You are on page 1of 11

PENDAHULUAN

Tahun 1980 ditemukan suatu antibodi yang berhubungan dengan trombosis dan
keguguran. Antibodi yang ditimbulkan oleh antigen tersebut sangat kompleks, akan tetapi
dengan kemajuan teknik pemeriksaan (sekitar 1980) antibodi tersebut dinamakan
antiphospholipid

(aPL)

yang

merupakan

suatu

antibodi

yang

heterogenus.

Anantiphospholipid Syndrome (APS) merupakan suatu kelainan yang berciri khas terjadinya
recurrent venous atau arterial thrombosis dan/atau hilangnya janin (Fetal Losses) yang
berhubungan dengan ketidaknormalan laboratorium yang khas, seperti: meningkatnya kadar
antibodies directed against membrane anionic phospholipid persistently atau secara terus
menerus (yaitu: Anticardiolipid [ACL] antibody, antiphosphatidylserine) atau associated
plasma proteins mereka, sebagian besar adalah beta-2 glycoprotein i (apolipoprotein h), atau
bukti tentang keberadaan circulating anticoagulant. Diduga 30% abortus berulang
berhubungan dengan peningkatan serum autoantibodi, terutama antibodi antifospolipin (aPL).
Abortus berulang yang disebabkan aPL dinamakan antiphospholipid syndrome (APS). APS
yang terjadi pada masa reproduksi digolongkan kepada reproductive autoimmune failure
syndrome (RAFS).
Kriteria RAFS adalah wanita yang mengalami abortus dengan riwayat; 1) tiga atau
lebih abortus preembrionik atau abortus preembrionik berturut turut, 2) dua atau lebih
kematian janin yang tidak dapat dijelaskan pada usia kehamilan diatas 10 minggu. Uji
gangguan autoimun harus dipertimbangkan pada wanita dengan abortus berulang dan
dilakukan pemeriksaan terhadap petanda untuk aPL gammopati (terutama IgM), anti nuclear
antibody (ANA), dan autoantibody spesifik organ.
1. Sindrom antibodi antifosfolipid
Sindrom antibodi antifosfolipid (Antiphospholipid antibody syndrom)disingkat APS
adalah gangguan pada sistem pembekuan darah yang dapat menyebabkan thrombosis pada
arteri dan vena serta dapat menyebabkan gangguan pada kehamilan yang berujung pada
keguguran. Disebabkan karena produksi antibodi sistem kekebalan tubuh terhadap membran
sel, sering disebut juga sebagai sindrom Hughes. Anti Phospholipid Syndrome (APS),
merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan adanya antibodi antiphospholipid dan
mengalami gejala trombosis (darah di pembuluh darah vena/arteri mudah membeku) atau
mengalami keguguran berulang.
Sindrom antibodi antifosfolipid (APS) didefinisikan terjadinya antifosfolipid antibodi
secara berulang terjadinya tromboemboli pada vena atau arteri selama kehamilan. Sindrom

antibodi antifosfolipid merupakan gangguan autoimun yang ditandai dengan antibodi dalam
sirkulasi yang melawan fosfolipid membran dan setidaknya memperlihatkan satu sindrom
klinis spesifik (keguguran berulang, thrombosis yang tidak dapat dijelaskan, kematian janin).
Dalam keadaan normal, antibodi berfungsi baik untuk melawan kuman dan infeksi yang
disebabkan virus, akan tetapi kadang-kadang sistem kekebalan tubuh mengalami kerusakan
sehingga menyerang tubuh sendiri. Antibodi APS ini dapat dideteksi dengan tes darah
tertentu. Apabila seseorang dideteksi memiliki antibodi ini, dapat dipastikan orang tersebut
dapat mengalami masalah masalah tertentu.

EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian APS (di Amerika Serikat) belum diketahui. Satu sampai lima persen dari
individu sehat mempunyai antibodi antifosfolipid (antiphospholipid antibodies, aPL).
Sedangkan antibodi antikardiolipin (aCL) lebih sering ditemukan pada orang tua, dan hatihati pada hasil titer positif. Antibodi aPL ditemukan 30-40% pada pasien dengan systemic
lupus erythematosus (SLE), namun hanya sekitar 10% yang menderita APS. Kurang lebih
setengah kasus APS tidak selalu berkaitan dengan penyakit reumatik lainnya. Dalam
penelitian pada 100 pasien dengan trombosis vena tanpa riwayat SLE, antibodi aCL
ditemukan pada 24% dan antibodi lupus/lupus anticoagulant (LA)pada 4% sampel
2. Pembentukan APL pada Masa
Kehamilan
Dinding sel yang membentuk PL anionic (aPL) ini akan menyebabkan gangguan
perkembangan sel, koaktor kofaktor yang aktif dipicu oleh aPL ini akan mengakibatkan
gangguan pertumbuhan jaringan plasenta. Penyebab utama kematian fetus oleh adanya aPL
adalah hipoksia plasenta karena insufisiensi suplai darah plasenta yang terjadi karena
thrombosis, infark dan vakuolisasi desidua. aPL juga bekerja langsung pada sel trofoblas dan
mempengaruhi kehamilan dan menghibisi fungsi PL normal.
3. Etiologi
APS merupakan kelainan otoimun yang belum diketahui penyebabnya. Pencarian
sejumlah pemicu yang mungkin telah membuka spektrum lebar (a wide array) yang
berhubungan dengan penyakit-penyakit rematik atau otoimun, infeksi, dan obat-obatan yang

berhubungan dengan lupus anticoagulant (la) atau acl antibodies. Hubungan ini pada akhirnya
dapat
memberikan petunjuk tentang etiologi APS, sebagian orang dengan otoimun tertentu atau
penyakit rematik juga memiliki aPL antibodies. Perhatikanlah bahwa hal ini lebih mewakili
persentase pasien dengan aPL antibodies, dibandingkan dengan sindrom klinis APS.
Dibawah ini merupakan penyebab terjadinya APS yang berakibat pada kehamilan:
a) Infeksi, antara lain disebabkan oleh Sifilis, infeksi hepatitis C, infeksi HIV, infeksi virus
human T-Cell Lymphotrophic tipe 1, malaria dan bacterial septicemia.
b) Obat-obatan, antara lain Jantung (seperti: procainamide, quinidine, propranolol,
hydralazine) dan neuroleptic atau psychiatric (phenytoin, chlorpromazine, interferon alfa,
quinine, amoxicillin).
c) Genetik, antara lain hubungan keluarga (keluarga penderita APS lebih mungkin memiliki
aPL antibodies suatu studi menunjukkan frekuensi sebesar 33%) dan hubungan human
leucocyte antigen (studi terkini telah mengungkapkan hubungan antara acl antibodies dan
sekelompok individu yang membawa gengen HLA tertentu, termasuk drw53, DR7 (sebagian
besar masyarakat Hispanic), dan DR4 (sebagian besar orang berkulit putih)).
d) Jenis kelamin, dominasi wanita telah terdokumentasikan, terutama sekali pada kasus APS
sekunder. Hubungan paralel APS dengan sle dan penyakit connective-tissue lainnya juga
memiliki predominance wanita.
e) Usia, APS lebih umum terjadi pada usia dewasa muda hingga pertengahan; bagaimanapun
juga, APS juga dialami oleh anak-anak dan orang tua, onset penyakit telah dilaporkan terjadi
pada anak-anak berusia 8 bulan.
PATOGENESIS
Manifestasi klinis APS adalah trombosis vena atau arteri berulang dan/atau
kehilangan janin (fetal loss). Hasil laboratorium APS menunjukkan peningkatan yang
menetap dari jumlah antibodies directed against membrane anionic phospholipid (misalnya
aCL dan antifosfatidilserin); atau yang berkaitan dengan protein plasma, terutama beta-2
glikoprotein I (apolipoprotein H); atau bukti adanya antikoagulan dalam sirkulasi.
Mekanisme terjadinya trombosis pada pasien APS belum jelas, beberapa teori mencakup
penurunan aktivitas plasminogen, peningkatan agregasi platelet, inhibisi prostasiklin dan
protein C, serta peningkatan faktor VIII.
Satu hipotesis menyebutkan adanya defek dalam apoptosis seluler, yang memaparkan

fosfolipid membran pada pengikatan berbagai protein plasma, seperti beta-2 glikoprotein
membentuk kompleks fosfolipid-protein saat sudah terikat, dan neoepitop terbuka yang
selanjutnya menjadi target autoantibodi.3 Bukti terbaru mengatakan beta-2 glikoprotein I
teroksidasi dapat berikatan dan mengaktivasi sel dendritik dengan cara yang sama seperti
aktivasi yang dipicu oleh Toll-like receptor 4 (TLR-4), yang dapat meningkatkan produksi
autoantibodi. Mekanisme lain yang mungkin untuk terjadinya hiperkoagulasi dari antibodi
aPL adalah:
produksi antibodi yang melawan faktor koagulasi, meliputi protrombin, protein C, protein
S, dan anneksin,
aktivasi trombosit untuk meningkatkan penempelan endotel,
aktivasi endotel vaskuler yang dapat memfasilitasi pengikatan trombosit dan monosit,
reaksi antibodi untuk mengoksidasi low density low protein, yang menjadi predisposisi
terjadinya arterosklerosis dan infark miokardium.
Bukti baru menyatakan bahwa aktivasi komplemen yang dimediasi oleh APL, kemungkinan
merupakan penyebab primer kejadian abortus.
Manifestasi klinis
Secara klinis, sindroma antifosfolipid terdiri dari 2 jenis :

Sindroma antifosfolipid primer

Adanya antibodi antifosfolipid pada penderita dengan trombosis idiopatik tanpa adanya
penyakit autoimun atau faktor lain seperti infeksi, keganasan, hemodilisis atau antibodi
antifosfolipid yang diinduksi oleh obat-obatan.1

Sindroma antifosfolipid sekunder

Adanya antibodi antifosfolipid dan trombosis pada penderita dengan penyakit


autoimun , terutama lupus eritematosus sistemik dan artritis rematoid

Dari 1000 kasus sindroma antifosfolipid , presentasi klinis yang ditemukan adalah3 :

Trombosis vena dalam (32%)


Trombositopenia (22%)
Livido retikularis (20%)

Stroke (13%)
Tromboflebitis superfisialis (9%)
Emboli pulmonal (9%)
Kematian fetus (8%)
Transient ischemic attack (7%)
Anemi hemolitik (7%)

Catastrophic APS : sebagian kecil (0.8%) penderita sindroma antifosfolipid dapat mengalami
trombosis luas dengan gagal organ mltiple pada 3 atau lebih organ/sistem. Catastrophic APS
sering berakibat fatal dengan angka mortalitas 44-48%, meskipun telah diberikan terapi
antikoagulan dan imunosupresif. 3
Manifestasi klinis lain yang dapat ditemukan pada sindroma antifosfolipid adalah sebagai
berikut1 :
1. Trombosis pada pembuluh darah besar :

Neurologik
Transient ischemic attack, stroke iskemi, chorea, kejang, dementia, mielitis transversa,
ensefalopati, migren, pseudotumor serebri, trombosis vena serebral, mononeuritis

multipleks
Optalmik
Trombosis arteri/vena retina, amaurosis fugax
Kulit
Flebitis superfisial, ulkus di kaki, iskemi distal, blue toe syndrome
Jantung
Infark miokardial, vegetasi valvular, trombi intrakardiak, aterosklerosis
Paru-paru
Emboli paru, hipertensi pulmonal, trombosis arteri pulmonal, perdarahan alveolar
Arteri
Trombosis aorta, trombosis arteri besar dan kecil
Ginjal
Trombosis vena/arteri renalis, infark ginjal, gagal ginjal akut, proteinuria, hematuria,

sindroma nefrotik
Gastrointestinal
Sindroma Budd-Chiari, infark hati, infark kandung empedu, infark usus, infark limpa,

pankreatitis, asites, perforasi esofagus, kolitis iskemi


Endokrin
Infark dan kegagalan fungsi adrenal, infark testis, infark prostat, infark dan kegagalan

fungsi pituitari
Vena
Trombosis vena ekstremitas, adrenal, hepatik, mesenterik, lien, vena cava.
Komplikasi obstetrik
Keguguran, gangguan pertumbuhan janin intrauterin ; anemia hemolitik,
peningkatan enzim hati, trombositopeni (sindroma HELLP);
oligohidramnion, preeklampsi

Hematologi
Trombositopenia, anemia hemolitik, sindroma hemolitik uremik, purpura trombotik
trombositopeni
Lain-lain
Perforasi septum nasal, nekrosis avaskular tulang

2. Trombosis mikrovaskuler.1 :

Mata
Retinitis
Kulit
Livido retikularis, gangren superfisial, purpura, ekimosis, nodul subkutan
Jantung
Infark miokardial, mikrotombi miokardial, miokarditis, abnormalitas katup
Paru-paru
Acute respiratory distress syndrome, perdarahan alveoler
Ginjal
Gagal ginjal akut, mikroangiopati trombotik, hipertensi
Gastrointestinal
Infark atau gangren usus, hati, limpa
Hematologi
Koagulasi intravaskuler diseminata (pada sindroma antifosfolipid katastropik)
Lain-lain
Mikrotrombi, mikroinfark

Bick mengklasifikasikan sindroma trombosis yang berhubungan dengan antibodi


antifosfolipid menjadi 6 tipe sindroma yaitu 7,8 :

Sindroma tipe I
Trombosis vena dalam dengan atau tanpa emboli paru
Sindroma tipe II
Trombosis arteri koroner, trombosis arteri perifer, trombosis aorta, rombosis arteri karotis
Sindroma tipe III
Trombosis arteri retina, trombosis vena retina, trombosis serebrovaskuler, transient
cerebral ischemic attacks
Sindroma tipe IV
Campuran sindroma tipe I,II dan III
Sindroma tipe V ( Fetal wastage sndrome)
Trombosis vaskuler plasenta, fetal wastage ( sering pada trimester 1, dapat pada trimester
2 dan 3), trombositopeni maternal
Sindroma tipe VI
Antibodi antifosfolipid tanpa manifestasi klinis

Keadaan-keadaan lain yang berhubungan dengan antibodi antifosfolipid :

Sistemik eritematosis lupus

Lupus antikoagulan didapatkan pada 31% penderita lupus, pada 23-47% didapatkan

antikardiolipin antibodi dan 20% didaptkan b2-glikoprotein antibodi. 5


Lupus antikoagulan dan antikardiolipin antibodi dapat ditemukan pada penyakit penyakit

autoimun dan rematik lainnya yaitu.5 :


Anemi hemolitik
Trombositopeni purpura imun (30%)
Juvenile arthritis
Artritis rematoid (7-50%)
Artritis psoriatik (28%)
Skleroderma (25%)
Sindroma Behcet (7-20%)
Sindroma Sjogren (25-42%)
Mixed connective tissue disease (22%)
Polimiositis dan dermatomiositis
Polimialgia rematika (20%)
Osteoartritis (< 14%)
Gout
Mltipel sklerosis
Vaskulitis
Penyakit tiroid autoimun
Infeksi .5
Pada infeksi tertentu dapat ditemukan antifosfolipid antibodi, biasanya IgM aCL dan
kadang-kadang menyebabkan trombosis.
o bakteri : septikemi, leptospirosis, sfilis, lyme disease (borreliosis), tuberkulosis,
lepra, endokarditis infektif, demam rematik post infeksi nstreptokokus, infeksi
klebsiella
o virus : hepatitis A, B dan C, mumps, HIV, HTLV-1, sitomegalovirus varicella-

zoster, Epstein-Barr, adenovirus, parvovitus, rubela.


o Parasit : malaria, pneumocystic carinii, leishmaniasis
Neoplasma.5
Antifosfolipid antibodi dilaporkan ditemukan pada kanker paru, kolon, seviks, prostat,
ginjal, ovarium , payudara , tulang, linfoma Hodgkin dan non Hodgkin, mielofibrosis,

polisitemia vera, lekemi mieloid dan limfositik


Keadaan-keadaan lain
Antifosfolipid antibodi juga ditemukan pada

sickle

cell

anemia,

anemia

pernisiosa,diabetes melitus, inflammatory bowel disease, terapi pengganti ginjal dialisis


dan sindroma Klinefelter.5
Pemeriksaan penunjang :

IgG dan IgM antikardiolipin antibodi. 9


IgG dan IgM anti-2-glikoprotein
Test lupus antikoagulan.9

4. Diagnosis

Diagnosis APS didasarkan pada kriteria klinis pada kehamilan adanya tromboemboli, dan
hasil pemeriksan laboratorium ditemukan tingginya antifosfolipid antibod Titeries yang
terdapat pada dua kali atau lebih hasil pemeriksaan dengan interval 12 minggu. Klasifikasi
APS tidak boleh dilakukan apabila jarak antara hasil aPL yang positif dan manifestasi klinis
kurang dari 12 minggu atau lebih dari 5 tahun. Diagnosis APS ditegakkan apabila memenuhi
minimal 1 kriteria klinis dan 1 kriteria laboratorium. Adanya aPL (LA / ACA/ anti 2-GPI)
yang menetap sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Pada kriteria Sapporo dianjurkan
rentang waktu minimal adalah 6 minggu di antara 2 pemeriksaan dengan hasil positif, pada
kenyataannya tidak ada data yang mendukung validitas rentang tersebut. Oleh karena itu pada
revisi kriteria klasifikasi yang baru rentang waktu minimal antara 2 hasil positif adalah 12
minggu hal tersebut untuk memastikan aPL bersifat persisten karena aPL yang berada
sementara dapat menyebabkan kesalahan klasifikasi

Berdasarkan revisi kriteria klasifikasi APS maka pasien APS dibedakan menjadi 2 kategori
sebagai berikut:
Kategori I : apabila terdapat lebih dari satu pemeriksaan aPL positif
Kategori II : IIa. Hanya LA saja yang positif
IIb. Hanya ACA saja yang positif
IIc. Hanya anti 2-GPI saja yang positif
5. Terapi
Anti-thrombotic terapi adalah pengobatan utama mengingat risiko tinggi berulang
tromboemboli yang menjadi ciri kondisi ini. Uji klinis telah menunjukkan bahwa pasien
dengan antibodi antifosfolipid dan tromboemboli vena harus ditangani dengan antagonis
vitamin K (warfarin), wanita dengan keguguran berulang harus menerima profilaksis dosis
heparin dan aspirin. Pada studi prospec-tively menunjukkan bahwa pada pasien setelah
pemberian antikoagulan dihentikan didapati bahwa risiko kekambuhan pada pasien tersebut
adalah antara 50% hingga 67% per tahun. Hasil Studi retrospektif pada pasien yang tidak
menerima terapi antithrombotic didapatkan kasus berulang terjadi 52% hingga 69% pasien
selama 5 hingga 6 tahun follow up tanpa terapi antitrombotik.
Antithrombotic Selama Kehamilan untuk pasien obstetrik dengan APS, standar
terapinya adalah dengan subcutaneous LMWH (Low-Molecular- Weight Heparin) dan aspirin

dosis rendah. Pada wanita dengan lipid antiphospho antibodi dan keguguran berulang tanpa
sejarah trombosis, disarankan aspirin dosis rendah dalam kombinasi dengan profilaksis
unfractionated heparin dosis sedang atau profilaksis dosis heparin berat molekul rendah, yang
didapatkan selama masa kehamilan.
Pengobatan Pendarahan pada Pasien dengan APS Perdarahan adalah komplikasi yang
jarang daripada trombosis pada pasien dengan APS. Trombositopenia yang berat dapat
mengakibatkan perdarahan, keadaan umum pasien lemah, pasien dengan antibodi APS
mungkin diberikan prothrombin. Secara umum, jika pendarahan hasil dari antithrom-botic
terapi, jenis antithrombotic perlu dihentrikan, diberikan obat penawar tertentu (protamine
sulfat untuk heparins, vitamin K untuk warfarin) dan dukungan yang diberikan transfusional
(plasma beku untuk heparins atau warfarin, prothrombin kompleks konsentrat untuk warfarin
dan pertimbangan untuk transfusi sel darah merah untuk gejala anemia).
6. Prognosis
Wanita dengan aPL antibodies yang mengalami aborsi berulang memiliki prognosis baik saat
kehamilan jika dirawat dengan aspirin dan heparin.
7. Pencegahan
Stop dan hindari merokok, hindari kontrasepsi oral atau terapi pengganti estrogen, lakukan
gerakan secara teratur, hindari terlalu lama berdiam diri di tempat tidur
KESIMPULAN
Anti Phospholipid Syndrome (APS), merupakan penyakit autoimun yang ditandai
dengan adanya antibodi antiphospholipid dan mengalami gejala trombosis (darah di
pembuluh darah vena/arteri mudah membeku) atau mengalami keguguran berulang. Antibodi
adalah protein yang dihasilkan oleh sistem pertahanan tubuh untuk melawan benda asing
yang menyerang tubuh, misalnya bakteri atau virus. Pada penyakit autoimun, kerja sistem
pertahanan tubuh menjadi kacau sehingga sel atau komponen tubuh sendiri dianggap sebagai
benda asing. Pada APS, tubuh menghasilkan Anti Phospholipid Antibody yaitu antibodi yang
menyerang phospholipid yaitu asam lemak yang merupakan bagian dari jaringan lemak
tubuh.
Beberapa jenis protein yang berperan dalam proses pembekuan darah, ternyata
menjadi target yang diserang oleh antibodi phospholipid. Akibatnya, darah mudah membeku.
Selain itu, antibodi phospholipid juga dapat menyerang protein yang terdapat sel endotel,

yaitu sel-sel yang melapisi permukaan dinding pembuluh darah. Akibatnya permukaan
pembuluh darah rusak dan memicu pembentukan bekuan darah. Antibodi phospholipid juga
merangsang penggumpalan sel-sel pembekuan darah atau disebut Trombosis. Trombosis
dapat terjadi pada pembuluh darah vena maupun pembuluh darah arteri. Trombosis dapat
menyebabkan kerusakan pada organ yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut. Kerusakan
dapat terjadi pada satu organ atau pada keadaan yang parah kerusakan dapat terjadi pada
beberapa organ dan mengakibatkan kematian. Penderita APS, dapat mengalami keguguran
berulang karena darah pembawa nutrisi untuk janin terhambat, tidak dapat masuk ke dalam
rahim. Keguguran dapat terjadi pada awal kehamilan atau pada usia kehamilan 3 bulan.
Gejala lain yang dapat muncul adalah terjadinya pre-eclampsia (tekanan darah meningkat
secara drastis).

23
II. SLE dengan APS
Sindroma anti fosfolipid (APS) atau yang dik enal sebag ai sindroma Hughes
merupakan suatu kondisi autoimun yang patologik di mana terjadi akumulasi dari bekuan
darah oleh antibodi antifosfolipid. Penyakit ini merupakan suatu kelainan trombosis, abortus
berulang atau keduanya disertai peningkatan kadar antibodi antifosfolipid yang menetap yaitu
antibodi antik ardiolipin (ACA) atau lupusantikoagulan (LA).
Diagnosis APS ditegakkan berdasarkan konsensus internasional kriteria klasifikasi
sindroma anti fosfolipid (Sapporo) yang disepakati tahun 2006, apabila terdapat 1 gejala
klinis dan 1 kelainan laboratorium sebagaimana tertera di bawahini:58
Kriteria Klinis:
Trombosis vaskular:
-Penyakit tromboembolik vena (Trombosis vena dalam, embolipulmonal)
-Penyakit tromboemboli arteri.
-Trombosis pembuluh darah kecil Gangguan pada kehamilan:
->1 kematian fetus normal yang tak dapat dijelaskan pada usia 10 minggu kehamilan atau
-> 1 kelahiran prematur neonatus normal pada usia kehamilan 34 minggu atau
-> 3 abortus spontan berturut-turut yang tak dapat dijelask an pada usia kehamilan < 10
minggu

Kriteria Laboratorium:
-Positif lupus antikoagulan
-Meningkatnya titer IgG atau IgM antibodi antikardiolipin (sedang atautinggi).
-Meningkatnya titer IgG atau IgM antibodi anti-beta2 g likoprotein
(anti 2 GP) I (sedang atau tinggi).
Perbe daan waktu antara pemeriksaan yang satu dengan yang berikutnya adalah 12 minggu
untuk melihat persistensinya

You might also like