c. deglutisi (menelan)
d. peristaltis (kontraksi rythmic wave)
2. Sekresi
a. eksokrin (HCl, H2O, HCO3-, bile, lipase, pepsin, amilase, tripsin, elastase,
histamin)
b. endokrin (gastrin, secretin, guanylin, somatostatin, CCK, GIP, GLP-1, VIP)
3. Digesti (memecah secara kimiawi menjadi subunit)
4. Absorpsi (masuknya subunit ke darah atau limfe)
5. Storage dan Eliminase (untuk makanan yang gak bisa di digesti)
REGULASI
1. Regulasi Neural
Reseptornya mekanoreseptor, osmoreseptor, kemoreseptor
a. long reflex
via saraf ekstrinsik, terlibat jalur otonom ke CNS (SSP)
b. short reflex
dipengaruhi plexus myenteric saraf di dinding, mempengaruhi motilitas +
sekresi enzim dan hormon
2. Regulasi Hormonal
terdapat 18 hormon
oleh sel neuroendokrin sekresi peptida bersirkulasi mempengaruhi all
digestive aspect
a. gastrin
-

dari lambung (sel enteroendokrin)

stimulus : asam amino. peptida, saraf parasimpatis

inhibitor : asam

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

- Dilindungi UU HAK CIPTA

b. CCK (kolesitokinin)
-

di usus halus

stimulus : asam amino, asam lemak

c. secretin
-

di usus halus juga

stimulus : asam

d. GIP
-

yang ini masih di usus halus jugaa

stimulus : glukosa dan lemak

3. Regulasi Mekanisme Lokal


oleh prostaglandin, histamin, substansi kimia. disekresikan ke cairan interstitial
(antar sel) untuk menanggapi pH lokal dan rangsangan fisik/kimia.
PERGERAKAN MAKANAN
otot polos kontraksi ritmik
sel pacesetter muskularis mukosa dan muskularis externa
Macam gerakan :
1. peristaltik
bolus makanan menyebabkan :
a. distensi mekanik dan
b. iritasi mukosal
keduanya merangsang saraf enteric afferent memberi dua efek :
a. eksitatorik (kontraksi otot di atas bolus, melibatkan ACh, Substansi P) dan
b. inhibitorik (kontraksi otot di bawah bolus, melibatkan NO, peptida, ATP)
2. segmentasi
di usus halus dan usus besar
gerakan mengocok menyebabkan bolus terfragmentasi ditambah juga sama
sekret usus
a. fase cephalic
sebelum makan, ada sesuatu yang merangsang indra via parasimpatis
saraf enteric sebabkan peningkatan sekresi HCl
b. fase gastric
tepat baru saja makan, ada tiga stimulus :

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

- Dilindungi UU HAK CIPTA

1) distensi (peregangan), 2) peptida yang meningkat, dan 3) penurunan


konsentrasi asam
ketiganya menyebabkan reflex saraf di GIT sekresi gastrin peningkatan
HCl

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

- Dilindungi UU HAK CIPTA

c. fase intestinal
di duodenum, untuk menngontrol laju kimus masuk duodenum
1) distensi duodenum short reflex regulasi neural
2) asam, karbohidrat, lemak stimulasi CCK, GIP, secretin regulasi
hormonal primer
3) protein dan peptida yg belum kecerna gastrin muncul regulasi
hormonal sekunder
ceritanya begini :
Nervus Vagus
di duodenum ada
medulla
:
oblongata
local reflex
- pH <2
- ada lipid
menghambat
gastrin
yang tadinya
di duodenum
sebabkan
pelepasan
secretin, GIP, CCK

Nervus Vagus

menghambat
potensial aksi
motorik sehingga
gaster gak
sekresi terus

REFLEKS ENTEROGASTRIK
adanya kimus di duodenum menyebabkan :
1. Distensi, iritasi, perubahan pH dan osmolalitas, serta pemecahan subunit
2. Inisiasi reflex saraf (duodenal ke gaster) sebabkan perlambatan pengosongan
lambung oleh enteric nervous system (ENS) dan CNS melalui dua cara :
a. peningkatan tonus sphincter pilorus gaster
b. inhibisi kontraksi propulsif di antrum gaster
CAVUM BUCCALIS
Fungsi
1. analisis sensorik makanan
2. prosesor mekanik (melalui gigi, lidah, dan palatum) mastikasi dengan oklusal
dentis
3. lubrikasi dengan mukus dan sekresi saliva (parotid, sublingual, submandibular)
4. digesti terbatas karbohidrat dan lipid
Anatomi Dasar
1. batas superiornya palatum durum et mole. batas inferiornya glossus.
2. m. glossus intrinsik et ekstrinsik dipersarafi N. Hypoglossus

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

- Dilindungi UU HAK CIPTA

3. gigi menempel ke alveolus, dilekatkan ligamentum periodontal. struktur dasar gigi


= dentin. mahkota diselubungi enamel. akar diselubungi cementum.
4. anak = 20 gigi susu. dewasa = 32 gigi.
Bolus ke faring karena kontraksi m.constrictor pharyngeal dan m.pallatal serta
elevasi laring
ESOPHAGUS
mukosa = epitel squamous complex non keratinosum.
sekresi mukus oleh glandula esofageal di submukosa melindungi friksi saat
makanan lewat
deglutisi (penelanan) dibagi jadi :
1. fase bukal
2. fase faringeal
3. fase esofageal
mula-mula terjadi pemadatan bolus bergerak ke faring diikuti elevasi laring,
refleksi epiglottis dan penutupan glottis saat sphincter esofagus superior terbuka,
bolus masuk bergerak secara peristaltik melalui hiatus esofagus di diafragma
menuju sphincter esofageal inferior gaster
GASTER
bisa distensi maksimal dan melanjutkan isinya ke duodenum
1. Regio
cardia, fundus, corpus, pilorus.
2. Fungsi
a. penyimpanan makanan
b. mulai mencerna protein pertama kali
c. membunuh bakteri
d. menggerakkan kimus ke duodenum
e. produksi faktor intrinsik
3. Kontraksi
berguna untuk mencampur kimus dengan sekret gaster serta mendorong kimus ke
duodenum
4. Mukosa Gaster
memiliki gastric pits (parit-parit di jonjot) dan gastric glands (di dalamnya pits)
5. Sel yang Berperan dan Sekretnya
a. sel goblet (mucus)
Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

- Dilindungi UU HAK CIPTA

b. sel parietal (HCl dan faktor intrinsik)


c. sel chief (pepsinogen) nanti akan menjadi pepsin setelah kontak dengan HCl
d. enterochromaffin-like cell (histamin, serotonin)
e. sel G (gastrin)
f.

sel D (somatostatin)

g. sel gaster itu sendiri (ghrelin)

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

- Dilindungi UU HAK CIPTA

6. Mekanisme Produksi HCl


gastrin dan Ach stimulasi histamin sel parietal terjadi dua proses :
a. transpor aktif H+/ K+ ATP ase H+ ke lumen
b. di membran basolateral sel parietal difusi ion Cl- dari kapiler bersama ion
HCO3 keluar menuju kapiler
nah si ion H+ dan ion Cl- bertemu dan bersatu jadi HCl asam lambung
7. Fungsi HCl :
a. bikin gaster asam
sehingga terjadi denaturasi protein tersier agar mudah dicerna
b. activate pepsinogen jadi pepsin saat pH 2.0
8. Digesti dan Absorpsi
a. protein setengahnya dicerna oleh pepsin
b. karbohidrat oleh ptialin di gaster (tetapi cepat inaktif karena pH asam)
c. alkohol dan aspirin (langsung terdenaturasi)
9. Mekanisme Proteksi
a. mucus (ada ion basa HCO3- untuk menetralisir asam lambung)
b. tight junction sel epitel cegah difusi HCl
c. sel parietal dan sel chief impermeabel terhadap HCl
d. sel cepat membelah (seluruh epitel hanya butuh 3 hari)
e. prostaglandin (menghambat sekret dari gaster)
USUS HALUS duodenum, jejunum, ileum
mukosanya memiliki plika sirkularis dan di plikanya terdapat vili intestinalis.
setiap vili punya ujung limfatik yang disebut lakteal.
ada kantung di usus halus yang disebut glandula intestinal (diselubungi oleh
enteroendocrine-cell, mucous, dan stem-cell).
ileum meiliki noduli limfatici yang khas bernama plak peyer! (didekat pintu masuk
kolon)
ada 3 getah pencernaan yang masuk ke usus halus yaitu :
1. Getah usus halus (1,8 L per hari) asalnya adalah :
a. Kel. Brunner di mukosa duodenum
sekresi mucus (untuk lindungi mukosa dari HCl dan pepsin) serta buffer HCO 3(netralkan pH). tidak lupa sekresi hormon urogastrone.
b. Kripte Lieberkuhn
isinya enzim + isotonik + alkalin (basa)
Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

- Dilindungi UU HAK CIPTA

c. Enterosit vili
amilase + enterokinase + lipase + peptidase + disakaridase
tidak ke lumen tetapi langsung bekerja saat absorpsi (jadi tetap di enterosit
vili!)
2. Getah pankreas (1,5 L per hari)
bikarbonat + elektrolit (Na, K, Cl) + enzim
fungsi :
a. endokrin (insulin dan glukagon)
b. eksokrin (oleh sel asinus yang mengeluarkan enzim dan sel epitel yang
mengeluarkan air dan ion untuk mengencerkan dan sebagai buffer)
pengaturan kimus di duodenum merangsang :
a. sekretin dari pankreas untuk buffer air (pH 7,5-8,8), buffer HCO 3-, dan buffer
fosfat
b. kolesistokinin (CCK) yaitu enzim dari pankreas
3. Enzim Pankreatik
enzimnya : CARLiT disekresikan sebagai zat inaktif (zymogen) u/ hindari
autodigest.
a. Carboxypeptidase (memutuskan ujung karboksil protein)
b. Amylase (ubah polisakarida glukosa dan maltosa)
c. Ribonuclease (ubah jadi mononucleatid, hancurkan DNA RNA gitu)
d. Lipase (ubah lemak asam lemak dan monogliserida)
e. Trypsin (ubah protein fragmen peptida)
aktivasi :
trypsinogen (diubah enteropeptidase) jadi trypsin lalu mengaktivasi enzimenzim lain.
{ingat, ada juga trypsin inhibitor untuk hambat trypsinogen!}
fase untuk sekresi :
a. cephalic (15%) = sekresi enzim ke acini, dimediasi N.X
b. gastric (15%)

= distensi gaster, oleh refleks N.X juga, melibatkan gastrin

c. intestinalis (70%)

= jika asam sekresi HCO3-.

Sel S secretin ductus pancreaticus


Sel I CCK disekresikan jika ada stimulus asam lemak atau pepton
stimulan enzim pankreatik ada 4 :
a. Asetilkolin (ACh) - melibatkan N.X, kolinergik, parasimpatik myenteric
b. Gastrin - saat fase gastric, oleh sekresi gaster
Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

- Dilindungi UU HAK CIPTA

c. CCK - saat makanan masuk intestinum


d. Secretin - via cAMP di sel duktus, meningkatkan HCO 3-

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

10

- Dilindungi UU HAK CIPTA

HEPAR
melakukan metabolisme dan regulasi hematologis serta memproduksi getah empedu
(bile).
lobuli hepatis duktus yang mengalirkan empedu duktus hepatis komunis
bertemu duktus sistikus (cysticus) bersatu jadi duktus biliaris komunis ke
duodenum via papila vater
lobulus memiliki hepatosit, bile canaliculi, bile ducts. duktus tersebut akan membawa
empedu ke area portal.
garam empedu akan memecah tetes lemak yang besar disebut emulsifikasi
sehingga tetes lemak yang lebih kecil ini akan dapat diproses oleh lipase (dari
pankreas)
hepar menerima semua darah dari tractus digestivus metabolisme, menyimpan
nutrien-vitamin-mineral yang berlebihan memobilisasi penyimpanan, mensintesis
nutrien yang dibutuhkan, dan membuang produk sisa
tugas hepar secara hematologis monitor darah yang bersirkulasi (dengan melihat
fagosit dan APC), mensintesis protein plasma, membuang hormon dan antibodi dari
sirkulasi, serta pembuangan/penyimpanan toksin
empedu terdiri atas : air, ion, bilirubin, kolesterol, dan garam empedu
vesica fellea menyimpan, memodifikasi, dan mengkonsentrasikan empedu
REFLEX
1. reflex gastroenteric diinisiasi reseptor regangan di gaster stimulasi
motilitas dan sekresi di sepanjang usus halus
2. reflex gastroileal memicu relaksasi valvula ileocecalis
kimus diam di ujung ileum tunggu sampai kita makan lagi apabila ada
gerakan peristaltis baru si kimus geser ke caecum
jika ada makanan di ileum motilitas berjalan lambat dahulu nih sehingga bisa
transit lama untuk dicerna = ileal break baru bisa di absorbsi
absorpsi usus halus EFISIEN apabila:
1. bentuk hasil pencernaan baik
2. permukaan absorpsi mencukupi
3. transit time di usus halus mencukupi
4. adanya cofactor atau spesific carrier untuk membantu absorpsi

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

11

- Dilindungi UU HAK CIPTA

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

12

- Dilindungi UU HAK CIPTA

ABSORPSI AIR DAN ELEKTROLIT


air membran intestinal (sangat permiabel terhadap air) terkait gradien osmotik
memudahkan nutrien diserap jejunum
elektrolit

via

brush

border

(permukaan

luas,

terdapat

kanal

Na-Nutrien

Cotransporter) tepatnya di Na-K-ATPase memompa Na ke darah


1200 ml air cair dan 800 gr air dalam bentuk padatan dlm makanan ingesti
kemudian ditambah 1500 ml saliva + 2000 ml gastric juice + 500 ml empedu + 1500
ml getah pankreas + 1500 ml getah intestinal = 9000 ml!!
9000 ml H2O ke usus halus 6700 ml ke darah lalu ke colon reabsorpsi kembali
1400 ml dari colon ke darah sisanya 100 ml dibuang dalam feses dan 50 gram
dalam solid
ABSORPSI KARBOHIDRAT (300 gram per hari)
enzim pankreas nggak bisa mecah oligosakarida. yang bisa = BRUSH BORDER karena
punya oligosakaridase antara lain laktase, sukrase isomaltase, maltase. BRUSH BORDER
menghasilkan hasil digesti berupa glukosa (ke SGLT1), galaktosa (ke SGLT 1), dan
fruktosa (ke GLUT 5). Kesemuanya ke GLUT2 baru menuju vena portal maupun liver.
1. polisakarida = 64% pati + 0,5% glikogen
2. disakarida = 26% sukrosa + 6,5% laktosa + 3% maltosa
3. hidrolisis lengkap jadi monosakarida = 80% glukosa + 14% fruktosa + 5%
galaktosa sel kapiler
ABSORPSI LEMAK (60-100 gr / hari)
lipid (triasilgliserol) di mulut ketemu enzim lipase lingual di usus halus ketemu
enzim lipase pankreas menjadi ASAM LEMAK dan GLISEROL bersama garam empedu
membentuk misel (emulsi yang halus) as.lemak dan gliserol berdifusi dari misel ke
sitoplasma epitel intestinal terbentuk TRIGLISERID ditambah steroid kolesterol +
fosfolipid jadi kilomikron eksositosis interstitil melalui lakteal ke pembuluh limfe.
ABSORPSI PROTEIN (>100 gram)
butuh pH rendah, pepsin, dan protease dari pankreas lainnya.
oligopeptida ketemu pepsin di lambung ketemu karboksi peptidase dan tripsin,
kimotripsin, elastase di usus halus (merupakan protease dari pankreas) jadi asam
amino masuk kapiler darah

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

13

- Dilindungi UU HAK CIPTA

INGAT! pepsin berasal dari zimogen. pepsin terdiri dari :


>> endopeptidase (ikatan peptida tengah)
>> eksopeptidase (ikatan ujung karboksil/amino)
RESUME ABSORPSI DI USUS HALUS
Na+

: difusi/kotranspor/transpor aktif (melibatkan aldosteron)

Ca2+

: transpor aktif (melibatkan calcitriol, PTH)

K+

: difusi

Mg2+

: transpor aktif

Fe

2+

: transpor aktif (nanti jadi ferritin)

Cl-, I-, HCO3-, NO3-

: difusi/mediasi carrier

PO43-, SO42-

: transpor aktif

vitamin larut air

: difusi (terkait gradien konsentrasi)

vitamin B12

: transpor aktif (terkait faktor intrinsik)

vitamin larut lemak: difusi (dari misel)


monosakarida
asam amino

: difusi terfasilitasi/transpor aktif/via Na


: endositosis/eksositosis/ transpor aktif/via Na

asam lemak, gliserol

: difusi

USUS BESAR caecum, colon ascendens, colon transversum, colon


descendens, colon sigmoid
batas dengan usus halus adalah valvula ileocaecalis
caecum : mewadahi bahan-bahan dari ileum kemudian memadatkannya
(compaction)
colon : diameternya besar, ada haustra coli dan taenia coli, serta fatty appendices.
rectum : terminal! berlanjut ke canalis analis trus ke anus
simpan feses
absorpsi air (osmosis), elektrolit, dan vitamin (oleh bakteri) vitamin K (larut
lemak, untuk bantu koagulasi), biotin (larut air, metabolic glukosa), vitamin B5 (larut
air, untuk steroid, neurotransmitter)
bilirubin di colon oleh bakteri diubah jadi :
1. urobilinogen ke sirkulasi darah lagi ke urine kuning merona
2. sterkobilinogen mewarnai feses coklat kuning spesial
sekresi :
1. mukus oleh sel goblet untuk pelumas gerakan feses
Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

14

- Dilindungi UU HAK CIPTA

2. HCO3- untuk seimbangkan asam yg diproduksi bakteri normal


bakteri kolon memetabolisme :
1. selulosa
2. karbohidrat
3. peptida menjadi NH3, indol, dan skatol
juga terbentuk gas methana, H2S FLATUS :3

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

15

- Dilindungi UU HAK CIPTA

sphincter
1. ani internal : involunter, otot polos, kontraksi tonis
2. ani external : volunter, skelet, diatur N. Pudendal (S2-S4)
gerakan colon (frekuensi rendah 3-4x per hari)
1. mass movement (ke distal s.d. defekasi alias BAB)
stimulusnya = kimus di lambung dan duodenum = reflex gastrokolon jadi
bergerak ke rectum
integrasi = plexus enteric
2. feses di rectum
ada massa di rectum distensi ditangkap reseptor regangan relaksasi
sphincter ani internal kontraksi rectum & sigmoid relaksasi sphincter ani
external defekasi!
= dibantu oleh kontraksi musculus dinding abdomen, ekspirasi paksa, dan
penutupan glotis (sehingga tekanan intra abdomen meningkat)
PENUAAN
1. pembelahan epitel menurun
2. tonus otot polos menurun
3. kerusakan kumulatif
4. rentan terjadi keganasan
5. mempengaruhi dan dipengaruhi oleh sistem lain

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

16

- Dilindungi UU HAK CIPTA

Appendisi
tis
A. Definisi

By : R Bagas
Wicaksono

appendisitis = radang appendix

appendix = organ berukuran 3-15 cm, berpangkal di caecum, regio inguinalis


dextra, digantung oleh messoapendix, terletak intraperitoneal

inervasi appendix : nervus vagus (parasimpatis) dan N. Thoracalis X (simpatis)

diperdarahi oleh A. appendicularis

B. Etiologi obstruksi lumen appendix et causa:


1. fechalit / fekalit (feses yang mengeras) - paling SERING
2. hipertrofi jaringan limfoid
3. barium meal
4. cacing -_5. carcinoma caecum
6. sekresi mukosa persisten distensi, inflamasi, ada pertumbuhan bakteri
berlebihan s.d. iskemia, progresivitas gangren, perforasi :o
C. Patomekanisme

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

17

- Dilindungi UU HAK CIPTA

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

18

- Dilindungi UU HAK CIPTA

D. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
- nyeri, awalnya di epigastrium menjalar ke umbilikal
- nausea, anorexia, vomitus
- setelah 2-12 jam, nyeri terlokalisir di regio kanan bawah
- bisa ada malaise, febris, konstipasi, atau bahkan diarePemeriksaan Fisik
- suhu & nadi
- nyeri titik Mc. Burney (+)
- tahanan otot dinding abdomen dan rebound tenderness
- Rousing sign (+) yaitu nyeri di regio kanan bawah saat palpasi di regio kiri
bawah
- Psoas sign (+) yaitu nyeri saat paha kanan diberi tahanan dimana panggul
kanan hiperekstensi
- Obturator sign (+) yaitu nyeri saat endotorsi dan fleksi sendi panggul kanan
dimana pasien supinasi.
2. Pemeriksaan Penunjang
- leukositosis ringan (10-20ribu/ml), neutrofilia
- urinalisis tanpa kelainan
- foto polos abdomen terdapat local ileus di kuadran kanan bawah, terdapat
fekalit radioopaque
- USG abdomen (setelah ada infiltrat apendikularis)
- barium enema (hanya jika foto polos/USG sulit untuk menegakkan Dx)
E. Penatalaksanaan
1. Apendiktomi !!
2. Terapi cairan
15 ml/jam (4-5 jam), kemudian naikkan menjadi 30ml/jam
3. Diet
Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

19

- Dilindungi UU HAK CIPTA

esoknya : makanan saring


lusa

: makanan lunak

4. Antibiotik
a. preoperative

: broad spectrum, intravena

b. postoperative
1) 24 jam untuk pasien tanpa komplikasi
2) 5-7 hari untuk pasien kasus ruptur atau abses
3) 7-10 hari untuk pasien kasus ruptur dengan peritonitis difus
F. Komplikasi
1. Perforasi
2. Peritonitis
3. Massa appendikuler
Referensi : IPD FKUI et Harrison. Lumos!

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

20

- Dilindungi UU HAK CIPTA

Colitis
By : Sendyka
Rinduwastuty
Colitis (kolitis) adalah suatu peradangan akut maupun kronik pada kolon.
Berdasarkan penyebab maka kolitis dibagi menjadi (Qesman, 2009):
1. Kolitis infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, parasit. Misalnya: shigelosis, kolitis
tuberkulosis, kolitis amebik, kolitis pseudomembran.
2. Kolitis non-infeksi yang disebabkan karena peradangan, gangguan peredaran darah,
atau radiasi. Misalnya: kolitis ulseratif, penyakit Crohns, kolitis iskemik, kolitis radiasi,
dan lain-lain.
KOLITIS ULSERATIF
A. Definisi
Kolitis ulseratif merupakan penyakit ulserasi dan inflamasi akut atau kronis dari
rektum atau kolon (Qesman, 2009).

B. Etiologi
Sampai sekarang penyebab dari kolitis ulseratif masih belum diketahui. Faktor genetik
namak berperan. Teori penyebab yang paling terkenal adalah teori rekasi sistem imun
tubuh terhadap virus atau bakteri yang menyebabkan terus berlangsungnya
peradangan dalam dinding usus (Price dan Wilson, 2005).
C. Epidemiologi
Penyebaran penyakit kolitis ulseratif ini sama dengan penyakit Chron. Banyak
ditemukan di negara barat dan sedikit di negara Asia dan Afrika. Akan tetapi akhirakhir ini lebih banyak kasus Crohn ditemukan di Indonesia, mungkin juga karena lebih
banyak orang berobat ke dokter dan adanya kemajuan di bidang teknik untuk
diagnosa. Insidensi penyakit kolitis ulseratif di Amerika Serikat kira-kira 15 per

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

21

- Dilindungi UU HAK CIPTA

100.000 penduduk secara respektif dan tetap konstan. Prevalensi penyakit ini
diperkirakan sebanyak 200 per 100.000 penduduk. Sementara puncak kejadian
penyakit tersebut adala usia 15-35 tahun, penyakit ini telah dilaporkan terjadi dalam
setiap dekade kehidupan (Glickman RM, 2000).
Di RSCM tahun 2001-2006 terdapat 3,9% pasien yang terdeteksi dari 1541 pasien
yang dilakukan endoskopi, dan di RSGS tahun 2002-2006 terdapat 6,95% pasien yang
terdeteksi sebagai kolitis ulseratif dari 532 pasien yang dilakukan endoskopi
(Djojoningrat dkk, 2011).
D. Manifestasi Klinis
Ada 3 jenis kolitis ulseratif yang sering terjadi, dihubungkan dengan frekuensi
timbulnya gejala. Kolitis ulseratif fulminan akut ditandai oleh awal yang mendadak
serta diare (10 sampai 20 kali sehari) parah, berdarah, nausea, muntah, dan demam
yang menyebabkan berkurangnya cairan dan elektrolit dengan cepat (Price dan
Wilson, 2005).
Ada lagi tipe kolitis kronis intermiten (rekuren). Terjadi perlahan sampai berbulanbulan hingga bertahun-tahun dan berlangsung selama 1-3 bulan. Terjadi sedikit atau
tidak terjadi demam, biasanya mengenai kolon bagian distal. Kadang digolongkan
sebagai tipe kronis kontinyu (Price dan Wilson, 2005).
Sementara tipe kolitis kronis kontinyu, pasien terus mengalami diare setelah
serangan permulaan. Kolon yang terkena lebih luas dan lebih sering terjadi komplikasi
(Price dan Wilson, 2005).
Pada kolitis ulseratif ringan, terjadi diare ringan dengan perdarahan ringan dan
intermiten. Pada penyakit yang berat, defekasi terjadi lebih dari 6 kali sehari disertai
banyak darah dan mukus. Kehilangan ini dapat menyebabkan anemia dan
hipoproteinemia. Nyeri kolik hebat ditemukan pada abdomen bagian bawah dan
mereda bila defekasi. Kematian terjadi jarang, tapi dapat menimbulkan cacat ringan
atau berat (Price dan Wilson, 2005).

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

22

- Dilindungi UU HAK CIPTA

E. Patomekanisme (Sherwood, 2009)

Makanan atau minuman yang


terkontaminasi kista Entamoeba
histolitica (tahan terhadap asam)
Dapat sampai ke
usus halus

Dinding kista
pecah

Tropozoid tumbuh dewasa dikolon


yang melekat pada epitel
interglandularis melalui lekatan
permukaan

Mengeluarkan
enzim proteolitik

Mengeluarkan
bahan toksik

Respon inflamasi
(mengeluarkan
mediator
inflamasi)

Mampu
menghasilkan sel
netrofil, monosit

Jika berlanjut terbentuk jaringan


granulasi yang berlanjut menjadi
massa yang disebut ameboma

Menghancurkan
sel hati

Menghancurkan
turunan sel kolon

Terbentuk mikroulserasi mukosa


(pelepasan eritrosit, sel radang, sel
epitel)
Jika berlanjut
menyerang lapisan
sub mukosa

Terbentuk ulkus yang berbentuk seperti botol


undermined biasanya di caecum, colon ascenden,
sigmoid, apendiks, illeum
Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

23

- Dilindungi UU HAK CIPTA

F.

Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis kolitis ulseratif jelas, dijumpai diare disertai darah, dan
sigmoidoskopi memperlihatkan mukosa yang rapuh dan sangat meradang disertai
eksudat. 95% kasus mengenai daerah rektosigmoid kolon. Serangan dapat meluas
tapi bersifat kontinyu. Pemeriksaan radiografi dengan barium pada kolon membantu
melihat luasnya daerah yang terkena. Kolonoskopi dan biopsi digunakan untuk
membedakan kolitis ulseratif dengan kolitis granulomatosa. USG endoskopi dinilai
lebih efektif untuk menilai abses dibandingkan MRI, serta dapat membedakan kolitis
ulseratif dan penyakit Crohn (Price dan Wilson, 2005)

G. Tata Laksana
Pengobatan spesifik umumnya tidak ada untuk kolitis ulseratif. Tujuan terapi untuk
mengatasi peradangan, mempertahankan status gizi penderita, meringankan gejala,
serta mencegah infeksi dan komplikasi lain (Price dan Wilson, 2005).

Algoritma rencana terapeutik kolitis ulseratif di pelayanan kesehatan lini pertama


(Djojoningrat dkk, 2011).
Obat kolitis ulseratif meliputi (Djojoningrat dkk, 2011):
1. Agen anti-inflamasi seperti senyawa 5-ASA, kortikosteroid sistemik,
kortikosteroid topikal.
2. Immunomodulators.
Kortikosteroid diberikan untuk mengurangi peradangan dan mempercepat
penyembuhan klinis. Diet residu-rendah menyebabkan berkurangnya massa feses
sehingga membuat pasien merasa nyaman. Selain itu diet juga harus mengandung

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

24

- Dilindungi UU HAK CIPTA

protein yang tinggi sebagai kompensasi hilangnya protein dalam lesi. Obat
antikolinergik juga dapat membantu menghilangkan kram abdomen dan diare (Price
dan Wilson, 2005). Bila tindakan medis tidak berhasil dan penyakit tidak dapat
teratasi, maka diindikasikan pembedahan. Operasi yang sering dilakukan adalah
kolektomi total dan pembuatan ileostomi permanen (Price dan Wilson, 2005).
H. Prognosis
Remisi pada 10%; eksaserbasi intermiten sebanyak 75%; penyakit aktif berlanjut
sebanyak 10%, mortalitas (Marc D, 2011). Pada kolitis ulseratif fulminan akut
prognosisnya buruk, serta sering terjadi komplikasi yaitu megakolon toksik (Price dan
Wilson, 2005).
DAFTAR PUSTAKA
Djojoningrat D. 2011. Konsensus Nasional Penatalaksanaan Inflammatory Bowel Disease (IBD)
di Indonesia. Jakarta: Interna Publishing.
Glickman RM. 2000. Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam: Penyakit Radang Usus (Kolitis
Ulseratif dan penyakit Crohn). Volume 4. Edisi ke-13. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC. hal. 1577-91.
Price, Slyvia A. dan Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit:
Radang Usus Besar. Jakarta: EGC. hal 461-464.
Qesman, Nizam. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Kolitis Infeksi. Jakarta: Interna
Publishing. hal 560-566.

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

25

- Dilindungi UU HAK CIPTA

Diare
Akut
By : R Bagas
Wicaksono
A. Definisi

diare = defekasi setengah padat, kandungan air di feses >200 g (>200 ml/24
jam), atau BAB encer frekuensi >3x per hari

diare akut

= berlangsung 14 hari

diare kronik = berlangsung 15 hari

diare persisten = cuma di luar negeri aja, peralihan akut dan kronik

diare infektif = karena infeksi

diare organik = penyebabnya bisa anatomis, bekteriologis, hormonal, toksik

diare fungsional = penyebab selain yang organik tadi

diare osmotik = hubungannya dengan osmosis cairan ke lumen usus

diare sekretorik = karena sekresi yang berlebih jadi feses lebih encer

B. Etiologi
1. infeksi (bakteri, virus, parasit)
2. non infeksi
a. makanan (toksik, alergi

d. tindakan medis

makanan, malabsorpsi

e. lain-lain (sindrom ZE,

b. imunodefisiensi

neuropati, diabetik)

c. obat-obatan
C. Faktor Risiko
1. baru travelling ke negara

4. makanan yg tidak biasa dimakan

berkembang, daerah tropis, atau

5. homoseks, PSK, pengunaan obat

berkemah yang becek

intravena -> kaitan dengan

2. makanan laut mentah atau

HIV/AIDS

makanan yg tidak higienis

6. baru menggunakan obat

3. fastfood (cepat saji)

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

antimikroba

26

- Dilindungi UU HAK CIPTA

D. Vehicle dan Patogennya


1. air : vibrio cholerae, norwalk,

9. kue pai : salmonella,

cryptosporidium, giardia lamblia

campylobacter, cryptosporidium,

2. unggas : salmonella,

giardia sp.

campylobacter, shigella

10.RS/antibiotik/kemoterapi :

3. sapi : EHEC, taenia saginata

clostridium difficile

4. babi : cacing pita

11.kolam renang : giardia,

5. seafood : vibrio sp., salmonella,

cryptosporidium

cacing pita dan anisakiasis

12.travelling : e.coli, salmonella,

6. keju : listeria sp.

shigella, giardia, campylobacter,

7. telur : salmonella sp.

cryptosporidium, e.histolytica

8. mayonnaise : staphylococcus,
clostridium, salmonella
E. Patomekanisme
1. infeksi
a. non invasif (tidak merusak mukosa) - diare karena enterotoksin dari penginfeksi,
antara lain kolera, ETEC (entero toxigenic e coli), clostridium perfringens
bakteri/parasit via fekal oral / aerosolisasi (rotavirus) / tangan (c.difficile) /
seks menempel di epitel usus membentuk c-AMP menyebabkan sekresi
aktif (Cl-, H2O, HCO3-, Na+, K+) diare sekretorik harusnya masih bisa
dikompensasi dengan absorpsi ion Na+ diikuti ion lainnya.
b. invasif (merusak mukosa) - antara lain EIEC (entero invasive), salmonella,
shigella, yersinia, c.perfringens tipe C
bakteri masuk invasif mukosa sebabkan mukosa usus inflamasi, ulserasi,
akhirnya nekrosis produksi mukus meningkat eksudasi air dan elektrolit ke
lumen disertai gangguan absorpsi diare sekretorik eksudatif bisa ada
lendir dan darahnya juga
2. osmotik
etio : obat / zat kimia hiperosmotik (MgSO 4, Mg(OH)2) / malabsorpsi / defek absorpsi
(akibat kekurangan disakaridase dll) tekanan osmotik intralumen nih
menyebabkan osmosis cairan tubuh ke lumen usus penambahan cairan diare
osmotik

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

27

- Dilindungi UU HAK CIPTA

3. sekretorik
etio : enterotoksin (kolera, e.coli) / penyakit hormon (kebanyakan ADH alias VIP) /
reseksi ileum / efek obat laksatif / gangguan absorpsi empedu (malabsorpsi asam
empedu dan lemak, karena gangguan hepatobilier) menyebabkan sekresi air
dan elektrolit melebihi absorpsinya volume tinja meningkat walaupun udah coba
puasa -_- diare sekretorik
4. defek sistem transpor aktif elektrolit (Na+/ K+ ATP ase) jadi disekresi melulu
5. iregularitas mobilitas usus coz DM, post vagotomi, hipertiroid sebabkan
abnormalitas absorpsi nih
6. gangguan permeabilitas usus bisa karena morfologi membran epitelnya
F. Faktor yang Mempengaruhi
1. Host (kemampuan defensif)
keasaman lambung, motilitas usus, imunitas tubuh, mikroflora usus
2. Agent (kemampuan ofensif)
daya penetrasi u/ merusak sel mukosa, daya proteksi toksin untuk pengaruhi
sekresi, daya lekat kuman, daya reproduksi kuman
G. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis -> bisa menggambarkan etiologinya lho! tanyakan hal-hal berikut, lama
menderita, epidemiologi di sekitar penderita, riwayat pergi/makan/minum, riwayat
penyakit lain, konsumsi obat.
a. akibat penyakit usus halus
= diare banyak, cair, ada dehidrasi, ada malabsorpsi
b. akibat penyakit colon
= diare sedikit tapi sering, ada darah, terdapat sensasi kepengen BAB
c. akibat infeksi
= nausea + vomitus, nyeri abdomen, febris, diare sering, cair, bisa
malabsorpsi/darah
jika patogen di ileum = noninvasif
jika patogen di ileokolon = invasif (cenderung)
d. akibat toksin
= nausea + vomitus, jarang ada febris

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

28

- Dilindungi UU HAK CIPTA

2. Pemeriksaan Fisik
a. KU dan keseimbangan cairan, suhu, nutrisi
b. Px abdomen adakah nyeri tekan, distensi, bising ususnya gimana?
c. Px rektal dengan fecal occult blood test adakah darah?
d. Derajat dehidrasi
ringan (kehilangan cairan 2-5% BB) = turgor , vix cholerica (suara serak)
sedang (5-8% BB) = ditambah presyok, taikardi, kussmaul
berat (8-10% BB) = ditambah lagi sama apatis, sianosis
e. PENTING NIH!
kalo penyakit berjalan terus, ada darah, rehidrasi diare toksik
kalo cuma sebentar, tanpa darah, tanpa nyeri tekan diare non toksik
berikanlah terapi simtomatik (cairan rehidrasi oral -oralit- , obat antidiare), jika
tidak merespons baru berikan pengganti elektrolit dan cairan (replesi).
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Px darah lengkap, hemokonsentrasi, diff.count
et causa virus = bisa jadi limfositosis relatif
et causa bakteri = bisa jadi leukoblas dan leukosit
et causa salmonella = neutropenia
b. Kimia darah (elektrolit, ureum, kreatinin, serologi amoeba)
= ureum & kreatinin untuk deteksi kekurangan volume cairan dan mineral
c. Px tinja (adakah telur, parasit, antigen giardia, toksin clostridium difficile?)
d. Leukosit tinja
e. Kultur tinja (jika leukosit tinja +)
f.

Sigmiodoskopi, kolonoskopi, biopsi

H. Tips Diagnosis
Harus bisa membedakan yaa antara yang ada demam dan darah vs. yang nggak
ada.
Jika ada:
lokasi di colon, frekuensi sering tetapi sedikit, invasif, leukosit tinja . pada kultur bisa
didapatkan:
1. salmonella, shigella

4. aeromonas hidrofila

2. campylobacter jejuni

5. yersinia

3. pleisomonas

6. vibrio parahemolitikus

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

29

- Dilindungi UU HAK CIPTA

Jika tidak ada:


tinja banyak dan cair, nausea dan vomitus, leukosit tinja negatif, sering ditemukan
pada diare turis (traveller diarrhea). pada kultur bisa didapatkan :
1. ETEC (sering!)

5. V.cholerae

2. rotavirus norwalk

6. logam

3. eksotoksin preformed (by

7. nitrit

S.aureus, Bacillus cereus,

8. pestisida

C.perfringens tipe A)

9. histamin

4. V.parahemolitikus (ikan laut yang

10.jamur

kurang didinginkan)

11.kriptosporadium.

I. Penatalaksanaan
1. Nomedikamentosa
a. Higiene, sanitasi, dan imunisasi !!
b. Rehidrasi (via oral atau IV)
1) jenis cairan
-

oralit (ringan)

ringer laktat

NaCl isotonik + 1 amp NaHCO3 7,5% 50ml

2) jumlah cairan (dalam liter nih rumusnya)


-

Pierce : kebutuhan cairan x kgBB (kebutuhan cairan antara 5%, 8%, atau
10%)

Daldiyono :

BJ Plasma :

x 10% x kgBB

x kgBB x 4 ml

3) penjadwalan
- 2 jam pertama : rehidrasi inisial (berikan total kebutuhan cairan)
- 1 jam berikutnya : tahap kedua, berikan sesuai kehilangan cairan pada
-

saat 2 jam sebelumnya. kalo nggak ada shock, via oral saja.
selanjutnya : berdasar kehilangan cairan via tinja dan insensible water

lose (IWL)
c. Diet
1) jangan puasa!! kecuali muntah hebat
2) minum sari buah/teh, jangan yang ada gasnya
3) pisang, nasi, keripik, sup d^^b
Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

30

- Dilindungi UU HAK CIPTA

4) hindarilah susu sapi soalnya bisa saja penderita defisiensi laktase


5) hindari kafein dan alkohol karena meningkatkan motilitas dan sekresi usus
2. Medikamentosa
a. Terapi Simtomatik
1) antimotilitas dan sekresi usus
berikan obat berikut 3-4 tab per hari selama 1-2 hari :
a) loperamide (BUKAN untuk salmonella dan shigella, memperpanjang
waktu kontak )
b) bismuth subsalisilat (BUKAN untuk pasien HIV, bisa enselopati)
c) difenoksilat
d) kodei HCl/Fosfat
2) antiemetik (HATIHATI pada remaja bisa merangsang extrapiramidal)
a) metoklorpropramid
b) proklorprazin
c) domperidon
3) pengeras tinja
a) attapulgite 4x2tab per hari
b) smectite 3x1sachet tiap kali BAB encer
4) antisekretorik
= hidrasec 3x1 tab per hari
b. Terapi Definitif (BUKAN untuk infeksi virus atau infeksi non invasif)
INDIKASI : bakteri invasif, travellers diarrhea, imunosupresif
1) ciprofloksasin 2x500mg/hari (5-7 hari)
u/ campylobacter, salmonella, shigella, yersinia, aeromonas
2) kotrimoksazol 2x960mg/hari
3) metronidazol 3x250mg/hari (7 hari)
u/ giardiasis
4) metronidazol 4x25-500mg/hari (7-10 hari)
u/ clostridium difficile
5) eritromisin 4x250-500mg/hari
6) ciprofloksasin 1x1000mg/hari + vibramisin 1x300mg/hari (u/ vibrio cholerae)
Referensi : IPD FKUI, Kapita Selekta, et Harrison Internal Medicine.
Lumos!

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

31

- Dilindungi UU HAK CIPTA

Hepatitis
A
By : Kelly Julianti
Definisi
Hepatitis mempunyai arti inflamasi atau pembesaran hati yang dapat disebabkan
oleh berbagai macam virus seperti Hepatitis A, B, C, D dan E. Diagnosis yang tepat dapat
dilakukan ketika sudah ditemukan karakteristik utamanya yaitu penyakit kuning , yang
dapat terdiagnosis dengan melakukan tes sera untuk melihat kehadiran antibodi spesifik,
yaitu antibodi anti virus.
Pertama kali di identifikasi pada tahun 1973, virus Hepatitis A berbentuk bulat,
tidak dibungkus oleh kapsul, rantai positif RNA, diklasifikasi dengan genus hepatovirus
dari family picornavirus (Picornaviridae). Virus ini tidak akan berkembang menjadi
hepatitis yang kronik (WHO, 2000).
Etiologi
Hepatitis A disebabkan oleh infeksi virus Hepatitis A, yang menganggu fungsi hati
ketika mereplikasi hepatosit. Sistem imun seseorang kemudian teraktivasi untuk
memproduksi reaksi spesifik untuk menyerang dan membasmi agen infeksius. Sebagai
konsekuensi dari kerusakan patologi, maka hati menjadi radang. Transmisi Virus Hepatitis
A melalui rute faekal-oral. Infeksi terjadi pada area dimana sanitasi buruk dan kondisi
kehidupan yang ramai. Dengan sanitasi yang baik dan kebersihan, infeksi dapat tertunda
dan akibatnya jumlah orang yang rentan terhadap penyakit ini akan meningkat, Dalam
kondisi epidemic yang meledak, dapat meningkatkan kontaminasi faekal dari suatu
sumber. Bagian yang kecil dari antigen bercampur denga antibody yang spesifik. Molekul
sebuah antigen dapat membawa beberapa epitope yang berbeda-beda. Terkadang HAV
juga dapat diperoleh melalui kontak seksual (anal-oral) dan transfuse darah. (WHO,
2000).
Epidemiologi

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

32

- Dilindungi UU HAK CIPTA

Di seluruh dunia terdapat sekitar 1,4 juta kasus hepatitis A setiap tahun. Lebih dari
75% anak di benua Asia, Afrika dan India memiliki antibody anti-HAV pada usia 5 tahun.
Sebagian besar infeksi HAV didapat pada awal kehidupan, kebanyakan asimptomatik dan
anikterik. Di Indonesia, mempunyai insidensi penyakit hepatitis A berkisar antara 39,863,8% kasus.
Di USA, kelompok orang berisiko tinggi terhadap hepatitis A dan B adalah
orang yang makan berbagai macam jenis makanan. Makanan yang dikonsumsi pada saat
piknik, perjamuan, atau di restoran yang dapat mencetuskan infeksi dari Salmonella,
Campylobacter, atau Shigella dari ayam, enterohemorrhagic E.coli dari hamburger yang
belum matang, Bacillus aureus dari nasi goring, Salmonella dari telur dan spesies Vibrio,
atau dari makanan laut atau seafood terutama yang tidak matang.
Manifestasi Klinis
Periode inkubasi infeksi virus hepatitis A antara 15-50 hari dengan rata-rata 30
hari. Masa infeksi virus hepatitis A berlangsung antara 3-5 minggu. Virus sudah berada di
dalam feces 1-2 minggu sebelum gejala pertama muncul dan dalam minggu pertama
timbulnya gejala.Setelah masa inkubasi biasanya diikuti dengan gejala-gejala berikut:
demam, kurang nafsu makan, mual, nyeri padakuadran kanan atas perut, dan dalam
waktu beberapa harikemudian timbul sakit kuning. Urin penderita biasanya berwarna
kuning gelap yang terjadi 1-5 hari sebelum timbulnya penyakit kuning. Terjadi
hepatomegali dan pada perabaan hati ditemukan tenderness. Banyak orang yang
mempunyai bukti serologi infeksiakut hapatitis A tidak menunjukkan gejala atau hanya
sedikitsakit, tanpa ikterus (Hepatitis A Anikterik). Infeksi penyakittergantung pada usia,
lebih sering dijumpai pada anak-anak.
Sebagian besar (99%) dari kasus hepatitis A adalah sembuhsendiri.HAV ditularkan
dari orang ke orang melalui mekanismefekal-oral. HAV diekskresi dalam tinja, dan dapat
bertahan dilingkungan untuk jangka waktu lama. Orang bisa tertular
apabilamengkonsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi olehHAV dari tinja.
Kadang-kadang, HAV juga diperoleh melaluihubungan seksual (anal-oral) dan transfusi
darah.Hepatitis akut A dapat dibagi menjadi empat fase klinis:
1. Inkubasi
Masa inkubasi atau periode preklinik berlangsung 10-50 hari,dengan ratarata kurang lebih 28 hari di mana pasien tetapasimtomatik meskipun terjadi
replikasi aktif virus.
2. Fase prodromal
Fase prodromal atau pre-ikterik berlangsung selama 3-10 hariyang ditandai
dengan munculnya gejala seperti menurunnyanafsu makan, kelelahan, panas,

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

33

- Dilindungi UU HAK CIPTA

mual sampai muntah,anoreksia, nyeri perut sebelah kanan sakit perut, mual
danmuntah, demam, diare, urin berwarna coklat gelap seperti airteh dan tinja yang
pucat.

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

34

- Dilindungi UU HAK CIPTA

3. Fase ikterik
Fase ini terjadi di mana penyakit kuning berkembang ditingkat bilirubin total
melebihi 20 - 40 mg/l. Pasien seringkalibaru mencari pertolongan medis pada fase
ini. Fase ikterikbiasanya dimulai dalam waktu 10 hari gejala awal didahuluiurin
yang berwarna coklat, sklera kuning, kemudian seluruhbadan menjadi kuning.
Teradi puncak fase ikterik dalam 1-2minggu, hepatomegali ringan yang disertai
dengan nyeritekan. Demam biasanya membaik setelah beberapa hari pertama
penyakit kuning. Viremia berakhir tak lama setelahmengembangkan hepatitis,
meskipun tinja tetap menularselama 1 - 2 minggu. Tingkat kematian rendah (0,2%
darikasus ikterik) dan penyakit akhirnya sembuh sendiri. Kadang-kadang, nekrosis
hati meluas terjadi selama 6 hingga 8minggu pada masa sakit. Dalam hal ini,
demam tinggi,ditandai nyeri perut, muntah, penyakit kuning danpengembangan
ensefalopati hati terkait dengan koma dankejang, ini adalah tanda-tanda hepatitis
fulminan,menyebabkan kematian pada tahun 70 - 90% dari pasien.Dalam kasuskasus kematian sangat tinggi berhubungandengan bertambahnya usia, dan
kelangsungan hidup ini jarang terjadi lebih dari 50 tahun.
4. Masa penyembuhan
Masa penyembuhan pada umumnya berjalan lambat, tetapipemulihan
pasien lancar dan lengkap. Kejadian rekurensipada hepatitis terjadi dalam 3 - 20%
dari pasien, sekitar 4-15minggu setelah gejala awal telah sembuh. Ikterus
berangsurberkurang dan hilang dalam 2-6 minggu, demikian pulaanorksia, lemas
badan dan hepatomegali. Penyembuhansempurna sebagian besar terjadi dalam 34 bulan.
Penegakan Diagnosis
Pemeriksaan untuk antibodi virus hepatitis A (HAV) spesifik IgM tersedia secara
rutin. Antibodi IgM spesifik muncul pada awal infeksi dan menghilang dalam 2 sampai 3
bulan. Antibodi IgG spesifik muncul lebih lambat dan menetap seumur hidup.
Pemeriksaan untuk antibody HAV total sebaiknya digunakan untuk menyaring infeksi
lama dan pembuktian adanya imunitas pada orang yang mengunjungi daerah berisiko
tinggi atau melakukan pekerjaan berisiko tinggi. Pemeriksaan antibody spesifik IgM
bermanfaat untuk mendiagnosis infeksi yang sering terjadi. Perlu dilakukan tindakantindakan untuk menghindari hasil positif palsu dan negative-palsu akibat faktor rematoid
atau peraingan oleh antibody spesifik IgG spesifik (Sacher et al, 2004).

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

35

- Dilindungi UU HAK CIPTA

Patomekanisme
HAV bertransmisi dari orang ke orang melalui rute fekal-oral. HAV dieksresikan
berlebihan di feces dan dapat bertahan hidup di lingkungan pada waktu yang cukup
panjang, hal itu biasanya diperoleh dari konsumsi makanan atau air yang telah
terkontaminasi oleh kotoran. Penyebaran langsung dari orang ke orang dapat terjadi pada
kondisi kebersihan yang buruk.
Tata Laksana

Medikamentosa
Pemberian Immunoglobulin (IG) dapat membantu mencegah bertambahnya gejala
dari Hepatitis A jika diberikan 2 minggu sejak terinfeksi, tapi ini tidak akan
membantu bila diberikan pada saat fase akut Hepatitis A. Terapi yang diberikan
hanya dapat menjadi pendukung dan ditujukan hanya untuk menjaga kenyamanan
dan keseimbangan gizi yang memadai.

Non Medikamentosa
Terapi harus bertujuan untuk menjaga keseimbangan gizi yang memadai ( 1g / kg
protein, 30-35 kal / kg ). Telur, susu dan mentega dapat membantu memberikan
asupan kalori yang tepat. Tidak ada bukti yang menyatakan bahwa pembatasan
pemberian lemak memiliki efek yang menguntungkan pada perjalanan penyakit
Pasien harus banyak istirahat dan makan makanan bergizi. Mereka juga harus
memastikan bahwa mereka tidak menyebarkan HAV dengan tetap memperhatikan
kebersihan lingkungan seperti mencuci tangan setelah menggunakan toilet dan
sebelum menyiapkan makanan. Pasien dengan gejala yang lebih berat dapat
dimonitor di rumah sakit untuk waktu yang singkat (WHO, 2013).

Prognosis
Pada umumnya akan sembuh tanpa komplikasi (Djauzi, 2010). Hepatitis karena
HAV memiliki tingkat fatalitas kasus sebesar 0,4%. Kekambuhan infeksi HAV terjadi pada
sekitar 10% dari pasien 1-4 bulan setelah episode awal dan hasil dalam pemulihan penuh
(Bennett, 2012).
Daftar Pustaka
Bennett, Nicholas John; Domachowske, Joseph; Windle, Mary L; Barton, Leslie L; Steele, Russell W. 2012. Hepatitis A:
Differential Diagnoses & Workup. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/964575overview#aw2aab6b2b5
Djauzi, Samsuridjal. 2010. Mencegah Kanker Hati. Jakarta: Kompas.

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

36

- Dilindungi UU HAK CIPTA

Konduru, Krishnamurthy; Virata-Theimer, Maria L; Yu, Mei-ying W; Kaplan, Gerardo G. 2008. A simple and rapid Hepatitis A
Virus (HAV) titration assay based on antibiotic resistance of infected cells: evaluation of the HAV neutralization
potency of human immune globulin preparations. USA: BioMed Central Ltd
Sacher, Ronald A; McPherson, Richard A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta: EGC.
WHO. 2000. Hepatitis A. Available at:
http://www.who.int/csr/disease/hepatitis/whocdscsredc2007/en/index7.html#epidemic

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

37

- Dilindungi UU HAK CIPTA

Hepatitis
B
By : Kelly Julianti
Definisi
Hepatitis B adalah salah satu dari tipe hepatitis, penyakit hati yang disebabkan
oleh Virus Hepatitis B (HBV) yang disebarkan melalui kontak dengan darah orang yang
terinfeksi, semen atau cairan tubuh lainnya. Wanita yang terinfeksi dapat menurunkan
hepatitis B kepada bayi nya sewaktu kelahiran. HBV dapat membaik setelah beberapa
bulan, tetapi apabila tidak membaik, maka disebut HBV kronik, yang akan berlangsung
seumur hidup. HBV kronik akan manjadi parut pada hati, gagal hati atau kanker hati
(Medline, 2012).
Etiologi
Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Virus ini pertama kali
ditemukan oleh Blumberg pacta tahun 1965 dan di kenal dengan nama antigen Australia.
Virus ini termasuk DNA virus. Virus hepatitis B berupa partikel dua lapis berukuran 42 nm
yang disebut "Partikel Dane". Lapisan luar terdiri atas antigen HBsAg yang membungkus
partikel inti (core). Pada inti terdapat DNA VHB Polimerase. Pada partikel inti terdapat
Hepatitis B core antigen (HBcAg) dan Hepatitis B e antigen (HBeAg). Antigen permukaan
(HBsAg) terdiri atas lipo protein dan menurut sifat imunologik proteinnya virus Hepatitis B
dibagi menjadi 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw dan ayr. Subtipe ini secara epidemiologis
penting, karena menyebabkan perbedaan geogmfik dan rasial dalam penyebarannya.
Virus hepatitis B mempunyai masa inkubasi 45-80 hari, rata-rata 80-90 hari (Siregar,
2012).
Epidemiologi
Di seluruh dunia, sekitar 2 miliar orang telah terinfeksi virus hepatitis B dan lebih
dari 240 juta orang telah memasuki tahap kronis infeksi hati. Sekitar 600.000 orang
meninggal setiap tahun karena konsekuensi akut atau kronis hepatitis B. Hepatitis B
merupakan penyakit endemic di China dan bagian lain di Asia. Kebanyakan orang-orang
di wilayah ini terinfeksi HBV selama masa kanak-kanak dan 8-10% dari populasi orang
dewasa terinfeksi secara kronis. Tingginya tingkat infeksi kronis juga ditemukan di
Amazon dan bagian selatan Eropa timur dan tengah. Di Timur Tengah dan anak benua

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

38

- Dilindungi UU HAK CIPTA

India, diperkirakan 2-5% dari populasi umum sudah terinfeksi kronis. Kurang dari 1% dari
populasi di Eropa Barat dan Amerika Utara secara kronis terinfeksi (WHO, 2000).

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

39

- Dilindungi UU HAK CIPTA

Manifestasi Klinis
Virus Hepatitis B dapat menyebabkan penyakit akut dengan gejala dalam
beberapa minggu terakhir terlihat menguningnya kulit dan mata (penyakit kuning), warna
urin menjadi gelap, kelelahan yang ekstreme, mual, muntah dan nyeri perut (WHO,
2000).
Penegakan Diagnosis
Terdapat berbagai uji serologic untuk mendiagnosis infeksi dari virus hepatitis B
(HBV), uji-uji yang ada meliputi pemeriksaan EIA dan RIA untuk antigen permukaan
hepatitis B (HBsAg), antibodi permukaan hepatitis B (HBsAb), antibody core hepatitis B
(HBcAb), antibody IgM spesifik core hepatitis B (HBcAb-IgM), antigen e hepatitis B
(HBeAg), dan antibody e hepatitis B (HBeAb).
Pada perjalanan alamiah infeksi HBV, uji HBsAg merupakan yang pertama memberi
hasil positif, dan hasil tetap positif sampai pasien membentuk respons HBsAb. Titer
HBsAb, apabila ada, menetap seumur hidup. Segera setelah kemunculan HBsAg dalams
erum, HBeAg mulai terdeteksi dan tetap ada sampai terbentuk HBeAb. HBcAb-IgM
dibentuk segera sesudah HbsAg dan HBeAg terdeteksi di serum dan merupakan antibody
HBV yang paling pertama meningkat titernya. Segera sesudahnya, terjadi pembuatan
HBcAb-IgG yang menetap seumur hidup.
Adanya HBsAb dan HBeAb dalam serum menunjukkan imunitas terhadap infeksi
HBV karena infeksi terdahulu atau, apabila yang ada hanya HBsAb, imunisasi terhadap
HBV. Orang yang serumnya tetap positif untuk HBsAg dan HBeAg untuk jangka lama
menular bagi orang lain dan berisiko mengalami penyulit serius infeksi HBV. Pemeriksaan
untuk HBcAb dan HBcAb-IgM sangat bermanfaat untuk mendiagnosis infeksi HBV selama
window period anatar hilangnya HBsAg dan munculnya HBs Ab. Pada pemeriksaan
HBcAb-IgM, kemungkinan interferensi dari faktor rematoid dan HBcAb-IgG pesaing harus
dihindari (Sacher et al, 2004).
Patomekanisme
Ada 2 cara penularan yaitu:
1. Secara horisontal dari pengidap hepatitis B ke orang lain, paling sering melalui
suntikan, produk-produk darah, kontak sexual, akhir-akhir paling sering pada
pecandu narkoba karena memakai alat suntik bersama dan dipakai berulang kali.
Akhir-akhir ini diketahui bahwa antara keluarga yang serumah lebih mudah tertular
bila ada pengidap hepatitis B, diduga penularan melalui air 1iur . Bila seorang

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

40

- Dilindungi UU HAK CIPTA

tertular secara horisontal dan menderita Hepatitis B Akut, 5 -10 % akan menjadi
hepatitis kronik, sedangkan yang 90- 95% akan sembuh, HbsAg-nya menjadi
negatif dan akan ditemukan Anti-HBs dalam darah.

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

41

- Dilindungi UU HAK CIPTA

2. Secara vertikal dari ibu pengidap hepatitis B ke bayi yang baru lahir . Penularan
secara vertikal paling banyak menyebabkan hepatitis kronis, lebih kurang 80 -90 %
akan menjadi pengidap hepatitis B. Tetapi diketahui bahwa HbsAg pada bayi yang
tertular menjadi positif antara usia 6 minggu sampai 6 bulan. Hal ini memberi
kesan bahwa penularan yang terjadi terutama saat terjadinya partus dan waktu ibu
pengidap hepatitis B mengurus bayinya sehari -hari. Tetapi hal ini sangat
tergantung pada keadaan replikasi ibu hamil tersebut. Bila ibu hamil berada dalam
keadaan nonreplikasi ( HBeAg -), hanya kurang -lebih 56 % bayi yang menjadi
hepatitis kronis. Sebaliknya jika dalam keadaan replikasi (HBeAg) kurang lebih 90
% bayi akan menderita hepatitis kronis. Dengan dilakukanyavaksinasi secara
masal, maka tingkat kronisitas hepatitis B menurun.
Di negara-negara dengan prevalensi pengidap hepatitis B yang rendah penularan
terutama secara horisontal, sedangkan di negara-negara dengan prevalensi sedang dan
tinggi, penularan terutama secara vertical ( Hilman et al, 2002).
Tata Laksana

Medikamentosa
Penelitian menunjukkan bahwa Lamivudin dapat dipakai pada penderita
sirosis dekompensata dengan DNA HBV yang positif. Sebagian besar pasien
mengalami perbaikan penyakit hati dan penurunan skor Child-Turcotte-Pugh (CTP),
yang disertai dengan penurunan kebutuhan kebutuhan transplantasi hati pada
penderita sirosis yang mendapatkan terapi Lamivudin sedikitnya selama 6 bulan.
Namun sebagian penderita yang mendapatkan terapi Lamivudin tetap mengalami
progresi penyakit hati sehingga tetap memerlukan transplantasi hati. Sebagian lagi
meninggal setelah mendapat terapi Lamivudin selama beberapa bulan pertama.
Pemberian Lamivudin pada pasien sirosis dekompensata berat yang disertai
dengan ensefalopati hepatic kronik ternyata dapat mencegah terjadinya
kekeambuhan dari ensefalopati hepatik tersebut. Berbeda denga terapi antiviral
untuk hepatitis B kronik, analog nukleosida dapat diberikan tanpa memperhatikan
status HBeAg. Semua penderita sirosis hati dengan HBsAg positif dapat diberi obat
tersebut bila HBV DNA positif dengan cara yang paling peka (PCR). Bila HBV DNA
dengan cara hibridisasi hasilnya negative pemeriksaan HBV DNA perlu diulangi
dengan cara PCR. Bila hasilnya positif analog nukleoida dapat diberikan
(Soemoharjo, 2007).

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

42

- Dilindungi UU HAK CIPTA

Non Medikamentosa
Protein diberikan 1,1-1,2 gram/kg berat badan dan bila gizi jelek, perlu
ditingkatkan menjadi 1,5 gram/kg berat badan. Bila ada ensefalopatia, protein
diturunkan untuk sementara. Kebutuhan energy sama dengan individu normal
(25-35 kkal/kg berat badan/hari). Bila didaptkan kurang gizi atau asupan makanan
yang kurang, energy dapat ditingkatkan menjadi 35-40 kkal/kg berat badan/hari.
Penderita tidak perlu menghindari lemak. Bila ada gagal hati dengan edema
dan asites, penderita perlu diberi diet rendah garam dan penderita harus
menjauhi alkohol (Soemoharjo, 2007).

Prognosis
Pada mereka yang kebetulan didapatkan HBsAg yang positif dan belum didapatkan
adanya keluhan, biasanya memiliki prognosis yang lebih baik. Sebagian pengidap
golongan ini termasuk ke dalam pengidap sehat. Pada mereka yang ditemukan adanya
HBsAg yang positif dan sudah didapatkan adanya keluhan seperti cepet capek, mual,
anoreksia, dll, biasanya sudah mengidap hepatitis B kronis. Dimana hepatitis B kronis
persisten prognosisnya lebih baik dibandingkan dengan hepatitis B kronis aktif (Hilman et
al, 2002).

Daftar Pustaka
Hilman, Kiah; Djajadiredja, Syarif H; Prasetya, Edhiwan; Meilianau. 2002.
Medline. 2012. Hepatitis B. Availbale at: http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/hepatitisb.html
Penatalaksanaan Hepatitis B Kronik Vol 1, No.2. Bandung: MCU.
Sacher, Ronald A; McPherson, Richard A. 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta: EGC.
Siregar, Fazidah Aguslina. 2012. Hepatitis B Ditinjau dari Kesehatan Masyarakat dan Upaya Pencegahan.
Medan: USU.
Soemoharjo, Soewignjo. 2007. Hepatitis Birus B edisi 2. Jakarta: EGC.
WHO. 2000. Hepatitis B. Available at: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs204/en/

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

43

- Dilindungi UU HAK CIPTA

Hepatitis
C
A. Definisi

By : Lannida

Penyakit Hepatitis C adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis
C (VHC). Juga penyakit menular yang mempengaruhi hati, yang disebabkan oleh virus
hepatitis C (HCV). Infeksi ini sering tanpa gejala, tetapi sekali terinfeksi, infeksi kronis
dapat berkembang menjadi jaringan parut hati (fibrosis), dan kemudian menjadi
jaringan parut (sirosis) yang umumnya terlihat setelah bertahun-tahun.
B. Etiologi
Pada awalnya hepatitis C tidak diketahui penyebab virusnya, maka disepakati
pada saat itu diberi nama Hepatitis Virus Non-A Non-B atau virus hepatitis C (VHC).
Hepatitis C merupakan penyakit hati kronis yang menyerang organ hati yang
disebabkan oleh infeksi virus Hepatitis C. Virus hepatitis C ini sendiri merupakan virus
beramplop RNA dengan diameter kira kira 50 nm.
C. Epidemiologi
WHO menyatakan hepatitis C yang ditularkan melalui darah yang tercemar
telah membunuh 350.000 orang di seluruh dunia setiap tahunnya. Hingga saat ini
virus hepatitis C yang menyebabkan kerusakan hati dan juga kanker ini memang
belum ada vaksinnya. Setiap tahunnya, terdapat kira kira 2 4,7 juta infeksi baru,
170 juta orang yang sudah terinfeksi HCV (5,7). Pernyataan WHO tersebut
menegaskan bahwa Hepatitis C terdapat di seluruh dunia dan menyerang semua
umur dan semua suku bangsa.
Menurut WHO, pada akhir tahun 1990an diperkirakan 1% penduduk dunia
terinfeksi oleh HCV. Di Eropa dan Amerika Utara prevalensi Hepatitis C sekitar 0,5% 2,4%. Di beberapa tempat di Afrika prevalensinya mencapai 4%. Hampir 1,5 juta
orang terinfeksi oleh HCV di Eropa & sekitar 4 juta orang di Amerika Serikat.
Berdasarkan data CDC, data statistik mengenai penyakit hepatitis C di Amerika,
jumlah infeksi baru setiap tahun telah menurun dari rata-rata 240,000 pada tahun
1980 sampai sekitar 26,000 pada tahun 2004.
Di wilayah Asia Tenggara sekitar 30 juta orang merupakan carrier dari Hepatitis
C dan lebih dari 120.000 orang diperkirakan mengalami sirosis dan kanker hati.
Sedangkan Indonesia menempati peringkat ketiga dunia untuk penderita hepatitis
Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

44

- Dilindungi UU HAK CIPTA

terbanyak setelah India dan China dengan jumlah penderita diperkirakan sebanyak 30
juta orang yang mengidap penyakit hepatits B dan C. WHO memperkirakan tujuh juta
penduduk Indonesia mengidap virus hepatitis C dan ribuan infeksi baru muncul setiap
tahun namun 90 persen pengidap tidak menyadari kondisi infeksi mereka.
Penelitian tentang prevalensi Hepatitis C di Indpnesia sudah dimulai sejak
tahun 1990an, penelitian HCV ini dilakukan dengan meneliti ada tidaknya HCV pada
darah yang didonor. Berikut adalah tabel data prevalensi penyebaran Hepatitis C di
Indonesia :

Source: isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurna
l/251932025.pdf-fokus
Berdasarkan data yang diambil sejak tahun 2007 oleh Direktur Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan yang
bekerja sama dengan Perhimpunan Peneliti Hati Indonesoa dan PT Roche Indonesia,
jumlah penderita Hepatitis C di Indonesia cukup tinggi yakni berkisar antara lima juta
hingga tujuh juta jiwa yang tersebar di 11 provinsi, dengan 49 unit pengumpul data
yang terdiri dari 13 rumah sakit (RS), 24 laboratorium, dan 12 unit transfusi darah.
Sebanyak 11 provinsi itu adalah DKI Jakarta, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Bali, Kalimantan,
dan Papua.Selama periode itu telah terkumpul 5.870 kasus hepatitis C di Indonesia.
Dari pendataan itu, Depkes memperoleh data kasus hepatitis C di lokasi pendataan
yang menjadi proyek percontohan menurut umur, yaitu terbanyak pada usia 30-59
tahun dengan puncak pada usia 30-39 tahun yang berjumlah 1.980 kasus.
D.

Manifestasi klinis
Tahap akut
1. Kebanyakan pasien tidak menampakkan gejala & tidak terdiagnosis setelah
infeksi HCV akut.
2. RNA HCV terdeteksi dalam 1-2 minggu setelah infeksi dan meningkat dengan
cepat.

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

45

- Dilindungi UU HAK CIPTA

3. Kadar RNA HCV stabil pada 105 107 IU/mL menyebabkan peningkatan
kadarALT dan timbulnya gejala-gejala hepatitis.
4. Gejala timbul pada 7 minggu setelah infeksi dan berlangsung selama 3-12
minggu.

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

46

- Dilindungi UU HAK CIPTA

Gejala-gejala yang dapat timbul:


1.

Kelelahan

2.

Hilang nafsu makan

3.

Lemah

4.

Jaundice /kuning

5.

Nyeri perut

6.

Urin berwarna gelap

7.

Infeksi akut akan berkembang menjadi kronis pada 85% pasien, dapat dilihat
dari RNA HCV yang menetap selama 6 bulan.

Tahap kronis
Pada tahap kronis, kadar RNA HCV danALT serum dapat berfluktuasi, bahkan
tidak terdeteksi/kembali normal. Gejala yang dapat timbul pada infeksi kronis:
1.

Kelelahan

2.

Nyeri perut bagian kanan atas

3.

Mual

4.

Nafsu makan hilang/menurun

5.

Hepatomegali dapat terlihat dari pemeriksaan fisik.

Tahap lanjut
Gejala yang dapat timbul:
1.

Spider nevi

2.

Splenomegali

3.

Eritema pada telapak tangan

4.

Atropi testis

5.

Caput medusae
15% dari kasus infeksi Hepatitis C adalah akut, artinya secara otomatis tubuh

membersihkannya dan tidak ada konsekuensinya. Sayangnya 85% dari kasus,


infeksi Hepatitis C menjadi kronis dan secara perlahan merusak hati bertahuntahun. Dalam waktu tersebut, hati bisa rusak menjadi sirosis (pengerasan hati),
stadium akhir penyakit hati dan kanker hati.

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

47

- Dilindungi UU HAK CIPTA

Hepatitis C akut terjadi pada pada enam bulan pertama ketika virus
hepatitis C berada di dalam tubuh manusia. Hepatitis C akut dapat sembuh
dan tidak akan muncul sama sekali lagi, tetapi dapat juga menjadi hepatitis C
kronis. Pada tahap ini, virus hepatitis C sudah menetap di dalam tubuh
manusia. Infeksinya bisa saja terjadi sepanjang hidup seseorang, sehingga
menimbulkan komplikasi yang serius dengan organ hati, seperti sirosis hati
(pengerasan hati) dan kanker hati.
E. Penegakan diagnosis
untuk melakukan penegakan diagnosis dapat dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan penunjang, yaitu :
1. Kadar transaminase abnormal yang bertahan selama beberapa
waktu.
2. Reactive enzyme immunoassay for anti-HCV
F. Patomekanisme
kadar RNA HCV dalam darah mengalami peningkatan
natural killer cell aktif
CD4 spesifik HCV dan limfosit TCD8, diikuti ekspresi interferon (IFN) menurunkan
replikasi virus
HCV dirusak oleh limfosit T sitotoksik dengan cara
Hepatosit terinfeksi
Memicu apoptosis

IFN menekan replikasi virus

Kadar apoptosis rendah menandakan virus masih bertahan, sedangkan kadar


apoptosis yang tinggi menandakan tingkat kerusakan hepatosit.
Mutasi gen HCV terdeteksi 1 tahun setelah infeksi.

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

48

- Dilindungi UU HAK CIPTA

G.Tatalaksana (medikamentosa dan non medikamentosa)


1. Pencegahan
a. Screening HCV sebelum melakan transfusi darah.
b. Hindari NAPZA, khususnya penggunaan NAPZA berjarum suntik.
c. Jangan bergantian menggunakan alat cukur, jarum suntik, jarum
tattoo,jarum tindik dan sikat gigi yang sama.
d. Berperilaku seks yang sehat dan aman, yaitu : Abstinence (tidak
melakukan hubungan seks sama sekali), Be Faithful (setia terhadap satu
pasangam, dan gunakan kondom saat melakukan hubungan seks
(Condom).
e. Berikan konseling cara-cara mengurangi risiko untuk orang yang belum
tertular tetapi berisiko tinggi (contoh: petugas pelayanan kesehatan) dan
pertahankan pengendalian infeksi nosokmial.
2. Terapi nonfarmakologi
a. Vaksin anti hepatitis A dan B
b. Diet gizi seimbang
c. Hindari alkohol
d. Berhenti merokok
e. Olahraga teratur
3. Pengobatan medikamentosa
Tujuan dari pengobatan Hepatitis C adalah menghilangkan virus dari tubuh
sedini mungkin, sehingga dapat mengurani dampak buruk dari HCV tersebut.
Tiga senyawa obat yang biasa digunakan untuk pengobatan hepatitis C
antara lain :
a.

Interferon Alfa
Merupakan suatu protein yang dibuat secara alami oleh tubuh
manusia untuk meningkatkan sistem imunitas dan mengatur fungsi sel
lainnya. Obat yang direkomendasikan untuk penyakit Hepatitis C kronis
adalah dari interferon alfa baik dalam bentuk alami maupun sintetis.

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

49

- Dilindungi UU HAK CIPTA

b. Pegylated Interferon Alfa


Dibuat dengan menggabungkan molekul yang larut air yang disebut
polyethylene glycol (PEG) dengan molekul interferon alfa. Modifikasi
interferon alfa ini lebih lama ada dalam tubuh, dan penelitian menunjukkan
lebih efektif dalam membuat respon bertahan terhadap virus dari pasien
Hepatitis C kronis disbanding interferon alfa biasa.
c. Ribavirin
Merupakan obat antivirus yang digunakan bersama interferon alfa
untuk pengobatan Ribavirin harus diberikan sesuai dengan berat badan.
Pengobatan dengan kombinasi ribavirin dan interferon akan menghasilkan
respon ketika melawan virus. Penderita dikatakan memiliki respon
melawan virus jika jumlah virus Hepatitis C begitu rendah sehingga tidak
terdeteksi pada tes standar RNA virus.
H. Prognosis
Orang orang dengan hepatitis C tidak sedikit dengan tanpa tanda
tanda dan gejala penyakit dan hasil darah mereka keluar dalam keadaan
normal normal saja, meskipun dengan fakta bahwa mereka benar bena
terinfeksi virus hepatitis C. jika dokter menggunakan biopsi untuk menetukan
berapa banyak kerusakan hati dalam virus hepatitis hasil akan menakjubkan.
Kemungkinan prognosis keseluruhan baik. Akan tetapi orang orang yang
sudah mengalami pengerasan hati tau sirosis dan kanker hati prognosis
semakin buruk (at malam). Dan kebanyakan penderita Hepatitis C kronis sulit
disembuhkan.

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

50

- Dilindungi UU HAK CIPTA

Hepatitis
D
By : Lannida

A. Definisi

Hepatitis D (hepatitis delta) adalah inflamasi hati yang disebabkan oleh


infeksi virus hepatitis D (HDV), merupakan suatu partikel virus yang
menyebabkan infeksi hanya bila sebelumnya telah ada infeksi hepatitis B. HDV
dapat timbul sebagai infeksi yang bersamaan dengan HBV ( Price, 1994).
Hepaitis D (HDV) disebut hepatitis Delta adalah suatu peradangan pada hati
sebagai akibat virus hepatitis D yang sebenarnya adalah suatu virus detektif
yang ia sendiri tidak dapat menginfeksi hepatosit untuk menimbulkan hepatitis,
virus ini melakukan koinfeksi dengan HBV sehingga HBV bertambah parah .
infeksi oleh HDV juga dapat timbul belakangan pada individu yang mengidap
infeksi kronik HBV (Corwin, 2000).
B. Etiologi
Hepatitis D adalah suatu penyakit yang di sebabkan oleh Hepatitis D Virus
(HDV). Melalui hubungan intim dengan penderita dan pada homoseksual. Selain
itu juga menggunakan jarum dan obat-obatan secara bersamaan. Bayi dari
wanita penderita hepatitis D. Penyebab penyakit hepatitis D adalah virus
hepatitis tipe D atau antigen Delta yang berukuran 35-37 nm dan merupakan
virus RNA yang tidak sempurna. Virus tersebut dari nukleo protein RNA
merupakan hybrid DNA virus Hepatitis B. Virus ini juga memerlukan selubung
HBSAg. Virus hepatitis D tidak terdapat dalam serum atau darah tetapi anti HVD
Ig M dapat ditemukan dalam sirkulasi (Selamihardja/G.Sujayanto (2007).
Menurut Dinas Kesehatan DKI Jakarta (2007), Selamihardja/G.Sujayanto
(2007), Silalahi, (2004), Smeltzer (2001), Penyakit hepatitis D yang menyerang
anak- anak umumnya diperoleh melalui:
1. Menggunakan jarum suntik dan obat-obatan secara bersamaan. Hepatitis D
paling sering terjadi pada penderita hemofilia.
2.

Apabila individu mengadakan kontak dengan darah atau cairan tubuh


(seperti : air ludah, air mani, cairan vagina) dari individu yang terinfeksi

3. Bayi dari wanita penderita hepatitis D ( hepatitis yang didapat atau


congenital)

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

51

- Dilindungi UU HAK CIPTA

4.

Virus ini dapat menular sendiri secara langsung dari penderita


hepatitis D, bersifat hepatotoksik. Namun bila HVD bersama-sama dengan
HBSAg pada anak yang lebih besar akan menyebabkan hepatitis fulminan,
sedangkan pada bayi lebih banyak kearah penyakit kronik

5.

Virus Hepatitis D juga dapat ditularkan melalui transmisi vertikal


sehingga tidak jarang infeksi HVD pada bayi baru lahir disertai oleh infeksi
VHD, hal ini akan memperbanyak bentuk hepatitis kronik.

C. Manifestasi klinis
Gejala penyakit hepatitis D bervariasi, dapat muncul sebagai gejala yang
ringan (ko-infeksi) atau amat progresif. Masa inkubasi 1-90 hari atau 4-7 minggu.
Gejalanya biasanya muncul secara tiba-tiba gejala seperti flu, demam, penyakit
kuning, urin berwarna hitam dan feses berwarna hitam kemerahan,
Pembengkakan pada hati.
Menurut Cecily (2002), manifestasi klinik pada anak penderita hepatitis D adalah
1. Awitan tersembunyi dan berbahaya : Ikterus , Anoreksia, mual, Malaise,
Akrodermatitis popular (Sindrom Gianotti-Crosti)
2. Gejala Prodnormal : Artralgia, Artritis, Ruam eritema makulopopular,
poliarteritis nodosa, Glomerolunefritis.
3. Hepatitis D memperhebat gejala hepatitis B dan meningkatkan kemungkinan
terjadinya kondisi kronik.
Menurut Afifah, dkk (2005), Reeves (2001), gambaran klinis pada hepatitis D
terdapat 3 fase antara lain :
1. Masa tunas (inkubasi) terjadi sejak virus masuk kedalam tubuh sampai
menimbulkan gejala. Belum ada gejala klinik yang tampak pada stadium ini
meskipun sudah terjadi kerusakan sel-sel hati.
2. Preicterik (prodnormal) Anoreksia, mual, ketidaknyamanan diperut bagian
atas (kuadran kanan atas), terasa berbau logam, malaise, sakit kepala, letih,
demam tingkat rendah, hepatomegali, urin lebih pekat.
3. Icterik Air kencing gelap seperti teh karena peningkatan pengeluaran
billirubin pruritus tinja seperti dempul jika conjugated billirubin tidak
mengalir keluar dari hati ke usus, timbul ikterik, hati membesar jika diraba
(hepatomegali) dan terdapat nyeri tekan pada hati.
4. Post icterik (penyembuhan) Hilangnya ikterik, tidak enak badan, mudah
letih,warna urin dan tinja menjadi normal kembali.

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

52

- Dilindungi UU HAK CIPTA

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

53

- Dilindungi UU HAK CIPTA

D.Penegakan diagnosis
Pengkajian menurut Dongoes,dkk (2002), Wong (2003), didapatkan data sebagai
berikut :
1. anamnesis/wawancara
a. Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai :
b. Apakah anak pernah atau sedang mengalami penyakit hepatitis B,
atau penyakit lain yang pernah diderita.
c. Adakah kontak dengan individu yang diketahui menderita hepatitis D
atau adakah anggota keluarga yang mengalami penyakit tersebut.
d. Kebiasaan makan sehari-hari, makan makanan tertentu ( misal, kerang
mentah dari air yang terpolusi)
e. Pernahkah menerima tranfusi darah, infus, suntikan.
f.

Apakah anak mengkonsumsi obat hepatotoksik (misal, salisilat,


sulfonamide, agen antineoplastik, asetamonifen, antikonvulsan)

g. Pemberian parenteral obat-obatan terlarang atau penggunaan jarum


suntik secara bersamaan dengan anak lain.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan fisik keadaan umum klien
b. Aktivitas/istirahat : malaise umum, kelemahan, kelelahan.
c. Sirkulasi : bradikardia (hiperbilirubinemia berat)
d. Eliminasi : urin gelap (lebih pekat), Diare/konstipasi, feses warna tanah
liat/seperti dempul.
e. Neurosensori : peka rangsang, cenderung tidur, letargi.
f.

Nyeri dan kenyamanan : kram abdomen, nyeri tekan pada kuadran


kanan atas, mialgia, atralgia, sakit kepala, gatal (pruritus).

g. Kulit : ikterus terutama pada sklera dan kulit, ditemukan ruam


makulopopular, akrodermatitis popular, peningkatan suhu tubuh.
h. Palpasi hepar dan lien : hepatomegali, splenomegali.
i.

Data psikologis : klien tampak gelisah.

3. Pemeriksaan penunjang
a. Tes fungsi hati : Abnormal (4-10 kali dari normal)
b. AST (SGOT/ALT/SGPT) : awalnya meningkat. Dapat meningkat 1-2
minggu sebelum ikterik kemudian tampak menurun.

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

54

- Dilindungi UU HAK CIPTA

c. Pemeriksaan darah, mendeteksi Ig M anti-VHD atau pengukuran Ig G


anti-VHD secara serial pada bagian akut dan konvalesen, menunjukan
titer (kadar zat terlarut) sebanyak 4 kali.
d. Leukopenia : trombositopenia mungkin ada (splenomegali)
e. Diferensial darah lengkap : leukositosis, monositosis, limfosit atipikal
dan sel plasma.
f.

Alkali fosfatase agak meningkat

g. Feses : warna hitam kemerahan seperti tanah liat


h. Urine : hitam (gelap seperti teh)
i.

Albumin serum : menurun

j.

Pemeriksaan anti HVD IgM : (+), dan HB sAg (+)

k. Bilirrubin serum : diatas 2,5 mg/100 ml


E. Insidens Dan Diagnosa
1. Insidens :
Insiden hepatitis D sulit ditetapkan karena muncul bersamaan dengan
hepatitis B dan tidak mudah didiagnosis. Tingkat keparahan mencapai 2-70%
(Cecily, 2002).
2. Diagnosa :
Ditanyakan gejalanya bila ternyata ditemukan hepatitis virus maka akan
dilakukan tes darah untuk memastikan diagnosis dan jenis virus. Bila terjadi
hepatitis kronis, maka dianjurkan dilakukan biopsi. Diagnosis secara pasti
diperoleh jika ada VHD pada bagian jaringan hati. Diagnosis infeksi hepatitis D
kronis dan akut yang terjadinya bersamaan ditandai dengan ditemukannya
IgM anti HBC yang merupakan tanda serologis untuk hepatitis B akut dan IgM
anti HVD. Diagnosis hepatitis D akut pada pengidap VHB adalah terdeteksinya
HbsAg (+), dan IgM anti VHD dengan titer tinggi dan Ig anti HBC (-) (Markum ,
1999).

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

55

- Dilindungi UU HAK CIPTA

F. Patomekanisme
Menurut Price (1994), Silalahi (2004), Smeltzer (2001), patofisiologi
penyakit hepatitis D adalah sebagai berikut :
Penyakit ini dapat timbul karena adanya ko-infeksi atau super-infeksi
dengan VHB. Ko-infeksi berarti infeksi VHD dan VHB terjadi bersamaan. Adapun
super-infeksi terjadi karena penderita hepatitis B kronis atau pembawa HBsAg
terinfeksi oleh VHD. Ko-infeksi umumnya menyebabkan hepatitis akut dan diikuti
dengan penyembuhan total. Koinfeksi dengan hepatitis D meningkatkan beratnya
infeksi hepatitis B, perjalanan penyakitnya lebih membahayakan dan
meningkatkan potensi untuk menjadi penyakit hati kronik. Sementara superinfeksi sering berkembang ke arah kronis dengan tingkat penyakit yang lebih
berat dan sering berakibat fatal.
Mula-mula virus tersebut melekatkan diri pada reseptor-reseptor spesifik
yang terletak pada membran sel-sel hepar kemudian melakukan replikasi. Untuk
dapat bereplikasi, virus tersebut memerlukan keberadaan virus hepatitis B.
Virus hepatitis yang menyerang hati menyebabkan peradangan dan
infiltrate pada hypatocytes oleh sel mononukleus. Proses ini dapat menyebabkan
degenerasi dan nekrosis sel parenkim hati. Respon peradangan menyebabkan
pembengkakan dan memblokir system drainase hati sehingga terjadi destruksi
pada sel hati. Keadaan ini menjadikan empedu tidak dapat diekskresikan
kedalam kantong empedu dan bahkan kedalam usus sehingga meningkat dalam
darah sehingga terjadi peningkatan bilirubin direk maupun indirek sebagai
hiperbilirubinemia, dalam urine sebagai urobillinogen dan kulit hepatocelluler
jaundice, kemudian diikuti dengan munculnya gejala yang lain.
Virus hepatitis D ini menyebabkan infeksi hepatitis B menjadi lebih berat.
Bila HBsAg menghilang dari darah maka VHD akan berhenti bereplikasi dan
penyakit menjadi sembuh. Virus hepatitis D (VHD) bersifat patogen, dapat
menimbulkan penyakit yang lebih parah dari hepatitis virus lainnya.

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

56

- Dilindungi UU HAK CIPTA

G.Tatalaksana
Menurut Afifah, dkk (2005), Cecily (2002), Markum (1999), Price
(1994), Smeltzer (2001), pokok penanganan penderita hepatitis D mencakup :
1. Konfirmasi diagnosis yang tepat.
2. Pengobatan Suportif dan pemantauan massa akut. Pengobatan yang dilakukan
antara lain :
a.

Terutama bersifat dukungan dan mencakup istirahat yang adekuat.

b. Hidrasi (Asupan cairan, bila masih menyusui ibu maka tingkatkan ASI serta
perbanyak asupan cairan) dan asupan makanan yang adekuat (Diet
dengan gizi seimbang, makanan berkarbohidrat tinggi, berprotein atau
berlemak tinggi memang tidak dilarang secara khusus, tapi hendaknya
dibatasi. Demikian juga garam).
c.

Hospitalisasi diindikasikan bila terdapat muntah, dehidrasi, factor


pembekuan abnormal, atau tanda-tanda gagal hati yang membahayakan
(gelisah, perubahan kepribadian, letargi, penurunan tingkat kesadaran,
perdarahan).

d. Tujuan penatalaksanaan rumah sakit adalah terapi Intravena untuk


memperbaiki keseimbangan cairan, studi laboratorium yang berulangkali
dan pemeriksaan fisik terhadap perkembangan penyakit.
3. Pencarian kearah penyakit kronik
4. Pencegahan pada masa akut meliputi : tirah baring total tidak dianjrkan kecuali
pada keadaan gawat, makanan diterima sesuai dengan daya terima anak, obat
kortikosteroid dan antiemetik tidak boleh diberikan, pemeriksaan HVD IgM
dilakukan paling cepat setelah 1 bulan.
5. Sampai saat ini pengobatan hepatitis D masih belum ada yang memuaskan.
Namun, dapat dicoba pemakaian interferon.
6. Transplantasi hati jika perlu.
H. Pencegahan
Menurut Afifah.dkk (2005), Cecily (2002), Markum (1999), Price (1994),
Smeltzer (2001), pencegahan pada penderita hepatitis D adalah sebagai berikut :
Oleh karena VHD tidak dapat hidup tanpa adanya VHB maka upaya
pencegahan terhadap infeksi VHB secara tidak langsung juga akan mencegah
penyakit hepatitis D. Pasien yang telah mempunyai kekebalan terhadap virus
hepatitis B (anti HBsAg + dengan liter > 10 mlU ), dianggap kebal pula

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

57

- Dilindungi UU HAK CIPTA

terhadap penyakit hepatitis D. Perlu tindakan preventif bagi para pengidap virus
hepatitis B, supaya tidak terjadi superinfeksi dengan VHD. Pencegahan yang
dilakukan antara lain :
1. Mencegah penularan hepatitis B yaitu dengan imunisasi hepatitis B terhadap
bayi yang baru lahir dan penyuluhan terhadap orang tua.
2. Vaksinasi hepatitis B HBV-HDV co-infeksi HBV-HDV super-infeksi
3. Menghindari hubungan badan dengan orang yang terinfeksi.
4. Menghindari bergantian peralatan jarum suntik atau yang berhubungan
langsung dengan kontak darah.
5. Menghindari pemakaian bersama sikat gigi ataupun alat cukur.
6. Memastikan alat suci-hama bila melubangi terlinga atau tusuk jarum.
DAFTAR PUSTAKA HEPATITIS C DAN D
Afifah, Efi & Tim Lentera. 2005.Tanaman Obat Untuk Mengatasi Hepatitis. Jakarta : Agromedia Pustaka
Betz, Cecily L. 2002. Buku saku Keperawatan Pediatri. Edisi 3. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth.J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Dinas Kesehatan DKI Jakarta. 2007. hepatitis , terdapat pada : www. Mediastore. com, diakses tanggal 4
februari 2013.
Kamus Saku Kedokteran Dorland
Markum. 1999. Ilmu Kesehatan anak. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Nanny Selamihardja/G.Sujayanto. 2007. Artikel Tentang Hepatitis, terdapat pada : www. Mediastore. com,
diakses tanggal 7 februari 2013.
Price, S.A. 1994. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-proses penyakit. Alih bahasa. dr. Peter Anugrah. Jakarta :
EGC
Rampengan. TH.dkk. 1993.Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Jakarta : EGC
Reeves, Charlene J. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Buku 1. Edisi 1. Jakarta : Salemba
Silalahi, Levi. 2004. hepatitis , terdapat pada : www. Mediastore. com, diakses tanggal 4 februari

2013.

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

58

- Dilindungi UU HAK CIPTA

Hernia
By : Gagah
Baskara A.N.

A. Definisi
Hernia adalah defek dalam dinding abdomen yang memungkinkan isi
abdomen (seperti peritoneum, lemak, usus atau kandung kemih) memasuki
defek tersebut, sehingga timbul kantong berisikan materi yang abnormal. Lokasi
tersering terjadinya hernia adalah pada skrotum, inguinal, dinding abdomen,
atau diafragma (Tambayong, 2000).

Gambar 1.1 Lokasi terjadinya hernia (Tambayong, 2000).


B. Etiologi Hernia
1. Hernia inguinalis
Hernia inguinalis dapat dijumpai pada setiap usia, kejadiannya lebih
banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan. Etiologi hernia inguinalis
pada dasarnya dibedakan menjadi 3 klasifikasi (Jong, 2004) :
a. Kelemahan otot dinding abdomen
1) Kelemahan jaringan
2) Adanya daerah yang luas di ligamentum inguinalis
3) Trauma dan defisiensi otot
b. Peningkatan tekanan intra abdominal
1) Obesitas
2) Mengangkat beban berat
3) Konstipasi

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

4) Batuk kronik
5) Hipertropi prostat
6) Asites

59

- Dilindungi UU HAK CIPTA

Faktor resiko
1) Kelainan kongenital
2) Penuaan
3) Penyakit sistemik
2. Hernia umbilikalis
Hernia ini sering dialami oleh bayi baru lahir dan bayi yang berusia di bawah
6 bulan. Hernia umbilikalis terjadi karena adanya sebagian intestine yang
terdorong masuk ke abdominal dekat pusar yang akan memberikan defek berupa
benjolan saat mengejan. Hernia jenis ini biasanya akan sembuh dengan sendirinya
saat bayi menginjak usia 1 tahun (Priyatna, 2009).
3. Hernia Diafragmatika
Penyebab pasti hernia diafragmatika masih belum pasti. Hal ini sering
dihubungkan dengan penggunaan obat-obat seperti thalidomide, quinine, dll. Pada
neonates, hernia ini disebabkan oleh gangguan pembentukan diafragma.
Gangguan pembentukan itu dapat berupa kegagalan pembentukan sebagian
diafragma, gangguan fusi ketiga unsur dan gangguan pembentukan otot. Pada
gangguan-gangguan sejenis inilah terbentuknya lubang hernia (Fisher, 2009)
C. Patogenesis
1. Patofisiologi umum
Defek pada dinding abdomen yang didapat secara kongenital, missal hernia
umbilikalis, kanalis femoralis atau didapat baru akibat suatu insisi dan dibatasi oleh
peritoneum. Peningkatan tekanan intraabdomen lebih lanjut membuat defek
semakin lemah dan menyebabkan beberapa isi intra abdomen, seperti omentum,
lengkung usus halus keluar melalui celah tersebut. Isi usus yang terjebak di dalam
kantung menyebabkan inkarserasi (ketidakmampuan untuk mengurangi isi) dan
memungkinkan terjadinya strangulasi atau terhambatnya aliran darah ke daerah
yang mengalami inkarserasi (Grace, 2007).

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

60

- Dilindungi UU HAK CIPTA

2. Patomekanisme Umum

D. Gambaran klinis
Pada umumnya pasien akan datang dengan benjolan di tempat-tempat yang
sering terjadi hernia, nyeri pada benjolan, mual akibat obstruksi usus, terdengar
bising usus pada benjolan, nyeri abdomen seperti kram dan distensi abdomen,
kembung, perubahan pola eliminasi BAB, gelisah, dehidrasi (Jong, 2004).
1. Hernia femoralis, berada di inferior lateral tuberkulum pubikum. Biasanya hernia ini
mendatarkan garis-garis kulit di lipatan paha dan 10 kali lebih sering terjadi pada
wanita disbanding pria. Hernia femoralis tidak dapat dikembalikan ke tempat
semula (irreducible) (Grace, 2007).
2. Hernia inguinalis, berada di superior medial tuberkulum pubikum namun dapat
meluas jika hernia mengalami pembesaran, biasanya terdapat juga garis-garis
lipatan tegas di paha. Terdapat 2 jenis hernia inguinalis, (Grace, 2007) :

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

61

- Dilindungi UU HAK CIPTA

a. Hernia inguinalis indirek dapat dilakukan pemeriksaan dengan tekanan jari-jari


di sekitar cincin inguinalis interna.
b. Hernia inguinalis direk sulit dilakukan pemeriksaan dengan penekanan jari-jari
tangan, dan lebih sering pada pria usia tua.
3. Hernia umbilikalis sejati timbul sejak lahir dan mempunyai defek simetris pada
umbilicus akibat kegagalan menutup (Grace, 2007).
E. Penatalaksanaan
Hal yang perlu dilakukan sebelum melakukan tindakan pada hernia adalah
sebagai berikut (Grace, 2006):
1. Keparahan gejala
2. Risiko komplikasi (tipe, ukuran leher hernia)
3. Kemudahaan untuk perbaikan (lokasi, ukuran)
4. Kemungkinan berhasil (banyaknya isi perut yang hilang)
5. Kelayakan operasi
6. Pengaruh terhadap gaya hidup (pekerjaan, hobi)
Setelah hal-hal di atas terpenuhi, maka tindakan yang perlu dilakukan adalah
tindakan pembedahan dengan prinsip pembedahan berupa, (Grace, 2007) :
1. Herniotomi, adalah eksisi kantung hernianya saja untuk pasien anak
2. Herniorafi, adalah memperbaiki defek dengan pemasangan jarring (mesh) yang
biasa dilakukan untuk hernia inguinalis yang dimasukan melalui laparoskopi.
3. Hernioplasty, adalah memperkecil annulus inguinalis internus dan memperkuat
dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplasty lebih berperan dalam
pencegahan radiatif dibandingkan herniotomi
Perbaikan dengan bedah biasanya ditawarkan pada pasien-pasien dengan (Grace,
2007) :
1. Hernia dengan resiko komplikasi apapun gejalanya
2. Hernia dengan adanya gejala-gejala obstruksi sebelumnya
3. Hernia dengan risiko komplikasi yang rendah namun dengan gejala mengganggu
gaya hidup.

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

62

- Dilindungi UU HAK CIPTA

F. Komplikasi pembedahan
Segala jenis pembedahan yang dilkakukan terhadap hernia dapat
menimbulkan berbagai komplikasi, komplikasi yang paling sering terjadi biasanya
adalah (Grace, 2006) :
1. Hematoma
2. Retensi urin akut
3. Infeksi pada luka

4. Nyeri kronis, Nyeri dan


pembengkakan testis yang
myebabkan atrofi testis
5. Rekurensi hernia (sekitar 2%)

G.

Prognosis
at vitam
at sanam
at functionam

: bonam
: bonam
: bonam (jika tidak terjadi komplikasi)

Daftar Pustaka
Fischer, J.C, Haley M.J, Ruiz-Elizalde, et al. 2006. Model Untuk Memprediksi Multivarian
Kekambuhan Pada Hernia Diafragma Kongenital. Journal Pedriatic Surg. 148(5) : 595-9
Grace, Pierce A., Neil R. Borley. 2006. Surgery at a Glance. New York : Blackwell Publishing
Ltd.
____. 2007. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta : Penerbit Erlangga
Jong, W.D. 2004. Dinding Perut Hernia, Retroperitoneum, dan Omentum. Dalam :
Sjamsuhidayat, R., ed. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
Priyatna, Andri. 2009. Be A Smart Teenager (For Boys and Girls). Jakarta : Elex Media
Komputindo
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

63

- Dilindungi UU HAK CIPTA

Hipertensi
Portal
By : Go Ferra
A. Definisi
Hipertensi portal didefinisikan sebagai
peningkatan hepatic venous pressure
Marchella
gradient (HVPG) lebih dari 5 mmHg.
B. Etiologi
Peningkatan resistensi terhadap aliran darah porta dapat timbul pada
berbagai keadaan yang dapat dibagi menjadi penyebab prahepatic,
intrahepatic, dan pascahepatic.Penyakit
prahepaticyangutama adalah thrombosis oklusif dan penyempitan vena porta se
belum pembuluh ini bercabang-cabang di dalam hati. Splenomegali masif juga
dapat mengalihkan darah dalam jumlah besar ke dalam vena lienalis.
Penyebab pascahepatic yang utama adalah jantung kanan yang parah
perikarditis konstriktiva, dan obstruksi aliran keluar vena hepatika.
Penyebab intrahepatic yang dominan adalah sirosis yang merupakan
penyebab sebagian besar kasus hipertensi porta. Penyebab yang jauh lebih
jarang adalah skistosomiasis,
perlemakanmasif, penyakit granulomatosa difus seperti sarkoidosis dan tuberkul
osis miliaris, dan penyakit yang mengenai mikrosirkulasi porta, misalnya
hiperplasia regeneratif nodular.
Prahepatik
: trombosis vena porta
Pascahepatic
: gagal jantung kanan, perikarditis konstriktif, dll
Intrahepatic
:
a. Prasinusoid : hepatitis kronis, sirosis bilier primer, granuloma pada sistos
omiasis,tuberkulosis, leukemia, dll
b. Sinusoid: hepatitis akut, kerusakan akibat alkohol (perlemakan hati,
sirosis), toksin,amiloidosis, dll.
c. Pascasinusoid : penyakit oklusi vena pada vena kecil dan venula,
sindrom Budd-Chiari(obstruksi vena hepatika besar)
C. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda yang muncul bisa seperti menurunnya berat badan, darah dalam tinja,
sesak nafas. Namun munculnya hipertensi portal tidak selalu disertai gejala, gejala klinis
biasanya muncul akibat komplikasi yaitu
a. Hematemesis
b. Melena
c. Ensefalopati akibat fungsi hati
yang buruk
d. Asites

e. Hepatomegali
f. Splenomegali
g. Pelebaran vena dinding perut
dan caput medusa
h. Ikterus

D. Penegakan Diagnosis
a. Pembesaran limpa biasanya bisa dirasakan/ diraba melalui dinding perut
Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

64

- Dilindungi UU HAK CIPTA

b. Cairan di perut bisa diketahui dari adanya pembengkakan perut dan


pemeriksaan perkusi perut
c. USG dilakukan untuk memeriksa aliran darah di dalam pembuluh darah
portal dan bisa menunjukan adanya pengumpulan cairan di perut
d. CTScan digunakan untuk memeriksa pelebaran pembuluh vena
e. Tekanan dalam sistem portal bisa diukur secara langsung dengan
memasukkan jarum melalui dinding perut ke dalam hati dan limpa
E. Patomekanisme
Tanpa memandang penyakit dasarnya, mekanisme primer penyebab
hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui
hati. Selain itu biasanya terjadi peningkatan aliran arteria splangnikus.
Kombinasi kedua faktor yaitu menurunnya aliran keluar melalui vena hepatika
dan meningkatnya aliran masuk bersama sama menghasilkan beban berlebihan
pada sistem portal. Pembebanan berlebihan sistem portal ini merangsang
timbulnya aliran kolateral guna menghindari obstruksi hepatik (varises).
Tekanan balik pada sistem portal menyebabkan splenomegali dan sebagian
bertanggung jawab atas tertimbunnya asites.
Asites merupakan penimbunan cairan encer intraperitoneal yang
mengandung sedikit protein. Faktor utama patogenesis asites
adalahpeningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus (hipertensi porta) dan
penurunan tekanan osmotik koloid akibat hipoalbuminemia. Faktor lain yang
berperan adalah retensi natrium dan air serta peningkatan sintesis dan aliran
limfe hati.
Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal
terdapat pada esofagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini ke vena
kava menyebabkan dilatasi vena-vena tersebut (varises esofagus). Varises ini
terjadi pada sekitar 70% penderita sirosis lanjut. Perdarahan dari varises ini
sering menyebabkan kematian.
Sirkulasi kolateral juga melibatkan vena superfisial dinding abdomen, dan
timbulnya sirkulasi ini menyebabkan dilatasi vena-vena sekitar umbilikus (kaput
medusa). Sistem vena rektal membantu dekompensasi tekanan portal sehingga
vena-vena berdilatasi dan dapat menyebabkan berkembangnya hemoroid
interna. Perdarahan dari hemoroid yang pecah biasanyatidak hebat,
karenatekanadi daerah ini tidak setinggi tekanan pada esofagus karena jarak
yang lebih jauh dari vena porta.
Splenomegali pada sirosis dapat dijelaskan berdasarkan kongesti pasif
kronis akibat aliran balik dan tekanan darah yang lebih tinggi pada vena linealis.

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

65

- Dilindungi UU HAK CIPTA

F. Tatalaksana
Obat-Obatan diberikan untuk mengatasi perdarahan akut dan menjadi
profilaksis primer dan sekunder. Untuk mengurangi resiko perdarahan karena
varises esofageal, diusahakan untuk menurunkan tekanan darah di dalam vena
porta, yaitu dengan obat-obatan beta bloker, antara lain propanolol, nadolol,
Timolol, Atenolol, Metoprolol, Nebovolol, Esmolol, dll.
Perdarahan pada varises esofageal merupakan keadaan darurat.
Vasopresin bisa diberikan secara intravena untuk mengkerutkan vena yang
berdarah, dapat juga diberikan obat anti sekresi hormon sehingga terjadi
vasodilatasi pembuluh darah, seperti Somatostatin.

Terapi Endoskopi
Terapi endoskopi adalah skleroterapi dan ligasi, dilakukan secara selektif
dengan kemungkinan terjadinya perforasi esofagus.
Terapi Pembedahan
Pembedahan shunting portosystemic dapat menurunkan resiko terjadinya
perdarahan dengan konsekuensi penurunan aliran vena porta, penurunan
perfusi hati, dekompensasi liver, dan ensefalopati. Pada keadaan yang
lebih lanjut bila penyebab hipertensi portal adalah intrahepatik maka
transplantasi liver dapat dilakukan. Indikasi pembedahan adalah kegagalan
terapi endoskopi skleroterapi maupun ligasi, splenomegali masif dengan
hipersplenisme, dan tidak ada kelengkapan endoskopi.

G. Prognosis
Pada beberapa studi, angka mortalitas pada episode awal dari perdarahan
varises adalah sebesar 50%. Angka kematian akibat perdarahan varises ini di
hubungkan dengan derajat keparahan penyakit hati.

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

66

- Dilindungi UU HAK CIPTA

Sirosis
Hepatis
Definisi

By : Fitriani
Nurnadziah

Sirosis hepatis adalah stadium akhir dari fibrosis pada jaringan hepar. Kondisi
didefinisikan secara histopatologi sebagai distorsi arsitektur hati akibat formasi dari
nodul-nodul regenerative. Nodul-nodul ini terbentuk dari jaringan fibrosa sebagai
respon dari injury yang kronis pada parenkim hati. Hal ini menyebabkan penurunan
massa hepatoseluler dan fungsinya, serta gangguan aliran darah. Sifatnya adalah
irreversibel.
Klasifikasi
Dasar pengklasifikasiannya berasal dari :

Etiologi
Pembagian sirosis menurut etiologi :
1. Sirosis portal Laennec (alkoholik nutrisional), dimana jaringan parutsecara
khas mengelilingi daerah portal. Sering disebabkan oleh alkoholisme kronis.
2. Sirosis pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang
lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati disekitar
saluran empedu. Terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis

Morfologi
Secara morfologi dilihat dari bentuk nodul fibrosa pada sirosis dibagi atas :

1. Sirosis Mikronoduler
2. Sirosis Makronoduler
3. Sirosis Campuran

Fungsi
Secara fungsi, sirosis hepatis dibagi atas:
1. Kompensasi baik (laten, sirosis dini)
2. Dekompensasi (aktif, disertai kegagalan hepar, & hipertensi portal)
Seorang pasien sirosis hepatis ditegakkan diagnosis atas dasar ke 3 klasifikasi
diatas.
Contoh:

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

67

- Dilindungi UU HAK CIPTA

1. Sirosis hepatis makronoduler (morfologi), akibat hepatitis B (etiologi), dengan


kegagalan (fungsi) hati disertai hipertensi portal (fungsional). Prognosis
progresif.
2. Sirosis hepatis mikronoduler (morfologi), akibat alkoholik (etiologi), dengan
kegagalan (fungsi) hati disertai hipertensi portal ringan (fungsional).
Prognosis regresif., dll

Etiologi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Perilaku alkoholisme
Hepatitis B
Hepatitis C
Hepatitis autoimun
Nonalcoholic steatohepatitis (NASH)
Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD)
Inherited metabolic liver disease
Cardiac cirrhosis
Gagal jantung kongestif khususnya pada orang dengan dekstrokardia karena
tekanan darah pada vena cava inferior yang terdilatasi lalu mempengaruhi

vaskularisasi hepar.
9. Sirosis Biliar
Fibrogenesis kronik pada ductus billiaris.
10.Primary sclerosing cholangitis
Infeksi pada ductus dan tractus billiaris yang menyebabkan pembuluh darah
setempat sklerotik.
11.Autoimmune cholangiopathy
Segala penyakit atau sindrom autoimun yang menyebabkan injury
necroinflamatori kronis pada ductus biliaris.
12.Hemochromatosis
Kegagalan metabolisme besi sehingga menigkatkan deposisi besi di hepar.
Apabila tidak diatasi dapat menyebabkan fibrosis portal atau
hepatocarcinoma. Kasus ini cukup umum dengan genetic susceptibility 1 :
250, tetapi tidak lebih dari 5% yang berkembang menjadi sirosis.

13.Wilson's disease
Kegagalan metabolisme Cu (tembaga). Apabila tidak diatasi dengan terapi
kelasi dapat menyebabkan akumulasi Cu di hepar dan bisa menyebabkan
fibrosis.
14.1 Antitrypsin deficiency
15.Cystic fibrosis
16.Cryptogenic cirrhosis (Unknown causes)
Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

68

- Dilindungi UU HAK CIPTA

Epidemiologi
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga
pada pasien yang berusia 45 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan
kanker). Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian.
Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Penderita sirosis
hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika dibandingkandengan kaum
wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak antaragolongan umur 30
59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 49 tahun. Alkoholisme dan obesitas sangat
mempengaruhi angka insidensi penyakit ini.
Manifestasi Klinis
Gejala klinis dari sirosis hepatis sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala
sampai dengan gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara
maju, maka kasus Sirosis hati yang datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30%
dari seluruh populasi penyakit in, dan lebih kurang 30% lainnya ditemukan secara
kebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya ditemukan saat autopsi.
Gejala dan tanda utama yang diperlihatkan pasien merupakan manifestasi dari
pembentukan nodul fibrosa pada hepar dan hipertensi portal, yakni :

Edema
Ikterus
Koma
Spider nevi
Alopesia pectoralis
Ginekomastia
Asites
Rambut pubis rontok
Eritema Palmaris (ALD)

Atropi testis
Anemia
Varises oesophagus
Spleenomegali
Caput medusae
Collateral veinhemorrhoid
Kelainan sel darah tepi (anemia,
leukopeni dan trombositopeni)

Penegakan Diagnosis

Anamnesis
Mengingat gejala sirosis hepatis bervariasi beberapa gejala mungkin tidak
ditemukan dalam praktik klinis, maka perlu pemeriksaan lebih lanjut.
Beberapa gejala yang mungkin dikeluhkan pasien :
a. Mudah lelah
b. Impotensi
c. Gynecomastia
d. Hilang nafsu makan
e. Mual dan muntah
Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

69

- Dilindungi UU HAK CIPTA

f. Epistaksis
g. Confusio
Pemeriksaan Fisik
Pada pasien ditemukan :
a. Hepato(spleno)megali
b. Ikterik
c. Eritema Palmaris
d. Spider navi
e. Ginekomastia
f. Asites
Pemeriksaan Penunjang
a. Patologi Klinik
1. HB <<
2. Anemia (karena hipersplenisme)
3. Leukopenia
4. Trombositopeni
5. Hipokolesterolemia
6. Kenaikan kadar enzim transaminase
7. SGOT, SGPT (non spesifik)
8. Albumin <<
9. CHE <<
10.Elektrolit darah Na <4 meq/l tanda telah ada sindrom
hepatorenal
11.HBeAg/HBeAb, HBV DNA, HCV RNA penentuan etiologi sirosis.
adalah penting dalam
12.AFP (Alfa Feto Protein) Nilai AFP yg terus meningkat
mempunyai nilai diagnostik, kearah hepatoma/ kanker hepar
primer.
b. Radiologi (CT, MRI, Endoskopi, USG)
c. Patologi Anatomi
1. Biopsi hepar GOLD STANDAR

Patomekanisme
Mekanisme yang paling penting dipelajari : membentuk nodul fibrosa!

ALKOHOLISME
Konsumsi alcohol
berlebihan
(alkoholisme)

Metabolisme di
inisiasi oleh enzim
ADH (alcohol
dehidrogenase) di
gaster

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

70

Absorbsi etanol di
intestine dan sebagian
kecil di gaster

- Dilindungi UU HAK CIPTA

Masuk ke aliran darah


lewat v. mesenterica
(+v. lienalis) vena
porta hepatica
sinusoid

Hepatosit disekitar
sinusoid mensekresi 3
enzim yakni : Cytosolic
ADH, Microsomal,
Peroxisom

Kerusakan oksidatif
hepar
Hasil sampingan
metabolisme berupa
ROS tidak bisa di
netralkan oleh
antioksidan

Pembentukkan nodul
nodul fibrosa untuk
menggantikan jaringan
*Mekanisme pembentukan
Proses inflamasi karena sel apoptotic atau necrotic makrofag
jaringan
(sel kuffer)
yang rusak
*
jaringan fibrosis

aktif menginduksi respon imun selular sel T sel T mengeluarkan sitokin IL 6,


IFN gamma, CD 40, dan CCL 21 aktifasi sel stelat untuk regenerasi sel
Sel kuffer setelah aktif mengeluarkan sitokin TGF beta 1, TNF alpha, IL 6, IGF
aktifasi sel stelat untuk regenerasi sel
Sel stelate di spatium disse setelah diaktifkan juga oleh ROS karena proses oksidasi
sel setelah apoptotic mensekresi ECM protein (extracellular matrix) protein seperti
collagen, fibronectin, elastin, laminin
dan
hyaluronin
disse terisi
jaringan
v. porta
hepatica
spatiumReplikasi
virus
pada
VIRAL
HEPATITIS
parenkim hati
sel-sel
di sirosis hepatis
fibrosa kapilarisasi sinusoidalinfeksi
nodul
meluas
parenkim hati
Sekresi sitokin
sitotoksik
untuk
Virus
secara
fecalPembentukkan
nodul
Induksi sistem imun
membunuh
oral
borne
masuk
ke
Dilarang
menduplikasi
buku
HSC ini - 71 - Dilindungi UU
HAKdiawali
CIPTA
Makrofag
nodul
fibrosa untuk
selular
hepatosit yang telah
NK
cell
aktif
GIT
menyajikan ke sel T
menggantikan jaringan
dengan agregasi
terinvasi oleh virus

Lihat gambar ini agar lebih jelas :

Prognosis

Ad vitam
Dubia ad malam, karena hanya bisa diatasi dengan transplantasi hepar.
Proses regenerative fibrogenesis ireversible. Tapi prognosis bisa diperbaiki

apabila tipe sirosisnya kompensata.


Ad functionam
Malam, karena fungsi hepar yang cukup vital untuk metabolisme protein,

lemak, karbohidrat dan xenobiotik tidak tergantikan.


Ad sanam
Malam, karena prosesnya irreversible dan sirosis juga merupakan kegagalan
hati stadium akhir.

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

72

- Dilindungi UU HAK CIPTA

Referensi :
Rader, D. 2007. Disorders of Liver dalam : Harrisons Principles of Internal Medicine. Editor :
Dennis Kasper, Antony Fauci, Dan Longo, Eugene Braunwald, Stephen Hauser, Larry
Jameson. New York : McGraw-Hill.
Rockey, D, F Scott. 2006. Pathophysiology of The Liver. New York : UT Southwestern.
Gramenzi, A. 2006 . Review article: Alcoholic Liver Disease Pathophysiological Aspects and
Risk Factors. Journal Of Alimentary Pharmacology and Theurapeutic. Vol 38 : 11521157
Lucey, M, et al. 2009. Alcoholic Hepatitis. The New England Journal Of Medicine. Vol 360 :
2758-69.
Batallert, R, et al. Liver Fibrosis. Science of Medicine. Vol 115 (2) : 209-215.

Dilarang menduplikasi buku HSC ini -

73

- Dilindungi UU HAK CIPTA

You might also like