Professional Documents
Culture Documents
serviks biasanya relatif tidak berbahaya.Oleh karena itu, pada setiap perdarahan antepartum
pertama-tama harus selalu dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta.
Dahulu penanganan plasenta previa relatif bersifat konservatif, maka angka kesakitan dan
angka kematian bayi tinggi, kematian janin 50-80% dari seluruh kasus terjadinya plasenta
previa.Sekarang penanganan relatif bersifat operatif dini, maka angka kematian dan kesakitan
bayi baru lahir jauh menurun.Kematian perinatal juga turun menjadi 7-25%, terutama
disebabkan oleh prematuritas, asfiksia, prolaps funikuli dan persalinan buatan.Pada solusio
plasenta kematian anak tinggi, menurut kepustakaan 70-80% dari seluruh jumlah kasus
solusio plasenta.Hal ini tergantung pada derajat pelepasan dari pelepasan plasenta, bila yang
terlepas lebih dari sepertiga plasenta maka kemungkinan kematian anak 100% selain itu juga
tergantung pada prematuritas dan tindakan persalinan.
Dengan dituliskannya makalah ini, maka penulis berharap agar pembaca dapat memahami
lebih baik mengenai perdarahan antepartum dalam ruang lingkup obstetrik dan ginekologi,
sehingga dapat dilakukan pendekatan yang lebih baik terhadap penanganan perdarahan
antepartum.
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Perdarahan Antepartum adalah perdarahan pervaginam pada kehamilan diatas 28 minggu atau
lebih yang bisa disebabkan oleh kelainan plasenta atau bukan kelainan plasenta dan yang
tidak jelas sumbernya.
Faktor Resiko
1. Umur
Umur yang lebih tua dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya
perdarahanantepartum. Dalam kurun reproduksi sehat dikenal bahwa usia aman untuk
kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun. Wanita pada umur kurang dari 20 tahun
memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami perdarahan antepartum karena alat
reproduksi belum sempurna atau matang untuk hamil.Selain itu, kematangan fisik,
mental dan fungsi sosial dari calon ibu yang belum cukup menimbulkan keraguraguan jaminan bagi keselamatan kehamilan yang dialaminya serta perawatan bagi
anak yang dilahirkannya. Sedangkan umur di atas 35 tahun merupakan faktor yang
dapat meningkatkan kejadian perdarahan antepartum karena proses menjadi tua dari
jaringan alat reproduksi dari jalan lahir, cenderung berakibat buruk pada proses
kehamilan dan persalinannya. Perdarahan antepartum lebih banyak pada usia di atas
35 tahun. Wanita yang berumur 35 tahun atau lebih mempunyai resiko besar untuk
terkena dibandingkan dengan wanita yang lebih muda.Peningkatan umur ibu
merupakan faktor risiko plasenta previa, karena sklerosis pembuluh darah arteri kecil
dan arteriole miometrium menyebabkan aliran darah ke endometrium tidak merata
sehingga plasenta tumbuh lebih lebar dengan luas permukaan yang lebih besar, untuk
mendapatkan aliran darah yang adekuat.
2. Pendidikan
Pendidikan Ibu yang mempunyai pendidikan relatif tinggi, cenderung memperhatikan
kesehatannya dibandingkan ibu yang tingkat pendidikannya rendah.Dengan
pendidikan yang tinggi, diharapkan ibu mempunyai pengetahuan dan mempunyai
kesadaran mengantisipasi kesulitan dalam kehamilan dan persalinannya, sehingga
timbul dorongan untuk melakukan pengawasan kehamilan secara berkala dan teratur.
3. Paritas
Paritas dikelompokkan menjadi empat golongan yaitu
1) nullipara, yaitu golongan ibu yang belum pernah melahirkan
2) primipara, yaitu golongan ibu yang pernah melahirkan 1 kali
3) multipara, yaitu golongan ibu yang pernah melahirkan 2-4 kali
4) grandemultipara, yaitu golongan ibu yang pernah melahirkan 5 kali
Frekuensi perdarahan antepartum meningkat dengan bertambahnya paritas.Perdarahan
antepartum lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi.Wanita dengan paritas
persalinan empat atau lebih mempunyai resiko besar untuk terkena dibandingkan
dengan paritas yang lebih rendah.Pada paritas yang tinggi kejadian perdarahan
antepartum semakin besar karena endometrium belum sempat sembuh terutama jika
jarak antara kehamilan pendek.Selain itu kemunduran daya lentur (elastisitas) jaringan
yang sudah berulang kali direnggangkan, kehamilan cenderung menimbulkan kelainan
letak atau kelainan pertumbuhan plasenta.Akibatnya terjadi persalinan yang disertai
perdarahan yang sanngat berbahaya seperti plasenta previa dan solusio plasenta.
4. Riwayat kehamilan dan persalinan terdahulu
Riwayat kehamilan dan persalinan yang dialami oleh seorang ibu juga merupakan
resiko tinggi dalam terjadinya perdarahan antepartum. Cedera dalam alat kandungan
atau jalan lahir dapat ditimbulkan oleh proses kehamilan terdahulu dan berakibat
buruk pada kehamilan yang sedang dialami. Hal ini dapat berupa keguguran, bekas
persalinan berulang dengan jarak pendek, bekas operasi (seksio cesarea) atau bekas
kuretase.Pasien dengan plasenta previa menghadapi 4-8% resiko terkena plasenta
previa pada kehamilan berikutnya.Kejadian solusio plasenta juga meningkat di
kalangan mereka yang pernah menderita solusio plasenta (rekurensi).Setiap pasien
dengan riwayat solusio plasenta harus dipertimbangkan mempunyai resiko pada setiap
kehamilan berikutnya.
5. Kadar Hb
Pada kehamilan anemia relatif terjadi karena volume darah dalam kehamilan
bertambah secara fisiologik dengan adanya pencairan darah yang disebut
hidremia.Volume darah tersebut mulai bertambah jelas pada minggu ke-16 dan
mencapai puncaknya pada minggu ke-32 sampai ke-34 yaitu kira-kira 25%.Meskipun
ada peningkatan dalam volume eritrosit secara keseluruhan, tetapi penambahan
volume plasma jauh lebih besar sehingga konsentrasi haemoglobin dalam darah
menjadi lebih rendah.Menurut WHO ( 1979 ) kejadian anemia ibu hamil berkisar
antara 20% sampai89% dengan menetapkan Hb 11 gr% sebagai dasarnya. Ibu hamil
yang menderita anemia lebih peka terhadap infeksi dan lebih kecil kemungkinan untuk
selamat dari perdarahan atau penyakit lain yang timbulselama hamil dan melahirkan.
Saat ibumengalami perdarahan banyak, peredaran darah ke plasenta menurun.Hal ini
menyebabkan penerimaan oksigen oleh darah janin berkurang yang pada akhirnya
menyebabkan hipoksia janin.
6. Tekanan darah
Hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan atau yang kronik tidak jarang ditemukan
pada wanita hamil.Hipertensi pada kehamilan adalah apabila tekanan darahnya antara
140/90 mmHg sampai 160/100 mmHg.Hipertensi dalam kehamilan merupakan
komplikasi kehamilan sebagai salah satu trias klasik yang merupakan penyebab
kematian ibu.Selain itu, pasien dengan penyakit hipertensi kehamilan memiliki resiko
pelepasan plasenta premature.
Klasifikasi
Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta yang secara klinis biasanya
tidak terlalu sukar untuk menentukannya adalah plasenta previa dan solusio plasenta. Oleh
karena itu, klasifikasi klinis perdarahan antepartum dibagi sebagai berikut :
1. Plasenta Previa
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat abnormal,
yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan
jalan lahir (ostium uteri internum).Klasifikasi plasenta previa dibuat atas dasar
hubungannya dengan ostium uteri internum pada waktu diadakan pemeriksaan. Dalam
hal ini dikenal empat macam plasenta previa, yaitu :
a. Plasenta previa totalis, apabila seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri
internum) tertutup oleh plasenta.
b. Plasenta previa parsial, apabila hanya sebagian dari jalan lahir (ostium uteri
internum) tertutup oleh plasenta.
c. Plasenta previa marginalis, apabila tepi plasenta berada tepat pada pinggir
pembukaan jalan lahir (ostium uteri internal).
d. Plasenta letak rendah, apabila plasenta mengadakan implantasi pada segmen
bawah uterus, akan tetapi belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir. Pinggir
plasenta berada kira-kira 3 atau 4 cm di atas pinggir pembukaan sehingga tidak
akan teraba pada pembukaan jalan lahir.
Penentuan macamnya plasenta previa tergantung pada besarnya pembukaan jalan lahir.
Misalnya plasenta previa marginalis pada pembukaan 2 cm dapat menjadi plasenta
previa lateralis pada pembukaan 5 cm. Begitu juga plasenta previa totalis pada
pembukaan 3 cm dapat menjadi lateralis pada pembukaan 6 cm. Maka penentuan
macamnya plasenta previa harus disertai dengan keterangan mengenai besarnya
pembukaan, misalnya plasenta previa lateralis pada pembukaan 5 cm.
2. Solusio Plasenta
Solusio Plasenta Istilah lain dari solusio plasenta adalah ablatio plasentae, abruptio
plasentae, accidental haemorrhage dan premature separation of the normally implanted
placenta. Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal
terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir. Berdasarkan gejala klinik dan luasnya
plasenta yang lepas, maka solusio
plasenta dibagi menjadi 3 tingkat, yaitu :
Penegakan Diagnosa
Pada setiap perdarahan antepartum, pertama sekali harus dicurigai bahwa halitu bersumber
dari kelainan plasenta, dengan penyebab utama yaitu plasenta previa dan solusio plasenta
sampai ternyata dugaan itu salah. Diagnosis ditegakkan dengan adanya gejala-gejala klinis
dan beberapa pemeriksaan :
Anamnesis
Plasenta Previa
a. Perdarahan pervaginam yang tanpa nyeri.
b. Warna darah merah terang.
Solusio Plasenta
a. Perdarahan pervaginam disertai sakit terus-menerus.
b. Warna darah merah gelap disertai bekuan-bekuan darah.
Inspeksi pada plasenta previa maupun solusio plasenta
9
Pemeriksaan laboratorium
Urin : albumin (+); pada pemeriksaan sedimen terdapat silinder dan lekosit.
Darah : Hb menurun (anemi), periksa golongan darah, kalau bisa
cross match test.
Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah /hipofibrinogenemia,
maka diperiksakan pula COT (Clot Observation Test) tiap 1
jam,test kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan test kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya
150 mg%).
Terapi
Plasenta previa
Pengelolaan plasenta previa tergantung dari banyaknya perdarahan, umurkehamilan dan
derajat plasenta previa.Sebelum penderita syok, pasang infus NaCl/RL sebanyak 2 -3 kali
jumlah darah yang hilang. Jangan melakukan pemeriksaan dalam atau tampon vagina, karena
akan memperbanyak perdarahan dan menyebabkan infeksi.
a. Konservatif bila :
-Kehamilan kurang 37 minggu.
-Perdarahan tidak ada atau tidak banyak (Hb masih dalam batas normal).
-Tempat tinggal pasien dekat dengan rumah sakit (dapat menempuh perjalananselama 15
menit)
Perawatan konservatif berupa :
-Istirahat
-Memberikan hematinik untuk mengatasi anemia dan tokolitik
-Memberikan antibiotic bila ada indikasi. Bila selama 3 hari tidak terjadi perdarahan setelah
melakukan perawatan konservatif maka lakukan mobilisasi bertahap.Pasien dipulangkan bila
tetap tidakada perdarahan.
b.Penanganan aktif bila :
-Perdarahan banyak tanpa memandang usia kehamilan.
11
Tirah baring
Atasi anemia
ibu/janin)
Partus pervaginam
(amniotomi/oksitosin infus)
Resusitasi cairan
13
KESIMPULAN
Berdasarkan penulisan referat diatas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai
perdarahan antepartum, antara lain;
1. Perdarahan Antepartum adalah perdarahan pervaginam pada kehamilan diatas 28
minggu atau lebih yang bisa disebabkan oleh kelainan plasenta atau bukan kelainan
plasenta dan yang tidak jelas sumbernya
2. Etiologi dari perdarahan antepartum yaitu bisa karena kelainan plasenta, bukan dari
kelainan plasenta dan yang belum jelas sumbernya. Kelainan plasenta seperti plasenta
previadan solusio plasenta kelainan yang bersumber bukan dari plasentaadalah
kelainan dari servik dan vagina seperti erosio portionis uteri, carcinomaportionis uteri,
polypus cervicis uteri, varices vulvae, dan trauma dan yang belim jelas sumbernya
adalah kelainan sinus marginalis dan vasa previa.
3. Pengelolaan plasenta previa tergantung dari banyaknya perdarahan, umurkehamilan
dan derajat plasenta previa. Solusio plasenta ringan/sedang/berat SC bila persalinan
pervaginam lama ( > 6 jam )
DAFTAR PUSTAKA
1. Sastrawinata, S., 1983. Obstetri Fisiologi. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNPAD,
Bandung.
2. Djaja, S., 2005. The Determinant of Maternal Morbidity in Indonesian.WHO South East
Asia New Region vol 4 number 1 and 2. New Delhi.
3. Manuaba, IBG., 1999. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Penerbit Arcan, Jakarta.
4. WHO, 2007. Maternal Mortality in 2005. http://www.who.int. Diakses pada tanggal 18
April 2009.
5. Sarumpaet, S., 2000. Pengaruh Kondisi Fisik dan Riwayat Persalinan Ibu Terhadap
Terjadinya Persalinan Beresiko di Rumah Sakit di Kotamadya Medan dan Sekitarnya,
Majalah Info Kesehatan FKM USU, No.6, April 2000.
6. Suyono, dkk, 2008. Hubungan Antara Ibu Hamil dengan Frekuensi Solusio Plasenta di
RSUD Dr.Moewardi Surakarta. http://www.kalbe.co.id. Cermin Dunia Kedokteran vol 34
no.5/158 Sep-Okt 2007.Diakses pada tanggal 5 Februari 2009.
7. Dinkes Kota Medan, 2003.Profil Kesehatan Kota Medan Tahun 2002, Medan.
8. Koblinsky, M., 1997. Kesehatan Wanita, Sebuah Perspektif Global, UGM Press,
Yogyakarta.
9. Royston, E.,dkk., 1994. Pencegahan Kematian Ibu Hamil. Penerbit Bina Rupa Aksara,
Jakarta.
10. Rukmini, LK, 2008. Gambaran Penyebab Kematian Maternal di Rumah Sakit: Studi di
RSUD Pesisir Selatan, RSUD Padang Pariaman, RSUD Sikka, RSUD Larantuka dan
15