You are on page 1of 7

Nama

: Fahmi Faisal A.

NIM

: 1510221049

Tugas

: Journal Reading

Pembimbing

: dr. R.A. Lucia Devianty, Sp.KK

Keamanan Deksametason Parenteral vs Prednisolon Oral dalam


Pengobatan Pemfigus Vulgaris
Mohammad Jamal Uddin, AZM Maidul Islam, Mohammad Eakub Ali, Md Abdul Wahab, Lubna Khondker,
Md Shirajul Islam Khan

Abstrak
Tujuan Untuk memantau kemanan obat deksametason parenteral dibandingkan dengan
prednisolon oral dalam pengobatan pemfigus vulgaris.
Pasien dan metode Sebuah uji coba klinis dilakukan pada departemen kulit dan kelamin, di
Bangabandu Sheikh Mujib Medical University, Dhaka, Bangladesh. Jumlah total pasien adalah
tiga puluh pasien. Diantaranya ada lima belas pasien dengan injeksi deksametason (kelompok A)
dan lima belas lainnya dengan pengobatan prednisolon oral.
Hasil Berdasarkan data statistik peningkatan yang signifikan telah diamati pada kedua kelompok
dalam semua parameter klinis setelah 6 minggu. Tetapi kelompok deksametason menunjukkan
data peningkatan yang lebih signifikan dibandingkan dengan kelompok prednisolon dalam
semua parameter klinis kecuali tanda Nikolsky. Efek samping yang paling umum muncuk pada
kedua kelompok adalah peningkatan berat badan, peningkatan nafsu makan, wajah bengkak dan
hiperglikemia. Pada kelompok deksametason ditemukan efek samping lainnya adalah gangguan
tidur. Pada kelompok prednisolon ditemukan efek samping lainnya adalah gastritis, gangguan
tidur, mual muntah, infeksi herpes zoster, pengaktifan kembali tuberculosis, dan gangguan
perubahan mood.
Kesimpulan Deksametason parenteral tampaknya lebih aman dibandingkan dengan prednisolon
oral dalam pengelolaan pemfigus vulgaris dengan khasiat yang diterima.
Kata kunci
Keamanan, deksametason parenteral, pengobatan, pemfigus vulgaris.
Pendahuluan
Pemfigus Vulgaris (PV) adalah jenis yang paling umum dari jenis pemfigus dan terdiri dari
sekitar 80% pasien pemfigus. Sekitar 0.8% dari semua pasien kulit didapatkan menderita
pemfigus. Prevalensi/angka kejadian pemfigus vulgaris hampir sama antara laki-laki dan
perempuan. Usia rata-rata onset dari (PV) adalah 40-60 tahun. Terdapat latar belakang genetik
yang kuat pada pemfigus vulgaris dan terdapat juga pengaruh dari HLA pada pemfigus vulgaris.
Kebanyakan pasien dengan fenotipe HLA DR4 atau DR6. Sekitar 50-70% kasus penyakitnya
dimulai dengan lesi oral, sebelumnya mungkin didahului lesi kutan dalam beberapa bulan. Lesi
kutan dapat bersifat local atau generalisata dan biasanya muncul terutama dalam bentuk vesikel
lembek atau bula yang bervariasi dalam berbagai ukuran dan yang kecil kurang dari 1 cm sampai
beberapa cm. Kulit kepala, presternal, genitalia, aksila/ketiak, dan selangkangan adalah tempat

predileksi yang sering ditemukan. Luka lepuh yang mudah ruptur dan menghasilkan daerah yang
botak dan menyakitkan. Muncul tanda Nikolsky. Kohesi tidak ada atau tidak terbentuk pada
epidermis, jadi lapisan atas dari epidermis mungkin lebih mudah hilang oleh tekanan yang
memutar dengan menggunakan ujung jari, meninggalkan permukaan yang lembab. Fenomena
penyebaran bula dapat diuji dengan tekanan pada bula yang intak, dengan lembut menekan kulit
sehingga memaksa cairan berjalan dibawah kulit menjauhi tempatnya.
Pemfigus Vulgaris berkaitan dengan meningkatnya morbiditas yang berhubungan dengan
peningkatan rata-rata angka kematian. Sebelum munculnya pengobatan kortikosteroid sistemik
pada tahun 1950an, rata-rata mortalitas telah dilaporkan 70% sampai dengan 100%. Penggunaan
dari kortikosteroid mengurangi rata-rata kematian menjadi 30%.
Deksametason adalah steroid sintetik jangka panjang. Efek glukokortikoid tiap mg adalah sekitar
6.7 kali lebih kuat dibandingkan dengan prednisolon. Prednisolon adalah golongan intermediet
steroid sintetik. Sekarang resiko kematian pada pemfigus dari efek samping prednisolon oral
lebih besar dibandingkan dengan resiko kematian dari penyakit itu sendiri. Kematian dari sepsis
dan komplikasi lainnya dari pengobatan terjadi dalam 5% sampai 10% dari kasus yang telah
diobati. Penyakit yang tidak diobati biasanya fatal. Untuk mengurangi penambahan efek samping
steroid pada pemfigus, telah ada penelitian lanjut untuk pengobatan alternatif tentang pengobatan
penyakit ini. Terapi pulsasi, sebuah terobosan besar, yang mengacu pada penanaman intravena
yang terputus dari dosis kortikosteroid yang sangat tinggi melebihi periode singkat. Tetapi karena
kurangnya ketersediaan fasilitas monitoring setelah pemberian dosis steroid yang sangat besar,
kami menggunakan 5 mg deksametason intravena delapan jam untuk kontrol awal penyakit.
Terdapat data yang sangat sedikit mengenai penggunaan obat deksametason parenteral pada
pemfigus di Bangladesh. Penelitian ini dilakukan untuk melihat tingkat keamanan dari
deksametason parenteral dibandingkan dengan prednisolon pada penanganan awal pemfigus
vulgaris.
Pasien dan metode
Uji klinis ini dilakukan di departemen kulit dan kelamin, Bangabandu Sheikh Mujib Medical
University, Dhaka dari Januari 2010 sampai Juni 2011. Tiga puluh pasien pemfigus yang diteliti
antara lain; 15 pasien yang diobati dengan injeksi deksametason (kelompok A) dan 15 lainnya
yang diobati dengan prednisolon oral (kelompok B). Metode random sampling telah diikuti.
Riwayat penyakit secara rinci telah dikumpulkan dari pasien. Dalam kasus wanita, perhatian
khusus dapat diberikan berhubungan dengan riwayat menstruasi dan penggunaan alat
kontrasepsi. Penilaian klinis telah dilakukan pada acuan, kemudian kemajuan mingguan sampai
6 minggu. Penilaian klinis termasuk jumlah lesi pasien pemfigus, jumlah lesi membran mukosa,
tanda Nikolsky yang positif, timbul fenomena bula yang menyebar dan pemeriksaan fisik
lainnya. Penilaian laboratorium telah dilakukan pada acuan dan setelah 2 minggu dan pada 6
minggu terakhir.
Pemantauan efek samping telah dilakukan setelah 2 minggu, di akhir minggu keempat dan
setelah 8 minggu dengan permintaan gejala dari sistem yang berbeda, pemeriksaan fisik dan uji
laboratorium. Informasi didapatkan dari riwayat penyakitnya, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium hitung jenis darah dan LED, urinalisis, gula darah, BUN, kreatinin serum, tes

fungsi hati, EKG, biopsi kulit untuk histopatologi dan tes direct immunofluorescence telah
dicatat dalam lembar data pasien.
Prosedur pengobatan
Kelompok A (n=15) pasien yang diobati dengan 5 mg deksametason intravena 8 jam. Akan
dilanjutkan sampai berhentinya bula yang baru. Kemudian dosisnya dikurangi 5 mg 12 jam.
Setelah bertahap, dan perbaikan kondisi pasien dosisnya kembali dikurangi ke 5 mg intravena
perhari. Setelah perbaikan lebih lanjut, kami mengganti 5 mg deksametason ke dosis yang setara
dengan prednisolon i.e. 40 mg (sebenarnya setara dengan 34 mg prednisolon, tetapi agar untuk
lebih mudah diambil dan diingat, kami memberi 40 mg). setelah 6 minggu kami menilai hasil
perkembangan pasien.
Pada kelompok B, dosis awal prednisolon 100 mg perhari dalam dosis yang terbagi. Kemudian
dilanjutkan sampai berhentinya bula yang baru. Setelah perbaikan yang bertahap, dosisnya
dikurangi 5-10 mg per minggu. Setelah 6 minggu, kami menilai kondisi pasien.
Analisis statistik
Semua analisis statistik telah dilakukan dengan perangkat lunak SPSS 12. 95% batas
kepercayaan diambil sebagai tingkat signifikansi. Perbandingan antara 2 kelompok dilakukan
dengan uji t tidak berpasangan dan beberapa data kualitatif dengan uji chi-square.
Perbandingan dalam kelompok dilakukan dengan uji t berpasangan. P <0.05 dianggap sebagai
tingkat signifikansi.
Tabel 1
Karakteristik

Kelompok A

Kelompok B

Deksametason

Prednisolon

Nilai P

Usia (tahun)
Jenis kelamin

(n=15)
41.60
8/7

(n=15)
46.67
9/6

>0.05
---

(Pria/Wanita)
Lama penyakit (bulan)

4.53

4.30

>0.05

Jumlah lesi kulit


Jumlah lesi membaran

36.87
3.40

36.27
3.33

>0.05
>0.05

mucus
Tanda nikolsky
Fenomena penyebaran

15 (100%)
15 (100%)

15 (100%)
15 (100%)

---

bula

Jumlah lesi kulit pemfigus


Jumlah lesi membran mukosa pemfigus
Tabel 2

Kelompok A
(n=15)
5.27
1.00

Kelompok B
(n=15)
7.73
1.87

Nilai P
<0.05
<0.05

Kelompok A

Kelompok B

Nilai P

Positif

Negatif

Positif

Negatif

Tanda Nikolsky

11

>0.05

Fenomena penyebaran bula

15

<0.05

Tabel 3
Efek samping
Peningkatan BB
Peningkatan nafsu makan
Wajah bengkak
Hiperglikemia
Hipertensi
Gangguan tidur
Mual muntah
Gastritis
Herpes zooster
Pengaktifan TB
Perubahan mood
Tabel 4

Kelompok A
(N=15)
6 (40%)
6 (40%)
6 (40%)
5 (33.3%)
4 (26.7%)
2 (13.3%)
0 (0 %)
0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)

Kelompok B
(N=15)
9 (60%)
9 (60%)
9 (60%)
5 (33.3%)
6 (40%)
1 (6.7%)
2 (13.3%)
5 (33.3%)
1 (6.7%)
1 (6.7%)
1 (6.7%)

Hasil
Tabel 1 menunjukkan semua data demografik, parameter klinik hampir identik dalam 2
kelompok (P>0.05).
Tabel 2 menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik pada lesi kulit pemfigus yang
telah dipantau selama 6 minggu antara 2 kelompok (P<0.05). Tanda Nikolsky dan fenomena
penyebaran bula ada dalam semua pasien.
Tabel 3 Perbedaan data yang signifikan pada fenomena penyebaran bula diamati setelah 6
minggu antara 2 kelompok (P<0.05) tetapi mengenai tanda Nikolsky, tidak ada perbedaan data
yang signifikan yang diamati antara kedua kelompok.
Tabel 4 Menunjukkan efek samping yang paling umum adalah peningkatan berat badan (40%),
peningkatan nafsu makan (40%), dan wajah bengkak (40%) pada kelompok deksametason. Pada
kelompok prednisolon, efek samping ini dilihat pada 60% subjek. Efek samping lainnya pada
kelompok deksametason adalah hiperglikemia (33.3%), hipertensi (26.7%), dan gangguan tidur
(13.3%). Pada kelompok prednisolon efek samping lainnya adalah hiperglikemia (33.3%),
hipertensi (40%), gastritis (33.3%), mual muntah (13.3%), reaktivasi tuberculosis, infeksi herpes
zooster, gangguan tidur, dan perubahan mood adalah 6.7%.

Diskusi
Usia pasien yang terdaftar pada penelitian ini berkelompok rata-rata dari 20-69 tahun dengan
rerata usia 41.60 tahun pada kelompok deksametason dan 46.67 tahun pada kelompok
prednisolon. Pada penelitian oleh Toth et al. mereka menemukan rata-rata usianya adalah 47.7
tahun. Peningkatan data yang signifikan telah diamati pada kelompok deksametason pada semua
parameter klinik i.e. jumlah lesi kulit dari pemfigus, jumlah lesi membrane mukus pemfigus dan
fenomena penyebaran bula. Tetapi untuk tanda Nikolsky kami tidak menemukan perbedaan yang
signifikan antara kelompok deksametason dan prednisolon setelah 6 minggu. Hasil ini sesuai
dengan temuan dari penelitian lain. Pada penelitian itu, dosis deksametason lebih tinggi i.e. 200
mg perhari. Pada penelitian oleh Amrinder et al. mereka menggunakan siklofosfamid dengan
deksametason pada pengobatan dari pemfigus vulgaris. Pada penelitian ini dosis deksametason
136 mg perbulan dan siklofosfamid 500 mg perbulan. Diantara pulsasi mereka menggunakan
kortikosteroid oral (dosis tapering rendah) dan 50 mg perhari. Pemantauan periode mereka juga
untuk jangka waktu yang panjang. Mereka menemukan peningkatan yang signifikan dengan
pengobatan ini. Engineer et al. menggunakan siklofosfamid dengan deksametason pada
pengobatan pemfigus vulgaris. Mereka menemukan remisi yang lengkap pada 82% pasien pada
penelitian mereka. Pemantauan periode mereka selama satu tahun. Harman et al. dalam
penelitian mereka menggunakan azathioprin dan pada beberapa pasien menggunakan
metotreksat dengan deksametason. Dosis deksametason mereka juga tinggi. Mereka menemukan
peningkatan yang signifikan pada pasien mereka.
Kami tidak melakukan penelitian histopatologi atau immunofluorescence, tetapi yang lainnya
menemukan pengurangan yang signifikan dari titer antibodi pada direk dan indirek uji
immunofluorescence. Kami menemukan pada kedua deksametason injeksi dan prednisolon oral
telah efektif dalam penanganan awal pemfigus vulgaris. Hasil ini juga sesuai dengan temuan dari
penelitian lain. Telah muncul bahwa deksametason injeksi dan prednisolon oral memiliki khasiat
yang sama dalam penanganan awal pemfigus vulgaris.
Efek samping yang sering muncul dari pengobatan parenteral antara lain peningkatan berat
badan (40%), peningkatan nafsu makan (40%), dan wajah bengkak (40%). Efek samping lainnya
adalah hiperglikemia (33.3%), hipertensi (26.7%), dan gangguan tidur (13.3%). Pada penelitian
Toth et al. diabetes adalah efek samping yang umum. Mereka juga menemukan efek samping
minor seperti kemerahan sementara pada wajah, gangguan tidur, dan perubahan mood. Pada
kelompok prednisolon, efek samping yang paling umum adalah peningkatan berat badan (60%),
peningkatan nafsu makan (60%), dan wajah bengkak (60%). Efek samping lainnya adalah
hiperglikemia (33.3%), mual muntah (13.3%), gastritis (33.3%), herpes zooster, reaktivasi
tuberkulosis, dan perubahan mood (6.7%). Salah satu penelitian melaporkan gastritis,
hiperglikemia, hipertensi, peningkatan berat badan, perubahan mood dan perubahan metabolisme
kalsium/fosfat pada pasien yang diobati prednisolon.
Muncul bahwa deksametason parenteral dan prednisolon oral memiliki khasiat yang sama pada
penanganan awal pemfigus vulgaris. Efek samping yang hampir sama. Kedua obat tersebut
tampaknya aman dan ditoleransi dengan baik.
Kesimpulan

Kami menyimpulkan bahwa deksametason parenteral lebih aman dibandingkan dengan


prednisolon oral pada penanganan awal pemfigus vulgaris dengan khasiat yang diterima. Sebuah
penelitian dengan sampel yang lebih besar dengan durasi pemantauan yang lebih panjang
disarankan pada semua kasus.

Referensi
1. Scully C, Challacombe SJ. Pemphigus vulgaris: update on etiopathogenesis, oral
manifestation and management. Crit Rev Oral Biol Med. 2002;13:397-408

2. Herbst A, Bystryn JC. Pattern of remission in pemphigus vulgaris. J am Acad Dermatol.


2000;42:422-7.
3. Stanley JR. Autoimmune blistering dermatoses. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI et al,
editors. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, 6th edn. New York: McGraw-Hill;
2008. P.558-67.
4. Stephen E. Systemic corticosteroid. In: Wolverton SE, editor. Comprehensive
Dermatologic Drug Therapy, 2nd edn. Philadelphia: WB Saunders; 2001. P.109-46.
5. Victoria PW. Systemic corticosteroids. In: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI et al, editors.
Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, 6th edn. New York: McGraw-Hill; 2008. P.
2381-8.
6. Sehgal VN. Pemphigus in India: A note. Indian J Dermatol. 1972;18:5-7.
7. Toth GG, an de Meer JB, Jonkman MF. Dexamethasone pulse therapy in pemphigus.
J Eur Acad Dermatol Venereol. 2002;16:562-3.
8. Kanwar AJ, Kaur S, Thami GP. Long term efficacy of dexamethasonecyclophosphamide
pulse therapy in pemphigus. Dermatology. 2002;204:228-31.
9. Engineer L, Bhol KC, Ahmed AR. Analysis of current data on the use of intravenous
immunoglobulins in management of pemphigus vulgaris. J Am Acad Dermatol.
2000;43:1049-57.
10. Carson P, Hameed A, Ahmed AR. Influence of treatment on the clinical course of pemphigus
vulgaris. J Am Acad Dermatol. 1996;34:645-52.
11. Harman S, Albert, Black MM. Guidelines for management of pemphigus vulgaris. Br J
Dermatol. 2003;149:926-37.
12. Bystryn J, Steinman N. The adjuvant therapy of pemphigus; an update. Arch
Dermatol. 1996;132:203-12.

You might also like