You are on page 1of 19

Demam Berdarah dan Sindroma Syok Dengue

Kelompok A9
Yogi Priambada

10.2009.135

Sri Yusepty Sagala

10.2010.299

Marlina Putri P Pekpekai

10.2013.041

Jason

10.2013.102

Yenny Maria Angelina

10.2013.131

Evita Jodjana

10.2013.201

I Dewa Ayu R K Ardani

10.2013.301

Albert Priyambadha

10.2013.440

Irene Mentari Pakan

10.2013.465

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jl. Arjuna Utara No.6 Kebon jeruk, Jakarta Barat Telp. (021) 56942061

Abstrak
Demam berdarah dengue(DBD) merupakan penyakit infeksi virus yang di bawa oleh
nyamuk, dan disebabkan oleh gigitan nyamuk. DBD ini memiliki derajat-derajat tersendiri
untuk mengklasifikasikan penyakitnya. DBD bisa berkembang menjadi demam berdarah
dengan syok atau dengue syok sindrom (DSS) yang daoat menimbulkan kematian. Penyakit
ini sering terjadi di Indonesia dengan angka penderita masing-masing berbeda tiap daerah.
Penyakit ini meiliki gejala-gejala tertentu yang terkadang harus juga dengan pemeriksaan
laboratorium. Terdapat pengobatan medica dan non medica, serta untuk melakukan pencegaah
atau agar tidak terjadi lagi dapat menerapkan langkah 3M (menguras, menutup, mengubur).
Kata kunci: Demam berdarah dengue (DBD), demam syok sindrom(DSS), etiologi DSS,
epidemiologi DBD, penatalaksanaan DBD, pencegahan DBD.
Abstract
Dengue hemorrhagic fever (DHF) is a viral infectious disease carried by mosquitoes, and is
caused by mosquito bites. DHF has its own degrees to classify the disease. DHF can develop
into dengue fever or dengue shock with shock syndrome (DSS) that can cause death. This
disease often occurs in Indonesia, the numbers of each is different in each region. This
disease has particularly specific symptoms that sometimes must also with laboratory tests.
There are medical and non medica medica, and to take precautions to avoid or longer can
apply 3M step (drain, close, burying).
Keywords: Dengue hemorrhagic fever (DHF), fever shock syndrome (DSS), DSS etiology,
epidemiology of dengue, dengue management, prevention of dengue.

Pendahuluan
Demam berdarah dengue (DBD) bukanlah suatu hal yang asing lagi bagi
masyarakat diindonesia. DBD merupakan penyakit infeksi yang diakibatkan oleh
virus yang dibawa oleh nyamuk(vektor), dan ditularkan melalui gigitan nyamuk.
Jumlah penderita DBD cukup banyak diindonesia dengan perbebaan jumlah tiap
daerah masing-masing. Penyakit ini bisa menimbulkan efek yang ringan sampai
dengan kematian. DBD bisa berkembang jadi demam berdarah dengan syok(DSS)
dengan angka kematian yang cukup tinggi. Dengan penanganan yang baik penyakit
ini dapat teratasi dengan baik.

Anamnesis

Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter


dengan cara melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis) atau
keluarga pasien(allo anamnesis) atau dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien.
Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis dilakukan dengan cara yang khas,
berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar pengetahuan yang ada di
balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah yang dikeluhkan oleh
pasien. Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan menentukan beberapa hal
mengenai hal-hal seperti, penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari
keluhan pasien (kemungkinan diagnosis), penyakit atau kondisi lain yang menjadi
kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan pasien (diagnosis banding), faktorfaktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor
predisposisi dan faktor risiko), kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi),
faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor
prognostik, termasuk upaya pengobatan), pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang medis yang diperlukan untuk menentukan diagnosisnya.1
Seorang dokter diharapkan juga mempunyai kemampuan untuk menciptakan
dan membina komunikasi dengan pasien dan keluarganya untuk mendapatkan data
yang lengkap dan akurat dalam anamnesis. Lengkap artinya mencakup semua data
yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan akurat berhubungan dengan
ketepatan atau tingkat kebenaran informasi yang diperoleh.
Dari data yang diperoleh diketahui bahwa pasien tidak sadarkan diri sejak 1
jam, dari keluarga (alloanamnesis) juga diketahui bahwa pasien demam sejak 5 hari
lalu, demam naik turun, disertai pegal-pegal, mual dan buang air besar kehitaman
sejak 1 hari yang lalu.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan bahwa pasien dengan kesadaran yang
apatis, nadi 110/menit. Suhu tubuh pasien 35C, menunjukan bahwa pasien dalam
keadaan tidak demam, nafas pasien meninggkat menjadi 24/menit. Fremitus paru kiri
pasien juga lemah.

Pemeriksaan Penunjang
3

Pemeriksaan laboratorium: Hb, leukosit, trombosit, hematokrit, dan apus darah


tepi.
Pada hasil pemeriksaan Hb menunjukan hasil yang termasuk normal yaitu, 16g/dL.
Hasil pemeriksaan leukosit menunjukan penurunan dengan hasil 4000l. Hasil
pemeriksaan trombosit pasien menunjukan hasil 40.000l. Hasil pemeriksaan
hematocrit pasien menunjukan hasil 54%.2
Pemeriksaan radiologis: rontgen thoraks dan USG abdomen. Pemeriksaan serologi:
antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG. Diagnosis
pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi antigen
virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reverse Transcriptase Polymerase Chain
Reaction.2
Gejala klinis
Perjalanan penyakit DD/DBD sulit diramalkan. Pada umumnya pasien
mengalami fase demam selama 2-7 hari, selanjutnya diikuti oleh fase kritis selama 2-3
hari.3
Demam Dengue merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai
dengan dua atau lebih manifestasi seperti, nyeri kepala, nyeri retro orbita,
mialgia/arthralgia, ruam kulit, anifestasi perdarahan (ptekie atau uji bendung positif),
leukopenia dan pemeriksaan serologi dengue positif; atau ditemukan pasien DD/DBD
yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.3
Demam Berdarah Dengue Berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis
ditegakkan bila demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik,
terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan, uji bendung positif, ptekie,
ekimosis, atau purpura. Perdarahan mukosa (epistaksis atau perdarahan gusi), atau
perdarahan dari tempat lain. Hematemesis atau melena. Trombositopenia (jumlah
trombosit < 100.000/l). Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage
(kebocoran plasma), yaitu peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai
dengan umur dan jenis kelamin , penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi
cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya. Tanda kebocoran plasma
seperti efusi pleura, asites, hipoproteinemia, atau hiponatremia
Klasifikasi derajat DBD menurut WHO (1997), dibedakan menjadi derajat I, derajat

II, derajat III, derajat IV. Demam dengan uji bendung positifDerajat I disertai
perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain Ditemukannya kegagalan sirkulasi,
yaitu nadi cepat dan halus, tekanan nadi menurun ( 20 mmHg) atau hipotensi disertai
kulit dingin, lembab dan gelisahSyok berat dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan
darah yang tidak dapat diukur.3
Dengue syok syndrome (DSS). Seluruh kriteria diatas untuk DBD disertai kegagalan
sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan halus, tekanan nadi turun ( 20
mmHg), hipotensi. Dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta
gelisah. Penderita seringkali mengeluhkan nyeri didaerah perut sesaat sebelum
renjatan timbul. Nyeri tersebut seringkali mendahului perdarahan gastrointestinal.3
Diagnosis
A. Working Diagnosis
Diagnosis demam berdarah biasa dilakukan secara klinis. Penyakit ini
ditunjukkan melalui munculnya demam secara tiba-tiba, disertai sakit kepala berat,
sakit pada sendi dan otot (myalgias dan arthralgias) dan ruam. Ruam demam berdarah
mempunyai ciri-ciri merah terang dan biasanya mucul dulu pada bagian bawah badan
pada beberapa pasien, ia menyebar hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh. Selain
itu, radang perut bisa juga muncul dengan kombinasi sakit di perut, rasa mual,
muntah-muntah atau diare.4
Demam berdarah umumnya lamanya sekitar enam atau tujuh hari dengan
puncak demam yang lebih kecil terjadi pada akhir masa demam. Gejala klinis demam
berdarah menunjukkan demam yang lebih tinggi, pendarahan, trombositopenia dan
hemokonsentrasi . Sejumlah kecil kasus bisa menyebabkan sindrom shock dengue
yang mempunyai tingkat kematian tinggi.
Pada bayi dan anak-anak kecil biasanya berupa demam disertai Ruam-ruam
makulopapular. Pada anak-anak yang lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan
demam ringan atau demam tinggi (>39 derajat C) yang tiba-tiba dan berlangsung
selama 2 - 7 hari, disertai sakit kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan
otot, mual-muntah dan ruam-ruam. Bintik-bintik perdarahan di kulit sering terjadi,
kadang kadang disertai bintik-bintik perdarahan di farings dan konjungtiva.5
Penderita juga sering mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di
tulang rusuk kanan dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang demam mencapai 40410C dan terjadi kejang demam pada bayi. Perlu diperhatikan bahwa terjangkitnya
Demam Berdarah Dengue tidak selalu ditandai dengan munculnya bintik-bintik merah
5

pada kulit. Mendiagnosis secara dini dapat mengurangi resiko kematian daripada
menunggu akut.
Masa inkubasi dalam tubuh manusia sekitar 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul
gejala prodormal yang tidak khas seperti : nyeri kepala, nyeri tukang belakang, dan
persaaan lelah.
Demam berdarah dengue (DBD). Berdasarkan criteria WHO tahun 1997
diagnosis ditegakkan bila semua hal di bawah ini dipenuhi:5,6
Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
Terdapat minimal 1 dari manisvestasi pendarahan berikut:
- Uji bending positif
- Petekie, ekimosis, purpura.
- Perdarahan mukosa ( tersering epitaksis, atau pendarahan gusi), pendarahan dari
tempat lain
- Hematemesis atau melena
Trombositoprenia (jumlah trombosit < 100.000/mikroliter)
Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai
-

berikut:
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan

jenis kelamin.
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan

dengan niali hematokrit sebelumnya.


Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.
Dari keterangan di atas terlihat bahwa, perbedaan utama antara DD dan DBD

adalah pada DBD ditemukan adanya kebocoran plasma. Selain itu perbedaan yang
paling utama adalah pada demam dengue tidak ditemukan manifestasi perdarahan
pada pasien. Pada kulit pasien dengan demam dengue hanya tampak ruam kemerahan
saja sementara pada pasien demam berdarah dengue akan tampak bintik bintik
perdarahan. Selain perdarahan pada kulit, penderita demam berdarah dengue juga
dapat mengalami perdarahan dari gusi, hidung, usus dan lain lain
Sindroma Syok Dengue (SSD). Seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai
kegagalan sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah tekanan nadi
turun(<20 mmHg), hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan
lembab serta gelisah. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue

Gambar 1. Penentuan derajat DBD(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21504/4/Chapter%20II.pdf)


B. Differential Diagnosis
1. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Penyakit ini ditunjukkan melalui munculnya demam secara tiba-tiba,
disertai sakit kepala berat, sakit pada sendi dan otot (myalgia dan
arthralgia) dan ruam; ruam demam berdarah mempunyai ciri-ciri merah
terang, patekial dan biasanya muncul dulu pada bagian bawah badan-pada
beberapa pasien, ia menyebar hingga menyelimuti hampir seluruh tubuh.
Selain itu, radang perut bisa juga muncul dengan kombinasi sakit di perut,
rasa mual, muntah-muntah atau diare, pilek ringan disertai batuk-batuk.
Demam berdarah umumnya lamanya sekitar enam atau tujuh hari dengan
puncak demam yang lebih kecil terjadi pada akhir masa demam.5
2. Demam Dengue (DD)5
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan atau

lebih manifestasi klisis sebagai berikut;


Nyeri kepala
Nyeri retro-orbital
Mialgia/artaglia
Ruam kulit
Manifestasi pendarahan (petekie atau uji bending positif)
Leukopenia. Dan pemeriksaan serologo dengue positif; atau ditemukan
pasien DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang

sama
3. Demam Tifoid5

Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan
gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam,
nyeri kepala, pusing, neri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau
diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epitaksis. Pada
pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh meningkat. Sifat demam
adalah meningkat perlahan-lahan dan terutama pada sore hingga malam
hari. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa
demam, bradikardia relative, lidah yang berselaput, hepatomegali,
splenomegali, meteroismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor,
koma, delirium, atau psikosis. Roseole jarang terjadi pada orang
Indonesia.
4. Malaria
Malaria mempunyai gambaran karateristik demam periodic, anemia dan
splenomegali.

Masa

inkubasi

bervariasi

pada

masing-masing

plasmodium. Keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya demam


berupa kelesuan, malaise, sakit kepala, sakit belakang, merasa dingin di
punggung, nyeri sendi dan tulang, demam ringan anoreksia, perut tak
enak, diare ringan dan kadang-kadang dingin.
Gejala yang klasik yaitu terjadinya Trias Malaria secara berurutan:
periode dingin (15-60 menit): mulai menggigil, diikuti dengan periode
panas: penderita muka merah, nadi cepat, dan panas badan tetap tinggi
beberapa jam, diikuti dengan keadaan berkeringat; kemudian periode
berkeringat: penderita berkeringat banyak dan temperature turun, dan
penderita merasa sehat. Anemia dan splenomegali juga merupakan gejala
yang sering dijumpai pada malaria.5
5.

Syok Sepsis
kondisi medis yang ditandai dengan tekanan darah rendah berbahaya yang
berbagai jenis bakteri dan pada kasus-kasus jarang, mungkin disebabkan oleh
jamur atau virus. Sejumlah besar racun yang dilepaskan bakteri ke dalam
kerusakan jaringan dan fungsi organ yang buruk. Hal ini merupakan kondisi
yang mengancam jiwa yang memerlukan perhatian medis segera karena hal
ini.5

Etiologi

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh
virus dengue, yang termasuk genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Virus
mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN4; dengan serotipe DEN-3 yang dominan di Indonesia dan paling banyak berkaitan
dengan kasus berat. Terdapat reaksi silang antara serotipe Dengue dengan Flavivirus
lainnya. Infeksi oleh salah satu serotipe Dengue akan memberikan imunitas
seumur hidup, namun tidak ada imunitas silang dengan jenis serotipe lain.6
Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di seluruh dunia di daerah tropis dan
subtropics, khususnya di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat, dan Karibia. Perang
dunia II menimbulkan penyebaran dengue dan Asia Tenggara ke Jepang dan
kepulauan Pasifik.
Selama 20 tahun terakhir, endemic dengue telah menimbulkan masalah di Amerika.
Pada tahun 1995, lebih dari 200.000 kasus demam dengue dan lebih dari 5.500 kasus
demam berdarah dengue terjadi di Amerika selatan dan tengah. Diperkirakan sekitar
50 juta atau lebih kasus dengue terjadi setiap tahun di seluruh dunia dengan 400.000
kasus demam berdarah dengue. Kasus demam berdarah dengue merupakan penyebab
utama kematian pada anak di beberapa negara di Asia.
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran diseluruh tanah air.
Pada tahun 1989-1995, insiden DBD di Indonesia antara 6-15 per 100.000 penduduk ,
dan pernah meningkat tajam saat keadaan luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk
pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai
2% pada tahun 1999.
Pada komunitas urban, epidemic dengue bersifat eksplosif dan melibatkan
populasi dalam jumlah yang cukup banyak. Penularan infeksi virus dengue terjadi
melalui vector nyamuk genus Aedes, terutama Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
Epidemi dengue umumnya dimulai pada musim hujan ketika terdapat banyak vector.
Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dan
tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina.
Beberapa factor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi biakan virus
dengue, yaitu:6
9

1. Vektor
Meliputi perkembangbiakan vector, kebiasaan menggiti, kepadatan vector di
lingkungan, dan transpotasi vector dari satu tempat ke tempat lain.
2. Host
Meliputi terdapatnya penderita di lingkungan, atau keluarga mobilisasai dan
pemaparan terhadap vector, usia, dan jenis kelamin.
3. Lingkungan
Meliputi curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk.
Aedes

aegypti

dewasa

berukuran

lebih

kecil

dari

nyamuk

Culex

quinquefasciatus, mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih, terutama


pada kakinya. Morfologinya khas, yaitu memiliki gambaran lira atau harpa (lyraform) yang putih pada punggungnya (mesonotum). Telur Aedes aegypti mempunyai
dinding yang bergaris-garis dan menyerupai gambaran kain kasa. Larva Aedes aegypti
mempunyai pelana yang terbuka dan gigi sisir yang berduri lateral.
Nyamuk betina meletakan telurnya di dinding tempat perindukannya 1-2cm di
atas permukaan air.Seekor nyamuk betina dapat meletakan rata-rata 100 butir telur
setiap kali bertelur. Setelah kira-kira 2 hari, telur menetas menjadi larva, lalu
mengadakan pengelupasan kulit sebanyak 4 kali, tumbuh menjadi pupa dan akhirnya
menjadi dewasa.Pertumbuhan dari telur hingga menjadi dewasa memerlukan waktu
kira-kira 9 hari.13
Tempat perindukan utama Aedes aegypti adalah tempat-tempat yang berisi air
bersih yang berdekatan letaknya dengan rumah penduduk, biasanya tidak melebihi
jarak 500 meter dari rumah penduduk. Tempat perindukan tersebut berupa tempat
perindukan buatan manusia, seperti tempayan atau gentong tempat penyimpanan air
minum, bak mandi, pot bunga, kaleng, botol, drum, ban mobil yang terdapat di
halaman rumah atau di kebun yang berisi air hujan, juga tempat perindukan alamiah
sepeti kelopak daun tanaman, tempurung kelapa, tonggak bamboo dan lubang pohon
yang berisi air hujan. Di tempat perindukan Aedes aegypti sering ditemukan larva
Aedes albopictus yang hidup bersama-sama.
Nyamuk Aede betina menghisap darah manusia pada siang hari yang
dilakukan baik di luar maupun di dalam rumah.Penghisapan darah dilakukan dari pagi
10

sampai petang dengan dua puncak waktu, yaitu setelah matahari terbit (8.00-10.00)
dan sebelum matahari terbenam (15.00-17.00). Tempat istirahat Aedes aegypti berupa
semak-semak atau tanaman rendah, dan juga berupa benda-benda yang tergantung di
dalam rumah seperti pakaian. Umur nyamuk dewasa betina di alam bebas kira-kira 10
hari. Walaupun berumur pedek yaitu kira-kira 10 hari, Aedes aegypti dapat
menularkan virus dengue yang masa inkubasinya antara 3-10 hari.
Aedes aegypti tersebar luas diseluruh Indonesia. Walaupun spesies ini
ditemukan di kota-kota pelabuhan yang oenduduknya padat, nyamuk ini juga
ditemukan di pedesaan. Penyebaran Aedes aegypti dari pelabuhan ke desa disebabkan
larva Aedes aegypti terbawa melalui transportasi.
Vektor potensial penyebaran demam berdarah dengue selain Aedes aegypti
adalah Aedes albopictus. Spesies ini tersebar luas diseluruh kepulauan Indonesia.
Spesies ini sepintas tampak seperti Aedes aegypti yaitu mempunyai warna dasar hitam
dengan bintik-bintik putih, tetapi pada mesonotumnya terdapat garis tebal putih
vertical. Walaupun kadang-kadang larva Aedes albopictus sering ditemukan hidup
bersama dalam satu tempat dengan tempat perindukan larva Aedes aegypti, namun
larva Aedes albopivtus ini lebih menyukai tempat-tempat perindukan alamiah (plant
containers) seperti kelopak daun, tonggak bamboo, dan tempurung kelapa yang
mengandung air hujan. Perilaku nyamuk Aedes albopictus boleh dikatakan sama
dengan Aedes aegypti meskipun nyamuk Aedes albopictus lebih senang beristirahat di
luar rumah

Patofisiologi
Hipotesis infeksi heterolog sekunder (the secondary heterologous infection
hypothesis atau the sequential infection hypothesis) sampai saat ini masih dianut.
Berdasarkan hipotesis ini seseorang akan menderita DBD/DHF apabila mendapatkan
infeksi berulang oleh serotipe virus dengue yang berbeda dalam jangka waktu tertentu
yang berkisar antara 6 bulan 5 tahun.7
Patogenesis terjadinya renjatan pada DHF merupakan peranan dari proses
imunologis. Berdasarkan hipotesis infeksi heterolog sekunder maka terbentuknya
11

kompleks virus-antibodi dalam sirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen.


Aktivasi C3 dan C5 akan mengakibatkan pelepasan C3a dan C5a, dua peptida yang
berdaya untuk melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat sebagai faktor
meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangnya plasma
melalui endotel dinding tersebut. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
disamping trombositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor
koagulasi (protrombin, faktor V, VII, IX, X dan fibrinogen) merupakan faktor
penyebab terjadinya perdarahan hebat, terutama perdarahan traktus gastrointestinal.7
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat penyakit dan
membedakan DBD dari DD ialah meningginya permeabilitas dinding pembuluh
darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan
diathesis hemoragik. Pada kasus berat, renjatan terjadi secara akut, nilai hematokrit
meningkat bersamaan dengan menghilangnya plasma melalui endotel dinding
pembuluh darah. Pada penderita dengan renjatan berat, volume plasma dapat menurun
sampai lebih dari 30%. Renjatan hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan
plasma, bila tidak segera diatasi dapat mengakibatkan anoksia jaringan, asidosis
metabolik dan kematian7

Gambar 2. Proses terjafinya renjatan pada DBD(https://yayanakhyar.wordpress.com/tag/dbd/)


Penatalaksanaan
Medikamentosa
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demem dengue, prinsip utama adalah
terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan
hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume carian sirkulasi merupakan tindakan

12

yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap
dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu
dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah
dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.6
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersana dengan Divisi
Penyakit Trofik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia telah menyusun protokol penatalaksanaan DBD
pada pasien dewasa berdasarkan kriteria :

Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas
indikasi.

Praktis dalam pelaksanaannya.

Mempertimbangkan cost effectiveness.

Protokol ini terbagi dalam 5 kategori :


1. Protokol 1
Penanganan Tersangka (Probable) DBD dewasa tanpa syok
2. Protokol 2
Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat
3. Protokol 3
Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit > 20%
4. Protokol 4
Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa
5. Protokol 5
Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada dewasa
Protokol 1. Penanganan Tersangka (Probable) DBD Dewasa Tanpa Syok
Protokol 1 ini digunakan sebagai petunjuk dalam memberikan pertolongan
pertama pada penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalansi Gawat Darurat dan
juga dipakai sebagai petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.
Seseorang yang tersangka menderita DBD di ruang Gawat Darurat dilakukan
pemeriksaan hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), dan trombosit, bila :

Hb, Ht, dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000 150.000 pasien
dapat dipulangkan dengan anjuran kontrol atau berobat jalan ke poliklinik dalam

13

waktu 24 jam berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht Lekosit dan trombosit


tiap 24 jam) atau bila keadaan penderita memburuk segera kembali ke Instalansi
Gawat Darurat.

Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan untuk dirawat.

Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk dirawat.

Protokol 2. Pemberian Cairan pada Tersangka DBD Dewasa di Ruang Rawat


Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif tanpa syok
maka di ruang rawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus
berikut ini :
Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan : 1500 + {20 x (BB dalam kg 20)}
Setelah pemberian cairan, dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam :

Bila Hb, Ht meningkat 10 20% dan trombosit < 100.000 jumlah pemberian
cairan tetap seperti rumus di atas tetapi pemantauan Hb, Ht trombosit dilakukan
tiap 12 jam.

Bila HB, Ht meningkat > 20% dan trombosit < 100.000 maka pemberian cairan
sesuai dengan protokol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht > 20

Protokol 3. Penatalaksanaan DBD dengan Peningkatan Hematokrit > 20%


Meningkatnya Ht > 20 % menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan
sebanyak 5%. Pada keadan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan
memberikan infus cairan kristaloid sebanyak 6 7 ml/kg/jam. Pasien kemudian
dipantau setelah 3 4 jam pemberian cairan. Bila terjadi perbaikan yang ditandai
dengan tanda-tanda hematokrit turun, frekuensi nadi turun, tekanan darah stabil,
produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 5 ml/kg/jam. 2
jam kemudian dilakukan pemantauan keadaan tetap membaik maka pemberian cairan
dapat dihentikan 24 - 48 jam kemudian.
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6 7ml/kgBB/jam tadi keadaan
tetap tidak membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan
darah menurun , 20mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan
jumlah cairan infus menjadi 10 ml/kgBB/jam. 2 jam kemudian dilakukan pemantauan
kembali dan bila keadaan menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan dikurangi
menjadi 5 ml/kgBb/jam tetapi bila keadaan tidak menunjukkan perbaikan maka

14

jumlah cairan infus dinaikkan menjadi 15 ml/kgBB/jam dan bila dalam


perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan didapatkan tanda tanda syok
maka pasien ditangani sesuai dengan protokol tatalaksana sindroma syok dengue pada
dewasa. Bila syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi
pemberian cairan awal.
Protokol 4. Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah :
perdarahan hidung / epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon
hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia),
perdarahan saluran kencing (hematuria), perdarahan otak atau perdarahan
tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4 5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan
seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DBD tanpa
syok lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan jumlah urin dilakukan
sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan trombosit serta hemostase harus
segera dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit sebaiknya diulangi setiap 4
6 jam.
Pemberian heparin dilakukan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan
tanda-tanda koagulasi intravaskulat diseminata (KID). Transfusi komponen darah
diberikan sesuai indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor
pembekuan (PT dan aPTT yang memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari
10 g/dl. Transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan
spontan dan masif dengan jumlah trombosit < 100.000/mm3 disertai atau tanpa KID.
Protokol 5. Tatalaksana Sindroma Syok Dengue pada Dewasa
Bila kita berhadapan dngan Sindroma Syok Dengue (SSD) maka hal pertama
yang harus diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu
penggantian cairan intravaskuler yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian
sindrom syok dengue sepuluh kali lipat dibandingkan dengan penderita DBD tanpa
renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena keterlambatan penderita DBD mendapatkan
pertolongan / pengobatan, penatalaksanaan yang tidak tepat termasuk kurangnya
kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini, dan penatalaksanaan renjatan yang
tidak adekuat.

15

Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Selain
resusitasi cairan, penderita juga diberikan oksigen 2 4 liter/menit. Pemeriksaanpemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL),
hemostasis, analisis gas darah, kadar natrium, kalium dan klorida, serta ureum dan
kreatinin.
Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10 20 ml/kgBB dan
dievaluasi setelah 15 30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekanan
darah sistolik 100 mHg dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekuensi nadi kurang
dari 100 kali per menit dengan volume yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit
tidak pucat disertai diuresis 0,5 1 ml/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi menjadi 7
ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60 120 menit kemudian tetap stabil pemberian
cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60 120 menit kemudian keadaan
tetap stabil pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila 24 - 48 jam setelah
renjatan teratasi tanda-tanda vital dan hematokrit tetap stabil serta diuresis cukup
maka pemberian cairan perinfus harus dihentikan (karena jika reabsorbsi cairan
plasma yang mengalami ekstravasasi

telah terjadi, ditandai dengan turunnya

hematokrit, cairan infus terus diberikan maka keadaan hipervolemi, edema paru atau
gagal jantung dapat terjdi.)
Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang terus dilakukan
terutama dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadi renjatan (karena selain proses
patogenesis penyakit masih berlangsung, ternyata cairan kristaloid hanya sekitar 20%
saja yang menetap dalam pembuluih darah setelah 1 jam saat pemberian). Oleh karena
untuk mengetahui apakah renjatan telah teratasi dengan baik, diperlukan pemantauan
tanda vital yaitu status kesadaran, tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi jantung
dan naps, pembesaran hati, nyeri tekan daerah hipokondrium kanan dan epigastrik,
serta jumlah diuresis.diuresis diusahak 2 ml/kgBB/jam. Pemantauan kadar
hemoglobin, hematokrit dan jumlah trombosit dapat dipergunakan untuk pemantauan
perjalanan penyakit.
Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan belum teratasi, maka
pemberian cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20 30 ml/kgBB/jam dan
kemudian dievaluasi setelah 20 30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, maka
perhatikan nilai hematokrit. Bila nilai hematokrit meningkat berarti perembesan
plasma masih berlangsung maka pemberian cairan koloid merupakan pilihan, tetapi
bila nilai hematokrit menurun, berati terjadi perdarah (internal bleeding) maka
16

penderita diberikan transfusi darah segar 10 ml/kgBB dan dapat diulang sesuai
kebutuhan.
Sebelum cairan koloid diberikan maka sebaiknya kita harus mengetahui sifatsifat cairan tersebut. Pemberian koloid sendiri mula-mula diberikan dengan tetesan
cepat 10 - 20ml/kgBB dan dievaluasi setelah 10 - 30 menit. Bila keadaan tetap belum
teratasi maka untuk memantau kecukupan cairan dilakukan pemasangan kateter vena
sentral, dan pemberian koloid dapat ditambah hingga jumlah maksimum 30ml/kgBB
(maksimal 1 - 1,51/hari) dengan sasaran tekanan vena sentral 15-18 cm H 20. Bila
keadaan tetap belum teratasi harus diperhatikan dan dilakukan koreksi terhadap
gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID, infeksi sekunder. Bila
tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapi renjatan tetap belum
teratasi maka dapat diberikan obat inotropik / vasopresor
Non medikamentosa
Bedrest (tirah baring), minum air yang banyak. Mengedukasi keluarga pasien
untuk melakukan kegiatan pencegahan DBD dengan 3M, yaitu menutup, menguras,
mengubur barang-barang yang dapat menampung air. Menganjurkan agar pasien
memakai repellan untuk mencegah gigitan nyamuk. Menjaga asupan nutrisi yang
seimbang, baik kualitas, maupun kuantitasnya
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah ensefalopati dengue, dapat terjadi pada
DBD dengan syok ataupun tanpa syok. Kelainan ginjal, akibat syok berkepanjangan
dapat terjadi gagal ginjal akut. Edema paru, seringkali terjadi akibat overloading cairan.
Prognosis
Demam berdarah dengue dapat menjadi fatal bila kebocoran plasma tidak
dideteksi lebih dini. Namun, dengan manajemen medis yang baik yaitu monitoring
trombosit dan hematokrit maka mortalitasnya dapat diturunkan. Jika trombosit
<100.000/ul dan hematokrit meningkat waspadai DSS.7

Pencegahan

17

Pencegahan /pemberantasan DBD dengan membasmi nyamuk dan sarangnya


dengan melakukan tindakan 3M, yaitu menguras tempat-tempat penampungan air
secara teratur seminggu sekali atau menaburkan bubuk larvasida (abate). Menutup
rapat-rapat tempat penampungan air. Mengubur/menyingkirkan barang bekas yang
dapat menampung air.8
Kesimpulan
Demam berdarah dengue adalah demam berdarah yang disebabkan oleh Virus dengue
yang ditularkan oleh nyamuk betina Aedes aegypti. Manifestasi klinis dari penyakit
ini mulai dari asipmtomatis sampai demam berdarah dengue yang disertai syok atau
yang disebut sebagai dengue shock syndrome (DSS). Infeksi primer oleh Virus
Dengue mungkin memberi gejala demam dengue, apabila terjadi re-infeksi oleh Virus
Dengue dengan serotipe yang berbeda maka reaksi yang terjadi sangat berbeda. Dasar
penatalaksanaan DSS yang utama adalah penggantian volume plasma secepat
mungkin untuk memperbaiki kehilangan volume plasma. Dengan memahami
patogenesis DBD yang baik dan adanya keterampilan yang baik untuk menegakkan
diagnosis secara dini dan pengambilan keputusan yang tepat, akan menentukan
keberhasilan pengobatan DBD.

Daftar Pustaka
1. Gleadle Jonathan. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit
Erlangga; 2007. h. 1-17.
2. Departemen Kesehatan RI. Pedoman tatalaksana klinis infeksi dengue di sarana
pelayanan kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan; 2005.h.22-4
3. Hirawati. Dengue syok sindorm(dss).Riau: Fakultas Kedokteran Universitas Riau;
2009.h.30-6
4. Bastiansyah, Eko. Panduan lengkap: membaca hasil test kesehatan. Jakarta:
Penebar Plus; 2008.h.45-7.
5. Widyastuti, Palupi. Pencegahan dan pengendalian dengue dan demam berdarah
dengue:panduan lengkap. Jakarta: EGC; 2005.h.41-5.

18

6. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue. Dalam:


Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Edisi ke-5. Jakarta : InternaPublishing; 2009. h. 2773 9.
7. Satari, Hindra I., Meiliasari,Mila. Demam berdarah. Jakarta: Puspa Swara,
2004.h.28-31.
8. Staf Pengajar Departemen Parasitologi FKUI. Pengendalian Vektor. Dalam : Buku
Ajar Parasitologi Kedokteran. Edisi 4. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2009. h.275-7.

19

You might also like