Professional Documents
Culture Documents
PRECEPTOR:
dr. Doni Kurniawan, Sp. B
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Kelenjar prostat adalah suatu organ genitalia pria yang paling sering menjadi
neoplasma jinak maupun ganas. Dengan bertambahnya usia, kelenjar prostat juga
mengalami pertumbuhan, sehingga menjadi lebih besar. Pada tahap usia tertentu
banyak pria mengalami pembesaran prostat yang disertai gangguan buang air
kecil. Gejala ini merupakan tanda awal Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) (Alan
R et al, 2008).
McNeal et al (1988) memperkenalkan konsep zona anatomis prostat di mana
terdapat tiga zona yang berbeda yang telah teridentifikasi. Zona perifer memiliki
luas sekitar 70%, zona sentral memiliki luas sekitar 25%, dan zona transisional
memiliki luas sekitar 5% dari volume prostat dewasa muda. Zona anatomis ini
memiliki sistem saluran yang berbeda, hal ini dapat mempengaruhi perbedaan
dalam proses neoplastik pada kelenjar prostat. Sekitar 60-70% karsinoma prostat
berasal dari zona perifer, 10-20% berasal dari zona transisional, dan 5-10%
berasal dari zona sentral, sedangkan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) hanya
berasal dari zona transisional.
Hiperplasia yang terjadi pada BPH akan menyebabkan terjadinya obstruksi
saluran kemih dan untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan berbagai cara
mulai dari tindakan yang paling ringan yaitu secara konservatif (non operatif)
sampai tindakan yang paling berat yaitu operasi (McConnell et al, 1994).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Hubungan
Kelenjar prostat terletak di belakang simfisis pubis, terletak berdekatan
dengan permukaan posterosuperior prostat adalah vas deferens dan vesikula
seminalis. Pada bagian posterior, prostat terpisah dari rektum oleh dua lapisan
fascia Denonvilliers yang merupakan bagian dasar serosa dari kantong
Douglas yang meluas ke diafragma urogenital (Raychaudhuri & Cahill, 2008).
Gambar 2. Histologi prostat yang terdiri dari jaringan ikat longgar dan otot polos
2.4 Vaskularisasi dan Limfatik
a. Arteri
Suplai arteri prostat berasal dari arteri vesikalis inferior, arteri pudenda
interna, dan arteri rektalis media (hemorrhoidalis)
b. Vena
Vena dari prostat mengalir ke pleksus periprostatik yang memiliki
hubungan dengan vena dorsalis penis profunda dan vena iliaka interna.
c. Inervasi
Kelenjar prostat menerima banyak inervasi dari persarafan simpatis dan
parasimpatis pleksus hipogastrik inferior.
d. Limfatik
Sistem limfatik prostat mengalir ke nodus limfe iliaka interna, sakral,
vesikal, dan iliaka eksterna (Saokar et al, 2010).
menyebabkan
peningkatan
jumlah
sel.
Evaluasi
mikroskopis
Pada BPH, terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Pada
prostat normal, rasio stroma dan epitel adalah 2 : 1, pada BPH rasio meningkat
menjadi 4 : 1. Obstruksi pada prostat dapat dibagi menjadi obstruksi statik dan
dinamik. Obstruksi statik berasal dari prostat yang membesar dan menekan
lumen uretra, sedangkan tonus otot polos merupakan obstruksi dinamik
(Roehrborn & McConnell, 2002).
2.10 Temuan Klinis
a. Gejala pada saluran kemih bagian bawah
Gejala pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) dapat dibagi menjadi
gejala obstruktif dan iritatif. Gejala obstruktif meliputi hesistensi
(menunggu lama pada saat memulai miksi), pancaran melemah, sensasi
tidak puas saat pengosongan kandung kemih, berkemih ganda (kencing
kedua kalinya dalam waktu 2 jam dari kekosongan sebelumnya),
straining (mengedan pada saat miksi), dan terminal dribbling (menetes
pada akhir miksi). Gejala iritatif termasuk urgensi, frekuensi, dan
nokturia (Mebust et al, 1996).
Sebuah kuesioner dikembangkan oleh American Urological Association
(AUA)
merupakan
kueisoner
yang
valid
dan
reliabel
dalam
adanya
batu/kalkulosa
prostat
dan
kadangkala
dapat
statik
dengan
cara
menurunkan
kadar
hormon
karena
menyebabkan
komplikasi
sistemik
yang
tidak
sangat selektif terhadap otot polos prostat. Dilaporkan bahwa obat ini
mampu memperbaiki pancaran miksi tanpa menimbulkan efek
terhadap tekanan darah maupun denyut jantung (McConnell et al,
2003).
Penghambat 5 -redukstase
Obat
ini
bekerja
dengan
cara
menghambat
pembentukan
Fitofarmaka
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk
memperbaiki gejala akibat obstruksi prostat, tetapi data-data
farmakologik
tentang
kandungan
zat
aktif
yang
mendukung
atau terapi non invasif lainnya membutuhkan jangka waktu yang sangat
lama untuk melihat hasil terapi. Desobstruksi kelenjar prostat akan
menyembuhkan gejala obstruksi dan miksi yang tidak lampias. Hal ini
dapat dikerjakan dengan cara operasi terbuka, Transurethral resection of
the prostate (TURP) dan Transurethral incision of the prostate (TUIP)
atau bladder neck incision (BNI). Pembedahan direkomendasikan pada
pasien-pasien BPH yang: (1) tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi
medikamentosa, (2) mengalami retensi urin, (3) infeksi saluran kemih
berulang, (4) hematuria makroskopis berulang, (5) gagal ginjal, (6)
diverticula buli-buli yang besar, dan (7) timbulnya batu saluran kemih
atau penyulit lain akibat obstruksi saluran kemih bagian bawah.
Pembedahan terbuka
Beberapa macam teknik operasi prostatektomi terbuka adalah metode
dari Millin yaitu melakukan enukleasi kelenjar prostat melalui
pendekatan
retropubik
infravesika,
Freyer
melalui
pendekatan
Pembedahan Endourologi
Saat ini tindakan TURP merupakan operasi paling banyak dikerjakan
di seluruh dunia. Operasi ini lebih disenangi karena tidak diperlukan
insisi pada kulit perut, masa rawat inap lebih cepat, dan memberikan
hasil yang tidak banyak berbeda dengan tindakan operasi terbuka.
Pembedahan endourologi transuretra dapat dilakukan dengan memakai
tenaga elektrik TURP atau dengan memakai energi Laser. Operasi
terhadap prosat berupa reseksi (TURP), insisi (TUIP), atau evaporasi.
TURP.
Reseksi kelenjar prostat dilakukan transuretra dengan menggunakan
cairan irigan (pembilas) agar daerah yang akan direseksi tetap terang
dan tidak tertutup oleh darah. Cairan yang digunakan adalah berupa
larutan non ionic yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik
pada saat operasi. Cairan yang sering dipakai dan harganya cukup
murah yaitu H2O steril (aquades).
Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik
sehingga cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui
pembuluh darah vena yang terbuka pada saat reseksi Kelebihan H2O
dapat menyebabkan terjadinya hiponatremia relatif atau gejala
intoksikasi air atau dikenal dengan sindroma TURP. Sindroma ini
ditandai dengan pasien yang mulai gelisah, kesadaran somnolen,
tekanan darah meningkat, dan terdapat bradikardi. Jika tidak segera
diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang akhirnya jatuh dalam
koma dan meninggal. Angka mortalitas sindroma TURP ini adalah
sebesar 0,99%.
Untuk mengurangi resiko timbulnya sindroma TURP operator harus
membatasi diri untuk tidak melakukan reseksi lebih dari 1 jam. Di
samping itu,beberapa operator memasang sistostomi suprapubik
terlebih dahulu sebelum reseksi diharapkan dapat mengurangi
penyerapan air ke sirkulasi sistemik. Penggunaan cairan non ionik lain
selain H2O yaitu glisin dapat mengurangi resiko hiponatremia pada
TURP, tetapi karena harganya cukup mahal beberapa klinik urologi di
Sebelum
melakukan
tindakan
ini,
harus
disingkirkan
pemeriksaan
ultrasonografi
transrektal,
dan
Elektrovaporisasi prostat
Cara elektrovaporisasi prostat adalah sama dengan TURP, hanya saja
teknik ini memakai roller ball yang spesifik dan dengan mesin
diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporisisai
kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman, tidak banyak menimbulkan
perdarahan pada saat operasi, dan masa rawat inap di rumah sakit lebih
singkat. Namun, teknik ini hanya diperuntukkan pada prostat yang
tidak terlalu besar (<50 gram) dan membutuhkan waktu operasi yang
lebih lama (McConnell et al, 1994).
Laser Prostatektomi
Energi laser mulai dipakai sebagai terapi BPH sejak tahun 1986, yang
dari tahun ke tahun mengalami penyempurnaan. Terdapat 4 jenis
energi yang dipakai, yaitu: Nd:YAG, Holmium:YAG, KTP:YAG, dan
diode yang dapat dipancarkan melalui bare fibre, right angle fibre,
atau intersitial fibre. Kelenjar prostat pada suhu 60-650C akan
mengalami koagulasi dan pada suhu yang lebih dari 100 0C mengalami
vaporisasi (Elzayat et al, 2005).
Jika dibandingkan dengan pembedahan, pemakaian laser ternyata lebih
sedikit menimbulkan komplikasi, dapat dikerjakan secara poliklinis,
penyembuhan lebih cepat, dan dengan hasil yang kurang lebih sama.
Sayangnya terapi ini membutuhkan terapi ulang 2% setiap tahun.
Termoterapi
Termoterapi kelenjar prostat adalah pemanasan dengan gelombang
mikro pada frekuensi 915-1296 Mhz yang dipancarkan melalui antena
yang diletakkan di dalam uretra. Dengan pemanasan yang melebihi
44oC menyebabkan destruksi jaringan pada zona transisional prostat
karena nekrosis koagulasi. Prosedur ini dapat dikerjakan secara
poliklinis tanpa pemberian pembiusan.
Stent
Stent prostat dipasang pada uretra prostatika untuk mengatasi obstruksi
karena pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal di antara leher
buli-buli dan di sebelah proksimal verumontanum sehingga urin dapat
leluasa melewati lumen uretra prostatika. Stent dapat dipasang secara
temporer atau permanen. Yang temporer dipasang selama 6-36 bulan
dan terbuat dari bahan yang tidak diserap dan tidak mengadakan reaksi
dengan jaringan. Alat ini dipasang dan dilepas kembali secara
endoskopi. Stent yang permanen terbuat dari anyaman dari bahan
logam super alloy, nikel, atau titanium. Dalam jangka waktu lama
bahan ini akan diliputi oleh urotelium sehingga jika suatu saat ingin
dilepas harus membutuhkan anestesi umum atau regional.
Pemasangan alat ini diperuntukkan bagi pasien yang tidak mungkin
menjalani operasi karena resiko pembedahan yang cukup tinggi.
Seringkali stent dapat terlepas dari insersinya di uretra posterior atau
mengalami enkrustasi. Sayangnya setelah pemasangan kateter ini,
pasien masih merasakan keluhan miksi berupa gejala iritatif,
perdarahan uretra, atau rasa tidak enak di daerah penis.
e. Kontrol berkala
Setiap pasien hiperplasia prostat yang telah mendapatkan pengobatan
perlu
kontrol
secara
teratur
untuk
mengetahui
perkembangan
BAB III
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
patient
understanding
across
all
literacy
levels.
Urol
2009;182:1120.
Elzayat EA et al: Holmium laser enucleation of the prostate: A size- independent
new gold standard. Urology 2005;66(5, Suppl):108113.
Feifer AH et al: Analytical accuracy and reliability of commonly used nutritional
supplements in prostate disease. J Urol 2002;168:150. PMID 12050511.
Gravas S et al: Critical review of lasers in benign prostatic hyperplasia (BPH).
BJU Int 2011;107:1030.
Hoffman RM et al: Transurethral microwave thermotherapy vs transurethral
resection for treating benign prostatic hyperplasia: A systematic review. BJU
Int 2004;94(7):10311036.
Lepor H et al: The efcacy of terazosin, nasteride, or both in benign prostatic
hyperplasia.
Veterans
Affairs
Cooperative
Studies
Benign
Prostatic
McConnell JD et al: The effect of nasteride on the risk of acute urinary retention
and the need for surgical treatment among men with benign prostatic
hyperplasia. Finasteride Long-Term Efcacy and Safety Study Group. N Engl
J Med 1998;338(9):557563.
McConnell JD et al: The long-term effect of doxazosin, nasteride, and
combination therapy on the clinical progression of benign prostatic
hyperplasia. N Engl J Med 2003;349(25):23872398.
McNeal JE: The zonal anatomy of the prostate. Prostate 1981;2:3549.
McNeal JE et al: Zonal distribution of prostatic adenocarcinoma: Correlation with
histologic pattern and direction of spread. Am
J Surg Pathol
1988;12(12):897906.
Mebust WK, Ackerman R, Barry MJ et al. Symptoms Evaluation, Quality of Life
and Sexuality. In : Cocker ATK, Khoury S, Aso Y et al (editor) Proceeding of
The 3 International Consultation of BPH , Monaco, Scientific Comm
International Ltd, 1996: 257-262
Myers RP et al: Making anatomic terminology of the prostate and contiguous
structures clinically useful: Historical review and suggestions for revision in
the 21st century. Clin Anat 2010;23:1829.
Oesterling JE. Benign Prostatic Hyperplasia: Medical and minimal invasive
treatment options. N Eng J Med 1995; 332: 99-109
Purnomo, Basuki B. 2011. Hiperplasia Prostat dalam: Dasar-Dasar Urologi Edisi
Ketiga. Jakarta: Sagung Seto. p. 123142
Raychaudhuri B, Cahill D: Pelvic fasciae in urology. Ann R Coll Surg Engl
2008;90:633637.
Roehrborn CG & Mc Connell JD. Etiology, pathophysiology, epidemiology, and
natural history of benign prostatic hyperplasia in LR, Novick AC, Partin AW,
et Peter CA (editor). Campbells Urology. Phyladelphia: Saunders, 2002:
1297-2336
Saokar A et al: Detection of lymph nodes in pelvic malignancies with computed
tomography and magnetic resonance imaging. Clin Imaging 2010;34:361
366.
Sjamsuhidajat R & de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3, Jakarta : EGC,
2011
Tanagho, Emil A. dan Jack W. McAninch. 2008. Smiths General Urology 17th
ed. New York : Mc Graw Hill