Professional Documents
Culture Documents
APPENDICITIS AKUT
Disusun oleh :
dr. DESLIA CHAERANI
Pembimbing :
dr. Febiansyah Kartadinata Rachim, Sp.B
Pendamping :
dr. Normasari
dr. Elvi Agustina
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................. 1
Daftar Isi........................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................4
BAB III LAPORAN KASUS............................................................................24
BAB IV PEMBAHASAN KASUS...................................................................33
BAB V KESIMPULAN.......................................................................35
Daftar Pustaka....................................................................................36
BAB I
PENDAHULUAN
Appendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang dikenal di
masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus buntu yang sebenarnya adalah
sekum. Organ yang tidak diketahui fungsinya ini sering menimbulkan masalah
kesehatan. Peradangan akut appendiks memerlukan tindakan bedah segera untuk
menghindari komplikasi yang umumnya berbahaya.
Appendicitis merupakan peradangan dari appendiks vermiformis, yang lebih
dikenal dengan sebutan infeksi usus buntu dan ini merupakan penyakit yang
sering dijumpai. Meskipun sebagian besar pasien dengan appendicitis akut dapat
dengan mudah didiagnosis tetapi tanda dan gejalanya cukup bervariasi, sehingga
diagnosis secara klinis dapat menjadi sulit ditegakkan, untuk itu dokter harus
mempunyai pengetahuan yang baik untuk mengenal appendicitis. Pada
appendicitis tidak mungkin dapat ditemukan satu gejala klinis yang tidak dapat
ditentukan oleh satu tes khusus untuk mendiagnosanya secara tepat. Pada
beberapa kasus appendicitis dapat sembuh tanpa pengobatan, tapi banyak juga
yang memerlukan laparotomi. Appendicitis akut dapat menyebabkan kematian
karena peritonitis dan syok.
Appendicitis merupakan penyebab tersering dari nyeri abdomen yang
progresif dan menetap pada semua golongan umur, kegagalan menegakkan
diagnosa dan keterlambatan penatalaksanaannya akan menyebabkan peningkatan
morbiditas dan mortalitas.
Pada masyarakat dengan kebiasaan diet tinggi serat, appendicitis jarang
terjadi, dikarenakan serat akan menurunkan viskositas feses, mempersingkat
waktu transit feses dan menghambat pembentukan fekalit. Fekalit dapat
menyebabkan obstruksi pada lumen appendiks. Kejadian appendicitis dapat
berkurang karena kebiasaan diet tinggi serat dan kebiasaan menggunakan toilet
jongkok bila dibandingkan dengan toilet duduk.1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
APPENDICITIS AKUT
2.1 ANATOMI 2,3
Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch
membentuk produk immunoglobulin, berbentuk tabung, panjangnya kira-kira
10 cm (kisaran 3-15 cm) dengan diameter 0,5-1 cm, dan berpangkal di
caecum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal.
Appendiks terletak di kuadran kanan bawah abdomen, tepatnya di
ileocaecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli (taenia libera, taenia
colica, dan taenia omentum). Dari topografi anatomi, letak pangkal appendiks
berada pada titik McBurney, yaitu titik pada garis antara umbilicus dan SIAS
kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan.
Appendix vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum)
yang bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale.
Mesenteriolum berisi a.apendikularis (cabang a.ileocolica). Orificiumnya
terletak 2,5 cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan
lemak yang mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki
limfonodi kecil.
Struktur appendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu
mukosa, submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan
sirkuler) dan serosa. Appendiks mungkin tidak terlihat karena adanya
membran Jackson yang merupakan lapisan peritoneum yang menyebar dari
bagian lateral abdomen ke ileum terminal, menutup caecum dan appendiks.
Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat kendor dan jaringan elastik
membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara mukosa dan
submukosa terdapat lympho nodes. Mukosa terdiri dari satu lapis collumnar
epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut crypta lieberkuhn. Dinding
dalam sama dan berhubungan dengan caecum (inner circular layer). Dinding
luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan ketiga taenia colli
pada pertemuan caecum dan appendiks. Taenia anterior digunakan sebagai
minggu ke-8 yaitu bagian ujung dari protuberans caecum. Pada saat antenatal
dan postnatal, pertumbuhan dari caecum yang berlebih akan menjadi
appendiks, yang akan berpindah dari medial menuju katup ileosekal.
Pada bayi, appendiks berbentuk kerucut , lebar pada pangkalnya dan
menyempit ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya
insiden appendicitis pada usia itu.
Pada 65% kasus, appendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu
memungkinkan appendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada
panjang mesoappendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, appendiks
terletak
retroperitoneal,
yaitu
di
belakang
caecum,
di
belakang
mengalami gangren.2
Secara histologis, appendiks mempunyai basis struktur yang sama
Tunika Mukosa
: memiliki kriptus tetapi tidak memiliki villus.
Tunika Submukosa : banyak folikel lymphoid.
Tunika Muskularis : stratum circulare sebelah dalam dan stratum
longitudinale (gabungan tiga taenia coli) sebelah
Tunika Serosa
luar.
: bila letaknya intraperitoneal asalnya dari
peritoneum viscerale.
karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan
jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.
Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada appendiks sekitar 2
minggu setelah lahir. Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap
saat dewasa dan kemudian berkurang mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun,
tidak ada jaringan lymphoid lagi di appendiks dan terjadi penghancuran
lumen appendiks komplit.
2.3 DEFINISI 2
Appendicitis merupakan peradangan pada appendix vermiformis.
Peradangan akut appendiks memerlukan tindakan bedah segera untuk
mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya.
2.4 ETIOLOGI
Obstruksi lumen merupakan penyebab utama appendicitis. Fekalit
merupakan penyebab tersering dari obstruksi appendiks. Penyebab lainnya
adalah hipertrofi jaringan limfoid, sisa barium dari pemeriksaan Roentgen,
diet rendah serat, dan cacing usus termasuk ascaris. Trauma tumpul atau
trauma karena colonoscopy dapat mencetuskan inflamasi pada appendiks.
Frekuensi obstruksi meningkat dengan memberatnya proses inflamasi.
Fekalit ditemukan pada 40% dari kasus appendicitis akut, sekitar 65%
merupakan appendicitis gangrenous tanpa ruptur dan sekitar 90% kasus
appendicitis gangrenous dengan ruptur.
Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan appendicitis adalah
erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. histolytica. Penelitian
epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan
pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendicitis. Konstipasi akan
meningkatkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan
fungsional appendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon
biasa. Semuanya akan mempermudah terjadinya appendisits akut.3
2.5 PATOFISIOLOGI
Appendicitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen appendiks
oleh hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis
akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian
proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa
appendiks yang distensi. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang
diproduksi mukosa mengalami bendungan.
Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding
appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan
tekanan intralumen. Kapasitas lumen appendiks normal hanya sekitar 0,1 ml.
Jika sekresi sekitar 0,5 ml dapat meningkatkan tekanan intralumen sekitar 60
cmH2O.
Manusia
merupakan
salah
satu
dari
sedikit
yang
dapat
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi appendicitis
perforasi.
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah appendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang disebut infiltrate appendicularis. Peradangan appendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang.
Infiltrat appendikularis merupakan tahap patologi appendicitis yang
dimulai di mukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding appendiks dalam
waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan
membatasi proses radang dengan menutup appendiks dengan omentum, usus
halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periappendikular. Di dalamnya
dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi.
Jika
tidak terbentuk
abses,
appendicitis
akan
sembuh
dan
massa
10
orang
dewasa,
terjadi
karena
keterlambatan
dalam
11
a. Gejala Klinis
Appendicitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang
kemudian disertai adanya massa periapendikular. Gejala appendisitis akut
umumnya timbul kurang dari 36 jam, dimulai dengan nyeri perut yang
didahului anoreksia. Gejala klasik appendicitis akut biasanya bermula dari
nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus. Nyeri menetap, kadang
disertai kram yang hilang-timbul. Dalam 2-12 jam nyeri beralih ke
kuadran kanan, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk.
Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang
menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan
semakin progresif.2
Terdapat juga keluhan malaise, dan demam yang tidak terlalu
tinggi. Suhu tubuh biasanya naik hingga 38oC, tetapi pada keadaan
perforasi suhu tubuh meningkat hingga >39oC. Biasanya juga terdapat
konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah. Sebagian
besar pasien mengalami obstipasi pada awal nyeri perut dan banyak pasien
yang merasa nyeri berkurang setelah buang air besar. Diare timbul pada
beberapa pasien terutama anak-anak.2
Pada 75% pasien dijumpai muntah yang umumnya hanya terjadi
satu atau dua kali saja. Muntah disebabkan oleh stimulasi saraf dan ileus.
Umumnya urutan munculnya gejala appendisitis adalah anoreksia, diikuti
nyeri perut dan muntah. Bila muntah mendahului nyeri perut, maka
diagnosis appendisitis diragukan. Muntah yang timbul sebelum nyeri perut
mengarah pada diagnosis gastroenteritis. 2
Appendicitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari
oleh radang mendadak appendiks yang memberikan tanda setempat,
disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Umumnya nafsu
makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan
bawah ke titik McBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih
jelas letaknya sehingga merupakan somatik setempat. Kadang tidak ada
nyeri epigastrium tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa
12
terjadinya
perforasi.
Bila
terdapat
perangsangan
peritoneum biasanya pasien mengeluh sakit perut bila berjalan atau batuk.2
Bila letak appendiks retrosekal di luar rongga perut, karena
letaknya terlindung sekum maka tanda nyeri perut kanan bawah tidak
begitu jelas dan tidak ada rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah
perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan, karena kontraksi otot
psoas mayor yang menegang dari dorsal.3
Appendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat
menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga
peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan
berulang-ulang. Jika appendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat
terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya.3
Pada beberapa keadaan, appendicitis agak sulit didiagnosis
sehingga tidak ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi. Gejala
appendicitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya
rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa
nyerinya dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan
anak akan menjadi lemah dan letargi. Karena gejala yang tidak khas tadi,
sering appendicitis diketahui setelah perforasi. Pada bayi, 80-90 %
appendicitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.3
Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja,
tidak jarang terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separuh penderita
baru dapat didiagnosis setelah perforasi.3
Pada kehamilan, keluhan utama appendicitis adalah nyeri perut,
mual, dan muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester
pertama sering juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut,
sekum dengan appendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan
tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.3
b. Tanda Klinis
13
Rovsings Sign
Penekanan pada abdomen kuadran kiri bawah akan menimbulkan
nyeri di abdomen kuadran kanan bawah. Hal ini disebabkan oleh
karena iritasi dari peritoneum. Disebut juga nyeri tekan kontralateral.
Sering positif pada appendicitis namun tidak spesifik.
Blumberg Sign
Manuver dikatakan positif apabila penderita merasakan nyeri di
kuadran kanan bawah saat pemeriksa menekan di abdomen kuadran
kiri bawah lalu melepaskannya. Disebut juga nyeri lepas kontralateral.
Psoas Sign
Pasien berbaring pada sisi kiri, tangan pemeriksa memegang lutut
pasien dan tangan kiri menstabilkan pinggulnya. Kemudian tungkai
kanan pasien digerakkan ke arah anteroposterior. Nyeri pada manuver
ini menunjukkan appendiks mengalami peradangan kontak dengan
otot psoas yang meregang saat dilakukan manuver.
14
Obturator Test
Pasien terlentang, tangan kanan pemeriksa berpegangan pada telapak
kaki kanan pasien sedangkan tangan kiri di sendi lututnya. Kemudian
pemeriksa memposisikan sendi lutut pasien dalam posisi fleksi dan
articulatio coxae dalam posisi endorotasi kemudian eksorotasi. Tes ini
positif bila pasien merasakan nyeri di hipogastrium saat eksorotasi.
Nyeri pada manuver ini menunjukkan adanya perforasi apendiks,
abses lokal, iritasi m.obturatorius oleh appendiks dengan letak
retrocaecal, atau adanya hernia obturatoria.
15
seperti
inflammatory
bowel
disease,
diverticulitis
cecal,
16
Vomitus
Anorexia
1+
Total point
10
17
Gastroenteritis
Pada gastroenteritis, mual dan muntah serta diare mendahului rasa sakit.
Sakit perut dirasa lebih ringan dan tidak tegas. Hiperperistaltik sering
ditemukan. Demam dan leukositosis kurang menonjol.
2.
Diverticulitis
Meskipun diverticulitis biasanya terletak di perut sebelah kiri, namun tidak
menutup kemungkinan untuk terjadi di perut sebelah kanan. Gejala klinis
sangat mirip dengan appendicitis akut.
3.
4.
Peradangan Pelvis
Tuba fallopi kanan dan ovarium terletak dekat dengan appendiks. Radang
kedua organ ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-oovoritis atau
adneksitis. Didapatkan riwayat kontak seksual pada diagnosis penyakit ini.
Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendicitis dan nyeri perut bagian
bawah lebih difus. Biasanya disertai dengan keputihan pada wanita. Pada
colok vaginal (vaginal toucher) terasa nyeri bila uterus diayunkan.
5.
Kehamilan Ektopik
Riwayat menstruasi terhambat dengan keluhan tidak menentu. Jika terjadi
ruptur tuba atau abortus di luar rahim dengan perdarahan akan timbul nyeri
yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin akan terjadi syok
hipovolemik. Pada pemeriksaan colok vaginal didapatkan nyeri dan
penonjolan di cavum Douglas, dan pada kuldosentesis akan didapatkan
darah.
6. Demam Dengue
18
Demam Dengue dapat dimulai dengan sakit perut mirip peritonitis. Di sini
didapatkan hasil tes positif untuk Rumple Leede, trombositopenia, dan
hematokrit yang meningkat.
7. Kista Ovarium Terpuntir
Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa
dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vaginal, atau colok
rektal. Tidak terdapat
demam.
Pemeriksaan
ultrasonografi dapat
menetukan diagnosis.
8. Endometriasis Eksterna
Endometrium di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri ditempat
endometriosis berada, dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena
tidak ada jalan keluar.
19
akan
20
anak kecil, wanita hamil,dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif
tidak membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi
secepatnya.
Bila pada waktu membuka perut terdapat periappendikular infiltrat
maka luka operasi ditutup lagi, appendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif
pada periappendikular infiltrat :
1. Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi.
2. Diet lunak bubur saring.
3. Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi
yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah
keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan
appendectomy. Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja
dan appendectomy dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika
ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan
jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau
abses, dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah.
Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi.
Biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila gejala menghebat, tandanya
terjadi perforasi maka harus dipertimbangkan appendectomy. Batas dari
massa hendaknya diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada hari
ke5-7 massa mulai mengecil dan terlokalisir. Bila massa tidak juga
mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan massa harus segera dibuka dan
didrainase.
Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral
dimana nyeri tekan adalah maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai
secara ekstraperitoneal, bila appendiks mudah diambil, lebih baik diambil
karena appendiks ini akan menjadi sumber infeksi. Bila appendiks sukar
dilepas, maka appendiks dapat dipertahankan karena jika dipaksakan akan
ruptur dan infeksi dapat menyebar. Abses didrainase dengan selang yang
berdiameter besar, dan dikeluarkan lewat samping perut. Pipa drainase
21
didiamkan selama 72 jam, bila pus sudah kurang dari 100 cc/hari, drain
dapat diputar dan ditarik sedikit demi sedikit sepanjang 1 inci tiap hari.
Antibiotik sistemik dilanjutkan sampai minimal 5 hari post operasi.
Untuk mengecek pengecilan abses tiap hari penderita diperiksa colok dubur.
Penderita periappendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang : 4
LED
Jumlah leukosit
Massa periappendikular infiltrat dianggap tenang apabila :
1. Anamesis : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri
abdomen.
2. Pemeriksaan Fisik :
a. Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu
tubuh (diukur di rektal dan aksiler).
b. Tanda-tanda appendisitis sudah tidak terdapat.
c. Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada
tetapi lebih kecil dibanding semula.
3. Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal.
22
2.11 KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik
berupa perforasi bebas maupun perforasi pada appendiks yang telah
mengalami pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan
appendiks, sekum, dan lekuk usus halus.2
Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen
menyeluruh.
Suhu tubuh naik tinggi sekali.
Nadi semakin cepat.
Defance muscular yang menyeluruh.
Perut distended.
Bising usus berkurang.
23
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 ANAMNESIS
Pemeriksaan dilakukan secara autoanamnesis di Instalasi Rawat Darurat
RSUD dr.Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan pada tanggal 3 April 2016,
pukul 18.30 WITA.
a. Identitas
Nama
Umur
Pekerjaan
Status
Alamat
Tanggal lahir
Suku
Agama
No.RM
: Nn. D
: 24 tahun
: Wiraswasta
: Belum menikah
: Banjar Wijaya B47 No.15, Kota Tangerang
: 25/07/1991
: Sunda
: Islam
: 64.38.08
b. Keluhan Utama
Nyeri perut kanan bawah sejak 3 jam SMRS.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Empat hari SMRS (30/03/2016) pukul 18.00 WITA, pasien merasakan
nyeri perut di sekitar ulu hati dan sekitar pusar. Disertai mual, tidak ada
muntah. Sifat nyeri tajam seperti ditusuk-tusuk, terkadang terasa mulas
dan kram-kram. Nyeri perut hilang timbul. Tidak disertai demam. Buang
air besar, buang air kecil, buang angin tidak ada keluhan. Pasien sempat
datang ke IGD RSUD dr.Kanujoso Djatiwibowo (30/03/2016) pukul 22.00
WITA, diberikan obat injeksi Ranitidine 50mg, injeksi Ketorolak 30mg
kemudian diberikan obat pulang yaitu Sucralfat sirup 4 kali 1 sendok
makan, Buscopan tablet 2 kali 10mg, Domperidon tablet 3 kali 10mg.
Sampai di rumah, pasien masih merasakan nyeri perut hilang timbul.
Dua hari kemudian (01/04/2016), timbul demam. Suhu berkisar
24
sebanyak 7 kali. Sekitar pukul 18.30 WITA, pasien dibawa ke IGD RSUD
dr.Kanujoso Djatiwibowo. Nyeri perut semakin hebat terutama di perut
kanan bawah.
Buang air kecil, buang besar, buang angin tidak ada keluhan. Makan
dan minum seperti biasa. Riwayat menstruasi tidak ada keluhan, saat ini
pasien tidak sedang datang bulan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat asthma bronchiale dan alergi sea food. Pasien
tidak memiliki riwayat sakit gastritis sebelumnya.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak memiliki riwayat serupa. Hipertensi, diabetes
mellitus, asthma bronchiale, alergi obat disangkal.
f. Riwayat Kebiasaan
Pasien memiliki kebiasaan makan pedas dan rendah serat. Minum 2
liter air mineral setiap hari.
3.2 PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda Vital
:
-
Tekanan Darah
: 130/80 mmHg
Frekuensi Nadi
: 110 x/menit
Frekuensi Pernapasan
: 20 x/menit
Suhu
: 38.5 C
25
Status Generalis
Pemeriksaan
Kepala
Mata
Hasil
Normocephali, rambut hitam,
Konjungtiva anemis -/-, refleks cahaya langsung +/+,
Telinga
refleks cahaya tidak langsung +/+, sclera ikterik -/Normotia, liang telinga lapang +/+, membran timpani
intak +/+
Hidung
Deformitas -, sekret -, mukosa hiperemis Mulut & tenggorokan Bibir tidak kering, oral hygiene cukup, tonsil tenang
Leher
Toraks
Jantung
Paru
Abdomen
Ekstremitas
Hasil
Bentuk simetris, tampak lemas lembut,
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
massa (-)
Bising usus (+) normal
Tidak dilakukan karena pasien mengeluh kesakitan
Nyeri tekan (+) terutama regio kanan bawah
(Mc Burney sign +). Nyeri lepas regio kanan
bawah (+), Rovsing sign (+), Blumberg sign (+),
Psoas sign
26
Obturator sign
Rectal toucher
Positif
Tidak dilakukan
Hasil
Nilai Rujukan
13.6
41.9
11.340
271.000
5.0
83.3
27.0
32.5
13.6
12 -15 g/dL
35 - 49 %
4.500-11.500/ul
150.000-450.000/ul
4.0 juta-5.4 juta/ ul
80,0-94.0 fl
26,0 32,0 pg
32.0-36.0 g/Dl
11.5-14.5 %
1.4
0.1
83.8
8.9
5.8
1.0-3.0 %
0.0-2.0 %
50.0-70.0 %
18.0-42.0 %
2.0-11.0 %
91
76 - 180 mg/dl
Nilai Rujukan
Hasil
Kuning
Jernih
Kuning
Jernih
1.010
Negative
Negative
6.0
Negative
Negative
+
+Negative
Negative
Negative
1.005-1.030
Negative
Negative
5-8
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
Negative
27
- Leukosit
- Eritrosit
- Silinder
- Epitel
- Kristal
- Lain-lain
HCG Urine
0-1
0-1
Negative
10-15
Negative
Negative
Negative
1-5 /LPB
0-1 /LPB
Negative
0-4 /LPB
Negative
0.00-4.00
Laporan Pembedahan
Tindakan Operasi :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
28
Medikamentosa
3.6 PROGNOSIS
Ad vitam
Ad functionam
Ad sanationam
: Ad bonam
: Ad malam
: Ad bonam
PERJALANAN PENYAKIT
S : Nyeri di luka operasi, mual,
nyeri ulu hati, muntah (-)
O : KU: sakit sedang, compos
mentis
TD 110/80 mmHg, N 84 x/menit,
RR 20 x/menit, S 36.8 C
Abdomen : BU (+), supel, timpani,
luka operasi baik
A : Post appendectomy
e.c
29
PENATALAKSANAAN
- IVFD RL 20 tetes/menit
- Ceftriaxone 1 x 2 gram i.v
- Ketorolak 2 x 30 mg i.v
- Omeprazole 2 x 40 mg i.v
- Diet lunak
05-04-2016
- IVFD RL 20 tetes/menit
- Ceftriaxone 1 x 2 gram i.v
- Ketorolak 2 x 30 mg i.v
- Omeprazole 2 x 40 mg i.v
- Ganti verbant
RR 20 x/menit, S 36 C
Abdomen : BU (+), supel, timpani,
luka operasi baik
A : Post appendectomy
e.c
1 (POD 1)
S : Nyeri di luka operasi berkurang,
mual terkadang, berjalan (+)
O : KU: sakit sedang, compos
mentis
TD 110/70 mmHg, N 81 x/menit,
- IVFD RL 20 tetes/menit
- Ceftriaxone 1 x 2 gram i.v
- Ketorolak 2 x 30 mg i.v
- Omeprazole 2 x 40 mg i.v
- Rencana KRS besok
RR 20 x/menit, S 36.2 C
Abdomen : BU (+), supel, timpani,
luka operasi baik
A : Post appendectomy
e.c
2 (POD 2)
S : Nyeri di luka operasi berkurang,
mual terkadang, berjalan (+)
O : KU: sakit sedang, compos
mentis
TD 120/70 mmHg, N 82 x/menit,
RR 20 x/menit, S 36.1 C
Abdomen : BU (+), supel, timpani,
luka operasi baik
A : Post appendectomy
e.c
30
- Boleh KRS
- Ciprofloxasin 2 x 500 mg
p.o
- Paracetamol 3 x 1 gram
p.o
- Omeprazole 2 x 20 mg
p.o
- Kontrol poli bedah umum
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Pada anamnesa didapatkan pasien mengeluh nyeri di perut daerah ulu
hati, sekitar pusar, dan perut kanan bawah. Nyeri tersebut merupakan nyeri
visceral yang sifatnya difus, terletak pada mid-line, sekitar umbilikal, tidak dapat
ditunjukkan, bersifat tumpul dan tidak jelas, tidak menetap. Referred pain sesuai
persarafan yang terjadi akibat regangan organ. Nyeri visceral pada appendicitis ini
bermula di sekitar umbilicus sesuai dengan persarafan dari N.Thorakalis X. Nyeri
disebabkan oleh karena obstruksi lumen appendiks yang akan menyebabkan
peningkatan sekresi normal mukus dari mukosa appendiks yang distensi. Makin
lama mucus makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai
keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan
yang meningkat tersebut akan menyebabkan appendiks mengalami hipoksia,
menghambat aliran limfe dan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan
appendiks bertambah (edema). Pada saat inilah terjadi appendicitis akut fokal
yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Pasien juga mengeluhkan nyeri perut kanan bawah yang hilang timbul,
31
nyeri tersebut merupakan nyeri visceral yang berubah menjadi nyeri somatis.
Nyeri ini disebabkan oleh sekresi mukus yang terus berlanjut, tekanan akan terus
meningkat. Kemudian hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema
bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul akan
meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri daerah
kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan appendicitis supuratif akut.
Keluhan mual dan muntah pasien disebabkan oleh inflamasi dan tekanan
yang berlebihan pada appendiks yang distensi sehingga pusat muntah akan
diaktifkan dari saluran pencernaan melalui aferen nervus vagus.
Nyeri tekan daerah McBurney terjadi karena translokasi bakteri yang
menyebabkan nyeri somatis.
Illiopsoas sign menunjukkan peradangan dari appendiks yang letaknya
dekat dengan otot psoas. Obturator test juga positif karena gerakan rotasi dari
pinggang juga menghasilkan nyeri pada pasien dengan appendiks yang juga
terletak berdekatan dengan otot obturator eksternus.
Leukositosis
yang
didapatkan
dari
pemeriksaan
darah
lengkap
Penilaian
Gejala
Tanda
Didapat
1
-Nyeri beralih
Skor Ajuan
1
-Anoreksia
-Mual / muntah
-Nyeri perut kanan bawah
1
2
1
2
-Nyeri lepas
-Kenaikkan temperature
Laboratoriu
32
(> 72%)
Total Skor
10
BAB V
KESIMPULAN
Appendicitis adalah peradangan pada appendix vermicularis. Appendicitis
merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering dijumpai. Faktor
predisposisi dan etiologinya bisa bermacam-macam, namun obstruksi lumen
adalah penyebab utamanya.
Gejala klinis meliputi nyeri perut kanan bawah tepatnya di titik McBurney
disertai nyeri epigastrium, dapat pula nyeri di seluruh perut pada fase tertentu.
Dapat dijumpai mual, muntah, anoreksia, dan demam. Dapat dilakukan manuver
Rovsings sign, Blumberg sign, Illiopsoas sign, dan Obturator test dalam
membantu penegakan diagnosis.
Pada pasien ini, berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang yang dilakukan maka diagnosisnya adalah appendicitis
akut. Dari hasil pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini sudah
cukup terpenuhi. Penatalaksanan pada pasien ini sesuai dengan teori. Kondisi
pasien saat pulang telah dalam keadaan stabil. Prognosis pada pasien ini adalah ad
bonam.
33
DAFTAR PUSTAKA
34