You are on page 1of 26

LAPORAN KASUS

G2P1A0 Umur 32 Tahun Gravid 35 Minggu


Janin Ganda Hidup Keduanya Intrauterin Letak Memanjang Keduanya
Presentasi Kepala Bokong Punggung Kanan Kiri
Twin to Twin Transfussion Syndrome (TTTS)

Pembimbing:
dr. H. Wahdi Sdj, Sp.OG
Dr. dr. Anto Sawarno, Sp.OG (K) FER
dr. Trestyawaty, Sp.OG

Oleh
Hanifah Rahmania, S. Ked
1518012178

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN OBSTETRI & GINEKOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JEND. AHMAD YANI METRO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
2016

RSUD JENDERAL AHMAD YANI METRO

I.

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama
Umur
Suku/ Bangsa
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
Masuk

Istri
Ny. Mimin Susanti
32 thn
Jawa/ Indonesia
Islam
SMK
Ibu Rumah Tangga
Yosomulyo, Metro
9 Maret 2016

RSUD

Pukul: 19.10 WIB

Suami
Tn. Sigit Hartono
33 thn
Jawa/ Indonesia
Islam
SMK
Buruh
Yosomulyo, Metro
-

B. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan tanggal 9 Maret 2016 pukul 19.10 WIB
a. Keluhan Utama
Perut terasa kencang-kencang
b. Keluhan tambahan
Sakit saat berjalan
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke UGD pada pukul 19.10 WIB dengan keluhan
kencang-kencang pada perut bagian bawah sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit. Kencang-kencang dirasakan hilang timbul
setiap 20 menit sekali. Kencang-kencang menjalar sampai ke
pinggang dan tidak berkurang dengan istirahat. Pasien juga
mengeluhkan sakit perut ketika berjalan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada
f.

Riwayat Menstruasi
Menarche

: 15 tahun
2

g.

Siklus haid

: 28 hari

Jumlah

: 3 kali ganti pembalut

Lama

: 7 hari

HPHT

: 1 Juli 2015

TP

: 8 April 2016

Riwayat Perkawinan
Menikah satu kali, status masih menikah

Hamil Usia

Tahun

Jenis

Jenis

BB

Keadaa

Peno Penyulit

n anak

long

persalin

Nifas

ke

kehamila lahir

persalin

kelam L

n
38

an
Pervagi

in
Laki-

3,3

Lahir

Bida

an
Tidak

Dalam

nan

laki

kg

hidup

ada

batas

anak
2005

minggu

spontan
h. Riwayat Obstetri (kehamilan, persalinan, nifas terdahulu)

normal

i. Riwayat KB
Pasien menggunakan kontrasepsi pil dan suntik
j. Riwayat Operasi
Pasien belum pernah operasi sebelumnya
k. Riwayat ANC
Pasien rutin kontrol ke dokter 1 bulan sekali selama kehamilan.
Hamil saat ini mulas (+), mual (-), muntah (-), perdarahan (-),
riwayat trauma (-), riwayat infeksi (-), suplementasi zat besi (+).
l. Riwayat Ginekologi
Tidak ada
m. Kebiasaan Hidup
Merokok (-), alkohol (-), minum obat-obatan & jamu (-)
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. STATUS PRESENT
a. Keadaan Umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
b. Status Emosional
:
Stabil

Labil

c. Tanda Vital
KU

: Tampak sakit sedang

Kesadaran

: Compos mentis

Tekanan Darah

: 110/70mmHg

Nadi

: 60 x/menit

RR

: 20 x/menit

Temperatur

: 35,9 0C

2. STATUS GENERALIS
Kepala

Normocepali, rambut hitam, tidak mudah


rontok

Mata

Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-,


edema palpebra -/-

THT

Sekret telinga -/-, sekret hidung -/-, tonsil


tidak hiperemis, T1 T1

Leher

KGB tidak membesar, tiroid tidak teraba


membesar

Thorax :

Mammae : Simetris,

membesar,

aerolar

mammae

hiperpigmentasi

Pulmo

: Suara nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-

Cor

: S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

: Lihat status obstetri

Ekstremitas

superior: Akral hangat (+/+), edema (-/-)

Ekstremitas

inferior: Akral hangat (+/+), edema (+/+)

3. STATUS OBSTETRI

Inspeksi

: Perut tampak membuncit, arah memanjang, striae

gravidarum (+), linea nigra (-), luka bekas SC (-)

Palpasi

Leopold I :TFU 38 cm, teraba dua bagian besar, satu


bagian besar, lunak, dan tidak melenting, bagian lainnya
bulat dan melenting

Leopold II :

Kanan : teraba bagian keras melebar seperti


papan

Kiri : teraba bagian keras melebar seperti papan

Leopold III

:Teraba dua bagian besar, satu bagian

lunak, satu bagian keras, melenting.

His

Leopold IV

:Konvergen

:-

Auskultasi :
DJJ 1 (+), 5 detik pertama: 11+ 5 detik ketiga: 12+ 5 detik
kelima:11 = 132x/ menit
DJJ 2 (+), 5 detik pertama: 12+ 5 detik ketiga: 11+ 5 detik
kelima:12= 141x/ menit
Kesan: TFU 38 cm, janin gemelli, hidup keduanya, intrauterin,
letak janin 1 memanjang, letak janin 2 sungsang, presentasi bokong
pada janin 1 dan kepala pada janin 2, teraba punggung pada bagian
kanan dan kiri perut ibu, DJJ 1 132x/menit, DJJ 2 141x/menit,
kepala belum masuk PAP.

Pemeriksaan Genitalia

Inspeksi

Vulva

hematom (-), oedema (-),

varises (-), hiperemis (-)

Uretra

muara (+), hematome (-),

oedema (-)

Vaginal Toucher :

belum ada pembukaan

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Laboratorium :
Hematologi

Hb

11 g/dL

Eritrosit

3.90 jt/ul

Ht

33.4 %

MCV

85.6 fL

MCH

28.2 pg

Leukosit

10.900 /uL

Trombosit :

356.000/ uL

Kimia Darah

GDS

70 mg/dl

USG
Tampak janin gemelli, hidup keduanya intrauterin, janin 1 letak
memanjang, janin 2 letak sungsang, denyut jantung janin 1 dan 2 (+),
gambaran polihidramnion pada janin 1 (ICA 10 cm) dan
oligohidramnion pada janin 2 (ICA 1 cm)
Kesan: G2P1A0 hamil preterm, janin ganda, hidup keduanya
intrauterin presentasi kepala bokong, susp. TTTS.
5. RESUME
Pasien G2P1A0 umur 32 tahun hamil 35 minggu dengan kencangkencang 3 hari SMRS. Pada pemeriksaan fisik didapat tanda-tanda
vital dalam batas normal, pada pemeriksaan obstetri didapatkan TFU
38 cm, janin gemelli, hidup keduanya, intrauterin, presentasi kepala
bokong, posisi punggung kanan dan kiri, DJJ 1 132x/menit, DJJ 2
141x/menit,

kepala belum masuk PAP. Pada pemeriksaan USG

didapatkan gambaran polihidramnion pada satu janin (ICA 10 cm) dan


oligohidramnion pada janin lainnya (ICA 1 cm), kesan janin gemelli
dengan Twin to Twin Transfussion Syndrome (TTTS)
6. DIAGNOSIS

G2P1A0, Umur 32 tahun, Hamil 35 minggu

Janin gemelli, hidup keduanya intrauterin, presentasi kepala


bokong, posisi punggung kanan dan kiri

Belum inpartu

Janin gemelli diamniotik monokorionik susp. Twin to Twin


Transfussion Syndrome (TTTS)

7. PROGNOSIS
Ibu

: Dubia ad Bonam

Janin : Dubia ad Bonam


8. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana obstetri
Rencana persalinan perabdominal (sectio cesarea)
Tatalaksana medikamentosa
Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi
Pemberian steroid untuk pematangan paru janin

Follow up
Tanggal

9/3/2016

Mulas (+), keluar

Ku/Kes: TTS/

G2P1A0 Umur

-Observasi

19.10

air-air (-), lendir

CM

32

TTV

darah (-)

St. Generalis:

Hamil

T:

Minggu,

110/70

Tahun,
35
Janin

-IVFD

RL

20 gtt/mnt

mmHg

Gemelli Hidup

N : 60 x/mnt

Keduanya

S : 35,9 0 C

Intrauterin,

P : 20 x/mnt

Presentasi

St. Obstetri :

Kepala

Perut tampak

Bokong

membuncit

Punggung

dan

Kanan dan Kiri,

memanjang,

Janin

TFU 38 cm.

Diamniotik

DJJ

155x/menit

-Skin test

Gemelli

Monokorionik
susp. TTTS

dan
141x/menit
His

1/10/20

Tanggal

10/3/2016

Mulas (-), keluar

Ku/Kes:

G2P1A0

08.00

air-air (-), lendir

TTS/CM

32 Tahun, Hamil

TTV

darah (-)

St. Generalis :

35 Minggu, Janin

-IVFD

Gemelli

20 gtt/mnt

100/70

Umur

Hidup

-Observasi

mmHg

Keduanya

- Antibiotik

N : 76 x/mnt

Intrauterin,

golongan

S : 35,5

Presentasi

sefalosporin

P : 24 x/menit

Kepala Bokong ,

generasi ke-3

St. Obstetri :

Punggung Kanan

2x1 gr

Perut

dan Kiri,

-Steroid 2x5

tampak

membuncit dan

Janin

memanjang,

Diamniotik

TFU 38 cm.

Monokorionik

DJJ

Gemelli mg

susp. TTTS

155x/menit dan
141x/menit
His : 1/10/20

Tanggal

RL

11/3/2016

Pasien

07.00

baik

tampak

Ku / Kes :

G2P1A0 Umur

- Observasi

Tampak baik /

32

TTV

CM

Hamil

St. Generalis :

Minggu,

T : 110 / 70

Gemelli Hidup

mmHg

Keduanya

SC + IUD

N : 80 x/mnt

Intrauterin,

S : 36,4

Presentasi

P : 20 x/mnt

Kepala

St. Obstetri :

Bokong

Perut

Punggung

tampak

Tahun,
35
Janin

Kanan dan Kiri,

cm

Janin
:

20 gtt/mnt
Persiapan

buncit, TFU 38
DJJ

- IVFD RL

Gemelli

Diamniotik

155x/menit dan

Monokorionik

141x/menit

susp. TTTS

His : 1/10/20

Tanggal

Keterangan

10

12/3/2016

Lahir neonatus gemelli perabdominal secara SC dengan presentasi

00.40

kepala bokong, jenis kelamin keduanya laki-laki. Bayi 1 lahir pukul


00.40, bayi 2 lahir pukul 00.45. BBL 1: 2600 gram, BBL 2: 1800 gram,
PBL 1: 45 cm, PBL 2: 44 cm, AS keduanya 8/9

12/3/2016

Lahir plasenta lengkap dengan berat 500 gram, PTP 48 cm, diameter

00.46

17 x 18 cm dan dilakukan eksplorasi uterus

12/3/2016

Pemasangan kontrasepsi Intra Uterine Device (IUD)

00.49
Perdarahan post partum 200cc

Tanggal

12/3/2016

Pasien

Ku/Kes

07.00

mengatakan
nyeri

luka

Post SC atas

- Observasi KU

baik/CM

indikasi

dan TTV

St. Generalis :

gemelli

- IVFD RL 20

Tampak

bekas

T : 120/80 mmHg

gtt/mnt

operasi (+),

N : 80 x/mnt

mobilisasi

S : 36,3

bertahap

bertahap,

P : 20 x/mnt

PPV (+)

St. Obstetri :

golongan

TFU 2 jari di bawah

sefalosporin

pusat

generasi ke-3 2x1

Imobilisasi
Antibiotik

gr

11

13/3/2016

Pasien

Ku/Kes: Tampak baik /

P2AO

07.00

tampak

CM

SC hari ke-1

baik,

nyeri

Post

- Observasi KU +
TTV

St. Generalis :

Antibiotik

bekas

T : 120/80 mmHg

golongan

operasi

N : 80 x/mnt

sefalosporin

berkurang,

S : 36,1

generasi ke-3 2x1

mobilisasi

P : 20 x/mnt

gr

(+)

St. Obstetri :

-Analgesik

TFU 3 jari di bawah

golongan NSAID

pusat

2x1
-Vitamin B12 1x1
drip
-Fe

14/3/2016

Pasien

Ku/Kes: Tampak baik/

P2AO

Post

-Dipulangkan

tampak

CM

SC hari ke-2

-Obat pulang:

baik,

St. Generalis :

-Antibiotik

mobilisasi

T : 110/70 mmHg

golongan

(+)

N : 68 x/mnt

aminoglikosid 2x1

S : 36

-Fe 2x1

P : 20 x/mnt

-Analgesik

St. Obstetri :

golongan NSAID

TFU 3 jari di bawah

2x1

pusat

II.

ANALISIS KASUS

12

Pada kasus ini wanita, 32 tahun, kehamilan 35 minggu janin gemelli hidup
intrauterin dengan diagnosis Twin to Twin Transfussion Syndrome (TTTS). Pada
kasus ini, diagnosis prenatal ditegakkan melalui pemeriksaan penunjang berupa
Ultrasonography (USG) dan diagnosis post-natal ditegakkan melalui pemeriksaan
fisik plasenta dan fisik bayi lahir.

Diagnosis Twin to Twin Transfussion Syndrome (TTTS) sebelum lahir ditegakkan


melalui pemeriksaan USG. Kriteria diagnosis berdasarkan USG berupa (1)
Terdapat gambaran diamniotik monokorion (dua buah kantung amnion dengan
satu plasenta) pada kandungan; dan (2) Terdapat gambaran oligohidramnion
(didefinisikan sebagai jarak kantung vertikal maksimal < 2 cm) dan pada kantung
amnion lainnya terdapat gambaran polihidramnion (kantung vertikal maksimal >
8 cm).

Gambar 1. USG Ny. Mimin, kesan gemelli dengan TTTS

13

Gambar 2.

Kembar diamniotik monokorion dengan TTTS menunjukkan


gambaran polihidramnion pada kantung recipien (twin A)
sedangkan donor (twin B) terdesak ke arah anterior dinding
rahim yang ditandai dengan gambaran oligohidramnion.

Pada pemeriksaan postnatal, didapatkan struktur sebuah plasenta dengan dua


kantung amnion dan pembuluh darah plasenta yang beranastomosis. Pada plasenta
terdapat struktur plasenta dengan satu korion dan dua kantung amnion serta
anastomosis vaskular pembuluh darah plasenta. Pemeriksaan fisik berupa
pengukuran berat badan bayi lahir kembar. Pada bayi satu berat badan lahir 2600
gram dan berat badan bayi dua sebesar 1800 gram. Perbedaan berat badan bayi
lahir sebesar 10% sehingga memenuhi kriteria diagnostik TTTS.

14

III.
3.1

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Twin to Twin Transfussion Syndrome (TTTS) adalah kondisi yang terjadi
pada kehamilan kembar monokorionik (kembar identik yang berbagi satu
plasenta) berupa ketidakseimbangan sirkulasi darah plasenta. Pada
umumnya, kembar identik membentuk anastomosis arteri dan vena pada
pembuluh darah plasenta sehingga terjadi proses transfusi darah intrauterin
dari satu janin (donor) kepada janin yang lain (penerima). Pertukaran
sirkulasi yang terjadi normalnya seimbang, satu janin suatu waktu
berperan sebagai janin donor dan suatu ketika berperan menjadi janin
resipien. TTTS terjadi apabila satu janin selalu menjadi janin donor
terhadap janin yang lainnya yang disebabkan oleh ketidakseimbangan
transfusi. TTTS merupakan komplikasi dari kehamilan kembar monozigot
(identik) dengan plasenta monokorionik.

3.2

Epidemiologi
Sebuah kehamilan kembar monokorionik merupakan keadaan dimana
janin kembar berbagi satu plasenta yakni plasenta bersama. Sekitar
sepertiga dari kehamilan kembar di Inggris memiliki plasenta monokorion.
plasenta monokorion juga bisa terjadi pada kembar lebih dar dua.
Angka terjadinya TTTS berkisar antara 4% sampai 35% dari seluruh
kehamilan kembar monokorionik dan menyebabkan kematian pada lebih
dari 17% dari seluruh kehamilan kembar. Bila
penanganan adekuat,

lebih dari 80%

tidak diberikan

janin dengan TTTS

dapat

mengalami kematian intrauterin atau kematian selama masa neonatus.


Kematian satu janin intrauterin akan menyebabkan konsekuensi terjadinya
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC). Kehamilan kembar
monokorion

menunjukkan

adanya

peningkatan

resiko

gangguan

perkembangan substansi alba dari jaringan otak pada periode antenatal.

15

3.3

Etiologi
Etiologi yang mendasari TTTS diduga terletak pada struktur plasenta,
yakni terbentuknya koneksi vaskular pada plasenta yang mendasari
perkembangan TTTS. Hampir semua plasenta monokorionik diamniotik
(MCDA) memiliki anastomosis yang menghubungkan sirkulasi janin
kembar, namun tidak semua kembar MCDA berkembang menjadi TTTS.
Ada 3 jenis utama dari anastomosis pada plasenta monokorion:
venovenous (VV), arterioarterial (AA), dan arteriovenous (AV). Persentase
anastomosis AV ditemukan pada 90-95% plasenta MCDA, AA sebanyak
85-90%, dan VV 15-20%.

Gambar 3. Anatomosis pembuluh darah plasenta monokorionik


3.4

Klasifikasi
Twin to twin transfusion syndrome (TTTS) berdasarkan berat ringannya
penyakit dibagi atas:
1.

TTTS tipe berat, biasanya terjadi pada awal trimester ke-2, umur
kehamilan 16-18 minggu. Perbedaan ukuran besar janin lebih dari
1,5 minggu kehamilan, ukuran tali pusat juga berbeda. Konsentrasi
Hb biasanya sama pada kedua janin. Polihidroamnion terjadi pada
kembar resipien karena adanya volume overload dan peningkatan

16

jumlah urin janin. Oligohidroamnion terjadi pada kembar donor


oleh karena hipovolemia dan penurunan jumlah urin janin.
Oligohidroamnion yang berat bisa menyebabkan terjadinya
fenomena stuck-twin dimana janin terfiksir pada dinding uterus.
2.

TTTS tipe sedang, terjadi pada akhir trimester ke -2, umur


kehamilan 24-30 minggu. Walaupun terdapat perbedaan ukuran
besar janin lebih dari 1,5 minggu

kehamilan, polihidroamnion

dan oligohidroamnion tidak terjadi. Kembar donor menjadi


anemia, hipovolemia
kembar

resipien

dan

pertumbuhan

terhambat, sedangkan

mengalami plethoric, hipovolemia, dan

makrosomia. Kedua janin dapat berkembang menjadi hidrops.


3.

TTTS tipe ringan, terjadi secara perlahan pada trimester


ke-3.

Polihidramnion

dan oligohdroamnion

biasanya

tidak

terjadi. Konsentrasi Hb berbeda lebih dari 5 gr/dL. Ukuran


besar janin berbeda lebih drai 20%.
Twin to Twin Transfusion Syndrome (TTTS) juga dapat diklasifikasikan
menjadi akut dan kronik. Patofisiologi yang mendasari penyakit, gambaran
klinis, morbiditas dan mortalitas pada kedua tipe ini sangat berbeda.
Angka kematian perinatal yang tinggi pada TTTS terutama disebabkan
oleh tipe kronik.
1. Tipe akut adalah kondisi ketika transfusi darah terjadi secara
akut atau tiba-tiba dari satu janin ke janin yang lain, biasanya pada
trimester ke-3 atau selama persalinan dari kehamilan monokorionik
yang tidak berkomplikasi, menyebabkan hipovolemia pada
kembar

donor

dan hipervolemia pada kembar resipien, dengan

berat badan lahir yang sama. Transfusi dari kembar pertama ke


kembar kedua saat kelahiran kembar pertama. Namun demikian,
bila tali pusat kembar pertama terlambat dijepit, darah dari kembar
yang belum dilahirkan dapat ditransfusikan ke kembar pertama.
Diagnosis biasa dibuat pada saat postnatal.
2.Tipe kronik biasanya terjadi pada kehamilan dini (umur

17

kehamilan 12-26 minggu). Kasus tipe ini merupakan yang


paling bermasalah karena bayinya masih imatur dan tidak
dapat dilahirkan, sehingga dalam pertumbuhannya di
uterus, bisa mengalami kelainan akibat dari TTTS seperti
hidrops. Apabila dibiarkan tanpa terapi, sebagian besar
bayi tidak dapat bertahan hidup atau bila berhasil
bertahan hidup, dapat timbul kecacatan. Meskipun arah
transfusi darah menuju kembar resipien, tetapi trombus
dapat secara bebas berpindah arah melalui anstomosis
pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan infark atau
kematian pada kedua janin.
III.5

Patofosiologi

Gambar 4. Proses pembentukan kembar monozigot


Pada kelompok A, sejak hari ke 0-4 setelah fertilisasi, konsepsi awal
terbagi menjadi dua. Kelompok ini pada awalnya membentuk dua amnion
dan dua korion (diamniotik dikorionik), plasenta mungkin berfusi

18

(bergabung) atau terpisah. Pada kelompok B, pembelahan terjadi pada hari


ke-4 sampai dengan hari ke-8, terjadi pembentukkan blastokista dengan
dua embrioblast (inner cell masses) yang terpisah. Masing-masing
embrioblast akan membentuk amnion bersama dan korion masing-masing
(monoamniotik dikorionik). Pada kelompok C, pembelahan terjadi pada
hari ke-8 sampai dengan hari ke-12, amnion dan cavitas amnion dibentuk
oleh lempeng germinal dan terbentuk amnion bersama dan korion bersama
(monoamniotik monokorionik). Pada kelompok D, terjadi pembelahan
yang tidak sempurna sehingga terdapat bagian janin yang menyatu satu
sama lain.
Selama perkembangan kehamilan awal, sirkulasi janin dan plasenta
berlangsung secara independen. Janin dan plasenta dihubungkan melalui
tali pusat dan plat korionik. Hubungan satu plasenta dengan satu janin
berlaku untuk kehamilan tunggal. Pada kondisi yang lebih kompleks
seperti pada kehamilan kembar atau triplet, plasenta monokorionik
memiliki mekanisme untuk menghubungkan dua sirkulasi janin. Proses
yang terjadi pada kehamilan kembar monokorionik adalah terbentuknya
perkembangan vaskular yang merupakan proses acak dan independen.
Proses yang terjadi berupa terbentuknya bermacam-macam hubungan
vaskular inter-twin. Parenkim plasenta monokorionik tunggal dapat terbagi
secara tidak seimbang antar janin kembar. Faktor yang mempengaruhi
ketidakseimbangan/asimetrisitas pembagian sirkulasi diantaranya adalah
batasan ukuran daerah arteri atau vena dan insersi tali pusat (sentral,
ekesentrik, marginal, vilamentosa).
Apabila proses pemisahan embrionik terjadi sebelum hari ketiga setelah
pembuahan, akan terbentuk dua janin independen dengan plasenta terpisah
(dikorionik diamniotik). Plasenta tunggal dengan dua ruang amnion
terbentuk apabila proses pemisahan terjadi anata hari keempat sampai
dnegan hari ketujuh setelah pembuahan. Apabila proses pemisahan terjadi
setelah ahri kedelapan, janin kembar akan berbagi satu plasenta dengan
ruang amnion tunggal (monokorionik monoamniotik). Proses pemisahan

19

yang terjadi setelah hari kedua belas menyebabkan terbentuknya kembar


siam.
Pada kondisi ketika dua janin menggunakan plasenta yang sama, terbentuk
perkembangan vaskular berupa anastomosis diantara dua sirkulasi.
Anastomosis ini terbagi menjadi tiga tipe yakni vena ke vena, arteri ke
arteri, dan arteri ke vena. Meskipun terdapat bermacam-macam hubungan
vaskular pada satu plasenta, transfusi tidak akan terjadi apabila
anastomosis

memiliki

pembagian

sirkulasi

yang

seimbang.

Ketidakseimbangan sirkulasi darah pada anastomosis pembuluh darah


plasenta dapat menyebabkan transfusi terjadi antar janin kembar. Kondisi
tersebut menimbulkan kelainan yang disebut Twin to Twin Transfussion
Syndrome (TTTS). Tranfusi yang terjadi menimbulkan perbedaan kondisi
antara dua janin. Janin yang bertindak sebagai donor memiliki jumlah
darah yang lebih sedikit sehingga menjadi hipovolemik, pertumbuhan
janin menjadi lambat akibat hipoksia oleh karena insufisiensi plasenta,
serta

perfusi

renal

yang

buruk

sehingga

menyebabkan

kondisi

oligohidramnion. Janin resipien memiliki kondisi sebaliknya yani


polihidramnion akibat hipervolemik.
Pada TTTS, janin donor akan memompa darah tidak hanya untuk dirinya
melainkan juga mentransfusikan pada janin lainnya. Janin donor bekerja
lebih keras sehingga energi yang dimiliki untuk pertumbuhan berkurang.
Janin tersebut akan menunjukkan tanda keterbelakangan pertumbuhan
intrauterin,

seperti

berkurangnya

produksi

cairan

amnion

(oligohidramnion) dan janin donor terlihat seperti terbungkus selaput


amnion oleh karena sedikitnya cairan amnion, gambaran ini membuat
TTTS terkadang disebut sebagai stuck-twin syndrome.
Pada TTTS, janin resipien mengalami keadaan yang sebaliknya, janin
resipien mendapatkan darah lebih banyak sehingga energi untuk
pertumbuhan meningkat dan ukuran serta berat tubuh lebih besar
dibandingkan janin donor. Janin resipien mengalami hiperperfusi sehingga
produksi urin lebih banyak dan terdapat gambaran polihidramnion.

20

Hubungan vaskular antar janin memiliki dua tipe, yakni superfisial dan
profunda. Setiap tipe memiliki karakteristik pola aliran dan tahanan yang
mempengaruhi prognosis pasangan kembar monokorionik. Bentuk
hubungan superfisial berupa pembuluh darah yang beranastomosis di atas
plat korion.
Bentuk profunda berupa anastomosis jenis arteriovenosa. Sirkulasi ini
berkembang di dalam parenkim. Anastomosis arteriovenosa menunjukkan
zona parenkim plasenta yang disuplai oleh arteri umbilikus dari janin
donor namun darah vena tidak kembali pada janin donor melainkan ke
janin lainnya (resipien). Tipe anastomosis ini tidak terdapat pada plat
korion.
III.6

Manifestasi Klinis
Quintero et al mengembangkan tahapan/derajat TTTS berdasarkan kriteria
klinis dan sonografi. Tahapan TTTS didefinisikan dengan menggunakan
kriteria yang diusulkan memiliki makna prognostik. Stadium pada sistem
ini memungkinkan untuk perbandingan data hasil TTTS dengan modalitas
pengobatan yang berbeda.
TTTS dibagi berdasarkan tahapan sebagai berikut:
Tahap I - Kandung kemih pada kembar donor masih terlihat.
Tahap II - Kandung kemih pada kembar donor tidak terlihat, tapi tidak ada
temuan kritis yang abnormal diamati pada studi Doppler.
Tahap III Studi doppler yang kritis abnormal.
Tahap IV Terdapat hidrops.
Tahap V - Kematian satu atau kedua kembar telah terjadi.
TTTS derajat berat didefinisikan sebagai adanya polihidramnion (kantung
vertikal maksimum minimal 8 cm) dan oligohidramnion (kantung vertikal
maksimum kurang dari 2 cm). Nonvisualization dari kandung kemih pada
kembar donor dengan atau tanpa hidrops diamati. Arteri serebral medialis,
arteri umbilikalis, duktus venosus, dan vena umbilikalis di kedua janin
dinilai menggunakan sonografi Doppler. Studi doppler yang abnormal
didefinisikan sebagai tidak adanya kecepatan atau arus balik akhir
diastolik pada arteri umbilikalis, duktus venosus, atau vena umbilikalis.
21

3.6

Diagnosis

Gambar 5. Algoritma Diagnosis TTTS


Diagnosis melalui USG menunjukkan gambaran TTTS berupa:

Gambar 6. Janin kembar menunjukkan perbedaan ukuran tubuh


(lebih berat 10%) perkiraan berat badan lahir. Kondisi ini

22

disebabkan oleh over perfusi pada satu janin dan under perfusi pada
janin yang lainnya.

Gambar 7. Gambaran polihidramnion pada janin resipien dan


oligohidramnion pada janin donor.

Gambar 8. Kandung kemih janin donor tampak kosong dan kandung


kemih janin resipien tampak penuh (distensi)

23

III.7

Tatalaksana
Adapun penatalaksanaan terhadap kehamilan dengan janin TTTS adalah
sebagai berikut:
1. Observasi dan bedrest
Apabila TTTS terjadi setelah usia kehamilan 25 sampai dengan 28
minggu,

maka

penatalaksanaan

yang

dilakukan

adalah

penatalaksanaan konservatif seperti istirahat total atau reduksi


cairan amnion dan menyegerakan kelahiran. Reduksi cairan
amnion adalah mengurangi jumlah cairan amnion melalui pungsi
pada janin resipien yang mengalami polihidramnion. Apabila
kehamilan sudah mendekati hari perkiraan persalinan, maka
lakukan observasi dan rencanakan kelahiran segera apabila terdapat
tanda-tanda fetal distress. Pada kondisi ini, resiko yang mungkin
terjadi adalah kelahiran prematur, namun resiko ini lebih baik
dibandingkan dengan resiko akibat intervensi.
2. Amnioreduction (Reduksi Cairan Amnion)
Pengurangan cairan amnion yang berlebihan pada janin resipien.
Tindakan ini bertujuan untuk mengurangi resiko ketuban pecah
dini dan kelahiran prematur. Tindakan ini berfungsi untuk
mengurangi tekanan tali pusat umbilikus pada janin resipien.
Amnioreduction tidak selalu mengatasi penyebab TTTS karena
cairan amnion dapat terproduksi kembali setelah pengurangan
cairan sebelumnya. Resiko yang mungkin terjadi akibat tindakan
3.

ini adalah perdarahan, infeksi, atau ruptur membran amnion.


Koagulasi laser pada pembuluh darah plasenta
Teknik ini merupakan operasi fetal. Laser fiber digunakan sambil
menggunakan endoskopi yang sangat kecil yang dimasukkan ke
dalam

uterus

untuk

memblokade

pembuluh

darah

yang

mengalirkan sirkulasi pada kedua janin.


Operasi fetal dilakukan dengan melakukan prosedur anastesi
general atau epidural. Sebuah insisi kecil dibuat pada perut ibu
dengan bantuan USG kemudian instrumen yang sudah disertai
endoskopi dimasukkan sampai mencapai uterus dan blokade

24

dilakukan oleh laser fiber pada pembuluh darah yang menyilang


pada kedua janin.

DAFTAR PUSTAKA

Akkermans, J, Peeters, SHP, Klumper, FJ, Lopriore, E, et al. 2015. Twenty-Five


Years of Fetoscopic Laser Coagulation in Twin-Twin Transfusion Syndrome: A
Systematic Review. Fetal Diagnosis and Therapy. 1(38): 241253
Caroline F, Mark D, Khalid S. 2005. Contemporary Treatments for TwinTwin
Transfussion Syndrome. American Journal of Obstetric and Gynecology.
105:1469-77
Deprest, J. 2011. Outcome Prediction in Monochorionic Diamniotic Twin
Management Options and Outcomes. Clinical Obstetrics and Gynecology,
48(4): 973-980
Dudenhausen, J. 2009. Management of Multiple Pregnancy. Donald School
Journal of Ultrasound in Obstetrics and Gynecology. 3(3): 45-49
25

Liesbeth L, Schoubroecka DV, Grataco E, Wittersa I, et al. Monochorionic


diamniotic twins: Complications and Management Options. American Journal
of Obstetrics and Gynecology.17794.
Rossi, C. 2009. Monochorionic Twin Pregnancies and Twin-Twin Transfusion
Syndrome. Current Medical Literature: Gynecology & Obstetrics. 14(3): 53-58
Simpson, LL. 2013. Twin to Twin Transfusion Syndrome. American Journal of
Obstetrics & Gynecology. 1(1): 3-18
Terence Zach. 2016. Twin to Twin Transfusion Syndrome. Emedicine-Medscape
Yamamoto, M & Ville, Y. 2005. Twin-to-Twin Transfusion Syndrome:
Pregnancies with Moderately Discordant Amniotic Fluid. Ultrasound in
Obstetrics and Gynecology. 37(1): 15-21
Yusrawati & Effendy R. 2014. Laporan Kasus: Twin to Twin Transfussion
Syndrome. Jurnal Kesehatan Andalas.3(2): 278-282

26

You might also like