You are on page 1of 107

SKRIPSI PENELITIAN

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DAN SANITASI LINGKUNGAN


DENGAN KELUHAN PENYAKIT KULIT DI KELURAHAN DENAI
KECAMATAN MEDAN DENAI KOTA MEDAN TAHUN 2012

Oleh :

AGSA SAJIDA
NIM. 091000142

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2012

ABSTRAK

Kulit adalah salah satu bagian tubuh yang cukup sensitif terhadap berbagai
macam penyakit. Lingkungan yang kotor akan menjadi sumber munculnya berbagai
macam penyakit kulit. Faktor- faktor yang mempengaruhi tingginya prevalensi
penyakit kulit adalah iklim yang panas dan lembab, kebersihan perorangan yang
kurang baik yaitu kebersihan kulit, kebersihan rambut dan kulit kepala, kebersihan
kuku, intesitas mandi selain itu faktor ekonomi yang kurang memadai juga
mempengaruhi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan personal hygiene
(kebersihan kulit, kebersihan tangan dan kuku, kebersihan pakaian, kebersihan
handuk dan kebersihan tempat tidur dan sprei dan sanitasi lingkungan dengan
keluhan penyakit kulit di Kelurahan Denai Kecamaatan Medan Denai Kota Medan
Tahun 2012.
Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan rancangan penelitian cross
sectional study. Populasi penelitian adalah seluruh penduduk yang berjenis kelamin
perempuan yang berumur 10-14 tahun dengan sebanyak 743 orang dan sampel dalam
penelitian ini sebanyak 88 orang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
kebersihan kulit (p=0,009), kebersihan tangan dan kuku (p=0,001), kebersihan
pakaian (p=0,011), kebersihan handuk (p=0,001), kebersihan tempat tidur dan sprei
(p=0,025), kebersihan sanitasi lingkungan (p=0,014) dengan keluhan penyakit kulit

Berdasarkan hasil penelitian maka disarankan bagi kader-kader Puskesmas


Medan Denai dapat memberikan informasi lebih lanjut tentang keluhan-keluhan
penyakit kulit melalui penyuluhan di Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Kota
Medan dan bagi penduduk perlu meningkatkan kebersihan diri dan menjaga
kebersihan lingkungan agar terhindar dari penyakit kulit.
Kata Kunci: Penyakit Kulit, Personal Hygiene, Sanitasi Lingkungan

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama

: Agsa Sajida

Tempat/Tanggal Lahir

: Medan/14 Pebruari 1991

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Anak ke

: 4 dari 6 bersaudara

Status Perkawinan

: Belum Kawin

Alamat Rumah

: Jl. Turi No. 15 Teladan Barat Medan

Riwayat Pendidikan

1.
2.
3.
4.

Tahun 1997-2003
Tahun 2003-2006
Tahun 2006-2009
Tahun 2009-2013

: SD Swasta Eria Medan


: SMP Negeri 3 Medan
: SMA Negeri 1 Medan
: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Hubungan
Personal Hygiene dan Sanitasi Lingkungan dengan Keluhan Penyakit Kulit di
Kelurahan Denai Kecamtan Medan Denai Kota Medan Tahun 2012, guna memenuhi
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.
Selama penyusunan skripsi mulai dari awal hingga akhir selesainya
skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan, dukungan dan bantuan dari berbagai
pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1.

Dr. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara (FKM USU).

2.

dr. Devi Nuraini Santi, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing I skripsi sekaligus
sebagai Ketua Penguji yang telah banyak meluangkan waktu, tulus dan sabar
memberikan saran, dukungan, nasihat bimbungan serta arahan dalam
penyelesaian skripsi ini.

3.

Ir. Evi Naria, M.Kes, selaku Ketua Departemen Kesehatan Lingkungan, Dosen
Pembimbing II skripsi sekaligus Penguji I yang telah banyak memberikan
bimbingan, Pengarahan, dukungan serta saran dalam penyelesaian skripsi ini.

4.

dr. Yusniwarti Yusad, Msi, selaku Dosen Pembimbing Akademi yang


memberikan dukungan dan saran-saran seta membimbing selama penulis
menjalani pendidikan.

5.

Ibu Kepala Puskesmas Medan Denai yang telah memberikan izin memperoleh
data-data yang mendukung penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

6.

Bapak Lurah Kelurahan Denai yang telah memberikan izin memperoleh datadata yang mendukung penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

7.

Bapak Kepala Balitbang yang telah memberikan izin penelitian di Kelurah Denai
Kota Medan.

8.

Seluruh Dosen dan Staf di FKM USU yang telah memberikan bekal ilmu selama
penulis mengikuti pendidikan.

9.

Teristimewa untuk orangtuaku yang terkasih, Ayahanda (Drs. H. Adios Gusri,


MM) dan Ibunda (Dra. Hj. Sri Anum) yang senantiasa memberikan doa,
pengertian, kasih sayang dan dukungan kepada penulis selama ini, serta kakanda
(Hj. Pratiwi Gusri, SH dan Siti Satriya Gusri, SP) dan Adik-adik tercinta ( Gandi
Gusri dan Sahila Gusri).

10. Terkhusus untuk Febri yang selalu sabar dan bersedia meluangkan waktu untuk
membimbing, memberikan saran serta motivasi kepada penulis.
11. Teman-temanku (Hadiah Kurnia Putri, Christna Uly S, Fathia Amanda, Veni
Hardianti, Cahya Elika, Atina Travianita) yang selalu memberikan hiburan,
semangat, motivasi kepada penulis.
12. Rekan-rekan stambuk 2009 dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu
per satu yang telah banyak membantu, meberikan semangat, dukungan dan doa
selama ini.
Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan skripsi ini, untuk
itu penulis mengaharaokan kritik dan saran yang membangaun dari semua pihak

dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini
dapat bermanfaat bagi kita semua terutama untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Januari 2013

Agsa Sajida

DAFTAR ISI

Halaman Persetujuan ........................................

Abstrak ................................................................
........................................................................................... ii
Daftar Riwayat Hidup .......................................

vi

Kata Pengantar...................................................
........................................................................................... vii
Daftar Isi ...........................................................................................................

Daftar Tabel .....................................................................................................

xiii

BAB I

PENDAHULUAN ........................................................................

1.1.
1.2.
1.3.

Latar Belakang...................................................................
Perumusan Masalah...........................................................
Tujuan Penelitian ...............................................................
1.3.1. Tujuan Umum .......................................................
1.3.2. Tujuan Khusus.......................................................
1.4.
Manfaat Penelitian ............................................................
TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................

1
4
4
4
5
5
6

2.1.

Personal Hygiene ..............................................................

2.1.1. Definisi .................................................................

BAB II

2.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Personal .....


Hygiene .................................................................

2.1.3. Dampak yang Sering Timbul Timbul pada......................................................


Personal Hygiene ...............................................................

2.1.4. Tanda dan Gejala 8


2.1.5. Pemeliharaan dalam Personal Hygiene .............

2.2.

2.1.6. Hal-Hal yang Mencakup Personal Hygiene .......

10

2.1.7. Tujuan Personal Hygiene.....................................

13

Sanitasi Lingkungan...........................................................

13

2.2.1.

Hygiene dan Sanitasi Lingkungan .....................

14

2.2.2.

Sanitasi Lingkungan Pemukiman........................

14

2.2.3.

Sarana Air Bersih .................................................

15

2.2.4.

Sarana Pembuangan Kotoran (Jamban) ..............

17

2.1.5.

Sarana Saluran Pembuangan Air Limbah...........


(SPAL) ..................................................................

18

2.1.6.

Sarana Pembuangan Sampah...............................

18

2.1.7.

Kondisi Fisik Rumah ...........................................

25

Definisi Kulit ......................................................................

27

2.3.1.

Anatomi Kulit.......................................................

27

2.3.2.

Fungsi Kulit ..........................................................

28

2.3.3.

Penyakit Kulit.......................................................

29

2.3.4.

Penyebab Penyakit Kulit .....................................

31

2.3.5.

Jenis-jenis Penyakit Kulit ....................................

32

2.3.6.

Patofisiologi Penyakit Kulit ................................

36

2.3.7.

Mikrobiologi Kulit ...............................................

37

2.4.

Kerangka Konsep ...............................................................

38

2.5.

Hipotesis Penelitian............................................................

39

2.3.

BAB III

METODE PENELITIAN ............................................................

40

3.1.

Jenis Penelitian ...................................................................

40

3.2.

Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................

40

3.2.1.

Lokasi Penelitian ..................................................

40

3.2.2.

Waktu Penelitian ..................................................

40

Populasi dan Sampel ..........................................................

40

3.3.1

Populasi.................................................................

40

3.3.2

Sampel ..................................................................

40

Metode Pengumpulan Data ...............................................

43

3.4.1.

Data Primer...........................................................

43

3.4.2.

Data Sekunder ......................................................

43

Variabel dan Definisi Operasional ....................................

43

3.5.1.

Variabel Independen ............................................

43

3.5.2.

Variabel Dependen ...............................................

43

3.5.3.

Definisi Operasional ............................................

44

3.6.

Aspek Pengukuran .............................................................

45

3.7.

Metode Analisa Data..........................................................

48

3.7.1.

Analisa Univariat .................................................

48

3.7.2.

Analisa Bivariat ....................................................

48

BAB IV HASIL PENELITIAN .....................................................................

49

3.3.

3.4.

3.5.

4.1.

Gambaran Umum Kelurahan Denai..................................

49

4.1.1.

Demografi .............................................................

49

4.1.2.

Gambaran Kependudukan ...................................

49

4.2.

4.3.

Analisa Univariat ...............................................................

52

4.2.1

Analisa Univariat Karakteristik Responden .......

52

4.2.2.

Personal Hygiene .................................................

53

4.2.2.1. Kebersihan Kulit.....................................

53

4.2.2.2. Kebersihan Tangan dan Kuku ...............

54

4.2.2.3. Kebersihan Pakaian ................................

56

4.2.2.4. Kebersihan Handuk ................................

57

4.2.2.5. Kebersihan Tempat Tidur dan Sprei .....

58

4.2.3.

Sanitasi Lingkungan.............................................

60

4.2.4.

Keluhan Penyakit Kulit........................................

61

Analisa Bivariat ..................................................................

63

4.3.1.

Hubungan Personal Hygiene dengan Keluhan ...


Penyakit Kulit.......................................................

4.3.2.

63

Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Keluhan


Penyakit Kulit.......................................................

65

.............................................................................

66

5.1.

Karakteristik Responden....................................................

67

5.2.

Hubungan Personal Hygiene dengan Keluhan Penyakit .

BAB V PEMBAHASAN

Kulit

.............................................................................

5.2.1.

Hubungan Kebersihan Kulit dengan Keluhan ...


Penyakit Kulit.......................................................

5.2.2.

67

67

Hubungan Kebersihan Tangan dan Kuku...........


dengan Keluhan Penyakit Kulit ..........................

69

5.2.3.

Hubungan Kebersihan Pakaian dengan Keluhan


Penyakit kulit........................................................

5.2.4.

Hubungan Kebersihan Handuk dengan Keluhan


Penyakit Kulit.......................................................

5.2.5.

70

Hubungan Kebersihan Tempat Tidur dan Sprei


dengan Keluhan Penyakit Kulit ..........................

5.3.

70

71

Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Keluhan ............


Penyakit Kulit .....................................................................

72

5.3.1.

Sarana Air Bersih ................................................

72

5.3.2.

Jamban ..................................................................

74

5.3.3.

Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL) ..........

75

5.3.4.

Sarana Pembuangan Sampah...............................

76

Keluhan Penyakit Kulit......................................................

77

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................

78

5.4.

6.1.

Kesimpulan .........................................................................

79

6.2.

Saran

80

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

.............................................................................

DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin .............
Tabel 4.2. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin per..........
Lingukngan ........................................................................
Tabel 4.3. Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin ..........
Perempuan umur 10-14 Per Lingkungan .........................
Tabel 4.4. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan .......
Tabel 4.5. Kondisi Prasarana Kesehatan ...........................................
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di ...........
Kelurahan Denai Kota Medan Tahun 2012 .....................
Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Kebersihan Kulit Responden di .................
Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Kota .......................
Medan Tahun 2012 ........................................................................
Tabel 4.8. Kategori Kebersihan Kulit Responden di Kelurahan ..................
Denai Kecamatan Medan Denai Kota Medan tahun ...................
2012 ................................................................................................
Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Kebersihan Tangan dan Kuku....................
Responden di Kelurahan Denai Kecamatan Medan ....................
Denai Kota Medan Tahun 2012....................................................
Tabel 4.10. Kategori Kebersihan Tangan dan Kuku Responden ...................
di Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Kota ...................
Medan tahun 2012 .........................................................................
Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Kebersihan Pakaian Responden.................
di Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Kota ...................
Medan Tahun 2012 ........................................................................
Tabel 4.12. Kategori Kebersihan Pakaian Responden di Kelurahan .............
Denai Kecamatan Medan Denai Kota Medan Tahun..................
2012 ................................................................................................
Tabel 4.13. Distribusi Frekuensi Kebersihan Handuk Responden.................
di Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Kota ...................
Medan Tahun 2012 ........................................................................
Tabel 4.14. Kategori Kebersihan Handuk Responden di Kelurahan .............
Denai Kecamatan Medan Denai Kota Medan tahun ...................
2012 ................................................................................................
Tabel 4.15. Distribusi Frekuensi Kebersihan Tempat Tidur dan ...................
Sprei Responden di Kelurahan Denai Kecamatan.......................
Medan Denai Kota Medan Tahun 2012 .......................................
Tabel 4.16. Kategori Kebersihan Tempat Tidur dan Sprei .............................
Responden di Kelurahan Denai Kecamatan Medan ....................
Denai Kota Medan Tahun 2012....................................................
Tabel 4.17. Distribusi Frekuensi Sanitasi Lingkungan Responden ...............
di Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Kota ...................
Medan Tahun 2012 ........................................................................

50
50
51
51
52
51

53

54

54

55

56

57

57

58

58

59

60

Tabel 4.18. Kategori Sanitasi Lingkungan Responden di Kelurahan ............


Denai Kecamatan Medan Denai Kota Medan Tahun..................
2012 ................................................................................................
Tabel 4.19. Distribusi Keluhan Penyakit Kulit Responden di .......................
Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Kota
Medan Tahun 2012 ........................................................................
Tabel 4.20. Hubungan Personal Hygiene dengan Keluhan ...........................
Penyakit Kulit Responden di Kelurahan Denai ...........................
Kecamatan Medan Denai Kota Medan Tahun 2012 ...................
Tabel 4.21. Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Keluhan ......................
Penyakit Kulit Responden di Kelurahan Denai ...........................
Kecamatan Medan Denai Kota Medan Tahun 2012 ...................

61

62

63

66

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan
semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya,
yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lain. Bila ditinjau lebih jauh mengenai Undang-Undang
tersebut, maka manusia dengan lingkungan tidak bisa dipisahkan.
Masalah kesehatan sangat kompleks dan saling berkaitan dengan masalahmasalah di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula untuk mengatasi masalah
kesehatan masyarakat tidak hanya dilihat dari segi kesehatan itu sendiri tapi harus
dari seluruh segi yang ada pengaruhnya terhadap kesehatan tersebut (Notoatmodjo,
1997).
Menurut

Winslow

dalam

Slamet

(2007),

usaha

masyarakat

menentukan kesehatannya, untuk penyakit menular dan lingkungan sosial sangat


berpengaruh tehadap penularan, penyebaran, dan pelestarian agent di dalam
lingkungan ataupun pemberantasannya. Lingkungan sosial yang menentukan norma
serta perilaku orang berpengaruh terhadap penularan penyakit secara langsung dari
orang ke orang, seperti halnya penularan penyakit kelamin, penyakit kulit, penyakit
pernapasan, dan lain-lainnya.
Keadaan perumahan atau pemukiman adalah salah satu faktor yang
menentukan keadaan hygiene dan sanitasi lingkungan, tempat dimana hygiene dan

sanitasi lingkungan diperbaiki, mortalitas dan morbiditas menurun dan wabah


berkurang dengan sendirinya, seperti yang dikemukakan WHO bahwa perumahan
yang tidak cukup dan terlalu sempit mengakibatkan pula tingginya kejadian penyakit
dalam masyarakat. Karena rumah terlalu sempit maka penularan bibit penyakit dari
manusia yang satu kemanusia yang lain akan lebih mudah terjadi (Entjang, 2000).
Menurut Slamet (2007), kurangnya air bersih khususnya untuk menjaga
kebersihan diri, dapat menimbulkan berbagai penyakit kulit dan mata. Hal ini terjadi
karena bakteri yang selalu ada pada kulit dan mata mempunyai kesempatan untuk
berkembang. Apalagi di antara masyarakat dengan keadaan gizi yang kurang seperti
kekurangan vitamin A, B dan C. Penyakit akibat kurangnya air bersih adalah penyakit
trachoma dan segala macam penyakit kulit yang disebabkan jamur, dan bakteri.
Kulit merupakan pembungkus yang elastik yang melindungi tubuh dari
pengaruh lingkungan. Salah satu bagian tubuh manusia yang sangat cukup sensitif
terhadap berbagai macam penyakit adalah kulit. Lingkungan yang sehat dan bersih
akan membawa efek bagi kulit. Demikian pula sebaliknya, lingkungan yang kotor
akan menjadi sumber munculnya bebagai macam penyakit antara lain penyakit kulit
(Harahap, 2000).
Bakteri, bersama-sama dengan jamur dan virus, dapat menyebabkan banyak
penyakit kulit. Infeksi bakteri pada kulit yang paling sering adalah pioderma.
Manifestasi klinis infeksi bakteri pada kulit sangat bervariasi, sesuai dengan bakteri
penyebabnya, bagian tubuh yang dikenai, dan keadaan imunologik penderita
(Harahap, 2000).

Berdasarkan penelitian Frengki di Pesantren Darel Hikmah tahun 2011, ada


hubungan yang bermakna antara personal hygiene yaitu kebersihan kulit, kebersihan
tangan dan kuku, kebersihan genetalia, kebersihan pakaian, kebersihan handuk,
kebesihan tempat tidur dan sprei dengan kejadian penyakit kulit.
Berdasarkan daftar 10 penyakit terbesar di Puskesmas Medan Denai
tahun 2011, penyakit kulit infeksi merupakan salah satu dari 10 penyakit terbanyak
yaitu berada dalam urutan ke dua dengan total 1.674 penderita penyakit kulit,
sedangkan penyakit yang terbesar utama adalah diare.
Menurut laporan bulanan penyakit kulit tahun 2012 di Puskesmas
Medan Denai, Januari memiliki kasus penyakit kulit infeksi sebanyak 102 kasus,
penyakit kulit alergi 104 kasus, penyakit kulit karena jamur 10 kasus, Februari
penyakit kulit infeksi 134 kasus, penyakit kulit alergi 110 kasus, penyakit kulit karena
jamur 7 kasus, Maret penyakit kulit infeksi 191 kasus, penyakit kulit alergi 198 kasus,
penyakit kulit karena jamur 4 kasus, April penyakit kulit infeksi 108 kasus, penyakit
kulit alergi 123 kasus, penyakit kulit karena jamur 7 kasus, Mei penyakit kulit infeksi
127 kasus, penyakit kulit alergi 116 kasus, penyakit kulit karena jamur 9 kasus, dan
Juni penyakit kulit infeksi sebanyak 133 kasus, penyakit kulit alergi 146 kasus dan
penyakit kulit karena jamur 4 kasus.
Menurut data Puskesmas Medan Denai tahun 2011, Kelurahan Denai
memiliki kasus penyakit kulit yang paling tinggi dibandingkan dengan Kelurahan
Menteng dan sanitasi lingkungan yang masih kurang baik. Kelurahan Denai memiliki
jumlah penduduk yang banyak dan perumahan yang padat.

Menurut data Kelurahan Denai dalam kegiatan Pemberdayaan


Kesejahteraan Keluarga (PKK) memiliki kelompok kerja (POKJA) kelestarian
lingkungan hidup, adapun hasil survey ditemukan jumlah rumah yang memiliki
tempat pembuangan sampah 2.138, jumlah kepala keluarga yang menggunakan air
PDAM 2.808 dan sumur 2.048, hal ini memungkinkan tingginya penyakit kulit
karena lebih kurang 50% dari seluruh total penduduk yaitu 4.856 yang masih
menggunakan sumur dan jarak anatara rumah dengan septik tank <10 meter sehingga
memungkin terjadi cemaran air yang dapat mengganggu kesehatan kulit.
1.2. Perumusan Masalah
Angka kejadian penyakit kulit yang berada pada urutan kedua penyakit
terbesar di Puskesmas Medan Denai serta perilaku hidup bersih dan sehat terutama
kebersihan perorangan dan sanitasi lingkungan yang kurang bagus menyebabkan
angka kesakitan, maka perumusan masalah yang dapat dikembangkan adalah
bagaimana hubungan personal hygiene dan sanitasi lingkungan dengan keluhan
penyakit kulit di Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Kota Medan tahun 2012.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan personal hygiene dan
sanitasi lingkungan penduduk Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Kota
Medan tahun 2012 dengan keluhan penyakit kulit.

1.3.2. Tujuan Khusus


a. Untuk mengetahui hubungan kebersihan kulit dengan keluhan penyakit kulit pada
penduduk di Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Kota Medan.
b. Untuk mengetahui hubungan kebersihan tangan dan kuku dengan keluhan
penyakit kulit pada penduduk di Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Kota
Medan.
c. Untuk mengetahui hubungan kebersihan pakaian dengan keluhan penyakit kulit
pada penduduk di Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Kota Medan.
d. Untuk megetahui hubungan kebersihan handuk dengan keluhan penyakit kulit
pada penduduk di Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Kota Medan.
e. Untuk mengetahui hubungan kebersihan tempat tidur dan sprei dengan keluhan
penyakit kulit pada penduduk di Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Kota
Medan.
f. Untuk mengetahui hubungan sanitasi lingkungan dengan keluhan penyakit kulit
pada penduduk di Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Kota Medan.
1.4. Manfaat Penelitian
a. Bagi Masyarakat
Dapat menjadi masukan terhadap perbaikan kebiasaan hidup yang merugikan
bagi kesehatan sehingga dapat menjaga kesehatan diri khususnya yang berkaitan
dengan penyakit kulit infeksi.
b. Bagi Peneliti Lain
Dapat digunakan sebagai masukan yang berkaitan dengan penyakit
kulit infeksi untuk penelitian lebih lanjut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Personal Hygiene
2.1.1. Definisi
Menurut Wartonah (2003), personal hygiene berasal dari bahasa
yunani yaitu personal yang artinya perorangan dan hygiene berarti sehat. Kebersihan
perorangan adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan
seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis.
Menurut Perry (2005), personal hygiene adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis,
kurang perawatan diri adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan
perawatan kebersihan untuk dirinya.
2.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Personal Hygiene
Menurut Wartonah (2003), faktor-faktor yang mempengaruhi personal
hygiene adalah:
1. Body image, yaitu gambaran individu terhadap dirinya yang mempengaruhi
kebersihan diri misalnya dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak
peduli dengan kebersihan dirinya.
2. Praktik sosial, yaitu pada anak anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka
kemungkinan akan terjadi perubahan pola personal hygiene.
3. Status sosial ekonomi, yaitu personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti
sabun, pasta gigi, sikat gigi, sampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang
untuk menyediakannya.

4. Pengetahuan, yaitu pengetahuan mengenai personal hygiene sangat penting karena


pengetahuan yang baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien
penderita diabetes mellitus ia harus menjaga kebersihan kakinya.
5. Budaya, yaitu pada sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh
mandi.
6. Kebiasaan seseorang, yaitu ada kebiasaan orang yang menggunakan produk
tertentu dalam perawatan diri seperti penggunaan sabun, sampo dan lain lain.
7. Kondisi fisik atau psikis, yaitu pada keadaan tertentu atau sakit kemampuan untuk
merawat diri berkurang dan perlu bantuan untuk melakukannya.
2.1.3. Dampak yang Sering Timbul pada Masalah Personal Hygiene
Dampak yang akan timbul jika personal hygiene kurang adalah (Wartonah,
2003):
1. Dampak fisik, yaitu gangguan fisik yang terjadi

karena adanya gangguan

kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan


perorangan dengan baik, adalah gangguan yang sering terjadi adalah gangguan
integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga
dan gangguan fisik pada kuku.
2. Dampak psikososial, yaitu masalah-masalah sosial yang berhubungan dengan
personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, aktualisasi diri dan
gangguan interaksi sosial.

2.1.4. Tanda dan Gejala


Menurut Departemen Kesehatan RI (2000), tanda dan gejala individu dengan
kurang perawatan diri adalah:
1. Fisik
a. Badan bau dan pakaian kotor
b. Rambut dan kulit kotor
c. Kuku panjang dan kotor
d. Gigi kotor disertai mulut bau
e. Penampilan tidak rapi
2. Psikologis
a. Malas dan tidak ada inisiatif
b. Menarik diri atau isolasi diri
c. Merasa tak berdaya , rendah diri dan merasa hina
3. Sosial
a. Interaksi kurang
b. Kegiatan kurang
c. Tidak mampu berperilaku sesuai norma
d. Cara makan tidak teratur, buang air besar dan buang air kecil di sembarang
tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri

2.1.5. Pemeliharaan dalam Personal Hygiene


Pemeliharaan personal hygiene diperlukan untuk kenyamanan individu,
keamanan dan kesehatan (Potter, 2005). Personal hygiene meliputi:
a. Kebersihan Kulit
Kebersihan kulit merupakan cerminan kesehatan yang paling pertama
memberikan kesan. Oleh karena itu perlu memelihara kulit sebaik-baiknya.
Pemeliharaan kesehatan kulit tidak dapat terlepas dari kebersihan lingkungan,
makanan yang dimakan serta kebiasaan hidup sehari-hari.
Dalam memelihara kebersihan kulit kebiasaan-kebiasaan yang sehat harus
selalu diperhatikan adalah menggunakan barang-barang keperluan sehari-hari milik
sendiri, mandi minimal 2 kali sehari, mandi memakai sabun, menjaga kebersihan
pakaian, makan yang bergizi terutama banyak sayur dan buah, dan menjaga
kebersihan lingkungan.
b. Kebersihan Rambut
Rambut yang terpelihara dengan baik akan membuat bersih dan indah
sehingga akan menimbulkan kesan bersih dan tidak berbau. Dengan selalu
memelihara kebersihan rambut dan kulit kepala, maka perlu memperhatikan
kebersihan rambut dengan mencuci rambut sekurang-kurangnya 2 kali seminggu,
mencuci rambut memakai sampo/bahan pencuci rambut lainnya, dan sebaiknya
menggunakan alat-alat pemeliharaan rambut sendiri.
c. Kebersihan Gigi
Menggosok gigi dengan teratur dan baik akan menguatkan dan membersihkan
gigi sehingga terlihat bersih. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga

kesehatan gigi adalah menggosok gigi secara benar dan teratur dianjurkan setiap
sehabis makan, memakai sikat gigi sendiri, menghindari makan-makanan yang
merusak gigi, membiasakan makan buah-buahan yang menyehatkan gigi dan
memeriksa gigi secara teratur.
d. Kebersihan Telinga
Hal yang diperhatikan dalam kebersihan telinga adalah membersihkan telinga
secara teratur, dan tidak mengorek-ngorek telinga dengan benda tajam.
e. Kebersihan Tangan, Kaki, dan Kuku
Seperti halnya kulit, tangan kaki, dan kuku harus dipelihara dan ini tidak
terlepas dari kebersihan lingkungan sekitar dan kebiasaan hidup sehari-hari. Tangan,
kaki, dan kuku yang bersih menghindarkan kita dari berbagai penyakit. Kuku dan
tangan yang kotor dapat menyebabkan bahaya kontaminasi dan menimbulkan
penyakit-penyakit tertentu. Untuk menghindari bahaya kontaminasi maka harus
membersihkan tangan sebelum makan, memotong kuku secara teratur, membersihkan
lingkungan, dan mencuci kaki sebelum tidur.
2.1.6. Hal-Hal yang Mencakup Personal Hygiene
Kegiatan-kegiatan yang mencakup personal hygiene adalah:
a. Mandi
Mandi merupakan bagian yang penting dalam menjaga kebersihan diri. Mandi
dapat menghilangkan bau, menghilangkan kotoran, merangsang peredaran darah,
memberikan kesegaran pada tubuh. Sebaiknya mandi dua kali sehari, alasan utama
ialah agar tubuh sehat dan segar bugar. Mandi membuat tubuh kita segar dengan
membersihkan seluruh tubuh kita (Stassi, 2005).

Menurut Irianto (2007), urutan mandi yang benar adalah seluruh tubuh dicuci
dengan sabun mandi. Oleh buih sabun, semua kotoran dan kuman yang melekat
mengotori kulit lepas dari permukaan kulit, kemudian tubuh disiram sampai bersih,
seluruh tubuh digosok hingga keluar semua kotoran atau daki. Keluarkan daki dari
wajah, kaki, dan lipatan- lipatan. Gosok terus dengan tangan, kemudian seluruh tubuh
disiram sampai bersih sampai kaki.
b. Perawatan mulut dan gigi
Mulut yang bersih sangat penting secara fisikal dan mental seseorang.
Perawatan pada mulut juga disebut oral hygiene. Melalui perawatan pada rongga
mulut, sisa-sisa makanan yang terdapat di mulut dapat dibersihkan. Selain itu,
sirkulasi pada gusi juga dapat distimulasi dan dapat mencegah halitosis (Stassi,
2005). Maka penting untuk menggosok gigi sekurang-kurangnya 2 kali sehari dan
sangat dianjurkan untuk berkumur-kumur atau menggosok gigi setiap kali selepas
kita makan (Sharma, 2007).
Kesehatan gigi dan rongga mulut bukan sekedar menyangkut kesehatan di
rongga mulut saja. Kesehatan mencerminkan kesehatan seluruh tubuh. Orang yang
giginya tidak sehat, pasti kesehatan dirinya berkurang. Sebaliknya apabila gigi sehat
dan terawat baik, seluruh dirinya sehat dan segar bugar. Menggosok gigi sebaiknya
dilakukan setiap selesai makan. Sikat gigi jangan ditekan keras-keras pada gigi
kemudian digosokkan cepat-cepat. Tujuan menggosok gigi ialah membersihkan gigi
dan seluruh rongga mulut. Dibersihkan dari sisa-sisa makanan, agar tidak ada sesuatu
yang membusuk dan menjadi sarang bakteri (Irianto, 2007).

c. Cuci tangan
Tangan adalah anggota tubuh yang paling banyak berhubungan dengan apa
saja. Kita menggunakan tangan untuk menjamah makanan setiap hari. Selain itu,
sehabis memegang sesuatu yang kotor atau mengandung kuman penyakit, selalu
tangan langsung menyentuh mata, hidung, mulut, makanan serta minuman. Hal ini
dapat menyebabkan pemindahan sesuatu yang dapat berupa penyebab terganggunya
kesehatan karena tangan merupakan perantara penularan kuman (Irianto, 2007).
Berdasarkan penelitan WHO dalam National Campaign for Handwashing
with Soap (2007) telah menunjukkan mencuci tangan pakai sabun dengan benar pada
5 waktu penting yaitu sebelum makan, sesudah buang air besar, sebelum memegang
bayi, sesudah menceboki anak, dan sebelum menyiapkan makanan dapat mengurangi
angka kejadian diare sampai 40%. Cuci tangan pakai sabun dengan benar juga dapat
mencegah penyakit menular lainnya seperti tifus dan flu burung.
Langkah yang tepat cuci tangan pakai sabun adalah seperti berikut (National
Campaign for Handwashing with Soap, 2007):
1. Basuh tangan dengan air mengalir dan gosokkan kedua permukaan tangan dengan
sabun secara merata, dan jangan lupakan sela-sela jari.
2. Bilas kedua tangan sampai bersih dengan air yang mengalir.
3. Keringkan tangan dengan menggunakan kain lap yang bersih dan kering.
d. Membersihkan Pakaian
Pakaian yang kotor akan menghalangi seseorang untuk terlihat sehat dan segar
walaupun seluruh tubuh sudah bersih. Pakaian banyak menyerap keringat, lemak dan
kotoran yang dikeluarkan badan. Dalam sehari saja, pakaian berkeringat dan

berlemak ini akan berbau busuk dan menganggu. Untuk itu perlu mengganti pakaian
dengan yang besih setiap hari. Saat tidur hendaknya kita mengenakan pakaian yang
khusus untuk tidur dan bukannya pakaian yang sudah dikenakan sehari-hari yang
sudah kotor. Untuk kaos kaki, kaos yang telah dipakai 2 kali harus dibersihkan.
Selimut, sprei, dan sarung bantal juga harus diusahakan supaya selalu dalam keadaan
bersih sedangkan kasur dan bantal harus sering dijemur (Irianto, 2007).
2.1.7. Tujuan Personal Hygiene
Menurut Wartonah (2003), tujuan dari personal hygiene adalah untuk
meningkatkan derajat kesehatan, memelihara kebersihan diri, memperbaiki personal
hygiene yang kurang, mencegah penyakit, menciptakan keindahan, dan meningkatkan
rasa percaya diri.
2.2. Sanitasi Lingkungan
Menurut Notoadmojo (2003), sanitasi lingkungan adalah status
kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran,
penyediaan air bersih, dan sebagainya. Banyak sekali permasalahan lingkungan yang
harus dicapai dan sangat mengganggu terhadap tercapainya kesehatan lingkungan.
Kesehatan lingkungan bisa berakibat positif terhadap kondisi elemen-elemen hayati
dan non hayati dalam ekosistem. Bila lingkungan tidak sehat maka sakitlah
elemennya, tapi sebaliknya jika lingkungan sehat maka sehat pulalah ekosistem
tersebut. Perilaku yang kurang baik dari manusia telah mengakibatkan perubahan
ekosistem dan timbulnya sejumlah masalah sanitasi.

2.2.1. Hygiene dan Sanitasi Lingkungan


Menurut Entjang (2000), hygiene dan sanitasi lingkungan adalah pengawasan
lingkungan fisik, biologi, sosial, dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan
manusia, dimana lingkungan yang berguna di tingkatkan dan diperbanyak sedangkan
yang merugikan diperbaiki atau dihilangkan. Usaha dalam hygiene dan sanitasi
lingkungan di Indonesia terutama meliputi :
a. Menyediakan air rumah tangga yang baik, cukup kualitas maupun kwantitasnya.
b. Mengatur pembuangan kotoran, sampah dan air limbah.
c. Mendirikan rumah-rumah sehat, menambah jumlah rumah agar rumah-rumah
tersebut menjadi pusat kesenangan rumah tangga yang sehat.
d. Pembasmian binatang-binatang penyebar penyakit seperti : lalat, nyamuk.
Istilah Hygiene dan sanitasi mempunyai tujuan yang sama, yaitu
mengusahakan cara hidup sehat sehingga terhindar dari penyakit, tetapi dalam
penerapannya mempunyai arti yang sedikit berbeda. Usaha sanitasi lebih menitik
beratkan pada faktor lingkungan hidup manusia, sementara hygiene lebih menitik
beratkan pada usaha-usaha kebersihan perorangan (Kusnoputranto, 2000).
2.2.2. Sanitasi Lingkungan Pemukiman
Kesehatan perumahan dan lingkungan permukiman adalah kondisi
fisik, kimia, dan biologi di dalam rumah, di lingkungan rumah dan perumahan
sehingga memungkinkan penghuni mendapatkan derajat kesehatan yang optimal.
Persyaratan kesehatan perumahan dan permukiman adalah ketentuan teknis kesehatan
yang wajib di penuhi dalam rangka melindungi penghuni dan masyarakat yang

bermukim di perumahan atau masyarakat sekitar dari bahaya atau gangguan


kesehatan (Soedjadi, 2005).
2.2.3. Sarana Air Bersih
Air merupkakan suatu sarana untuk menigkatkan derajat kesehatan
masyarakat karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan
penyakit (Slamet, 2004).
Menurut Notoatmodjo (2003), penyediaan air bersih harus memenuhi
persyaratan yaitu :
a. Syarat fisik : persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah bening, tidak
berwarna, tidak berasa dan tidak berbau.
b. Syarat bakteriologis : air merupakan keperluan yang sehat yang harus bebas dari
segala bakteri, terutama bakteri patogen.
c. Syarat kimia : air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu dalam
jumlah yang tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia didalam
air, akan menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia.
Menurut Chandra (2006), Penyakit-penyakit yang berhubungan
dengan air dapat dibagi dalam kelompok-kelompok berdasarkan cara penularannya.
Mekanisme penularan penyakit terbagi menjadi empat:
1. Waterborne mechanism
Di dalam mekanisme ini, kuman patogen dalam air yang dapat menyebabkan
penyakit pada manusia ditularkan kepada manusia melalui mulut atau sistem
pencernaan. Contoh penyakit yang ditularkan melalui mekanisme ini antara lain
kolera, tifoid, hepatitis viral, disentri basiler, dan poliomyelitis.

2. Waterwashed mechanism
Mekanisme penularan berkaitan dengan kebersihan umum dan perseorangan. Pada
mekanisme ini terdapat tiga cara penularan, yaitu:
a. Infeksi melalui alat pencernaan, seperti diare pada anak-anak.
b. Infeksi melalui kulit dan mata.
c. Penularan melalui binatang pengerat seperti pada penyakit leptospirosis.
3. Water-based mechanism
Penyakit ini ditularkan dengan mekanisme yang memiliki agent penyebab
yang menjalani sebagian siklus hidupnya di dalam tubuh vektor atau sebagai
intermediate host yang hidup di dalam air. Contohnya skistosomiasis dan penyakit
akibat Dracunculucmedinensis.
4. Water-related insect vector mechanism
Agent penyakit ditularkan melalui gigitan serangga yang berkembang biak
di dalam air. Contoh penyakit dengan mekanisme penularan sepert ini adalah
filariasis, dengue, malaria, dan yellow fever.
Menurut Suriawiria (1998), kelompok kehidupan di dalam air memiliki
faktor-faktor biotis yaitu terdiri dari bakteria, fungi atau jamur, mikroalge atau
ganggang-mikro, protozoa atau hewan bersel tunggal, dan virus. Kehadiran mikroba
di dalam air, mungkin akan mendatangkan keuntungan, tetapi juga mendatangkan
kerugian dan menghasilkan toksin seperti yang hidup anaerobik seperti Clostridium,
yang hidup aerobik seperti Pseudomonas, Salmonella, Staphylococcus, dan
sebagainya.

Menurut Chandra (2006), Berdasarkan letak sumbernya, air dapat dibagi


menjadi air angkasa (hujan), air permukaan, dan air tanah.
1. Air Angkasa
Air angkasa atau air hujan merupakan sumber utama air di bumi. Walau pada
saat presipitasi merupakan air yang paling bersih, air tesebut cenderung mengalami
pencemaran ketika berada di atmosfer. Pencemaran yang berlangsung di atmosfer itu
dapat disebabkan oleh partikel debu, mikroorganisme, dan gas, misalnya, karbon
dioksida, nitrogen, dan ammonia.
2. Air Permukaan
Air permukaan yang meliputi badan-badan air seperti sungai, danau, telaga,
waduk, raw, terjun, dam sumur permukaan, sebagian berasal dari air hujan yang jatuh
ke permukaan bumi. Air hujan tersebut kemudian akan mengalami pencemaran baik
oleh tanah, sampah maupun lainnya.
3. Air Tanah
Air tanah (ground water) berasal dari air hujan jatuh ke permukaan bumi yang
kemudian mengalami perkolasi atau penyerapan ke dalam tanah dan mengalami
proses filtrasi secara alamiah. Proses-proses yang telah dialami air hujan tersebut, di
dalam perjalanannya ke bawah tanah, membuat air tanah menjadi lebih baik dan lebih
murni dibandingakan air permukaan.
2.2.4. Sarana Pembuangan Kotoran (Jamban)
Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan
mengumpukan kotoran manusia dalam suatu tempat tertentu, dan tidak menjadi
penyebab atau penyebar penyakit dan mengotori lingkungan pemukiman.

Pembuangan tinja yang tidak saniter akan menyebabkan terjadinya berbagai penyakit
seperti diare, kolera, disentri, ascariasis, dan sebagainya. Kotoran manusia merupakan
buangan padat, selain menimbulkan bau, mengotori lingkungan juga merupakan
media penularan penyakit pada masyarakat. Perjalanan agen penyebab penyakit
melalui cara transmisi seperti dari tangan, maupun dari peralatan yang terkontaminasi
ataupun melalui mata rantai lainnya. Dimana memungkinkan tinja atau kotoran yang
mengandung agent penyebab infeksi masuk melalui saluran pernafasan ( Dirjen P2M
& PL, 1998).
2.2.5. Sarana Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Air limbah adalah sisa air yang di buang yang berasal dari rumah tangga,
industri dan pada umumya mengandung bahan atau zat yang membahayakan. Sesuai
dengan zat yang terkandung didalam air limbah, maka limbah yang tidak diolah
terlebih dahulu akan menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat dan lingkungan
hidup antara lain limbah sebagai media penyebaran penyakit (Notoadmodjo, 2003).
Keadaan saluran pembuangan air limbah yang tidak mengalir lancar, dengan
bentuk SPAL yang tidak tertutup dibanyak tempat sehingga air limbah menggenang
ditempat terbuka berpotensi sebagai tempat berkembang biak vektor dan bernilai
negatif dari aspek estetika (Soejadi, 2003).
2.2.6. Sarana Pembuangan Sampah
Sampah ialah suatu bahan atau benda yang terjadi karena berhubungan
dengan aktifitas manusia yang tidak terpakai lagi, tidak disenangi dan dibuang
dengan cara-cara saniter kecuali buangan yang berasal dari tubuh manusia
(Kusnoputranto, 2000).

Penanganan sampah yang tidak baik dapat menimbulkan pencemaran sebagai


berikut (Hadiwiyoto, 1983):
1. Sampah dapat menimbulkan pencemaran pada udara, akibat gas-gas yang terjadi
dari penguraian sampah terutama menimbulkan bau yang tidak sedap. Selain itu
sampah mengakibatkan mengganggu penglihatan yaitu suatu area yang kotor yang
mencemari rasa estetika.
2. Tumpukan sampah yang menggunung dapat menimbulkan kondisi lingkungan fisik
dan kimia yang tidak sesuai dengan dengan kondisi lingkungan normal. Pada
umumnya hal tersebut menimbulkan kenaikan suhu dan perubahan pH menjadi
asam atau basa. Kondisi ini mengakibatkan terganggunya kehidupan manusia dan
makhluk lain di lingkungan sekitarnya.
3. Kadar oksigen di area pembuangan sampah menjadi berkurang akibat proses
penguraian sampah menjadi senyawa lain yang memerlukan oksigen yang diambil
dari udara sekitarnya. Berkurangnya oksigen di daerah pembuangan sampah
menyebabkan gangguan terhadap makhluk sekitarnya.
4. Dalam proses penguraian sampah dihasilkan gas-gas yang dapat membahayakan
kesehatan, berupa gas-gas yang beracun dan dapat mematikan.
5. Sampah sangat berpotensi menjadi sumber penyakit yang berasal dari bakteri
patogen dari sampah sendiri serta dapat ditularkan oleh lalat, tikus, anjing dan
binatang lainnya yang senang tinggal di areal tumpukan sampah.

Mengingat efek dari sampah terhadap kesehatan maka pengelolaan sampah


harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Tersedia tempat sampah yang dilengkapi dengan penutup.
2. Tempat sampah terbuat dari bahan yang kuat, tahan karat, permukaan bagian dalam
rata dan dilengkapi dengan penutup.
3. Tempat sampah dikosongkan setiap 1 x 24 jam atau 2/3 bagian telah terisi penuh.
4. Jumlah dan volume sampah disesuaikan dengan sampah yang dihasilkan sertiap
kegiatan. Tempat sampah harus disediakan minimal 1 buah untuk setiap radius 10
meter, dan tiap jarak 20 meter pada ruang terbuka dan tunggu.
5. Tersedianya tempat pembuangan sampah semetara yang mudah dikosongkan, tidak
terbuat dari beton permanen, terletak dilokasi yang terjangkau kendaraan
pengangkut sampah dan harus dikosongkan sekurang-kurangnya 3 x 24 jam.
Pemusnahan sampah di tempat pembuangan akhir terdiri dari beberapa
jenis kegiatan:
1. Daur ulang, yaitu sampah yang masih bisa dimanfaatkan didaur ulang untuk
dipakai kembali, biasanya bahan terbuat dari plastik, botol, besi tua, dan kayu.
2. Komposting, yaitu pembuatan kompos di peruntukkan bagi sampah organik
dengan metode penguraian secara alami akan menghasilkan kompos yang berguna
untuk pertanian.
3. Dibakar, yaitu bagi sampah yang kering bisa dibakar.
4. Dikubur, yaitu sampah dapat dikubur dengan metode sanitary landfill
(Kusnoputranto, 2000).

Jenis-jenis sampah terdiri dari beberapa macam yaitu: sampah kering, sampah
basah, sampah berbahaya beracun (Pansimas, 2011).
a. Sampah kering
Sampah kering, yaitu sampah yang tidak mudah membusuk atau terurai seperti
gelas, besi, plastik.
b. Sampah basah
Sampah basah, yaitu sampah yang mudah membusuk seperti sisa makanan,
sayuran, daun, ranting, dan bangkai binatang.
c. Sampah berbahaya beracun
Sampah berbahaya beracun, yaitu sampah yang karena sifatnya dapat
membahayakan manusia seperti sampah yang berasal dari rumah sakit, sampah
nuklir, batu baterai bekas.
Pengelolaan sampah di suatu daerah akan membawa pengaruh bagi
masyarakat maupun lingkungan daerah itu sendiri. Pengaruhnya tentu saja ada yang
positif dan ada juga yang negatif.
a. Pengaruh Positif
Pengelolaan sampah yang baik akan memberikan pengaruh yang positif
terhadap masyarakat maupun lingkungannya, seperti berikut :
1. Sampah dapat dimanfaatkan untuk menimbun lahan semacam rawa-rawa dan
dataran rendah.
2. Sampah dapat dimanfaatkan sebagai pupuk.

3. Sampah dapat diberikan untuk makanan ternak setelah menjalani proses


pengelolaan yang telah ditentukan lebih dahulu untuk mencegah pengaruh buruk
sampah tersebut terhadap ternak.
4. Pengelolaan sampah menyebabkan berkurangnya tempat untuk berkembang biak
serangga dan binatang pengerat.
5. Menurunkan insidensi kasus penyakit menular yang erat hubungannya dengan
sampah.
6. Keadaan estetika lingkungan yang bersih menimbulkan kegairahan hidup
masyarakat.
7. Keadaan lingkungan yang baik mencerminkan kemajuaan budaya masyarakat.
8. Keadaan lingkungan yang baik akan menghemat pengeluaran dana kesehatan suatu
negara sehingga dana itu dapat digunakan untuk keperluan lain (Chandra, 2007)
b. Pengaruh Negatif
Meurut (Mukono, 2006) Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat
memberikan pengaruh negatif bagi kesehatan, lingkungan, maupun bagi kehidupan
sosial ekonomi dan budaya masyarakat, seperti berikut.
1. Pengaruh terhadap kesehatan
a. Pengelolaan sampah yang kurang baik akan menjadikan sampah sebagai tempat
perkembangbiakan vektor penyakit, seperti lalat, tikus, serangga, jamur.
b. Penyakit demam berdarah meningkatkan incidencenya disebabkan vektor Aedes
Aegypty yang hidup berkembang biak di lingkungan, pengelolaan sampahnya
kurang baik (banyak kaleng, ban bekas dan plastik dengan genangan air).

c. Penyakit sesak nafas dan penyakit mata disebabkan bau sampah yang
menyengat yang mengandung Amonia Hydrogen, Solfide dan Metylmercaptan.
d. Penyakit saluran pencernaan (diare, kolera dan typus) disebabkan banyaknya
lalat yang hidup berkembang biak di sekitar lingkungan tempat penumpukan
sampah.
e. Insidensi penyakit kulit meningkat karena penyebab penyakitnya hidup dan
berkembang biak di tempat pembuangan dan pengumpulan sampah yang
kurang baik. Penularan penyakit ini dapat melalui kontak langsung ataupun
melalui udara.
f. Penyakit kecacingan.
g. Terjadi kecelakaan akibat pembuangan sampah secara sembarangan misalnya
luka akibat benda tajam seperti kaca, dan besi.
h. Gangguan psikomatis, misalnya insomnia, stress, dan lain-lain
2. Pengaruh terhadap lingkungan
a. Pengelolaan sampah yang kurang baik menyebabkan estetika lingkungan
menjadi kurang sedap dipandang mata misalnya banyaknya tebaran-tebaran
sampah sehingga mengganggu kesegaran udara lingkungan masyarakat.
b. Pembuangan sampah ke dalam saluran pembuangan air akan menyebabkan
aliran air akan terganggu dan saluran air akan menjadi dangkal.
c. Proses pembusukan sampah oleh mikroorganisme akan menghasilkan gas-gas
tertentu yang menimbulkan bau busuk.

d. Adanya asam organic dalam air serta kemungkinan terjadinya banjir maka akan
cepat terjadinya pengerusakan fasilitas pelayanan masyarakat antara lain jalan,
jembatan, saluran air, fasilitas jaringan dan lain-lain.
e. Pembakaran sampah dapat menimbulkan pencemaran udara dan bahaya
kebakaran lebih luas.
f. Apabila musim hujan datang, sampah yeng menumpuk dapat menyebabkan
banjir dan mengakibatkan pencemaran pada sumber air permukaan atau sumur
dangkal.
g. Air banjir dapat mengakibatkan kerusakan pada fasilitas masyarakat, seperti
jalan, jembatan, dan saluran air.
3. Pengaruh terhadap sosial ekonomi dan budaya masyarakat
a. Pengelolaan sampah yang kurang baik mencerminkan keadaan sosial-budaya
masyarakat setempat.
b. Keadaan lingkungan yang kurang baik dan jorok, akan menurunkan minat dan
hasrat orang lain (turis) untuk datang berkunjung ke daerah tersebut.
c. Dapat menyebabkan terjadinya perselisihan antara penduduk setempat dan pihak
pengelola.
d. Angka kesakitan meningkat dan mengurangi hari kerja sehigga produktifitas
masyarakat menurun.
e. Kegiatan perbaikan lingkungan yang rusak memerlukan dana yang besar
sehingga dana untuk sektor lain berkurang.

f. Penurunan pemasukan daerah (devisa) akibat penurunan jumlah wisatawan yang


diikuti dengan penurunan penghasilan masyarakat setempat.
g. Penurunan mutu dan sumber daya alam sehingga mutu produksi menurun dan
tidak memiliki nilai ekonomis.
h. Penumpukan sampah di pinggir jalan menyebabkan kemacetan lalu lintas yang
dapat menghambat kegiatan transportasi barang dan jasa.
2.2.7. Kondisi Fisik Rumah
Kondisi fisik rumah yang harus dimiliki tiap rumah adalah memiliki syaratsyarat sebagai berikut:
a. Ventilasi
Ventilasi

adalah

sarana

untuk

memelihara

kondisi

atmosfer

yang

menyenangkan dan menyehatkan bagi manusia. Suatu ruangan yang terlalu padat
penghuninya dapat memberikan dampak yang buruk terhadap kesehatan pada
penghuni tersebut, untuk itu pengaturan sirkulasi udara sangat diperlukan (Chandra,
2007).
Lubang penghawaan pada bangunan harus dapat menjamin pergantian udara
didalam kamar atau ruang dengan baik. Luas lubang penghawaan yang
dipersyaratkan minimal 20% dari luas lantai (Soejadi, 2003).
b. Kelembaban
Kelembaban sangat berperan penting dalam pertumbuhan kuman penyakit.
Kelembaban yang tinggi dapat menjadi tempat yang disukai oleh kuman untuk
pertumbuhan dan perkembangannya. Keadaan yang lembab dapat mendukung
terjadinya penularan penyakit (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Kepmenkes RI/NO.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan


kesehatan perumahan dari aspek kelembaban udara ruang, dipersyaratkan ruangan
mempunyai tingkat kelembaban udara yang diperbolehakan antara 40-70%. Tingkat
kelembaban yang tidak memenuhi syarat ditambah dengan prilaku tidak sehat,
misalnya dengan penempatan yang tidak tepat pada berbagai barang dan baju,
handuk, sarung yang tidak tertata rapi, serta kepadatan hunian ruangan ikut berperan
dalam penularan penyakit berbasis lingkungan (Soedjadi, 2003).
c. Pencahayaan
Salah satu syarat rumah sehat adalah tersedianya cahaya yang cukup, karena
suatu rumah yang tidak mempunyai cahaya selain dapat menimbulkan perasaan
kurang nyaman, juga dapat menimbulkan penyakit (Prabu, 2009).
Menurut Sukini (1989), sinar matahari berperan secara langsung dalam
mematikan bakteri dan mikroorganisme lain yang terdapat di lingkungan rumah,
khususnya sinar matahari pagi yang dapat menghambat perkembangbiakan bakteri
patogen. Dengan demikian sinar matahari sangat diperlukan didalam ruangan rumah
terutama ruangan tidur.
Pencahayaan alami atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat
menerangi seluruh ruangan minimal intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan
(Kepmenkes RI,1999).
d. Kepadatan Penghuni
Kepadatan hunian sangat berpengaruh terhadap jumlah bakteri penyebab
penyakit menular. Selain itu kepadatan hunian dapat mempengaruhi kualitas udara
didalam rumah. Dimana semakin banyak jumlah penghuni maka akan semakin cepat

udara dalam rumah mengalami pencemaran oleh karena CO2 dalam rumah akan cepat
meningkat dan akan menurunkan kadar O2 yang diudara (Sukini, 1989).
Menurut Kepmenkes RI (1999), kepadatan dapat dilihat dari kepadatan hunian
ruang tidur yaitu luas ruangan tidur minimal 8 m2 dan tidak dianjurkan lebih dari dua
orang dalam satu ruangan tidur, kecuali anak dibawah usia 5 tahun.
2.3. Definisi Kulit
Kulit merupakan selimut yang menutupi permukaan tubuh dan mempunyai
fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar.
Fungsi perlindungan ini terjadi melalui sejumlah mekanisme biologis, seperti
pembentukan lapisan tanduk secara terusmenerus (keratinisasi dan pelepasan sel-sel
yang sudah mati), respirasi dan pengaturan suhu tubuh, serta pembentukan pigmen
untuk melindungi kulit dari bahaya sinar ultraviolet matahari. Selain itu kulit juga
berfungsi sebagai peraba, perasa serta pertahanan terhadap tekanan dan infeksi dari
luar (Azhara, 2011).
Kulit sangat kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim,
umur, seks, ras dan juga bergantung pada lokasi tubuh. Warna kulit juga berbedabeda, dari kulit yang berwarna terang ( fair skin ), pirang, hitam, warna merah muda
pada telapak tangan dan kaki bayi, serta warna hitam kecoklatan pada genitalia orang
dewasa (Azhara, 2011).
2.3.1. Anatomi Kulit
Kulit terletak pada bagian tubuh yang paling luar. Luas kulit orang dewasa 1,5
m2 dengan berat kira kira 15% berat badan. Rata rata tebal kulit 1-2 mm.
Paling tebal 6 mm yaitu ada di telapak tangan dan kaki dan yang paling tipis ada di

penis. Kulit terbagi atas tiga lapisan pokok yaitu epidermis , dermis atau korium dan
jaringan subkutan atau subkutis ( Harahap, 2000).
Kulit terbagi atas tiga lapisan pokok yaitu:
a. Epidermis, terbagi atas empat lapisan yaitu basal atau stratum germinativum,
lapisan malphigi atau stratum spinosum, lapisan granular atau stratum granulosum
dan lapisan tanduk atau stratum korneum.
b. Dermis atau korium merupakan lapisan di bawah epidermis dan di atas jaringan
subkutan.
c. jaringan subkutan ( subkutis atau hipodermis) merupakan lapisan yang langsung
dibawah dermis (Harahap, 2000).
2.3.2. Fungsi Kulit
Menurut Harahap (2000), Kulit mempunyai fungsi bermacam-macam untuk
menyesuaikan tubuh dengan lingkungan. Fungsi kulit adalah sebagai berikut:
a. Pelindung
Jaringan tanduk sel epidermis paling luar membatasi masuknya benda-benda
dari luar dan keluarnya cairan berlebihan dari dalam tubuh. Melanin yang memberi
warna pada kulit dari akibat buruk sinar ultra violet.
b. Pengatur Suhu
Di waktu suhu dingin peredaran di kulit berkurang guna mempertahankan
suhu badan. Pada waktu suhu panas, peredaran darah di kulit meningkat dan terjadi
penguapan keringat dari kelenjar keringat, sehingga suhu tubuh dapat dijaga tidak
terlalu panas.

c. Penyerapan
Kulit dapat menyerap bahan tertentu seperti gas dan zat larut dalam lemak
lebih mudah masuk kedalam kulit dan masuk ke peredaran darah, karena dapat
bercampur dengan lemak yang menutupi permukaan kulit masuknya zat-zat tersebut
melalui folikel rambut dan hanya sekali yang melalui muara kelenjar keringat.
d. Indera Perasa
Indera perasa di kulit karena rangsangan terhadap sensoris dalam kulit. Fungsi
indera perasa yang utama adalah merasakan nyeri, perabaan, panas dan dingin.
2.3.3. Penyakit Kulit
Salah satu bagian tubuh yang cukup sensitif terhadap berbagai macam
penyakit adalah kulit .Kulit merupakan pembungkus yang elastik yang melindungi
tubuh dari pengaruh lingkungan. Lingkungan yang sehat dan bersih akan membawa
efek yang baik bagi kulit. Demikian pula sebaliknya, lingkungan yang kotor akan
menjadi sumber munculnya berbagai macam penyakit antara lain penyakit kulit
(Harahap, 2000).
Faktor- faktor yang mempengaruhi tingginya prevalensi penyakit kulit adalah
iklim yang panas dan lembab yang memungkinkan bertambah suburnya jamur,
kebersihan perorangan yang kurang baik dan faktor ekonomi yang kurang memadai
(Harahap, 2000).
Salah satu faktor yang menyebabkan penyakit kulit adalah kebersihan
perorangan yang meliputi kebersihan kulit, kebersihan rambut dan kulit kepala,
kebersihan kuku, intensitas mandi dan lain- lain (Potter, 2005).

Menurut Sudoyo (2006), penyakit kulit adalah peradangan kulit yang


menimbulkan reaksi peradangan yang terasa gatal, panas dan berwarna merah.
Penyakit kulit terjadi pada orang-orang yang kulitnya terlalu peka, kadang-kadang
menunjukkan sedikit gejala dan kadang-kadang dalam kondisi yang parah.
Menurut Diana (2004), penyakit kulit adalah suatu penyakit yang
berhubungan dengan jaringan penutup permukaan tubuh dan bersifat relatif ringan.
Meskipun bersifat relatif ringan, apabila tidak ditangani secara serius, maka hal
tersebut dapat memperburuk kondisi kesehatan.
Penyakit kulit menurut Ganong (2006), merupakan peradangan kulit
epidermis dan dermis sebagai respons terhadap faktor endogen berupa alergi atau
eksogen berasal dari bakteri dan jamur. Gambarannya polimorfi, dalam artian
berbagai macam bentuk, dari bentol-bentol, bercak-bercak merah, basah, keropeng
kering, penebalan kulit disertai lipatan kulit yang semakin jelas, serta gejala utama
adalah gatal. Dermatitis termasuk penyakit kulit yang menyebalkan, karena
kekambuhannya, serta penyebabnya yang sukar untuk dicari dan ditentukan. Sifat
dermatitis adalah residif, dalam artian bisa kambuh-kambuhan, tergantung dari
jenisnya dan faktor pencetusnya, maka kekambuhan bisa dihindari. Sebagai contoh
Dermatitis Numularis yang memiliki bentuk seperti koin-koin (uang logam) yang
basah dan gatal.

2.3.4. Penyebab Penyakit Kulit


Menurut Fregert (1988), jumlah agen yang menjadi penyebab penyakit kulit
sangat banyak antara lain :
1. Agen-agen fisik, antara lain disebabkan oleh tekanan atau gesekan, kondisi cuaca,
panas, radiasi dan serat-serat mineral. Agen-agen fisik menyebabkan trauma
mekanik, termal atau radiasi langsung pada kulit. Kebanyakan iritan kulit langsung
merusak kulit dengan jalan :
a. Mengubah pHnya
b. Bereaksi dengan protein-proteinnya (denaturasi)
c. Mengekstrasi lemak dari lapisan luarnya
d. Merendahkan daya tahan kulit.
2. Agen-agen kimia, terbagi menjadi 4 kategori yaitu :
a. Iritan primer berupa asam, basa, pelarut lemak, deterjen, garam-garam logam.
b. Sensitizer berupa logam dan garam-garamnya, senyawa-senyawa yang berasal
dari anilin, derivat nitro aromatik, resin, bahan-bahan kimia karet, obat-obatan,
antibiotik,kosmetik, tanam-tanaman, dan lain-lain.
c. Agen-agen aknegenik berupa nafialen dan bifenil klor, minyak mineral, dll.
d. Photosensitizer berupa antrasen, pitch, derivat asam amni benzoat, hidrokarbon
aromatik klor, pewarna akridin, dll.
3. Agen-agen biologis, seperti mikroorganisme, parasit kulit dan produk-produknya.
Jenis agen biologis ini umumnya merupakan zat pemicu terjadinya
penyakit kulit.

Zat kimia dapat menyebabkan penyakit kulit. Zat kimia tersbut anatar lain
adalah kromium, nikel, cobalt, dan merkuri.
2.3.5. Jenis-Jenis Penyakit Kulit
1. Penyakit kulit karena infeksi bakteri adalah skrofuloderma, tuberkolosis kutis
verukosa, kusta (lepra), patek. Gangguan kulit karena infeksi bakteri pada kulit
yang paling sering adalah pioderma.

Gambar 2.1. Pioderma


2. Penyakit kulit karena parasit dan insekta adalah scabies, pedikulosis kapitis,
pedikulosis korporis, pedikulosis pubis, creeping eruption, amebiasis kutis,
gigitan serangga, trikomoniasis.

Gambar 2.2. Scabies

3. Penyakit kulit karena jamur adalah Pitariasis Versikolor (panu), tinea nigra
palmaris, tinea kapitis, tinea barbae, tinea korporis, tinea imbrikata, tinea
pedis,tinea manus, tinea kruris, kandidiasis, sporotrikosis, aktinomikosis,
kromomikosis, fikomikosis, misetoma.

Gambar 2.3. Pitariasis Versikolor (Panu)


Gangguan kulit karena infeksi jamur pada kulit yang paling sering adalah
Pitariasis Versikolor (panu), penyebab Pitariasis Versikolor (panu) adalah
Malazessia furfur ini akan terlihat sebagai spora yang bundar dengan dinding yang
tebal atau dua lapis dinding, ditemukan dalam kelompok bersama pseudohifa yang
biasanya pendek seperti gambaran spaghetti dan meatballs. Pitariasis Versikolor
(panu) terjadi bila terdapat perubahan keseimbangan hubungan antara hospes dengan
ragi sebagai flora normal kulit. Keadaan yang mempengaruhi keseimbangan antara
hospes dengan ragi tersebut diduga adalah faktor lingkungan atau faktor suseptibilitas
individual. Faktor lingkungan di antaranya adalah lingkungan mikro pada kulit
misalnya kelembaban kulit. Sedangkan faktor individual antara lain adanya
kecenderungan genetik, atau adanya penyakit yang mendasari misalnya sindrom
chusing atau malnutrisi.

Lesi Pitariasis Versikolor dijumpai di bagian atas dada dan meluas ke lengan
atas, leher dan perut atau tungkai atas/bawah. Lesi khususnya dijumpai pada bagian
yang tertutup atau mendapat tekanan pakaian, misalnya pada bagian yang tertutup
pakaian dalam. Keluhan Pitariasis Versikolor yang di alami penderita adalah adanya
bercak/ macula berwarna putih (hipopigmentasi) atau kecoklatan (hiperpigmentasi)
dengan rasa gatal ringan yang munculnya saat berkeringat. Pada kulit hitam atau
coklat umumnya berwarna putih sedang pada kulit putih atau terang cenderung
berwarna coklat atau kemerahan (Soebono, 2001).
Gangguan kulit karena infeksi bakteri pada kulit yang paling sering adalah
dermatofitosis (kurap) (Harahap, 2000). Dermatofitosis (kurap) yang terdiri atas tinea
kapitis menyerang kulit kepala, tinea korporis pada permukaan kulit, tinea kruris
pada lipatan kulit, tinea pedis pada sela jari kaki (athlete's foot), tinea manus pada
kulit telapak tangan, tinea imbrikata berupa sisik pada kulit di daerah tertentu, dan
Tinea Ungium (pada kuku) (Wed, 2004).
Umumnya berbentuk sisik kemerahan pada kulit atau sisik putih. Pada kuku,
terjadi peradangan di sekitar kuku, dan bisa menyebabkan bentuk kuku tak
rata permukaannya, berwarna kusam, atau membiru. Keluhan yang dialami penderita
tinea kapitis, tinea korporis, tinea imbrikata, tinea pedis dan tinea kruris adalah rasa
gatal.

4. Penyakit kulit alergi adalah dermatitis kontak toksik, dermatitis kontak alergik,
dermatitis okupasional, dermatitis atopic, dermatitis stasis, dermatitis numularis,
dermatitis solaris, pompliks, eritema nodosum dan lain-lain. (Harahap, 1990).

Gambar 2.4. Penyakit Kulit Alergi


Pada umumnya keluhan gangguan pada kulit adalah rasa gatal-gatal (saat
pagi, siang, malam, ataupun sepanjang hari), muncul bintik-bintik merah/
bentolbentol/ bula-bula yang berisi cairan bening ataupun nanah pada kulit
permukaan tubuh timbul ruam-ruam (Graham, 2005).
Pada infeksi jamur superfisial, yang terinfeksi adalah kulit (epidermis),
selaput lendir mulut dan genitalia, kuku, dan rambut. Seseorang mendapat penyakit
ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :
a. Predisposisi
b. Pekerjaan
c. Perubahan pH kulit atau metabolisme kulit
d. Daya tahan tubuh seseorang yang menurun
e. Menderita penyakit kronik atau tumor ganas
f. Kebersihan perorangan yang kurang baik
g. Gangguan hormonal

Sumber penularan bisa dari tanah (geophilic), hewan (zoophilic), atau manusia
(antrophilic) (Harahap, 2000).
2.3.6. Patofisiologi Penyakit Kulit
Personal Hygiene yang kurang dan menurunnya daya tahan tubuh
menyebabkan bakteri, virus, jamur dan parasit mudah masuk ke dalam tubuh. Pada
penyakit kulit yang disebabkan oleh bakteri dan virus, infeksi dapat menyebar ke
seluruh tubuh melalui aliran darah. Sedangkan pada penyakit kulit akibat infestasi
parasit seperti sarcoptes scabiei yang hidup dirambut dan bertelur disana. Siklus
hidupnya melalui stadium telur, larva, nimfa dan dewasa. Kelainan kulit yang timbul
akibat dari garukan gatal akibat sensitisasi terhadap sekret dan exkret sarcoptes
kurang lebih sebulan setelah infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai
dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika. Gerukan dapat menimbulkan
erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder (Ganong, 2006).
Pada dermatitis eksfoliatif terjadi pelepasan stratum korneum (lapisan kulit
yang paling luar) yang mencolok yang menyebabkan kebocoran kapiler,
hipoproteinemia dan keseimbangan nitrogen yang negatif. Karena dilatasi pembuluh
darah kulit yang luas, sejumlah besar panas akan hilang jadi dermatitis eksfoliatifa
memberikan efek yang nyata pada keseluruh tubuh. Pada eritroderma terjadi eritema
dan skuama yaitu pelepasan lapisan tanduk dari permukaan kulit selsel dalam
lapisan basal kulit membagi diri terlalu cepat dan selsel yang baru terbentuk
bergerak lebih cepat ke permukaan kulit sehingga tampak sebagai sisik/ plak jaringan
epidermis yang profus.

Menurut Ganong (2006), mekanisme terjadinya alergi obat seperti terjadi


secara non imunologik dan imunologik (alergik), tetapi sebagian besar merupakan
reaksi imunologik. Pada mekanisme immunologik, alergi obat terjadi pada pemberian
obat kepada pasien yang sudah tersensitasi dengan obat tersebut. Obat dengan berat
molekul yang rendah awalnya berperan sebagai antigen yang tidak lengkap (hapten).
Obat/metaboliknya yang berupa hapten ini harus berkonjugasi dahulu dengan protein
misalnya jaringan, serum/ protein dari membran sel untuk membentuk antigen obat
dengan berat molekul yang tinggi dapat berfungsi langsung sebagai antigen lengkap.
2.3.7. Mikrobiologi Kulit
Kulit manusia tidak bebas hama (steril). Kulit steril hanya didapatka pada
waktu yang sangat singkat setelah lahir. Kulit manusia tidak steril karena permukaan
kulit mengandung banyak bahan makanan (nutrisi) untuk pertumbuhan organisme,
antara lain lemak, bahan-bahan yang mengandung nitrogen, mineral, dan lain-lain
yang merupakan hasil tambahan proses keratinisasi atau yang merupakan hasil
apendiks kulit. Mengenai hubungannya dengan manusia, bakteri dapat bertindak
sebagai parasit yaitu dapat menimbulkan penyakit atau sebagai komensal yang
merupakan flora normal (Djuanda, 2007).

2.4. Kerangka Konsep


Variabel Independen

Variabel Dependen

Personal
Hygiene:
1.
2.
3.
4.
5.

Kebersihan kulit
Kebersihan tangan dan kuku
Kebersihan pakaian
Kebersihan handuk
Kebersihan tempat tidur dan
Sanitasi Lingkungan

Kepmenkes
RI/No.829/Menkes/SK/

Gambar 2.5. Kerangka Konsep

Keluhan penyakit
kulit

2.5. Hipotesis Penelitian


Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan hipotesa penelitian sebagai
berikut :
1. Ada hubungan kebersihan kulit dengan keluhan penyakit kulit pada penduduk di
Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Kota Medan
2.

Ada hubungan kebersihan tangan dan kuku dengan keluhan penyakit kulit pada
penduduk di Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Kota Medan

3. Ada hubungan kebersihan pakaian dengan keluhan penyakit kulit pada penduduk
di Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Kota Medan
4. Ada hubungan kebersihan handuk dengan keluhan penyakit kulit pada penduduk
di Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Kota Medan
5. Ada hubungan kebersihan tempat tidur dan sprei dengan keluhan penyakit kulit
pada penduduk di Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Kota Medan
6.

Ada hubungan sanitasi lingkungan dengan keluhan penyakit kulit pada penduduk
di Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Kota Medan

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan rancangan penelitian
cross sectional study yang bertujuan untuk mengetahui hubungan personal hygiene
dan sanitasi lingkungan dengan keluhan penyakit kulit di Kelurahan Denai
Kecamatan Medan Denai Kota Medan tahun 2012.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di Kelurahan Denai Kecamatan Medan
Denai Kota Medan dengan memiliki total 9 lingkungan.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari September November 2012.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk yang berjenis
kelamin perempuan dan berumur 10-14 tahun di Kelurahan Denai Kecamatan Medan
Denai Kota Medan yang berjumlah 743.
3.3.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah perempuan berusia 10-14 tahun adapun
alasan pemilihan sampel penelitian, berdasarkan laporan bulanan selama 6 bulan
terakhir yaitu Januari-Juni 2012 dan diketahui bahwa kunjungan terbanyak adalah

pada jenis kelamin dan usia tersebut. Besar sampel dalam penelitian ini dihitung
dengan menggunakan rumus (Sastroasmoro, 2008) sebagai berikut :

(z

+z

)2

n=
(Pa-Po)2

Keterangan :
n = Besar sampel
Po = proporsi dari pustaka didapat 0,5
Pa = proporsi dari clinical judgment ditetapkan 0,6
Qo = 1-Po
Qa = 1-Pa
Tingkat kemaknaan () 0,01 maka z bernilai 2,575
Power atau z ditetapkan 1,282
(2,575 0,5(0,5) +1,282 0,7(0,3))2
n=
(0,7-0,5)2
(2,575

0,25+1,2820,21))2

n=
(0,2)2

( (2,575 (0,5) + 1,282 (0,458) )2


n=
0,04
n = 87,6 88

Dari hasil perhitungan diatas diperoleh sampel adalah sebesar 87,6


sampel dan dibulatkan menjadi 88. Selanjutnya, untuk mendapatkan proporsi yang
seimbang dari setiap lingkungan maka harus membuat sampel fraction yaitu dengan
membuat perbandingan antara jumlah sampel dengan populasi (Nazir, 2003).
Sampel fraction =

x 100%

x 100%

= 11,84 %
1. LK I

= 78 x 11,84 % = 9,23

2. LK II

= 98 x 11,84 % = 11,60

12

3. LK III

= 64 x 11,84 % = 7,57

4. LK IV

= 79 x 11,84 % = 9,35

5. LK V

= 81 x 11,84 % = 9,59

10

6. LK VI

= 119 x 11,84 % = 14,08

14

7. LK VII

= 97 x 11,84 % = 11,48

11

8. LK VIII

= 54 x 11,84 % = 6,39

9. LK IX

= 73 x 11,84 % = 8,64

Selanjutnya, pengambilan sampel dilakukan dengan cara non random


sampling dengan jenis purposive sampling yaitu teknik sampling secara sengaja
sesuai dengan kriteria sampel yang diperlukan namun tetap mencerminkan
populasinya adapun kriterianya adalah kepala keluarga yang memiliki anak

perempuan yang berusia 10-14 tahun dan bersedia menjadi responden dalam
penelitian.
3.4. Metode Pengumpulan Data
3.4.1. Data Primer
Data primer berupa personal hygiene dan sanitasi lingkungan penduduk di
Kelurahan Denai melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner dan observasi.
3.4.2. Data Sekunder
Data sekunder di dapat dari hasil penelusuran dokumen dan laporan data
Puskesmas Medan Denai yang terkait dengan keluhan penyakit kulit dan data
kependudukan dari Kantor Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Kota Medan.
3.5. Variabel dan Definisi Operasional
3.5.1. Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah personal hygiene dan sanitasi
lingkungan yang dilihat dari kebersihan kulit, kebersihan tangan dan kuku,
kebersihan pakaian, kebersihan handuk, kebersihan tempat tidur dan sprei, sarana air
bersih, sarana pembuangan kotoran (jamban), sarana pembuangan air limbah (SPAL),
sarana pembuangan sampah, pencahayaan, dan kepadatan hunian ruangan tidur.
3.5.2. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah keluhan penyakit kulit infeksi.

3.5.3. Definisi Operasional


1. Personal hygiene adalah kebersihan pribadi seorang individu yang sangat
berpengaruh terhadap kesehatannya.
2. Kebersihan kulit adalah usaha individu untuk menjaga kebersihan kulit dengan
cara mandi menggunakan sabun agar terhindar dari penyakit kulit.
3. Kebersihan tangan dan kuku adalah perilaku individu dalam menjaga kebersihan
tangan dan kuku seperti cuci tangan sebelum dan sesudah makan, sesudah ke
kamar mandi, serta memotong kuku agar tetap pendek.
4.

Kebersihan pakaian adalah perilaku individu dalam mengganti pakaian serta


mencuci pakaian.

5.

Kebersihan handuk adalah perilaku individu berdasarkan frekuensi mencuci


handuk dan menjemurnya.

6. Kebersihan tempat tidur dan sprei adalah perilaku individu berdasarkan frekuensi
menjemur kasur dan bantal, mengganti sprei dan sarung bantal.
7. Sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik yaitu sarana air bersih,
saluran pembuangan air limbah (SPAL), sarana pembuangan kotoran (jamban)
dan sarana pembuangan sampah.
8. Keluhan penyakit kulit adalah adanya salah satu keluhan dari adanya rasa gatalgatal pada kulit, bercak kemerahan, bentol-bentol dan kulit yang mengelupas
seperti sisik.

3.6. Aspek pengukuran


1. Kebersihan Kulit
Pengukuran variabel Kebersihan kulit dengan menjumlahkan skor dari tiaptiap pertanyaan/kuesioner sebanyak 3 pertanyaan yang telah diberi bobot dengan
kriteria:
1. Jawaban baik = 3
2. Jawaban buruk = 0
Maka didapat skor tertinggi 9 dan terendah 0, kemudian dikategorikan berdasarkan
jumlah skor yang diperoleh dengan kategori sebagai berikut:
a) Baik, jika skor yang diperoleh responden > 75 % (nilai 8- 9)
b) Buruk, jika skor yang diperoleh responden 75 % (nilai 0-7)
2. Kebersihan Tangan dan Kuku
Pengukuran variabel Kebersihan tangan dan kuku dengan menjumlahkan skor
dari tiap-tiap pertanyaan/kuesioner sebanyak 3 pertanyaan yang telah diberi bobot
dengan kriteria:
1. Jawaban baik = 3
2. Jawaban buruk = 0
Maka didapat skor tertinggi 9 dan terendah 0, kemudian dikategorikan berdasarkan
jumlah skor yang diperoleh dengan kategori sebagai berikut:
a) Baik, jika skor yang diperoleh responden > 75 % (nilai 8- 9)
b) Buruk, jika skor yang diperoleh responden 75 % (nilai 0-7)

3. Kebersihan Pakaian
Pengukuran variabel kebersihan pakaian dengan menjumlahkan skor dari tiaptiap pertanyaan/kuesioner sebanyak 3 pertanyaan yang telah diberi bobot dengan
kriteria:
1. Jawaban baik = 3
2. Jawaban buruk = 0
Maka didapat skor tertinggi 9 dan terendah 0, kemudian dikategorikan berdasarkan
jumlah skor yang diperoleh dengan kategori sebagai berikut:
a) Baik, jika skor yang diperoleh responden > 75 % (nilai 8- 9)
b) Buruk, jika skor yang diperoleh responden 75 % (nilai 0-7)
4. Kebersihan Handuk
Pengukuran variabel kebersihan handuk dengan menjumlahkan skor dari tiaptiap pertanyaan/kuesioner sebanyak 3 pertanyaan yang telah diberi bobot dengan
kriteria:
1. Jawaban baik = 3
2. Jawaban buruk = 0
Maka didapat skor tertinggi 9 dan terendah 0, kemudian dikategorikan berdasarkan
jumlah skor yang diperoleh dengan kategori sebagai berikut:
a) Baik, jika skor yang diperoleh responden > 75 % (nilai 8- 9)
b) Buruk, jika skor yang diperoleh responden 75 % (nilai 0-7)

5. Kebersihan Tempat Tidur dan Sprei


Pengukuran variabel kebersihan tempat tidur dan sprei dengan menjumlahkan
skor dari tiap-tiap pertanyaan/kuesioner sebanyak 3 pertanyaan yang telah diberi
bobot dengan kriteria:
1. Jawaban baik = 3
2. Jawaban buruk = 0
Maka didapat skor tertinggi 9 dan terendah 0, kemudian dikategorikan berdasarkan
jumlah skor yang diperoleh dengan kategori sebagai berikut:
a) Baik, jika skor yang diperoleh responden > 75 % (nilai 8- 9)
b) Buruk, jika skor yang diperoleh responden 75 % (nilai 0-7)
6.

Penilaian

sanitasi

lingkungan

menggunakan

Kepmenkes

RI

Nomor

829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan, yang terdiri dari


2 (dua) kriteria yaitu sehat apabila skor 334 dan tidak sehat apabila skor < 334
Adapun komponen yang dinilai dihitung berdasarkan nilai x bobot dengan
ketentuan sebagai berikut :
1. Sarana air bersih yaitu ada, milik sendiri, tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa
dengan skor 100
2. Jamban yaitu : ada,leher angsa, septic tank dengan skor 100
3. Sarana pembuangan air limbah yaitu ada, dialirkan keselokan tertutup (saluran
kota) untuk diolah lebih lanjut dengan skor 100
4. Sarana pembuangan sampah yaitu : ada, kedap air, dan bertutup dengan skor 75.

7. Keluhan penyakit kulit infeksi


Pengukuran variabel keluhan penyakit kulit infeksi didasarkan pada skala
ordinal dari beberapa keluhan apabila memiliki salah satu keluhan dengan jawaban
ya diberi skor 1 dan apabila semua jawaban tidak diberi skor 0, kemudian
dikategorikan menjadi:
a. Mengalami keluhan, jika responden mengalami salah satu keluhan penyakit kulit.
b. Tidak mengalami keluhan, jika responden tidak mengalami salah satu dari keluhan

penyakit kulit.
3.7. Metode Analisa Data
3.7.1. Analisa Univariat
Analisa data dengan mendistribusikan variabel personal hygiene dan sanitasi
lingkungan di Kelurahan Denai yang disajikan dalam bentuk tabel dan distribusi
frekuensi.
3.7.2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan dari masing-masing
variabel independen yaitu personal hygiene dan sanitasi lingkungan dengan variabel
dependen (keluhan penyakit kulit). Uji analisa dengan menggunakan uji chi-square
pada taraf kepercayaan 95% sehingga diketahui hubungan antar variabel penelitian.

BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Kelurahan Denai


4.1.1. Demografi
Daerah penelitian berada di Kelurahan Denai Kecamatan Medan
Denai Kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Kelurahan Denai merupakan salah satu
wilayah kerja Puskesmas Medan Denai. Kelurahan Denai terdiri dari 9 lingkungan
dengan luas wilayah 125,5 Ha. Letak geografis dan batas-batas wilayah Kelurahan
Denai adalah sebagai berikut:
-

Sebelah Utara berbatas dengan Kabupaten Deli Serdang

Sebelah Selatan berbatas dengan Kelurahan Medan Tenggara

Sebelah Timur berbatas dengan Parit PTP IX

Sebelah Barat berbatas dengan Sungai Denai


4.1.2. Gambaran Kependudukan
Kondisi penduduk Kelurahan Denai yang padat bila dibandingkan

dengan luas wilayah yang terdiri dari berbagai etnis (suku), agama dan budaya dan
tingkat pendidikan yang berbeda.
Jumlah penduduk Kelurahan Denai yang tersebar di 9 lingkungan sejumlah
19.991 jiwa diantaranya adalah Rumah Tangga Miskin sebanyak 537 KK, secara
lengkap komposisi penduduk menurut struktur dapat dilihat pada tabel
Tabel 4.1. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Jumlah

o.
Laki-laki

9.246

.
Perempuan

10.745

Jumlah

19.991

.
Sumber: Laporan tahunan Kelurahan Denai Tahun 2011

Tabel 4.2. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Per Lingkungan


Ling
Jumlah Penduduk
o.

kungan

Ju
mlah

L
aki-

Pere
mpuan

Lak
i-laki

laki

Pere
mpuan

495

970

II

658

32

1.40

III

406

IV

517

.208

895

522

1.34

VI

817

02

1.80
2
2.61
1
1.59
7

VII

646

1.36

VIII

331

.042

IX

464

1.46

79

1.04

.366

873

.206

1.39

99

2.38
7
2.34
0
2.83
2
2.24
8
1.67
2

1
.

2.50

.112
Total

4.8

10.7

19.9

56

.246

45

91

Sumber: Laporan tahunan Kelurahan Denai Tahun 2011


Berdasarkan tabel 4.1.2. diatas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk
laki-laki dan perempuan tertinggi di lingkungan VI dengan jumlah penduduk laki-laki
sebesar 1.366 jiwa dan perempuan sebesar 1.466 jiwa. Sedangkan yang terendah
berada di lingkungan III dengan jumlah penduduk laki-laki 702 jiwa dan perempuan
895 jiwa.
Tabel 4.3. Komposisi Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Perempuan
umur 10-14 tahun Per Lingkungan
Lingkungan
Jumlah

o.
I

78

II

98

III

64

IV

79

81

VI

119

VII

97

VIII

54

IX

73

.
Total

743

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Medan

Tabel 4.4. Komposisi Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan


Jenjang Pendidikan
Jumlah
o.
SD

4.889

SMP

5.243

SMA

5.630

.
Sarjana Muda (D-1)

355

Sarjana Muda (D-2)

110

Sarjana Muda (D-3)

357

.
Sarjana (S-1)

2.014

Sarjana (S-2)

25

Sarjana (S-3)

10

.
Belum Sekolah

1.358

0.
Total

19.991

Sumber: Laporan tahunan Kelurahan Denai Tahun 2011


Tabel 4.5. Kondisi Prasarana Kesehatan
Jenis Prasarana

Jumlah

o.

Puskesmas

Poliklinik/ Rumah Sakit

Posyandu
.

13

Apotik

Toko Obat

Praktek Dokter/ bidan

.
Total

24

Sumber: Laporan tahunan Kelurahan Denai Tahun 2011


4.2. Analisis Univariat

4.2.1. Analisis Univariat Karakteristik Responden


Adapun gambaran karakteristik responden pada penelitian ini dapat dilihat
pada tabel 4.2.1. berikut ini.
Tabel 4.6. Distribusi Frekuensi
Kelurahan Denai Kota Medan
Distribusi Karakteristik
o.

Responden

Karakteristik
Juml
ah

Responden

pada

Persentase
(%)

Umur
.
10-11

55

62,5

12-14

33

37,5

Total

88

100,0

SD

68

77,2

SMP

20

22,8

Total

88

100,0

Pendidikan
.

Berdasarkan tabel 4.6. diatas dapat dilihat bahwa jumlah responden


berdasarkan umur pada responden di kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Kota
Medan tahun 2012 terbanyak pada umur 10-11 tahun yaitu 55 responden (62,5%).
Sedangkan jumlah responden menurut tingkat pendidikan terbanyak pada SD yaitu
sebanyak 68 orang (77,2%).
4.2.2. Personal Hygiene
4.2.2.1. Kebersihan Kulit

Adapun gambaran kebersihan kulit respoden pada penelitian ini dapat dilihat
pada tabel 4.7. dibawah ini.
Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Kebersihan Kulit Responden pada
Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Kota Medan
Kebersihan Kulit
Ju
Persentase
o.

mlah

(%)

Jumlah mandi dalam sehari


.

a. 1 kali

2,3

b. 2 kali

86

97,7

Total

88

100,0

8,0

81

92,0

88

100,0

28

31,8

60

68,2

88

100,0

Cara Mandi
.

a.Mandi dengan air lalu menggosok kulit


kemudian

seluruh

tubuh

disiram

dengan air secukupnya


b.Mandi dengan air dan sabun

dan

menggosok kulit kemudian seluruh


tubuh disiram sampai bersih
Total
Kebiasaan menggunakan sabun
.

a.Memakai sabun sendiri


b.Memakai sabun bergantian dengan
keluarga
Total

Berdasarkan tabel 4.7. diatas dapat diketahui bahwa responden mandi 1 kali
sehari sebanyak 2 orang (2,3%) sedangkan mandi 2 kali sebanyak 86 orang (97.7%).
Untuk mandi dengan air saja sebanyakn 7 orang (8,0%), sedangkan menggunakan
sabun sebanyak 81 orang (92,0%). Untuk kebiasaan menggunakan sabun sendiri
sebanyak 28 orang (31.8%) sedangkan memakai sabun bergantian dengan keluarga
sebanyak 60 orang (68,2%).
Berdasarkan perhitungan jumlah skor kebersihan kulit, maka dapat
dikategorikan baik dan buruk. Hasil penelitian dapat dilihat dalam tabel 4.8.
Tabel 4.8. Kategori Kebersihan Kulit pada Responden Kelurahan Denai
Kecamatan Medan Denai Kota Medan
Kebersihan Kulit
Jumlah
Persentase
o.

(%)
Baik

23

Buruk

65

Total

88

26,1
73,9

.
100,0

Dari tabel 4.8. diatas diketahui bahwa kebersihan kulit pada responden
di Kelurahan Denai termasuk kategori buruk yaitu terdapat 65 orang (73,9 %).
4.2.2.2. Kebersihan Tangan dan Kuku
Adapun gambaran kebersihan tangan dan kuku respoden pada penelitian ini
dapat dilihat pada tabel 4.9. dibawah ini.

Tabel 4.9. Distribusi Frekuensi Kebersihan Tangan dan Kuku Responden


pada Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Kota Medan
No.
Kebersihan Tangan dan Kuku
Jumlah
Persentase (%)
1.
Cara mencuci tangan
13
14,8
a. Membasuh
kedua
tangan
dengan air memakai wadah/
mangkuk
lalu
tangan
dikeringkan dengan lap
b. Membasuh
kedua
tangan
75
85,2
dengan air yang mengalir dan
menggosok kedua permukaan
tangan dan sela-sela jari dengan
sabun dan disiram dengan air
mengalir
lalu
tangan
dikeringkan dengan lap yang
bersih
Total
2.

100,0

50
38

56,8
43,2

88

100,0

65
23

73,9
26,1

88

100,0

Frekuensi memotong kuku


a. Sekali seminggu
b. Lebih dari 1 minggu
Total
Menyikat

88

sabun saat mandi

kuku

dengan

a. Ya
b. Tidak

Total

Berdasarkan tabel 4.9 diketahui bahwa responden yang mencuci kedua tangan
dengan air memakai wadah/ mangkuk lalu tangan dikeringkan dengan lap sebanyak
13 orang (14,8%), sedangkan responden membasuh kedua tangan dengan air yang
mengalir dan menggosok kedua permukaan tangan dan sela-sela jari dengan sabun

dan disiram dengan air mengalir lalu tangan dikeringkan dengan lap yang bersih
sebanyak 75 orang (85,2 %). Frekuensi memotong kuku sekali dalam seminggu
sebanyak 50 orang (56,8%), sedangkan lebih dari 1 minggu sebanyak 38 orang
(43,2%). Menyikat kuku dengan sabun saat mandi sebenyak 65 orang (73,9%),
sedangkan tidak menyikat kuku dengan sabun

saat mandi sebanyak 23 orang

(26,1%).
Berdasarkan perhitungan jumlah skor kebersihan tangan dan kuku, maka
dapat dikategorikan baik dan buruk. Hasil penelitian dapat dilihat dalam tabel 4.10.
Tabel 4.10. Kategori Kebersihan Tangan dan Kuku pada responden
Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Kota Medan
Kebersihan Tangan
Jumlah
Persentase
o.

dan Kuku

(%)

Baik

39

44,3

Buruk

49

55,7

Total

88

100,0

Dari tabel 4.10. diatas diketahui bahwa kebersihan tangan dan kuku
pada responden di Kelurahan Denai termasuk kategori buruk yaitu 49 orang (55,7 %).

4.2.2.2. Kebersihan Pakaian


Adapun gambaran kebersihan Pakaian Respoden pada penelitian ini dapat
dilihat pada tabel 4.11.
Tabel 4.11. Distribusi Frekuensi Kebersihan Pakaian Responden pada
Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Kota Medan
Kebersihan Pakaian
Jumlah
Persentase
o.

(%)
Frekuensi

mengganti

baju dalam sehari?


a. 1 kali dalam sehari
b. Tidak pernah

Total

84

95,5

4,5

88

100

82

93,2

6,8

88

100,0

64

72,7

24

27,3

Menjemur pakaian yang


.

dicuci dibawah terik matahari?


a. Ya
b. Tidak

Total
Mengganti baju setelah
.

berkeringat?
a. Ya
b. Tidak

Total

88

100,0

Berdasarkan tabel diatas responden mengganti baju 1 kali dalam sehari


sebanyak 84 orang (95,5%), sedangkan tidak pernah mengganti baju dalam sehari
sebanyak 4 orang (4,5%). Untuk responden yang memenjemur pakaian yang dicuci
dibawah terik matahari sebanyak 82 orang (93,2%), sedangkan tidak dibawah terik
matahari sebanyak 6 orang (6,8%). Untuk responden yang mengganti baju setelah
berkeringat sebanyak 64 orang (72,7) sedangkan tidak mengganti sebanyak 24 orang
(27,3%).
Berdasarkan perhitungan jumlah skor kebersihan pakaian, maka dapat
dikategorikan baik dan buruk. Hasil penelitian dapat dilihat dalam tabel 4.12.

Tabel 4.12. Kategori Kebersihan Pakaian pada responden Kelurahan Denai


Kecamatan Medan Denai Kota Medan
No.
Kebersihan Pakaian
Jumlah
Persentase (%)
1.
Baik
58
65,9
2.
Buruk
30
34,1
Total
88
100,0
Dari tabel 4.12. diatas diketahui bahwa kebersihan pakaian pada responden di
Kelurahan Denai termasuk kategori baik yaitu 58 orang (65,9 %).
4.2.2.3. Kebersihan Handuk
Adapun gambaran kebersihan Handuk Respoden pada penelitian ini dapat
dilihat pada tabel 4.13. dibawah ini.
Tabel 4.13. Distribusi Frekuensi Kebersihan Handuk Responden pada
Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Kota Medan
No.
Kebersihan Handuk
Jumlah
Persentase (%)

1.

Kebiasaan

memakai

handuk?
a. Memakai handuk bergantian
dengan keluarga
b. Memakai handuk sendiri
Total
2.

33
55

37,5
62,5

88

100,0

38
50

43,2
56,8

88

100,0

40
48

45,5
54,5

88

100

Meletakkan handuk yang


telah dipakai mandi?
a. Digantung dalam kamar
b. Dijemur di luar/ dijemuran
Total

3.

Keadaan handuk anda


ketika mandi?
a. Kering
b. Lembab
Total

Berdasarkan tabel 4.13 diatas responden memakai handuk bergantian dengan


keluarga sebanyak 33 orang (37,5%), sedangkan memakai handuk sendiri sebanyak
55 orang (62,5%). Responden yang menggantung handuk telah dipakai di dalam
kamar sebanyak 38 orang (43,2%), sedangkan dijemur di luar/ jemuran sebanyak 50
orang (56,8%). Untuk responden yang keadaan handuknya kering ketika mandi
sebanyak 40 orang (45,5), sedangkan keadaan handuk lembab sebanyak 48 orang
(54,5%).
Berdasarkan perhitungan jumlah skor kebersihan handuk, maka dapat
dikategorikan baik dan buruk. Hasil penelitian dapat dilihat dalam tabel 4.14.
Tabel 4.14. Kategori Kebersihan Pakaian pada responden Kelurahan Denai
Kecamatan Medan Denai Kota Medan

No.
Kebersihan Handuk
Jumlah
Persentase (%)
1.
Baik
17
19,3
2.
Buruk
71
80,7
Total
88
100,0
Berdasarkan tabel 4.14. diatas diketahui bahwa kebersihan handuk pada
responden di Kelurahan Denai termasuk kategori buruk yaitu 71 orang (80,7 %).
4.2.2.3. Kebersihan Tempat Tidur dan Sprei
Adapun gambaran kebersihan Tempat Tidur dan Sprei Respoden pada
penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.15. dibawah ini.
Tabel 4.15. Distribusi Frekuensi Kebersihan Tempat Tidur dan Sprei
Responden pada Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Kota Medan
No. Kebersihan Tempat Tidur dan Sprei
Jumlah
Persentase (%)
1.
Frekuensi mengganti sprei?
63
71,6
a. 2 minggu sekali
25
28,4
b. lebih dari 2 minggu
Total
88
100,0
2.

Membersihkan sprei sebelum


tidur?

85
3

96,6
3,4

a. Ya
b. Tidak
Total

88

100,0

bantal?

64
24

72,7
27,3

a. 2 minggu sekali
b. Lebih dari 2 minggu
Total

88

100,0

3.

Frekuensi menjemur kasur dan

Berdasarkan tabel diatas responden mengganti sprei 2 minggu sekali sebanyak


63 orang (71,6), sedangkan lebih dari 2 minggu sekali sebanyak 25 orang (28,4%).
Untuk responden yang membersihkan sprei sebelum tidur sebanya 85 orang (96,6%),

sedangkan tidak membersihkan sprei sebelum tidur sebanyak 3 orang (3,4%). Untuk
responden yang menjemur kasur dan bantal 2 minggu sekali sebanyak 64 orang
(72,7%), sedangkan lebih dari 2 minggu sebanyak 24 orang (27,3%).
Berdasarkan perhitungan jumlah skor kebersihan tempat tidur dan sprei, maka
dapat dikategorikan baik dan buruk. Hasil penelitian dapat dilihat dalam tabel 4.16.
Tabel 4.16. Kategori Kebersihan Tempat Tidur dan Sprei pada responden
Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Kota Medan
No. Kebersihan Tempat Tidur dan Sprei
Jumlah
Persentase (%)
1. Baik
48
54,5
2. Buruk
40
45,5
Total
88
100,0
Berdasarkan tabel 4.16. diatas diketahui bahwa kebersihan tempat tidur dan
sprei pada responden di Kelurahan Denai termasuk kategori baik yaitu 48 orang (54,5
%).
4.2.3. Sanitasi Lingkungan
Adapun gambaran sanitasi lingkungan respoden pada penelitian ini dapat
dilihat pada tabel 4.17. dibawah ini
Tabel 4.17. Distribusi Frekuensi Sanitasi Lingkungan Responden pada
Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai Kota Medan
No.
Sanitasi Lingkungan
Jumlah
Persentase (%)
1.
Sarana Air Bersih
0
0,0
a. Tidak ada
4
4,5
b. Ada, bukan milik sendiri,
berbau, berwarna dan berasa
0
0,0
c. Ada, milik sendiri, berbau,
berwarna dan berasa
85
95,5
d. Ada, bukan milik sendiri, tidak
berbau, tidak berwarna, tidak
berasa
0
0,0
e. Ada, milik sendiri, tidak berbau,
tidak berwarna, tidak berasa

Total

88

100,0

0
16
5

0,0
18,2
5,7

b. Ada, bukan leher angsa, tidak


ada
tutup,
disalurkan
ke
sungai/kolam

47

53,4

c.Ada, bukan leher angsa, ada

20

22,7

88

100,0

0,0

25

28,4

7
40

8,0
45,5

16

18,2

88

100,0

2.

Jamban
a. Tidak ada

tutup, disalurkan ke sungai atau


kolam
d.Ada, bukan leher angsa, ada
tutup, septic tank
e. Ada, leher angsa, septic
tank
Total
3.

Sarana Pembuangan Air


Limbah (SPAL)
a. Tidak ada, sehingga tergenang
tidak teratur di halaman
b. Ada,
diresapkan
tetapi
mencemari sumber air (jarak
dengan sumber air <10 meter)
c. Ada, dialirkan keselokan terbuka
d. Ada, diresapkan dan tidak
mencemari sumber air (jarak
dengan sumber air >10 m
e. Ada dialirkan ke selokan tertutup
Total

4.

Sarana

Pembuangan

Sampah
a. Tidak ada
b. Ada, tetapi tidak kedap air dan
tidak ada tutup
c. Ada, kedap air, dan tidak
bertutup
d. Ada, kedap air dan bertutup
Total

19
30

21,6
34,1

12

3,6

27

30,7

88

100,0

Berdasarkan perhitungan jumlah skor sanitasi lingkungan, maka dapat


dikategorikan sehat dan tidak sehat. Hasil penelitian dapat dilihat dalam tabel 4.18.
Tabel 4.18. Kategori Sanitasi Lingkungan pada responden Kelurahan Denai
Kecamatan Medan Denai Kota Medan
No.
Sanitasi Lingkungan
Jumlah
Persentase (%)
1. Sehat
16
18,2
2. Tidak Sehat
72
81,8
Total
88
100,0
Berdasarkan tabel 4.18. diatas diketahui bahwa sanitasi lingkungan di
Kelurahan Denai paling besar kategori tidak sehat yaitu 72 rumah (81,8 %).
4.2.4. Keluhan Penyakit Kulit
Adapun distribusi keluhan penyakit kulit respoden pada penelitian ini dapat
dilihat pada tabel 4.19. dibawah ini
Tabel 4.19. Distribusi Keluhan Penyakit Kulit Responden pada Kelurahan
Denai Kecamatan Medan Denai Kota Medan
No.
Keluhan Penyakit Kulit
Jumlah
Persentase (%)
1.
Kulit terasa gatal dengan
frekuensi yang berulang
Tidak mengalami keluhan
45
51,1
Mengalami keluhan
43
48,9
100,0
Total
88

2.

3.

4.

Bercak-bercak kemerahan pada


kulit
Tidak Mengalami keluhan
Mengalami keluhan
Total

66
22
88

75,0
25,0
100,0

Bentol-bentol pada kulit


Tidak mengalami keluhan
54
61,4
Mengalami keluhan
34
38,6
Total
88
100,0
Kulit mengelupas seperti sisik
dan kering
Tidak mengalami keluhan
57
64,8
Mengalami keluhan
31
35,2
Total
88
100,0
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa responden yang merasakan kulit

gatal dengan frekuensi berulang sebanyak 45 orang (51,1%), sedangkan yang tidak
merasakan

kulit gatal dengan frekuensi berulang sebanyak 43 orang (43,9%).

Responden yang memiliki bercak-bercak merah pada kulit sebanyak 66 orang


(75,0%), sedangkan yang tidak memiliki bercak-bercak kemerahan pada kulit
sebanya 22 orang (35,0%). Responden yang memiliki bentol-bentol pada kulit
sebanyak 54 orang (61,4), sedangkan yang tidak memiliki bentol-bentol pada kulit
sebanyak 34 orang (38,6%). Responden yang kulitnya mengelupas seperti sisik dan
kering sebanyak 57 orang (64,8%) dan yang tidak mengelupas seperti sisik dan
kering sebanyak 31 orang (35,2%).
4.3. Analisis Bivariat
4.3.1. Hubungan Personal Hygiene dengan Keluhan Penyakit Kulit
Adapun hasil analisis bivariat personal hygiene dengan keluhan penyakit kulit
yang meliputi kebersihan kulit, kebersihan tangan dan kuku, kebersihan pakaian,
kebersihan handuk dan kebersihan tempat tidur dan sprei dilakukan secara statistik

dengan menggunakan uji chi-square pada taraf kepercayaan 95% disajiakan pada
tabel 4.17. berikut ini.
Tabel 4.20. Hubungan Personal Hygiene dengan Keluhan
Penduduk di Kelurahan Denai Kecamatan Medan Denai
2012
Personal Hygiene
Keluhan Kesehatan
Tidak
Ya
N
%
N
%
Kebersihan Kulit
1. Baik
2. Buruk
12
52,2
11 47,8
15
23,1
50 76,9
Kebersihan
Tangan dan kuku
1. Baik
2. Buruk
19
4
20 51,3
Kebersihan
8
41 83,7
Pakaian
1. Baik
8,7
2. Buruk
23
16,3
35 60,3
Kebersihan
4
26 86,7
Handuk
1. Baik
2. Buruk
39,7
11
13,3
6 35,3
Kebersihan
16
55
77,5
Tempat
Tidur
dan Sprei
1. Baik
21
64,7
32 60,4
2. Buruk
6
22,5
29 82,9

Penyakit Kulit pada


Kota Medan Tahun
X2

p-value

6,763

0,009*

10,713

0,001*

6,441

0,011*

11,469

0,001*

5,009

0,025*

39,6
17,1
*) Signifikan pada < 0,05
Hasil penelitian menunjukkan proporsi kebersihan kulit yang baik tidak
mengalami keluhan penyakit kulit sebanyak 52,2%, kebersihan kulit yang baik
mengalami keluhan penyakit kulit sebanyak 47,8%, sedangkan kebersihan kulit yang
buruk dengan tidak mengalami keluhan penyakit kulit sebanyak 23,1%, dan

kebersihan kulit yang buruk dengan mengalami keluhan penyakit kulit sebesar
76,9%. Berdasarkan uji chi square menunjukkan pada nilai X2=6,763; p=0,009
menunjukkan kebersihan kulit mempunyai hubungan signifikan dengan keluhan
penyakit kulit pada respoden.
Hasil penelitian menunjukkan proporsi kebersihan tangan dan kuku yang baik
dengan tidak mengalami keluhan penyakit kulit sebanyak 48,7%, kebersihan tangan
dan kuku yang baik mengalami keluhan penyakit kulit sebanyak 51,3%, sedangkan
kebersihan tangan dan kuku yang buruk dengan tidak mengalami keluhan penyakit
kulit sebanyak 16,3%, dan kebersihan tangan dan kuku yang buruk dengan
mengalami keluhan penyakit kulit sebesar 83,7%. Berdasarkan uji chi square
menunjukkan pada nilai X2=10,713; p=0,001 menunjukkan kebersihan tangan dan
kuku mempunyai hubungan signifikan dengan keluhan penyakit kulit pada respoden.
Hasil penelitian menunjukkan proporsi kebersihan pakaian yang baik dengan
tidak mengalami keluhan penyakit kulit sebanyak 38,7%, kebersihan pakaian yang
baik dengan mengalami keluhan penyakit kulit sebanyak 60,3%, sedangkan
kebersihan kulit yang buruk dengan tidak mengalami keluhan penyakit kulit sebanyak
13,3%, dan kebersihan kulit yang buruk dengan mengalami keluhan penyakit kulit
sebesar 86,7%. Berdasarkan uji chi square menunjukkan pada nilai X2=6,441;
p=0,011 menunjukkan kebersihan pakaian mempunyai hubungan signifikan dengan
keluhan penyakit kulit pada respoden.
Hasil penelitian menunjukkan proporsi kebersihan handuk yang baik dengan
tidak mengalami keluhan penyakit kulit sebanyak 64,7%, kebersihan handuk yang
baik dengan mengalami keluhan penyakit kulit sebanyak 35,3%, sedangkan

kebersihan handuk yang buruk dengan tidak mengalami keluhan penyakit kulit
sebanyak 22,5%, dan kebersihan handuk yang buruk dengan mengalami keluhan
penyakit kulit sebesar 77,5%. Berdasarkan uji chi square menunjukkan pada nilai
X2=11,469; p=0,001 menunjukkan kebersihan handuk mempunyai hubungan
signifikan dengan keluhan penyakit kulit pada respoden.
Hasil penelitian menunjukkan proporsi kebersihan tempat tidur dan sprei yang
baik dengan tidak mengalami keluhan penyakit kulit sebanyak 39,6%, kebersihan
pakaian yang baik dengan mengalami keluhan penyakit kulit sebanyak 60,4%,
sedangkan kebersihan kulit yang buruk dengan tidak mengalami keluhan penyakit
kulit sebanyak 17,1%, dan kebersihan kulit yang buruk dengan mengalami keluhan
penyakit kulit sebesar 82,9%. Berdasarkan uji chi square menunjukkan pada nilai
X2=5,009; p=0,025 menunjukkan kebersihan tempat tidur dan sprei mempunyai
hubungan signifikan dengan keluhan penyakit kulit pada respoden.

BAB V
PEMBAHASAN

5.1. Karakteristik Responden


Tingkat pendidikan seseorang akan memiliki andil besar dalam pola pikir dan
masalah kesehatan. Tingkat pendidikan juga menentukan pengetahuan terhadap
sesuatu khususnya pengetahuan tentang kondisi lingkungan dalam penanganan
keluhan penyakit kulit. Tingkat pendidikan responden di Kelurahan Denai SD
sebanyak 68 orang (77,2%) dan yang pendidikan SMP sebanyak 20 orang (22,8%).
Pemilihan responden berdasarkan data Puskesmas Medan Denai yaitu paling banyak
penderita penyakit kulit berkisar 10-14 tahun dengan jenis kelamin perempuan.
Menurut

Notoatmodjo

(2003),

tingkat

pendidikan

seseorang

dapat

meningkatkan pengetahuan itu termasuk pengetahuan tentang kesehatan. Semakin


tinggi pendidikan seseorang semakin mereka tahu bagaimana cara pencegahan dan
penularan penyakit kulit.
Orangtua memiliki andil yang besar dalam pemeliharaan kesehatan bagi anakanak karena anak-anak masih memiliki kesadaran dan pengetahuan yang rendah.
Status ekonomi juga memiliki andil yang besar dalam memenuhi fasilitas sanitasi
dasar dan kebutuhan sehari-hari untuk mempertahankan kesehatan dan kebugaran.
5.2. Hubungan Personal Hygiene dengan keluhan penyakit kulit
5.2.1. Hubungan Kebersihan Kulit dengan Keluhan Penyakit Kulit
Penyakit kulit menurut Ganong (2006), merupakan peradangan kulit
epidermis dan dermis sebagai respons terhadap faktor endogen berupa alergi atau

eksogen berasal dari bakteri dan jamur. Penyakit ini juga bisa terjadi karena
kebersihan perorangan yang salah satunya adalah kebersihan kulit.
Hasil penelitian bahwa proporsi kebersihan kulit yang baik tidak mengalami
keluhan penyakit kulit sebanyak 52,2%, kebersihan kulit yang baik mengalami
keluhan penyakit kulit sebanyak 47,8%, sedangkan kebersihan kulit yang buruk
dengan tidak mengalami keluhan penyakit kulit sebanyak 23,1%, dan kebersihan kulit
yang buruk dengan mengalami keluhan penyakit kulit sebesar 76,9%.
Secara statistik dapat dibuktikan dengan uji chi square diperoleh nilai
hitungnya sebesar 6,763 dan nilai p=0,009 (p < 0,05) artinya kebersihan kulit
mempunyai hubungan signifikan dengan keluhan penyakit kulit pada respoden di
Kelurahan Denai.
Menurut Tarwoto dan Martonah (2003), Kebersihan diri termasuk kebersihan
kulit sangat penting dalam usaha pemeliharaan kesehatan seperti mandi 2 kali sehari
menggunakan sabun agar terhindar dari penyakit menular.
Bagi Kenyamanan tubuh kita sendiri, mandi 2 kali sehari seharusnya
merupakan suatu keharusan. Disamping tujuan membersihkan mandi akan sangat
menyegarkan dan melepaskan dari rasa gelisah, tidak enak dan bau badan yang
kurang sedap. Selain kenyamanan fisik juga merupakan kebutuhan integritas kulit,
maka perawatan lahiriah yang sesuai dengan apa yang dikehendaki sangat penting
artinya dan juga tubuh akan terhindar dari penyakit infeksi (Wolf, 2004).

5.2.2. Hubungan Kebersihan Tangan dan Kuku dengan keluhan penyakit kulit
Kebersihan tangan dan kuku sangatlah penting karena apabila penderita
memiliki kebersihan tangan yang buruk dan kuku yang panjang dapat menyebabkan
perkembangan kuman penyakit kulit akibat garukan pada kulit yang infeksi. Hal ini
sejalan dengan penelitian Desi (2005) bahwa penyakit kulit bisa tejadi akibat
kebersihan tangan dan kuku yang kurang baik.
Menurut Wolf (2000), Tangan harus dicuci sebelum dan sesudah melakukan
kegiatan apapun seperti sebelum makan, sesudah makan, sesudah buang air besar
ataupun buang air kecil ini dapat mencegah terjadinya perkembangan kuman penyakit
dan mengurangi kesempatan infeksi.
Menurut Stevens (2000), adapun tujuan perawatan kuku yaitu membersihkan
kuku, mengembalikan batas-batas kulit ditepi kuku ke keadaan normal serta
mencegah terjadinya perkembangan kuman penyakit maka dari itu perlu perawatan
kuku dengan cara menggunting kuku sekali seminggu dan menyikat kuku
menggunakan sabun.
Hasil penelitian bahwa proporsi kebersihan tangan dan kuku yang baik
dengan tidak mengalami keluhan penyakit kulit sebanyak 48,7%, kebersihan tangan
dan kuku yang baik mengalami keluhan penyakit kulit sebanyak 51,3%, sedangkan
kebersihan tangan dan kuku yang buruk dengan tidak mengalami keluhan penyakit
kulit sebanyak 16,3%, dan kebersihan tangan dan kuku yang buruk dengan
mengalami keluhan penyakit kulit sebesar 83,7%.
Secara statistik dapat dibuktikan dengan uji chi square diperoleh nilai
hitunganya sebesar 10,713 dengan nilai p=0,001 (p<0,05) menunjukkan kebersihan

tangan dan kuku mempunyai hubungan signifikan dengan keluhan penyakit kulit
pada respoden.
5.2.3. Hubungan Kebersihan Pakaian dengan Keluhan Penyakit Kulit
Pakaian banyak menyerap keringat dan kotoran yang di keluarkan oleh badan.
Pakaian bersentuhan langsung dengan kulit sehingga apabila pakaian yang yang
basah karena keringat dan kotor akan menjadi tempat berkembangnya bakteri di kulit.
Pakaian yang basah oleh keringat akan menimbulkan bau (Irianto, 2007).
Dari hasil penelitian proporsi kebersihan pakaian yang baik dengan tidak
mengalami keluhan penyakit kulit sebanyak 38,7%, kebersihan pakaian yang baik
dengan mengalami keluhan penyakit kulit sebanyak 60,3%, sedangkan kebersihan
kulit yang buruk dengan tidak mengalami keluhan penyakit kulit sebanyak 13,3%,
dan kebersihan kulit yang buruk dengan mengalami keluhan penyakit kulit sebesar
86,7%.
Secara statistik dapat dibuktikan dengan uji chi diperoleh nilai hitungnya
sebesar 6,441 dan nilai p=0,011 (p<0,05) menunjukkan kebersihan pakaian
mempunyai hubungan signifikan dengan keluhan penyakit kulit pada respoden.
5.2.4. Hubungan Kebersihan Handuk dengan Keluhan Penyakit Kulit
Secara kontak tidak langsung penyakit kulit disebabkan karena sering
bertukaran handuk dengan orang lain dan tidak dijemur dibawah terik matahari. Hal
ini sejalan dengan penelitian Sidit (2004) bahwa sebagian besar orang yang menderita
penyakit kulit sering bertukaran handuk dengan orang lain.

Pada pertanyaaan apakah menggunakan handuk bergantian dengan keluarga


didapat bahwa sebanyak 37,5% responden menggunakan handuk secara bergantian
dengan keluarga.
Menurut Lita (2005), sebaiknya tidak boleh memakai handuk secara bersamasama karena mudah menularkan bakteri dari penderita ke orang lain. Apalagi bila
handuk tidak pernah dijemur dibawah terik matahari ataupun tidak dicuci dalam
jangka waktu yang lama maka kemungkinan jumlah bakteri yang ada pada handuk
banyak sekali dan sangat beresiko untuk menularkan pada orang lain.
Dari hasil penelitian proporsi kebersihan handuk yang baik dengan tidak
mengalami keluhan penyakit kulit sebanyak 64,7%, kebersihan handuk yang baik
dengan mengalami keluhan penyakit kulit sebanyak 35,3%, sedangkan kebersihan
handuk yang buruk dengan tidak mengalami keluhan penyakit kulit sebanyak 22,5%,
dan kebersihan handuk yang buruk dengan mengalami keluhan penyakit kulit sebesar
77,5%.
Secara statistik dapat dibuktikan dengan uji chi square diperoleh nilai
hitunganya sebesar 11,469 dan nilai p=0,001 (p<0,05) menunjukkan kebersihan
handuk mempunyai hubungan signifikan dengan keluhan penyakit kulit pada
respoden.
5.2.5 Hubungan Kebersihan Tempat Tidur dan Sprei dengan Keluhan Penyakit
Kulit
Menurut Lita (2005), kuman penyebab penyakit kulit paling senang hidup dan
berkembang biak di perlengkapan tidur. Dengan menjemur kasur sekali seminggu dan

mengganti sprei sekali seminggu ini bisa mengurangi perkembangbiakan kuman


penyakit kulit.
Kasur merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas tidur. Agar
kasur tetap bersih dan terhindar dari kuman penyakit maka perlu menjemur kasur 1x
seminggu karena tanpa disadari kasur juga bisa menjadi lembab hal ini dikarenakan
seringnya berbaring dan suhu kamar yang berubah rubah (Handri,2010)
Dari hasil penelitian proporsi kebersihan tempat tidur dan sprei yang baik
dengan tidak mengalami keluhan penyakit kulit sebanyak 39,6%, kebersihan pakaian
yang baik dengan mengalami keluhan penyakit kulit sebanyak 60,4%, sedangkan
kebersihan kulit yang buruk dengan tidak mengalami keluhan penyakit kulit sebanyak
17,1%, dan kebersihan kulit yang buruk dengan mengalami keluhan penyakit kulit
sebesar 82,9%.
Secara statistik dapat dibuktikan pada uji chi square nilai hitungnya sebesar
5,009 dan nilai p=0,025 (p<0,05) menunjukkan kebersihan tempat tidur dan sprei
mempunyai hubungan signifikan dengan keluhan penyakit kulit pada respoden.
5.3. Hubungan Sanitasi lingkungan dengan Keluhan Penyakit Kulit
Sanitasi lingkungan dalam penelitian ini meliputi sarana air bersih, jamban,
sarana pembuangan air limbah dan sarana pembuangan sampah yang di observasi
pada rumah-rumah responden.
5.3.1. Sarana Air Bersih
Dari hasil observasi responden lebih banyak menggunakan sumur gali sebagai
sumber air bersih. Jika dilihat dari hasil observasi sebanyak 84 rsponden (95,5%)
yang sumber air bersihnya sudah memenuhi syarat kesehatan dan 4 responden (4,5%)

yang belum memenuhi syarat kesehatan. Dari 4 responden ini menguluhkan airnya
berbau, berwarna dan berasa.
Menurut Santoso (2010) Air yang berkualitas harus memenuhi persyaratan
fisik sebagai berikut :
a. Tidak berwarna
Air untuk keperluan rumah tangga harus jernih. Air yang berwarna berarti
mengandung bahan-bahan koloid dan bahan-bahan yang terlarut dalam air yang
berbahaya bagi kesehatan.
b. Tidak berasa
Secara fisik air bisa dirasakan oleh lidah, air yang terasa asam, pahit atau asin
menunjukkan air tersebut tidak baik. Air yang biasanya berbau,dan berasa terjadi
akibat adanya dekomposisi bahan organic didalam air. Rasa asin disebabkan adanya
garam garam tertentu yang larut dalam air. Sedangkan rasa asam diakibatkan
adanya asam organik maupun asam anorganik.
c. Tidak berbau
Air yang memenuhi standar kualitas harus bebas dari bau, air yang berbau
biasanya disebabkan oleh bahan-bahan organik sedang mengalami dekomposisi
(penguraian) oleh mikroorganisme air.
Air merupakan hal yang paling esensial bagi kesehatan, tidak hanya dalam
upaya produksi tetapi juga untuk konsumsi domestik dan pemanfaatannya (minum,
masak, mandi, dll). Promosi yang meningkat dari penyakit -penyakit infeksi yang
bisa mematikan maupun merugikan kesehatan ditularkan melalui air yang sudah
tercemar.Sebagian penyakit yang berkaitan dengan air yang bersifat menular,

penyakit-penyakit tersebut umumnya diklasifikasikan menurut berbagai aspek


lingkungan yang dapat di intervensi oleh manusia (WHO, 2001).
Air merupakan suatu sarana untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan
penyakit. Melalui penyediaan air bersih baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya
disuatu daerah maka penyebaran penyakit menular diharapkan dapat ditekan
seminimal mungkin. Kurangnya air bersih khususnya untuk menjaga kebersihan diri
dapat menimbulkan berbagai penyakit kulit karena jamur, bakteri, termasuk juga
penyakit scabies (Notobroto, 2005).
5.3.2. Jamban
Berdasarkan observasi terdapat sarana pembuangan kotoran, hanya 20
responden yang menggunakan jamban leher angsa, mempunyai konstruksi yang baik
tapi kondisi jamban kurang bersih untuk digunakan sehari hari.
Adapun syarat jamban yang memenuhi syarat menurut Depkes (1997) yaitu:
1. Tidak mencemari sumber air minum (jarak antara sumber air minum dengan
lubang penampungan minimal 10 meter)
2. Tidak berbau dan tinja tidak dapat dijamah oleh serangga dan tikus
3. Dilengkapi dinding dan atap pelindung
4. Penerangan cukup
5. Tersedia air dan alat pembersih
6. Aman digunakan dan mudah dibersihkan
Pembuangan tinja yang tidak saniter akan menyebabkan terjadinya berbagai
penyakit diantaranya tipus, kolera, disentri, poliomyelitis, ascariasis, dan sebagainya.

Kotoran manusia merupakan buangan padat yang selain menimbulkan bau, mengotori
lingkungan, juga merupakan media penularan penyakit pada masyarakat. Oleh sebab
itu perlu sekali menjaga kebersihan jamban dan kamar mandi, sehinggan tidak terjadi
penularan penyakit yang diakibatkan oleh tinja (Azwar, 1995).
5.3.3. Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL)
Berdasarkan hasil observasi pada responden terdapat pembuangan saluran air
limbah tetapi ada saluran air limbah dengan jarak pada sumber air <10m sehingga
limbah cair dapat mencemari sumber air bersih, dan ada juga responden yang air
limbahnya dialirkan ke

selokan terbuka sehingga limbah cair dapat mencemari

sumber air bersih dan tidak mengalir dengan lancar.


Hal ini diakibatkan drainase terbuka dan tidak di tutup dengan kisi-kisi yang
terbuat dari logam sehingga mengakibatkan banyak sampah yang masuk ke dalam
saluran drainase dan mengakibatkan saluran air limbah tidak lancar. Selain itu saluran
air

limbah

ini

juga

menimbulkan bau

dan

ketidaknyamanan

penduduk.

Ketidakpedulian penduduk terhadap kondisi ini menjadi penyebab utama buruknya


sistem drainase.
Penampungan air limbah dan pembuangan yang memenuhi persyaratan teknis
kesehatan perlu untuk melindungi, memelihara, dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Lingkungan yang tidak sehat akibat tercemar air buangan dapat
menyebabkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat.
Air buangan dapat menjadi tempat berkembangbiaknya mikroorganisme
patogen, larva nyamuk ataupun serangga lainnya yang dapat menjadi media transmisi

penyakit, terutama penyakit-penyakit yang penularannya melalui air yang tercemar


seperti kolera, tipus abdominalis, disentri dan sebagainya (Kusnoputranto, 2000).
5.3.4. Sarana Pembuangan Sampah
Berdasarkan hasil observasi didapat bahwa responden paling banyak memiliki
sarana pembuangan sampah yang tidak kedap air dan tidak ada tutup yaitu sebanyak
34,1%. Kondisi tempat sampah yang tidak bertutup ini dapat menimbulkan bau yang
tidak enak dari segi estetika.
Secara umum pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat kesehatan
lingkungan akan dapat mengakibatkan berkembang biaknya serangga dan tikus, dapat
menjadi sumber pengotoran tanah, pencemaran air dalam tanah, dan pencemaran
udara, serta dapat menjadi tempat berkembangbiaknya kuman penyakit yang
membahayakan kesehatan.
Dalam ilmu kesehatan lingkungan, suatu pengelolaan sampah dianggap baik
jika sampah tersebut tidak menjadi tempat berkembangbiaknya bibit penyakit, serta
sampah tersebut tidak menjadi media perantara menyebarluasnya suatu penyakit.
Syarat lain yang harus dipenuhi dalam pengelolaan sampah ialah tidak mencemari
udara, air atau tanah, tidak menimbulka bau (segi estetis), tidak menimbulkan
kebakaran dan lain sebagainya (Azwar, 1996).
Sanitasi lingkungan yang dilihat dari aspek sarana air bersih, jamban, sarana
pengolahan air limbah dan sarana pembuangan sampah yang dikatergorikan menurut
kriteria pada Kepmenkes RI Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan
kesehatan perumahan, yang terdiri dari 2 (dua) kriteria yaitu sehat apabila skor
334 dan tidak sehat apabila skor < 334.

Berdasarkan tabel 4.21. dapat dilihat proporsi sanitasi lingkungan yang sehat
tidak mengalami keluhan penyakit kulit sebanyak 56,3%, sanitasi lingkungan yang
sehat mengalami keluhan penyakit kulit sebanyak 43,8%, sedangkan sanitasi
lingkungan yang tidak sehat dengan tidak mengalami keluhan penyakit kulit
sebanyak25,0%, dan sanitasi lingkungan yang tidak sehat dengan mengalami keluhan
penyakit kulit sebesar 75,0%.
Secara statistik dapat dibuktikan pada uji chi square diperoleh nilai sebesar
6,011 dan p=0,014 (p<0.05) menunjukkan sanitasi lingkungan mempunyai hubungan
signifikan dengan keluhan penyakit kulit pada respoden.
5.4. Keluhan Penyakit Kulit
Keluhan penyakit kulit disebabkan oleh berbagai faktor . Penyakit kulit karena
infeksi bakteri adalah skrofuloderma, tuberkolosis kutis verukosa, kusta (lepra),
patek. Gangguan kulit karena infeksi bakteri pada kulit yang paling sering adalah
pioderma.
Ada juga penyakit kulit karena parasit dan insekta sepert scabies, pedikulosis
kapitis, pedikulosis korporis, pedikulosis pubis, creeping eruption, amebiasis kutis,
gigitan serangga, trikomoniasis. Garukan dari kulit yang sudah terinfeksi parasit
tersebut akan menular dan berpindah-pindah ke bagian kulit yang lain. Sangat di
anjurkan pada penderita untuk mencuci tangan memakai sabun apabila telah
menggaruk kulit yang terinfeksi dan tidak bertukaran pakaian dan handuk dengan
orang lain (Soebono, 2001).
Adapun dari hasil observasi kulit terasa gatal dengan frekuensi yang berulang
sebanyak 43 responden (48,9%), responden mengeluhkan kulit yang gatal sepanjang

hari berulang-ulang sehingga mengganggu aktifitas dan kenyamanan. Keluhan


adanya bercak-bercak kemerahan pada kulit sebanyak 22 responden 25,0%. Adanya
bercak-bercak merah pada kulit akibat dari kulit yang gatal dan terasa panas. Selain
itu ada juga keluhan bentol-bentol pada kulit sebanyak 34 responden (38,6 %) serta
adanya keluhan kulit mengelupas seperti sisik dan kering yaitu sebanyak 31
responden (35,2%).
Dari hasil observasi menunjukkan bahwa besarnya keluhan penyakit kulit. Hal
ini juga berkaitan dengan personal hygiene dari responden yang buruk serta sanitasi
lingkungan yang tidak sehat yang akan mempengaruhi kesehatan khususnya penyakit
kulit.

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. Ada hubungan yang bermakna antara kebersihan kulit responden dengan keluhan
penyakit kulit (p = 0,009)
2. Ada hubungan yang bermakna antara kebersihan tangan dan kuku responden
dengan keluhan penyakit kulit ( p= 0,001)
3. Ada hubungan yang bermakna antara kebersihan pakaian responden dengan
keluhan penyakit kulit (p= 0,011)
4. Ada hubungan yang bermakna antara kebersihan handuk dengan keluhan penyakit
kulit (p=0,001)
5. Ada hubungan yang bermakna antara kebersihan tempat tidur dan sprei dengan
keluhan penyakit kulit (p=0,025)
6. Ada hubungan yang bermakna antara sanitasi lingkungan dengan keluhan penyakit
kulit (p=0,014)

6.2. Saran
1. Bagi Puskesmas Medan Denai diharapkan dapat memberikan informasi lebih lanjut
tentang penyakit kulit melalui penyuluhan dan pelatihan kepada tenaga kesehatan
di Kelurahan Denai Kecamtan Medan Denai Kota Medan.
2. Bagi penduduk Kelurahan Denai perlu meningkatkan kebersihan diri dengan
memotong kuku sekali seminggu, mandi 2x sehari, mengganti baju apabila sudah
berkeringat, tidak bergantian memakai handuk dengan keluarga, menjemur
pakaian, handuk, sprei dibawah terik matahari dan menjaga kebersihan lingkungan
dengan membuang sampah pada tempatnya membersihkan SPAL agar terhindar
dari keluhan-keluhan penyakit kulit.
3. Bagi pengembangan ilmu kesehatan lingkungan, yaitu memberikan kontribusi
referensi untuk pengembangan pengetahuan dan penelitian selanjutnya yang
berkaitan dengan keluhan penyakit kulit dan sanitasi lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Azhara, 2011. Waspada Bahaya Kosmetik. Cetakan Pertama. Penerbit FlashBooks,


Yogyakarta.
Chandra, Budiman. 2006. Pengantar Kesehatan Lingkungan. EGC. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2000. Standar Pedoman Perawatan Jiwa dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta.
Djuanda, Adhi. 2009. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.
Entjang, Indan. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat. PT. Citra Aditya Bakti.
Bandung.
Ganong, dkk. 2006. Fisiologi Kedokteran. EGC. Jakarta.
Hadiwiyoto, Soedo. 2003. Penanganan dan Pemanfaatan Sampah. Yayasan Idayu.
Jakarta.
Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates. Jakarta.
Hidayat, Nur. 2006. Mikrobiologi Undusti. CV. Andi Offset. Yogyakarata.
Irianto, Koes. 2006. Menguak Dunia Mikroorganisme. CV. Yrama Widya.
Bandung.
Kusnoputranto, Haryoto. 2000. Kesehatan Lingkungan. Gramedia Pustaka Utama..
Jakarta.
Menteri Kesehatan RI. 1999. Persyaratan Rumah Sehat. Keputusan Menteri
Kesehatan RI. No. 829/Menkes/SK/VII/1999.

Nadesul, Handrawan. 1997. Bagaimana Kalau Terkena Penyakit Kulit. Puspa


Swara. Jakarta.
Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarata.
Notoadmodjo, S. 1997. Ilmu Kesehatan Masyarakat. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
_____________. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. PT. Rineka Cipta.
Jakarta.
_____________. 2007. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Odang, Rasyid. 2000. Pedoman Penyuluhan Pada Anak Sekolah Dasar. Depkes
RI. Jakarta.
Perry, P. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. EGC. Jakarta.
Prabu, Putra. 2009. Rumah Sehat. Puspa Swara. Jakarta.
Sastroasmoro, S. 2008. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Sagung Seto.
Jakarta.
Slamet, J. 2004. Kesehatan Lingkungan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
_______. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Soedjadi, K. 2003. Upaya Sanitasi Lingkungan di Pondok Pesantren Ali Maksum
Almunawir dan Pandanaran Dalam Penanggulangan Penyakit Skabies.
Jurnal Kesehatan Lingkungan. Surabaya.
Sukini, E. 1989. Pengantar Mikrobiologi Umum. Angkasa. Bandung.
Wartonah. 2003. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
SalembaMedika. Jakarta.

Lampiran 1
KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DAN SANITASI LINGKUNGAN
DENGAN KELUHAN PENYAKIT KULIT DI KELURAHAN DENAI
KECAMATAN MEDAN DENAI KOTA MEDAN TAHUN 2012

1.
2.
3.

1.

2.

3.

1.

2.

3.

No. Urut:
Kota
: Medan
Kecamatan
: Medan Denai
Kelurahan
: Denai
Lingkungan
:
Tanggal Wawancara :
IDENTITAS RESPONDEN
Nama
:
Umur
:
tahun
Alamat
:
Personal Hygiene
Kebersihan Kulit
Berapa kali anda mandi dalam sehari?
a. 1 kali
b. 2 kali
Bagaimana cara anda mandi?
a. Mandi dengan air lalu menggosok kulit kemudian seluruh tubuh disiram
dengan air secukupnya
b. Mandi dengan air dan sabun dan menggosok kulit kemudian seluruh tubuh
disiram sampai bersih
Bagaimana kebiasaan anda dalam penggunaan sabun?
a. Memakai sabun sendiri
b. Memakai sabun bergantian dengan keluarga
Kebersihan Tangan dan Kuku
Bagaimana cara anda mencuci tangan?
c. Membasuh kedua tangan dengan air memakai wadah/ mangkuk lalu tangan
dikeringkan dengan lap
d. Membasuh kedua tangan dengan air yang mengalir dan menggosok kedua
permukaan tangan dan sela-sela jari dengan sabun dan disiram dengan air
mengalir lalu tangan dikeringkan dengan lap yang bersih
Berapa kali anda memotong kuku?
c. Sekali seminggu
d. Dipotong saat sudah panjang
Apakah anda menyikat kuku menggunakan sabun saat mandi ?
a. Ya
b. Tidak

Kebersihan Pakaian
1. Berapa kali anda mengganti baju dalam sehari?
c. 1 kali dalam sehari
d. Tidak pernah
2. Apakah anda menjemur pakaian yang dicuci dibawah terik matahari?
c. Ya
d. Tidak
3. Apakah anda mengganti baju setelah berkeringat?
c. Ya
d. Tidak
Kebersihan Handuk
1. Bagaimana kebiasaan anda memakai handuk?
c. Memakai handuk bergantian dengan keluarga
d. Memakai handuk sendiri
2. Bagaimana anda meletakkan handuk yang telah dipakai mandi?
c. Digantung dalam kamar
d. Dijemur di luar/ dijemuran
3. Bagaimana keadaan handuk anda ketika mandi?
c. Kering
d. Lembab
Kebersihan Tempat Tidur dan Sprei
1. Berapa kali anda mengganti sprei?
c. 2 minggu sekali
d. Lebih dari 2 minggu
2. Apakah sprei yang anda gunakan sebelum tidur sudah dibersihakan terlebih
dahulu?
c. Ya
d. Tidak
3. Berapa kali anda menjemur kasur dan bantal?
c. 2 minggu sekali
d. Lebih dari 2 minggu

LEMBAR OBSERVASI KEADAAN SANITASI LINGKUNGAN


Menurut Kepmenkes RI No.829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan
Kesehatan Perumahan
Komponen
Kriteria
Nilai
Bobot
o.

yang dinilai
Sarana

25

Sanitasi
Sarana Air f. Tidak ada
.

Bersih

g. Ada, bukan milik


sendiri, berbau,
berwarna
dan
berasa

h. Ada,
milik
sendiri, berbau,
berwarna
dan
berasa

i. Ada, bukan
sendiri,
berbau,
berwarna,
berasa

milik
tidak
tidak
tidak

Jamban
.

(Sarana
Pembuangan

j. Ada, milik sendiri,


tidak berbau, tidak
berwarna,
tidak
berasa

a. Tidak ada

b. Ada, bukan leher


angsa, tidak ada
tutup, disalurkan
ke sungai/kolam

c.Ada, bukan leher


angsa, ada tutup,
disalurkan
ke
sungai atau kolam

d. Ada, bukan leher


angsa, ada tutup,
septic tank

e. Ada, leher angsa,


septic tank

Kotoran)

Sarana

f. Tidak
sehingga
Pembuangan Air
tergenang
teratur
Limbah (SPAL)
halaman

ada,

tidak
di

g. Ada, diresapkan
tetapi mencemari
sumber air (jarak
dengan sumber
air <10 meter)

h. Ada,
dialirkan
keselokan terbuka

i. Ada, diresapkan
dan
tidak
mencemari
sumber air (jarak
dengan sumber
air >10 m

Sarana
.

Pembuangan
Sampah

j. Ada, dialirkan ke
selokan tertutup
(saluran
kota)
untuk
dioalah
lebih lanjut
a. Tidak ada

b. Ada, tetapi tidak


kedap air dan
tidak ada tutup

c. Ada, kedap air,


dan
tidak
bertutup

d. Ada, kedap air


dan bertutup

Total Hasil Penilaian

KELUHAN PENYAKIT KULIT


Apakah dalam 1 bulan terakhir ini anda pernah mengalami:
a. Kulit yang terasa gatal dengan frekuensi yang berulang-ulang

ya
Tidak

b. Adanya bercak-bercak kemerahan pada kulit

Ya
Tidak

c. Adanya bentol-bentol pada kulit

Ya
Tidak

d. Adanya kulit yang mengelupas seperti sisik dan kering

ya
Tidak

You might also like