Professional Documents
Culture Documents
BLOK 11
Kelompok E
122010101003
Rizka Nuzula W.
122010101004
Dina Aprilianti
122010101010
Oktavia Kusuma D.
122010101013
Ardhina Mahadica N.
122010101020
Bagus Satrio P.
122010101030
122010101034
122010101043
Ghuiranda Syabannur R.
122010101045
122010101052
122010101054
Laily Rahmawati.
122010101069
122010101084
Hanif Nur R.
122010101095
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
SKENARIO 4
Pak Mito, usia 45 tahun, datang ke IGD RSD. dr. Soebandi dengan keluhan nyeri
pinggang kanan yang hebat sejak 3 hari yang lalu. Nyeri hilang timbul sejak 1
bulan yang lalu dan menjalar ke perut bagian kanan bawah sampai ke paha kanan.
Pak Mito juga mengeluh mual, muntah, dan sering berkeringat dingin. BAK
sering tetapi sedikit-sedikit, dan berwarna merah. Pasien sering merasa ingin BAB
tetapi tidak bisa keluar. Pemeriksaan fisik: TD 140/90 mmHg, frekuensi nadi
100x/menit, ditemukan konjungtiva anemis dan nyeri ketok ginjal kanan. Dari
hasil pemeriksaan darah diperoleh Hb: 6 mg/dl, Leukosit 17.000 mg/dl. Dari
pemeriksaan mikroskopis ginjal didapatkan eritrosit urine +++, sedimen urine ++
+. Dokter juga menanyakan apakah ada riwayat trauma pada pinggangnya.
Selanjutnya dokter memberikan pemeriksaan penunjang yaitu USG abdomen dan
IVP.
LEARNING OBJECTIVE
Patologi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Nefrolithiasis
Ca sel ginjal/adenocarcinoma
Ca vesika urinaria buli-buli
Ca prostat
Ca penis
Tumor testis
Trauma ginjal dan ureter
Trauma uretra
Trauma vesika urinaria/buli-buli
1. NEFROLITHIASIS
A. Definisi
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus
dikelurkan. Indikasi untuk melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran
kemih adalah jika telah menimbulkan obstruksi dan infeksi.
Batu dapat dikelurkan dengan cara medikamentosa, dipecahkan dengan ESWL,
tindakan endourologi, bedah laparoskopi, pembedahan terbuka.
Medikamentosa
Terapi ini ditujukan untuk ukuran batu kurang dari 5 mm, karena batu diharapkan
dapat keluar secara spontan. Biasanya dilakukan pemberian diuretikum serta
banyak meminum air agar memperlancar aliran urin dan mendorong batu untuk
keluar.
ESWl
Alat ESWL adalah alat pemecah batu tanpa tindakan invasif dan anastesi. Batu
dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikelurkan bersama urin.
Tetapi tidak jarang ditemukan hematuria pada penggunaan ESWL ini.
Tindakan endourologi
Endourologi merupaka tindakan invasif yang berupa tindakan seperti: PNI
(Percutaneous Nephro Litholapaxy), litotripsi, ureteroskopi, dan ekstraksi dormia.
Bedah laparoskopi
Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran kemih saat ini sedang
berkembang. Cara in ibanyak digunakan untuk mengambil batu ureter.
Pembedahan terbuka
F. Pemeriksaan Penunjang
Urin
pH >7,6, sedimen eritrosit > 90%, biakkan urin, eksresi kalium, fosfor, serta asam
urat
Darah
G. Komplikasi
Gagal ginjal
Hidronefrosis
Infeksi
Avaskuler iskemia
2. ADENOKARSINOMA GINJAL
A. Definisi dan Epidemiologi
Merupakan tumor ganas parenkim ginjal yang berasal dari sel-sel tubulus
proksimalis
Dikenal juga sebagai Grawitz Tumor.
Merupakan 3% keganasan pada orang dewasa.
Kejadian pada pria dua kali lebih besar dibanding pada wanita
Kejadian tinggi pada usia >40 tahun.
B. Etiologi
Belum ditemukan secara pasti.
Faktor Resiko: merokok, konsumsi kafein, obat-obat analgesik, dan
pemberian esterogen.
C. Patologi
Tumor ini berasal dari tubulus proksimalis/distal/koligentes ginjal yang
semula berada pada bagian cortex ginjal. Seiring perkembangan tumor,
utuh.
Stadium II: tumor sudah menginvasi jaringan lemak perirenal dan Fascia
limfenodi di sekitarnya.
Stadium IV: tumor ekstensi ke organ lainnya (rektum)
E.
Gambaran Klinis
Nyeri pinggang, hematuria, teraba benjolan di pinggang.
Anemia
Hipertensi
Febris
Sindroma Paraneoplastik:
1. Gangguan faal hepar dan nekrosis jaringan hepar
2. Hiperkalsemia
3. Hipertensi
4. Polisitemia
F. Pencitraan
CT scan: akurat untuk melihat metastasis tumor ke organ lain, arteri, vena,
G. Terapi
Nefektomi: pengambilan jaringan tumor dan seluruh / sebagian jaringan
ginjal.
Hormonal: pemberian progesteron
Embolisasi
Imunoterapi
Radiasi eksterna
3. KARSINOMA BULI-BULI
Karsinoma ini merupakan keganasan kedua terbanyak pada sistem urogenitalia
setelah karsinoma prostat. Tumor ini dua kali lebih sering menyerang pria
daripada wanita.
A. Etiologi dan Faktor Resiko
Keganasan buli-buli terjadi karena induksi bahan karsinogen. Beberapa faktor
resikonya:
a.
Pekerjaan
Pekerja di pabrik kimia (terutama pabrik cat), laboratorium, pabrik korek api,
pabrik kulit sering terpapar oleh bahan karsinogen yaitu senyawa amin aromatik
(2-naftilamin, bensidin, dan 4-aminobifamil).
b.
Perokok
Perokok 2-6 kali lebih beresiko karena rokok mengandung bahan karsinogen
berupa amin aromatik dan nitrosamin.
c.
B. Bentuk Tumor
Dapat berbentuk papiler, non invasif (in situ), noduler (infiltratif), maupun
campuran antara keduanya.
C. Perjalanan Penyakit
Karsinoma buli-buli yang masih dini merupakan tumor superfisial. Tumor ini
lama kelamaan dapat mengadakan infiltrasi ke lamina propria, otot, dan lemak
perivesika yang kemudian langsung menyebar ke jaringan sekitarnya.
Di samping itu tumor dapat menyebar secara limfogen (kelenjar limfe perivesika,
obturator, iliaka eksterna, dan iliaka komunis) dan hematogen (yang tersering ke
hepar, paru dan tulang.
D. Jenis Histopatologi
1. Karsinoma sel transisional (90%)
2. Karsinoma sel skuamosa (10%)
3. Adenokarsinoma (2%)
E.
Gambaran Klinis
Hematuria, tanpa disertai nyeri, intermitten, dan jenis yang total
Gejala obstruksi saluran kemih
Edema tungkai
Gejala iritasi buli-buli
2.
3.
4.
5.
4. KARSINOMA PROSTAT
a. Pendahuluan
Kelenjar prostat adalah organ yang ditemukan hanya pada pria, yang berarti
bahwa orang hanya pria yang dapat terkena kanker prostat. Kanker terjadi ketika
sel-sel normal mulai tumbuh dan berkembang tanpa kontrol normal mereka.
Setelah sel-sel mengalami konversi, mereka berkembang biak dan membentuk
suatu massa/benjolan yang disebut tumor. Karena pertumbuhan yang tidak
terkendali mereka, tumor dapat menyerang jaringan sekitarnya dan mencapai
organ-organ lain melalui aliran darah. Inilah yang disebut tumor ganas (kanker).
Proses dimana kanker dapat menyerang dan menyebar ke organ lain disebut
metastasis. Jaringan kanker menginvasi jaringan sekitar mereka dan mengambil
oksigen dan nutrisi yang mereka butuhkan untuk bertahan. Hampir semua kanker
prostat adalah adenokarsinoma dari prostat, yang berarti bahwa mereka berasal
dari sel sekresi kelenjar prostat.
b. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, kanker prostat merupakan keganasan pada pria dan
menduduki peringkat kedua setelah kanker paru-paru. Setiap tahun sekitar
200.000 kasus baru yang didiagnosis dan sekitar 30.000 orang meninggal akibat
Kanker Prostat. Kanker prostat juga merupakan penyebab kematian kedua akibat
kanker pada pria setelah kanker paru-paru. Kanker prostat terjadi pada 1 dari 6
orang. Kasus meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir dan tingkat
kematian menurun, yang mungkin karena skrining meningkat dan deteksi dini.
Risiko terkena kanker prostat meningkat secara signifikan dengan usia, dan 60%
dari kasus baru didiagnosa terjadi pada pria di atas usia 70.
c. Penyebab dan Faktor Kanker Prostat
Penelitian menunjukkan bahwa, seperti kanker lainnya, kanker prostat adalah
penyakit multifaktorial yang merupakan kombinasi keturunan, etnis, hormon, diet
dan lingkungan. Tidak dapat dipastikan penyebabnya namun ada beberapa hal
yang dapat menjadi faktor risiko seseorang terkena kanker prostat. Faktor-faktor
risiko tersebut adalah:
Kebanyakan pria dengan kanker prostat tidak memiliki gejala dan hal ini terutama
terjadi pada tahap awal penyakit ini. Ini berarti bahwa kanker prostat banyak yang
tidak terdeteksi sampai kanker telah menyebar ke luar prostat. Di mana terdapat
tanda-tanda dan gejala, karakteristik mereka tergantung pada seberapa berat
kanker dan penyebaran kanker. Jika kanker terdeteksi dalam tahap awal,
kebanyakan pria tidak akan mengalami gejala apapun.
Gejala biasanya muncul ketika tumor menyebabkan obstruksi (penyumbatan)
kemih di leher kandung kemih atau uretra. Tanda dan gejalanya adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
2. Terapi hormon
3. Operasi
4. Transurethral resection of the prostate (TURP): digunakan pada penyakit
tahap awal untuk membuang jaringan yang memblokir buang air kecil.
5. Kemoterapi
f. Komplikasi
Komplikasi dari kanker prostat dapat terjadi dan biasanya disebabkan oleh kanker
itu sendiri atau karena pengobatan. Inkontinensia urin dan disfungsi ereksi adalah
yang paling ditakuti orang yang memiliki kanker prostat. Namun ada terapi untuk
membantu meringankan atau mengobati kondisi ini. Komplikasi dari kanker
prostat:
1. Kanker menyebar (metastasis), kanker prostat dapat bermetastasis ke organ
di dekatnya, tulang, paru-paru atau kelenjar getah bening. Pengobatan
untuk kanker prostat yang telah menyebar dapat dilakukan dengan terapi
hormon, terapi radiasi dan kemoterapi.
2. Nyeri sekali. Kanker telah mencapai tulang, Pengobatan ditujukan untuk
terapikanker sering dapat menghilangkan rasa nyeri yang signifikan.
3. Kencing ngompol (inkontinensia), baik kanker prostat dan perawatannya
dapat menyebabkan inkontinensia. Pengobatan tergantung pada jenis
inkontinensia, Perawatan termasuk modifikasi perilaku, latihan untuk
memperkuat otot panggul, obat-obatan dan kateter.
4. Disfungsi ereksi atau impotensi, disfungsi ereksi dapat diakibatkan kanker
prostat atau terapinya, termasuk perawatan bedah, radiasi atau hormon.
Beberapa obat dengan alat vakum yang akan membantu mengatasi
disfungsi ereksi ini.
5. Depresi, banyak orang mungkin merasa tertekan setelah didiagnosa
menderita kanker prostat atau setelah mencoba untuk mengatasi efek
samping pengobatan. Perawatan seperti konseling atau antidepresan dapat
membuat perbedaan yang signifikan.
g. Pencegahan
Beberapa langkah dapat diambil untuk mengurangi risiko atau menghambat
perkembangan penyakit ini.
1. Gizi yang baik, mengurangi konsumsi makanan berlemak dan
meningkatkan jumlah buah-buahan, sayuran dan biji-bijian, dapat
membantu mengurangi risiko kanker prostat. Bawang putih, arugula, bok
choy, brokoli, kubis Brussel, kol dan kembang kol juga dapat membantu
5. KARSINOMA PENIS
a. Pengertian
Ca penis merupakan karsinoma sel skuamosa dari epitel gland penis atau
permukaan dalam preputium.
b. Insiden
Kanker penis terjadi pada pria yang berusia lebih dari 60 tahun dan mewakili
sekitar 0,5% malignansi pada pria di Amerika. Meskipun demikian, di beberapa
Negara, insidennya berkisar 10%. Kanker penis jarang terjadi pada pria yang
disirkumsisi. Insidennya tinggi pada fimosis termasuk yang disirkumsisi tidak
sempurna.
c. Etiologi
Ditemukan kronis pada fimosis. Ca penis biasanya terjadi pada pria yang tidak
disirkumsisi, mungkin berkaitan dengan penimbunan smegma (sekresi kental) di
bawah preputium.
d.
Faktor resiko:
Usia: Usia tua meningkat (85 tahun: 9,2 %).
Ras: Tidak ada perbedaan kulit putih dan hitam.
Genetik: Tidak ada perbedaan resiko.
Risiko patologi genital: Sirkumsisi, Fimosis, Penyakit kelamin.
Urbanisasi: Lebih sering pada sosial ekonomi rendah.
e. Patofisiologi
Ca penis sering terjadi pada laki-laki yang tidak disirkumsisi dan dapat
dihubungkan dengan hygiene pada preputium dan gland penis. Fimosis yang lama
juga dapat menjadi penyebab Ca penis mulai dari kelainan kecil di permukaan
dalam preputium atau gland penis termasuk corona gland. Bentuk kelainan dapat
papiler, eksofitik rata atau tukak. Pada Ca penis sekunder dapat terjadi dari
metastasis kanker di kandung kemih, rectum atau prostat. Ca prostat ini
berangsur-angsur membesar sampai meliputi seluruh penis dan meluas ke region
pubis, skrotum dan bagian bawah dinding perut. Erosi ke dalam pembuluh besar
femoral dapat mengakibatkan perdarahan berbahaya. Metastasis jauh jarang
ditemukan. Karsinoma skuamous penis umumnya terdiferensiasi baik, merupakan
kanker dengan tingkat keganasan rendah tapi mempunyai daya destruksi setempat
yang kuat.
f. Gejala Klinis
Kebanyakan penderita datang dengan keluhan benjolan, biasanya tidak nyeri.
Keluhan ini kadang disertai dengan kesulitan miksi dan/benjolan yang tidak nyeri
di lipat paha biasanya terdapat fimosis, ujung preputium sempit karena jaringan
fibrosis oleh balano prostatitis kronis. Preputium sendiri lebih luas sehingga urin
keluar ke dalam preputium yang membesar karena sumbatan ujungnya. Gejala dan
tanda sistemik seperti malaise, anemia karena radang kronik dan perdarahan harus
diperhatikan.
g. Manifestasi lokal:
Sistemik:
Tumor primer
Karsinoma insitu
Karsinoma tidak invasive
Invasi ke jaringan penyangga subepitel
Invasi ke korpus spongiosum atau kavernosum
Invasi ke uretra atau prostat
T4
N
No
N1
N2
N3
M
M1
Laboratorium.
Darah: lengkap, LFT, BUN-Creatinin.
Urine lengkap.
Radiologi
Foto thorax.
CT scan: Thorax, abdomen dan pelvil.
Biopsi (invasif)
j. Penatalaksanaan
Lesi yang lebih kecil hanya melibatkan kulit dapat dikontrol dengan eksisi biopsy.
Kemoterapi topical dengan krim 5-Fluourasil mungkin menjadi pilihan pada
pasien tertentu. Terapi radiasi digunakan untuk mengobati karsinoma sel
skuamosa kecil dari penis atau untuk paliasi pada tumor lanjut atau metastasis
nodus limfe. Penektomi parsial lebih dipilh daripada penektomi total jika
memungkinkan penektomi total diindikasikan jika tumor tidak dapat diatasi
dengan pengobatan konservatif.
Lesi yang lebih kecil yang leibatkan kulit dapat dikontrol dengan eksisi
biopsi.
Kemoterapi topical dengan krim 5 fluororasil mungkin menjasi satu
pilihan pada pasien tertentu.
Terapi radiasi digunakan untuk mengobati karisinoma sel skuamosa nodus
limfe.
Panektomi Parsial (pengangkatan penis) lebih dipilih daripada panektomi
total jika memungkinkan. (Sekitar 40 % pasien nantinya dapat
berpartisipasi.
Tindakan pembedahan:
Tumor primer.
1. Sirkumsisi.
Terbatas pada lesi superfisial, noninvasif terbatas pada/di preputium.
2. Partial panectomy.
Pilihan untuk lesi distal (amputasi 2 cm dati tepi tumor).
3. Total panectomy dengan oerineal urethrostomy.
Lesi proximal, ada infiltasi ke profunda.
4. Lymphadenectomy.
Radial ilioinguinal lymphadenectomy pada Ca Penis masih kontroversi.
5. Sentinel node biopsy).
Sentinel node terletak 32 jari laterodistal dari tuberculum pubicum pada
pertemuan v. epigastrica superficial dan v. saphena.
-
6. TUMOR TESTIS
Merupakan keganasan terbanyak pada pria usia 15-35 tahun, dan merupakan 1-2%
semua neoplasma pada pria.
a. Etiologi
Penyebab tumor testis belum diketahui, namun ada beberapa faktor yang terkait
yang menjadi penyebab terjadinya tumor testis, yaitu: maldesensus, trauma testis,
infeksi atau atrofi testis, dan pengaruh hormon. Pasien maldesensus 48 kali lebih
banyak beresiko dari pada testis normal meskipun telah melakukan orkidopeksi.
b. Klasifikasi
Tumor ganas testis dibagi menjadi primer dan sekunder. Sebagian besar (-+95%)
tumor testis primer berasal dari sel germinal, dan lainnya merupakan sel non
germinal. Sel germinal dibagi lagi menjadi seminoma dan non seminoma,
keduanya dibedakan karena sifat keganasannya, respon terhadap radioterapi, dan
prognosis tumor.
c. Stadium Tumor
Berdasarkan TNM, penentuan T dilakukan setelah orkidektomi atas pemeriksaan
histo-PA. Selain berdasar TNM, Boden dan Giib menentukan stadium klinis yaitu
stadium A/I untuk tumor testis lokal, stadium /II untuk tumor yang telah metastase
ke kelenjar regional, dibagi lagi menjadi IIA yaitu pembesaran limfonudi yang
belum teraba, IIB pembesaran limfonudi yang telah teraba, dan stadium C yang
telah bermetastase keluar dari kelenjar retroperitoneum.
d. Penyebaran
Tumor testis kecuali kariokarsinoma menyebar lewat pembuluh limfe menuju
kelenjar limfe retroperitonium sebagai stasiun pertama, kemudian menuju kelenjar
limfe mediastinal dan supraklavikular sebagai stasiun kedua. Sedangkan
kariokarsinoma menyebar secara hematogen ke paru, hepar, dan otak.
e. Gambaran klinis
Pasien biasanya mengeluh ada pembesaran testis tanpa rasa nyeri. Namun 30%
mengeluh nyeri dan terasa berat di skrotum. 10% mengeluh merasa ada massa di
perut sebelah atas karena pembesaran kelenjar para aorta, dan 5% pasien kario
karsinoma mengeluh ginekomastia karena beredarnya kadar HCG.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan testis keras, adat, tidak nyeri, dan tidak
menunjukkan tanda transiluminasi
f. Penanda Tumor
>> 7%
Non seminoma
Non Kario Ca
Kario Ca
>> 40-70%
>> 25-60%
>>100%
g. Penatalaksanaan
Pada dugaan tumor testis tidak dperbolehkan melakukan biopsi karena ditakutkan
akan membuka peluang sel sel tumor mengadakan metastase. Dari hasil
pemeriksaan patologi, ditentukan seminoma atau non seminoma. Jenis seminoma
memberikan respon cukup baik pada radiasi, sedangkan non seminoma sudah
tidak sensitiv lagi. Pada non seminoma yang belum lewat stadium III dilakukan
Retroperitoneal Lymphnode Disection (RPLND). Pada stadium dengan
pembesaran yang sudah besar, sebelum dilakukan tindakan diberikan sitostatika
(kombinasi regimen PVB: sisplatinum, Vinblastin, Bleomisin) dengan harapan
terjadi downstaging dan ukuran tumor mengecil.
Cedera ginjal dapat terjadi secara (1) langsung akibat benturan yang mengenai
daerah pinggang atau (2) tidak langsung yaitu merupakan cedera deselerasi akibat
pergerakan ginjal secara tiba-tiba di dalam rongga retroperitonium. Goncangan
ginjal di dalam rongga retroperitonium menyebabkan regangan pedikel ginjal
sehingga menimbulkan robekan tunika intima arteri renalis. Robekan ini akan
memacu terbentuknya bekuan-bekuan darah yang selanjutnya dapat menimbulkan
trombosis arteri renalis beserta cabang-cabangnya. Cedera ginjal dipermudah jika
sebelumnya sudah ada kelainan pada ginjal, antara lain hidronefrosis, kista ginjal,
atau tumor ginjal.
Ada 3 penyebab utama dari trauma ginjal, yaitu
1. Trauma tajam
2. Trauma iatrogenik
3. Trauma tumpul
Trauma tajam seperti tembakan dan tikaman pada abdomen bagian atas atau
pinggang merupakan 10 20 % penyebab trauma pada ginjal di Indonesia.
Trauma iatrogenik pada ginjal dapat disebabkan oleh tindakan operasi atau
radiologi intervensi, dimana di dalamnya termasuk retrograde pyelography,
percutaneous nephrostomy, dan percutaneous lithotripsy. Dengan semakin
meningkatnya popularitas dari teknik teknik di atas, insidens trauma iatrogenik
semakin meningkat, tetapi kemudian menurun setelah diperkenalkan ESWL.
Biopsi ginjal juga dapat menyebabkan trauma ginjal.
Trauma tumpul merupakan penyebab utama dari trauma ginjal. Dengan lajunya
pembangunan, penambahan ruas jalan dan jumlah kendaraan, kejadian trauma
akibat kecelakaan lalu lintas juga semakin meningkat.
Trauma tumpul ginjal dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Trauma
langsung biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, olah raga, kerja atau
perkelahian. Trauma ginjal biasanya menyertai trauma berat yang juga mengenai
organ organ lain. Trauma tidak langsung misalnya jatuh dari ketinggian yang
menyebabkan pergerakan ginjal secara tiba tiba di dalam rongga peritoneum.
Kejadian ini dapat menyebabkan avulsi pedikel ginjal atau robekan tunika intima
arteri renalis yang menimbulkan trombosis.
Trauma ginjal deselerasi
Trauma ginjal tumpul
Ada beberapa faktor yang turut menyebebkan terjadinya trauma ginjal. Ginjal
yang relatif mobile dapat bergerak mengenai costae atau corpus vertebrae, baik
karena trauma langsung ataupun tidak langsung akibat deselerasi. Kedua, trauma
yang demikian dapat menyebabkan peningkatan tekanan subcortical dan
intracaliceal yang cepat sehingga mengakibatkan terjadinya ruptur. Yang ketiga
adalah keadaan patologis dari ginjal itu sendiri.
Sebagai tambahan, jika base line dari tekanan intrapelvis meningkat maka
kenaikan sedikit saja dari tekanan tersebut sudah dapat menyebabkan terjadinya
trauma ginjal. Hal ini menjelaskan mengapa pada pasien yang yang memiliki
kelainan pada ginjalnya mudah terjadi trauma ginjal.
c. Klasifikasi Trauma
Tujuan pengklasifikasian trauma ginjal adalah untuk memberikan pegangan dalam
terapi dan prognosis.
Menurut derajat berat ringannya kerusakan pada ginjal, trauma ginjal dibedakan
menjadi (1) cedera minor, (2) cedera mayor, (3) cedera pada pedikel atau
pembuluh darah ginjal. Sebagian besar (85%) trauma ginjal merupakan cedera
minor (derajat I dan II), 15% termasuk cedera mayor (derajat III dan IV), dan 1%
termasuk cedera pedikel ginjal.
Klasifikasi trauma ginjal menurut Sargeant dan Marquadt yang dimodifikasi oleh
Federle:
Derajat
Grade I
Jenis kerusakan
Kontusio ginjal.
Minor laserasi korteks dan
medulla tanpa gangguan pada
sistem pelviocalices.
Hematom
minor
dari
subcapsular atau perinefron
(kadang kadang).
Laserasi
parenkim
yang
berhubungan dengan tubulus
kolektivus sehingga terjadi
extravasasi urine.
Sering
terjadi
hematom
perinefron.
Grade V
d. Diagnosis
Kecurigaan terhadap adanya cedera ginjal jika terdapat:
Trauma di daerah pinggang, punggung, dada sebelah bawah, dan perut
bagian atas dengan disertai nyeri atau didapatkan adanya jejas pada daerah
itu.
Hematuria.
Fraktur costa sebelah bawah (T8-T12) atau fraktur prosesus spinosus
vertebra.
Trauma tembus pada daerah abdomen atau pinggang.
Cedera deselerasi yang berat akibat jatuh dari ketinggian atau kecelakaan
lalu lintas.
Gambaran klinis yang ditunjukkan oleh pasien trauma ginjal sangat bervariasi
tergantung pada derajat trauma dan ada atau tidaknya trauma pada organ lain yang
menyertainya. Perlu ditanyakan mekanisme cedera untuk memperkirakan luas
kerusakan yang terjadi.
Pada trauma derajat ringan mungkin hanya didapatkan nyeri di daerah pinggang,
terlihat jejas berupa ekimosis, dan terdapat hematuria makroskopik ataupun
mikroskopik. Pada trauma mayor atau ruptur pedikel seringkali pasien dating
dalam keadaan syok berat dan terdapat hematom di daerah pinggang yang makin
lama makin membesar. Dalam keadaan ini mungkin pasien tidak sempat
menjalani pemeriksaan PIV karena usaha untuk memperbaiki hemodinamik
seringkali tidak membuahkan hasil akibat perdarahan yang keluar dari ginjal
cukup deras. Untuk itu perlu segera dilakukan eksplorasi laparotomi untuk
menghentikan perdarahan.
e. Pencitraan
Jenis pencitraan yang diperiksa tergantung pada keadaan klinis dan fasilitas yang
dimiliki oleh klinik yang bersangkutan. Pemeriksaan dimulai dari IVP guna
menilai tingkat kerusakan ginjal dan melihat keadaan ginjal kontralateral.
IVP dilakukan jika diduga ada (1) luka tusuk atau luka tembak yang mengenai
ginjal, (2) cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-tanda hematuria
makroskopik, dan (3) cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-tanda
hematuria mikroskopik dengan disertai syok.
Pemeriksaan USG juga dapat dilakukan untuk menemukan adanya kontusio
parenkim ginjal atau hematoma subkapsuler dan dapat pula diperlihatkan adanya
robekan kapsul ginjal.
CT scan dapat menunjukkan adanya robekan jaringan ginjal, ekstravasasi kontras
yang luas, dan adanya nekrosis jaringan ginjal serta mendeteksi adanya trauma
pada organ lain.
f. Komplikasi
Jika tidak mendapatkan perawatan yang cepat dan tepat, trauma mayor dan trauma
pedikel sering menimbulkan perdarahan yang hebat dan berakhir dengan
kematian. Selain itu kebocoran system kaliks dapat menimbulkan ekstravasasi
urine hingga menimbulkan urinoma, abses perirenal, urosepsis, dan kadang
menimbulkan fistula renokutan. Dikemudian hari pasca cedera ginjal dapat
menimbulkan penyulit berupa hipertensi, hidronefrosis, urolitiasis, atau
pielonefritis kronis.
g. Penatalaksanaan
Pada setiap trauma tajam yang diduga mengenai ginjal harus dipikirkan untuk
melakukan tindakan eksplorasi, tetapi pada trauma tumpul, sebagian besar tidak
memerlukan operasi. Terapi pada trauma ginjal adalah:
Konservatif
Tindakan konservatif ditujukan pada trauma minor. Dilakukan observasi tandatanda vital, kemungkinan adanya penambahan massa di pinggang, adanya
pembesaran lingkaran perut, penurunan kadar haemoglobin darah, dan perubahan
warna urine.
Jika selama tindakan konservatif terdapat tanda-tanda perdarahan atau kebocoran
urine yang menimbulkan infeksi, harus segera dilakukan tindakan operasi.
Operasi
Operasi ditujukan pada trauma ginjal mayor dengan tujuan untuk segera
menghentikan perdarahan. Indikasi eksplorasi ginjal, yaitu syok yang tidak
teratasi dan syok berulang. Selanjutnya perlu dilakukan debridement, reparasi
ginjal atau tidak jarang harus dilakukan nefrektomi parsial bahkan nefrektomi
total karena kerusakan ginjal yang sangat berat.
B. Trauma Ureter
a. Definisi
Merupakan cedera ureter yang bisa disebabkan oleh trauma tumpul maupun
trauma tajam atau trauma iatrogenik.
Trauma yang jarang dijumpai (1%) dari cedera traktus urogenitalia. Disebabkan
dari luar (trauma tumpul maupun trauma tajam atau trauma iatrogenik). Operasi
endourologi transureter (utereskopi, ekstraksi batu, litrotripsi batu ureter) dan
operasi di daerah pelvis. Cedera dapat berupa ureter terikat, crushing (terjepit
klem), putus, devaskularisasi.
b. Etiologi
Cedera ini dapat terjadi karena trauma dari luar yaitu trauma tumpul maupun
tajam ataupun trauma iatrogenik. Operasi endourologi transureter (ureteroskopi
atau ureterorenoskopi, ekstraksi batu dengan Dormia, atau litotripsi batu ureter)
dan operasi di daerah pelvis (diantaranya adalah operasi ginekologi, bedah
digestif, atau bedah vaskuler) dapat menyebabkan terjadinya cedera ureter
iatrogenik.
c. Patofisiologi
Cedera ureter agaknya jarang ditemukan karena ureter merupakan struktur
fleksible yang mudah bergerak di daerah retroperitoneal denagn ukuran kecil serta
terlindungi dengan baik oleh tulang dan otot. Cedera ini biasa disebabkan oleh
trauma tajam, tumpul, maupun iatrogenik terutama pada pembedahan rektum,
uterus, pembuluh darah panggul atau tindakan endoskopik. Trauma tajam
disebabkan oleh luka tembak atau tusuk. Cedera ureter umumnya tidak berdiri
sendiri sering disertai cedera oragan lain.
d. Manifestasi klinis
Pada umumnya tanda dan gejala klinis tidak spesifik.Hematuria menunjukan
cedera pada saluran kemih. Bila terjadi ekstra vasasi urin dapat timbul urinom
pada pinggang atau abdomen. Fistel l uretrokutan melalui luka atau tanda
rangsangan peritoneum bila urin masuk ke rongga intra peritoneal. Pada trauma
tumpul, gejalanya sering kurang jelas sehingga diagnosis sering tertunda. Pada
cedera ureter bilateral ditemukan anuria.
e. Pemeriksaan fisik dan penunjang:
Pada cedera ureter akibat truma tajam ditemukan hematuria mikroskopis, pada
cedar ureter bilateral terdapat peningkatan kadar urem dan kreatinin darah.
Pemeriksaan kadar kreatinin dan ureum dari cairan fistel dapat memastikan cairan
tersebut urine atau bukan.
Pada pemeriksaan IVP tampa ekstravasasi kontras atau kontras berhenti di daerah
lesi atau terdapat deviasi ureter ke lateral karena hematoma tau urinom pada
cedera yang lama mungkin di dapatkan hidroureteronefrosis sampai di daerah
sumbatan. Cedera ureter di luar seringkali ditemukan saat melakukan eskplorasi
laparotomi karena cedera organ intra abdominal sehingga seringkali tidak
mungkin melakukan pemeriksaan pencitraan terlebih dahulu.
Curiga Cedera ureter
f. Penatalaksanaan
Tindakan yang dilakukan terhadap cedera ureter tergantung pada saat cedera
ureter terdiagnosis, keadaan umum pasien dan letak serta derajat lesi ureter.
Tindakan yang mungkin dikerjakan:
1. Ureter saling disambungkan (anastomosis end to end)
8. TRAUMA URETRA
Secara klinis trauma uretra dibagi menjadi 2 yaitu:
A. Trauma uretra anterior
B. Trauma uretra posterior
Hal ini karena keduanya menunjukkan perbedaan dalam hal etiologi trauma, tanda
klinis, pengelolaan, serta prognosisnya.
a. Etiologi
Trauma uretra terjadi akibat cedera yang berasal dari luar (eksternal) dan cedera
iatrogenik akibat instrumentasi pada uretra.
Iatrogenik
Pemasangan kateter atau businasi pada uretra yang kurang hati-hati dapat
menimbulkan robekan uretra karena false route atau salah jalan, demikian pula
tindakan operasi transuretra dapat menimbulkan cedera uretra iatrogenik.
b. Manifestasi Klinis
Perdarahan per uretram yaitu terdapat darah yang keluar dari meatus uretra
eksternum setelah mengalami trauma.
Pada trauma uretra berat, seringkali pasien mengalami retensi urin. Pada
keadaan ini tidak diperbolehkan melakukan pemasangan kateter, karena
tindakan pemasangan kateter dapat menyebabkan kerusakan yretra yang
lebih parah.
A. RUPTURA URETRA POSTERIOR
Etiologi
Sering disebabkan oleh fraktur tulang pelvis mengenai ramus atau simfisis
pubis kerusakan cincin pelvis robekan uretra pars prostato-membranacea
pembuluh darah robek hematoma.
Klasifikasi
Diagnosis
-
Penatalaksanaan
-
Komplikasi
-
Striktura uretra,
Disfungsi ereksi (kerusakan saraf parasimpatik atau terjadi insufisiensi
arteri),
Inkontinensia urin (kerusakan sfingter uretra eksterna).
Patologi
b. Etiologi
Ruptur kandung kemih terutama terjadi sehingga akibat trauma tumpul pada
panggul, tetapi bisa juga karena trauma tembus seperti luka tembak dan luka tusuk
oleh senjata tajam, dan cedera dari luar, cedera iatrogenik dan patah tulang
panggul. Pecahan-pecahan tulang panggul yang berasal dari fraktur dapat
menusuk kandung kemih tetapi rupture kandung kemih yang khas ialah akibat
trauma tumpul pada panggul atas kandung terisi penuh. Tenaga mendadak atas
massa urinaria yang terbendung di dalam kandung kemih yang menyebabkan
rupture. Penyebab iatrogenic termasuk pascaintervensi bedah dari ginekologi,
urolodi, dan operasi ortopedi di dekat kandung kemih. Penyebab lain melibatkan
trauma obstetric pada saat melahirkan.
c. Patofisiologi
Trauma vesikaurinaria terbanyak karena kecelakaan lalu lintas/kecelakaan kerja
yang menyebabkan fragmen patah tulang pelvis mencederai buli-buli. Trauma
vesika urinaria tumpul dapat menyebabkan rupture buli-buli terutama bila
kandung kemih penuh atau terdapat kelainan patelegik sepetrti tuberculosis, tumor
atau obstruksi sehingga menyebabkan rupture. Trauma vesika urinaria tajam
akibat luka trusuk atau luka tembak lebih jarang ditemukan. Luka dapat melalui
daerah suprapubik ataupun transperineal dan penyebablain adalah instrumentasi
urologic.Fraktur tulang panggul dapat menimbulkan kontusio atau rupture
kandung kemih, pada kontusio buli-buli hanya terjadi memar pada dinding bulibuli dengan hematuria tanpa eksravasasi urin. Ruptur kandung kemih dapat
bersifat intraperitoneal atau ekstraperitoneal. Rupture kandung kemih
ekstraperitoneal biasanya akibat tertusuk fragmen fraktur tulang pelvis pada
dinding depan kandung kemih yang penuh. Pada kejadian ini terjadi ekstravasasi
urin dari rongga perivesikal.
d. Klasifikasi
1. Ruptur ekstaperitoneal kandung kemih.
Ruptur ekstraperitoenal biasanya berhubungan dengan fraktur panggul (89%100%). Sebelumnya, mekanisme cidera diyakini dari perforasi langsung oleh
fragmen tulang panggul. Tingkat cidera kandung kemih secara langsung berkaitan
dengan tingkat keparahan fraktur.
2. Ruptur kandung kemih intraperitoneal.
Rupture kandung kemih intraperitoneal digambarka sebagai masuknya urine
secara horizontal ke dalam kompartemen kadung kemih. Mekanisme cidera
adalah peningkatan tingkat tekanan intravesikel secara tiba-tiba kekandung kemih
yang penuh. Kekuatan daya trauma tidak mampu ditahan oleh kemampuan
dinding kandung kemih sehingga terjadi perforasi dan urine masuk kedalam
peritoneum.
3. Kombinasi rupture intraperitoneal dan ekstraperitoneal.
Meknaisme cidera penetrasi memungkinkan cidera menembus kandung kemih
seperti peluru kecepatan tinggi melintasi kandung kemih atau luka tusuk
abdominal bawah. Hal itu akan menyebabkan intraperitoneal, ekstraperitoneal,
cidera, atau gabungan kandung kemih.
e. Tanda dan Gejala
1.
2.
3.
Tidak bisa buang air kecil kadang keluar darah dari uretra.
4.
Nyeri suprapubik
5.
6.
f. Komplikasi
1. Urosepsis.
Keracunan septic dari penahanan dan absorbs substansi urin.
2. Klien lemah akibat anemia.
g. Pemeriksaan Laboratorium/Diagnostik
Hematokrit menurun.
Cystografi: menunjukkan ekstravasase urine, vesika urinaria dapat pindah
atau tertekan.
h. Penatalaksanaan
1.
Atasi syok dan perdarahan.
2.
Istirahat baring sampai hematuri hilang.
3.