Professional Documents
Culture Documents
SINDROM CROUP
Pembimbing:
dr. Bima Mandraguna, Sp.THT-KL
dr. Aditya , Sp.THT-KL
Disusun oleh:
I K Rama Mahendra W W, S.Ked
030.10.129
Radang akut saluran pernapasan atas jauh lebih penting pada bayi dan
anak kecil dibandingkan pada anak yang lebih tua, karena jalan napas yang lebih
kecil cencderung menghadapkan anak kecil pada suatu keadaan penyempitan yang
relative lebih berat daripada yang ditimbulkan oleh tingkat radang yang sama pada
anak yang lebih tua.
Sebelum abad ke- 20, semua penyakit yang serupa croup diperkirakan merupakan
penyakit difteri. Croup adalah istilah umum yang meliputi kelompok heterogen
keadaan yang relative akut (kebanyakan infeksi) yang ditandai dengan batuk keras
dan kasar yang khas atau croupy, yang tidak atau dapat disertai dengan stridor
inspiratoir, suara parau, dan tanda-tanda kegawatan pernapasan yang disebabkan
oleh berbagai tingkat obstruksi laring.
Infeksi tersebutpada bayi dan anak kecil jarang terbatas pada suatu daerah saluran
pernafasan; biasanya mengenai sampai beberapa tingkat laring, trakea dan
bronkus. Bila ada keterlibatan laring yang cukup dapat menimbulkan gejala,
gambaran klinis dari bagian laring mungkin mengaburkan tanda-tanda dari trakea
dan bronkus.
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
disebabkan virus dan bakteri, croup sindrom juga bisa dikarenakan infeksi jamur
yaitu berupa Candida albican1.
Viral
Viral croup / laryngotrakeitis akut yang disebabkan oleh Human
Parainfluenza Virus terutama tipe 1 (HPIV1), HPIV-2, HPIV-3, dan HPIV-4
terdapat pada sekitar 75% kasus. Etiologi virus lainnya adalah Influenza A dan B,
virus campak , Adenovirus dan Virus pernapasan/Respiratory Syncytial Virus
(RSV). Batuk hebat disebabkan oleh kelompok virus yang sama seperti
laryngotrakeitis akut, tetapi tidak memiliki tanda-tanda infeksi biasa (seperti
demam, sakit tenggorokan, dan meningkatkan jumlah sel darah putih). Perawatan,
dan respon terhadap pengobatan, juga serupa2.
Bakteri
Bakteri yang dapat menyebabkan batuk dapat dibagi menjadi beberapa
antara lain, difteri laring, trakeitis bakteri, laryngotrakeobronkitis, dan
laryngotrakeobronkopneumonitis. Difteri laring disebabkan Corynebacterium
diphtheriae
sementara
trakeitis
bakteri,
laryngotrakeobronkitis,
dan
Mekanik
1.1 Benda asing
1.2 Pasca pembedahan
1.3 Penekanan massa ekstrinsik
Alergi
2.1 Sembab angioneurotik
PATOFISIOLOGI
karena
turbulensi
udara
menyebabkan
peradangan
yang
menyebabkan penyempitan stridor diikuti retraksi dinding dada yang dapat terjadi
(selama inspirasi). Di daerah Laryngotrakeitis edematous akut, ada histologis
mengandung infiltrat selular di lamina propria, submukosa dan advensisia.
Infiltrat ini berisi histiosit, limfosit, sel plasma, dan neutrofil.
Pergerakan dinding dada dan juga dinding abdomen yang tidak teratur
menyebabkan pasien kelelahan serta mengalami hipoksia dan hiperkapnea. Pada
keadaan ini dapat terjadi gagal napas atau bahkan juga terjadi henti napas2.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis di awali dengan suara serak, batuk menggonggong dan
stridor inspiratoir. Bila terjadi obstruksi stridor menjadi makin berat, tetapi dalam
kondisi yang sudah payah stridor melemah. Dalam waktu 12-48 jam sudah terjadi
gejala obstruksi saluran napas atas. Pada beberapa kasus hanya didapati suara
serak dan batuk menggonggong, tanpa obstruksi napas. Keadaan ini akan
membaik dalam waktu 3 sampai 7 hari. Pada kasus lain terjadi obstruksi napas
yang makin berat, ditandai dengan takipneu, takikardia, sianosis dan pernapasan
cuping hidung. Pada pemeriksaan toraks dapat ditemukan retraksi supraklavikular,
suprasternal, interkostal, epigastrial.
Bila anak mengalami hipoksia, anak tampak gelisah, tetapi jika hipoksia
bertambah berat anak tampak diam, lemas, kesadaran menurun. Pada kondisi yang
berat dapat menjadi gagal napas. Pada kasus yang berat proses penyembuhan
terjadi setelah 7-14 hari1. Anak akan sering menangis, rewel, dan akan merasa
nyaman jika duduk di tempat tidur atau digendong2.
Perbandingan antara viral croup (laringotrakeobronkitis) dan spasmodic
croup (spasmodic cough) dapat dilihat pada tabel dibawah ini2:
Tabel perbandingan antara Viral croup dan Spasmodic croup
Karakteristik
Usia
Gejala prodromal
Stridor
Batuk
Demam
Lama sakit
Riwayat keluarga
Predisposisi asma
Viral Croup
6 bulan 6 tahun
Ada
Ada
Sepanjang waktu
Ada (tinggi)
2-7 hari
Tidak ada
Tidak ada
Spasmodic Croup
6 bulan 6 tahun
Tidak jelas
Ada
Terutama malam hari
Bisa ada, tidak tinggi
2-4 jam
Ada
Ada
DIAGNOSIS
Diagnosis klinis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang timbul. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan suara serak, hidung berair, peradangan faring, dan
frekuensi napas yang sedikit meningkat. Kondisi pasien bervariasi sesuai dengan
derajat stres pernapasan yang diderita.
Pemeriksaan langsung area laring pada pasien croup tidak terlalu
diperlukan. Akan tetapi, bila diduga terdapat epiglotitis (serangan akut, gawat
napas/respiratory distress, disfagia, drooling), maka pemeriksaan tersebut sangat
diperlukan.
Sistem paling sering digunakan untuk mengklasifikasikan croup beratnya
adalah Skor Westley. Hal ini terutama digunakan untuk tujuan penelitian, jarang
digunakan dalam praktek klinis. Ini adalah jumlah poin yang dipaparkan untuk
lima faktor: tingkat kesadaran, cyanosis, stridor, masuknya udara, dan retraksi.
Hal-hal yang diberikan untuk setiap faktor terdaftar dalam tabel ke kanan, dan
skor akhir berkisar dari 0 sampai 17 5.
Total skor 3-5 diklasifikasikan sebagai croup moderat. Hal ini menyajikan
dengan mendengar stridor mudah, tetapi dengan beberapa tanda-tanda lain.
Hal ini juga menyajikan dengan stridor jelas, tetapi juga fitur ditandai
dinding dada indrawing.
Diam
Bingung
PEMERIKSAAN PENUNJANG
TATALAKSANA
Tatalaksana utama bagi pasien croup adalah mengatasi obstruksi jalan
napas. Sebagian besar pasien croup tidak perlu dirawat RS, melainkan cukup
dirawat dirumah. Pasien dirawat di RS bila dijumpai salah satu dari gejala-gejala
berikut: anak berusia di bawah 6 bulan, terdengar stridor progresif, stridor
terdengar ketika sedang beristirahat, terdapat gejala gawat napas, hipoksemia,
gelisah, sianosis, gangguan kesadaran, demam tinggi, anak tampak toksik, dan
tidak ada respons terhadap terapi 2,7.
10
Terapi inhalasi
Sejak abad ke-19, terapi uap telah digunakan untuk mengatasi obstruksi
jalan napas pada sindrom croup. Pemakaian uap dingin lebih baik daripada uap
panas, karena kulit akan melepuh akibat paparan uap panas. Uap dingin akan
melembabkan saluran respiratori, akan inflamasi, mengencerkan lender pada
saluran respiratori, sekaligus memberikan efek yang nyaman dan menenangkan
bagi anak.
Meskipun terapi uap ini dapat menjadi pilihan yang praktis pada sindrom
croup, kelembaban yang ditimbulkan oleh terapi uap dapat pula memperberat
keadaan pada dengan bronkospasme yang disertai dengan mengi, seperti
laringotrakeobronkitis atau pneumonia. Saat ini beberapa pusat kesehatan tidak
merekomendasikan penggunaan terapi uap.
Berdasarkan tiga penelitian yang menggunakan air dingin tersaturasi
(coldwater fog) tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa penggunaannya untuk
mengobati croup menguntungkan. Gina dkk.melakukan penelitian RCT dengan
memberikan terapi oksigen lembab (humidifiedoxygen) pada pasien croup derajat
sedang di UGD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
perbaikan klinis antara kelompok yang diberi terapi oksigen lembab dan yang
tidak diberikan.
Epinefrin
Sindrom croup biasanya cukup diatasi dengan terapi uap saja, tetapi
kadang-kadang
membutuhkan
farmakoterapi.
Nebulisasi
epinefrin
telah
11
membutuhkan intubasi, serta pada anak dengan retraksi dan stridor yang tidak
mengalami perbaikan setelah diberikan terapi uap dingin.
Nebulisasi epinefrin akan menurunkan permeabilitas vascular epitel
bronkus dan trakea, memperbaiki edema mukosa laring, dan meningkatkan laju
udara pernapasan. Pada penelitian dengan metode double blind, efek terapi
nebulisasi epinefrin ini timbul dalam waktu 30 menit dan bertahan selama dua
jam. Epinefrin yang dapat digunakan antara lain adalah sebagai berikut:
1. Racemic epinephrine (campuran 1:1 isomer d dan l epinefrin), dengan dosis
0,5 ml larutan racemic epinephrine 2,25% yang telah dilarutkan dalam 3 ml
salin normal. Larutan tersebut diberikan melalui nebulizer selama 20 menit.
2. L-epinephrine 1:1000 sebanyak 5 ml; diberikan melalui nebulizer. Efek
terapi terjadi dalam dua jam
Racemic epinephrine merupakan pilihan utama, efek terapinya lebih besar, dan
mempunyai sedikit efek terhadap kardiovaskular seperti takikardi dan hipertensi.
Nebulisasi epinefrin masih dapat diberikan pada pasien dengan takikardi
dan kelainan jantung seperti Tetralogy Fallot.
Kortikosteroid
Kortikosteroid mengurangi edema pada mukosa laring melalui mekanisme
anti radang. Uji klinik menunjukkan adanya perbaikan pada pasien laringotrakeitis
ringan-sedang yang diobati dengan steroid oral atau parenteral dibandingkan
dengan plasebo.
Deksametason
Deksametason diberikan dengan dosis 0,6 mg/kgBB per oral/antimuskular
sebanyak satu kali, dan dapat diulang dalam 6-24 jam. Efek klinis akan tampak 23 jam setelah pengobatan. Tidak ada penelitian yang menyokong keuntungan
penambahan dosis. Keuntungan pemakaian kortikosteroid adalah sebagai berikut:
12
tentang
pemakaian
kortikosteroid
sistemik,
dengan
pemberian
kortikosteroid 6 dan 12 jam, tetapi tidak sampai 24 jam, disimpulkan bahwa tidak
ada pengaruh dari kortikosteroid sistemik.
Budesonid
Nebulisasi budesonid dipakai sejak tahun 1990. Tingkat efektifitasnya
adalah E2 bila dibandingkan dengan plasebo. Larutan 2-4 mg budesonid (2 ml)
diberikan melalui nebulizer dan dapat diulang pada 12 dan 48 jam pertama. Efek
terapi nebulisasi budesonid terjadi dalam 30 menit, sedangkan kortikosteroid
sistemik terjadi dalam satu jam.
Pemberian terapi ini mungkin akan lebih bermanfaat pada pasien dengan
gejala muntah dan gawat napas (respiratory distress) yang hebat. Budesonid dan
epinefrin dapat digunakan secara bersamaan. Sebagian besar kasus pemakaian
budesonid tidak lebih baik daripada deksametason oral.
Kortikosteroid tidak diberikan pada anak dengan varisela dan TB (kecuali
pada anak yang sedang mendapat OAT). Pemakaian kortikosteroid dalam jangka
waktu lama (1 mg/kgBB/hari selama delapan hari) dapat meningkatkan infeksi
Candida albicans.
Intubasi endotrakeal
Intubasi endotrakeal dilakukan pada pasien sindrom croup yang berat,
yang tidak responsive terapi lain. Intubasi endotrakeal rnerupakan terapi
alternative selain trakeostomi untuk mengatasi obstruksi jalan napas. Indikasi
melakukan intubasi endotrakeal adalah adanya hiperkarbia dan ancaman gagal
napas. Selain itu, intubasi juga diperlukan bila terdapat peningkatan stridor,
peningkatan frekuensi napas, peningkatan frekuensi nadi, retraksi dinding dada,
sianosis, letargi, atau penurunan kesadaran. Intubasi hanya dibutuhkan untuk
jangka waktu yang singkat, yaitu hingga edema laring hilang/teratasi2,7.
13
Kombinasi Oksigen-Helium
Kombinasi oksigen dan helium (Heliox) digunakan oleh beberapa sentra
untuk mengatasi sindrom croup. Helium bersifat inert, tidak beracun, serta
mempunyai densitas dan viskositas yang rendah. Hal ini sangat membantu
mengurangi obstruksi jalan napas, yaitu dengan meningkatkan aliran gas dan
mengurangi kerja otot-otot respiratorius. Bila helium dikombinasikan dengan
oksigen, maka oksigenasi darah akan meningkat.
Dengan terapi oksigen-helium ini, pasien sindrom croup beratakan merasa
nyaman dan kemungkinan besar tidak memerlukan tindakan intubasi. Efek klinis
pemberian kombinasi oksigen-helium hampir sama dengan pemberian nebulisasi
epinefrin.
Antibiotik
Pemberian antibiotik tidak diperlukan pada pasien sindrom croup, kecuali
pasien dengan laringotrakeobronkitis atau laringotrakeopneumonitis yang disertai
infeksi bakteri. Pasien diberikan terapi empiris sambil menunggu hasil kultur.
Terapi awal dapat menggunakan sefalosporin generasi ke-2 atau ke-3. Pemberian
sedative dan dekongestan oral tidak dianjurkan pada pasien sindrom croup.
Dibawah ini merupakan Algoritma penatalaksanaan sindrom Croup,
sebagai berikut2:
14
CROUP
Diagnosis banding
Aspirasi benda asing
Abnormalitas
kongenital
Epiglotitis
O2 100% dengan sungkup muka dan
nebulisasi adrenalin (5ml) 1:1000
Intubasi anak sesegera mungkin oleh seorang
yang berpengalaman
Hubungi pusat rujukan pelayanan kesehatan
anak
TIDAK
YA
Kortikosteroid
deksametason 0,15-0,30
mg/kg atau Prednison 12 mg/kg (oral) atau
nebulisasi Budesonide 2
mg jika kortikosteroid
oral tidak berpengaruh
Membaik
Dipulangkan bila tidak
ada stridor saat istirahat
Edukasi orang tua
pasien
Rawat/observasi di IGD
Ulangi pemberian
kortikosteroid oral/12
jam
Edukasi ortu pasien
Sediakan penjelasan
tertulis untuk dokter
umum yang akan follow
up
Perbaika
n
Sebagian
KOMPLIKASI
Pada 15% kasus dilaporkan terjadi komplikasi, misalnya otitis media,
dehidrasi, dan pneumonia (jarang terjadi). Sebagian kecil pasien memerlukan
tindakan intubasi. Gagal jantung dan gagal napas dapat terjadi pada pasien yang
perawatan dan pengobatannya tidak adekuat2.
PROGNOSIS
Sindrom croup biasanya bersifat self-limited dengan prognosis yang baik2.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sindroma Croup, Penyakit Respirologi, Pedoman Diagnosis dan Terapi. Edisi
III, Buku satu, RSUD dr. Soetomo Surabaya: 2008. p 57-61
2. Croup (Laringotrakeobronkitis akut), Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi
Pertama. Badan Penerbit IDAI: 2008. p 320-328
16
17