Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
Yozhani Intan Thursina Puri, S.ked
1102012312
PEMBIMBING :
dr. H. Ammar Siradjuddin, Sp.OG
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................iii
BAB. I. PENDAHULUAN ..........................................................................................1
1.1. Latar Belakang........................................................................................................1
1.2.Tujuan.......................................................................................................................2
1.4. Manfaat....................................................................................................................3
BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................4
2.1. Definisi....................................................................................................3
2.2. Klasifikasi Pembedahan..........................................................................................3
2.3. Indikasi Pembedahan...............................................................................................5
2.3.1. Indikasi Pembedahan Obstetri..............................................................................5
2.3.1.1 Indikasi Fetus.....................................................................................................6
2.3.2. Indikasi Pembedahan Ginekologi.........................................................................6
2.4. Faktor Resiko..........................................................................................................7
2.5. Pre Operatif.............................................................................................................9
2.6. Intra Operatif.........................................................................................18
2.6.1. Pembedahan Obstetri..........................................................................................18
2.6.1.2. Sectio Cesarea.................................................................................................18
2.6.1.2.1. Definisi Sectio Cesarea................................................................................18
2.6.1.2.2. Syarat Sectio Cesarea...................................................................................18
2.6.1.2.3.Indikasi Sectio Cesarea.................................................................................19
2.6.1.2.4. Klasifikasi Sectio Cesarea...........................................................................19
2.6.1.2.5. Resiko Sectio Cesarea..................................................................................22
2.7.1. Pembedahan Ginekologi................................................................................... 23
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Alhamdulillah, Puji dan syukur senantiasa saya panjatkan kehadirat Allah
SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, serta shalawat dan salam
kepada Nabi Muhammad SAW, dan para sahabat serta pengikutnya hingga akhir
zaman. Karena atas rahmat dan ridha-Nya, penulis dapat menyelesaikan Referat yang
berjudul Tatalaksana Pre dan Post Operatif Kasus Kebidanan dan Penyakit
Kandungan. Penulisan refarat ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas dalam
menempuh kepanitraan klinik di bagian obstetrik dan ginekologi di RSUD dr. Drajat
Prawiranegara.
Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu, terutama kepada dr.
Ammar Siradjuddin, Sp.OG yang telah memberikan arahan serta bimbingan
ditengah kesibukan dan padatnya aktivitas beliau.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat dalam
penulisan refarat ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik maupun saran yang
bersifat membangun dari para pembaca. Akhir kata penulis berharap semoga refarat
ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Serang, Agustus 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Sebelum dilakukannya tindakan operasi kita mengenal istilah pre opration yaitu
merupakan ijin tertulis yang ditandatangani oleh klien untuk melindungi dalam proses
operasi yang akan dilakukan. Prioritas pada prosedur pembedahan yang utama adalah
inform consent yaitu pernyataan persetujuan klien dan keluarga tentang tindakan yang
akan dilakukan yang berguna untuk mencegah ketidaktahuan klien tentang prosedur
yang akan dilaksanakan dan juga menjaga rumah sakit serta petugas kesehatan dari
klien dan keluarganya mengenai tindakan tersebut. Pada periode pre operatif yang
lebih diutamakan adalah persiapan psikologis dan fisik sebelum operasi. 1
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Mampu memahami tentang berbagai jenis pembedahan obstetrik maupun
ginekologi, mulai dari persiapan pembedahan sampai komplikasi yang mungkin
terjadi
1.2.2. Tujuan Khusus
Mengerti dan memahami berbagai persiapan tindakan operatif yang
meliputi :
a. Mengerti dan memahami tentang tatalaksana pre operatif kasus
kebidanan dan penyakit kandungan.
b. Mengerti dan memahami tentang tatalaksana post operatif kasus
kebidanan dan penyakit kandungan.
1.3.
Manfaat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Pembedahan
atau
operasi
adalah
semua
tindakan
pengobatan
yang
menggunakan cara infasive dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang
akan di tangani.1 Proses operasi merupakan pembukaan bagian tubuh untuk dilakukan
perbaikan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Dalam pembedahan
tahapan operasi terdapat beberapa macam tahapan yaitu Pre Operatif, Intra Operatif
dan Post Operatif.9
Bedah Obstetri adalah tindakan bedah yang dilakukan untuk membantu atau
mengatasi masalah-masalah yang terjadi selama proses persalinan sedangkan bedah
ginekologi adalah tindakan pembedahan pada wanita akibat adanya tumor yang
berhubungan di alat reproduksi, baik itu berasal dari rahim/uterus, ovarium/indung
telur maupun dari vulva, dan kelainan bawaan dari uterus seperti kelainan bentuk
uterus. Secara umum dalam tindakan operasi tumor kandungan ada dua pilihan
mengangkat tumor saja atau mengangkat tumor dan alat kandungan (uterus dan
ovarium).1
2.2. Klasifikasi Pembedahan
2.2.1. Menurut Smeltzer and Bare (2002), membagi pembedahan berdasarkan tingkat
urgencynya, yaitu:2
a. Elektif
Operasi dilakukan setelah segala persiapan selesai dan dipilih waktu yang
paling menguntungkan.
b. Darurat/cito
Indikasi Pembedahan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
umumnya
diusahakan
untuk
mengangkat
tumor
tanpa
bentuk dan letak normal lagi serta berfungsi normal (misalnya fistula
vesikovaginalis akibat persalinan dan operasi).
2.4. Faktor Resiko
Faktor Resiko yang dapat memperburuk keadaan pasien setelah melakukan
pembedahan atau operasi adalah :6
a. Usia Pasien
Dengan usia yang terlalu muda (bayi/anak-anak) dan usia lanjut
mempunyai resiko lebih besar. Hal ini diakibatkan cadangan fisiologis pada
usia tua sudah sangat menurun, sedangkan pada bayi dan anak-anak
disebabkan oleh karena belum matur-nya semua fungsi organ.6
b. Nutrisi
Kondisi malnutrisi dan obesitas/kegemukan lebih beresiko terhadap
pembedahan dibandingakan dengan orang normal dengan gizi baik terutama
pada fase penyembuhan. Pada orang malnutrisi maka orang tersebut
mengalami
defisiensi
nutrisi
yang
sangat
diperlukan
untuk
proses
kardiovaskuler, endokrin, hepatik dan penyakit biliari terjadi lebih sering pada
pasien obesitas.6
c. Penyakit Kronis
Pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOM
(Penyakit Paru Obstruksi Menahun), dan insufisiensi ginjal menjadi lebih
sukar terkait dengan pemakaian energi kalori untuk penyembuhan primer. Dan
juga pada penyakit ini banyak masalah sistemik yang mengganggu sehingga
komplikasi pembedahan maupun pasca pembedahan sangat tinggi.6
Ketidaksempurnaan respon neuroendokrin pada pasien
yang
Pre Operatif
Pre Operatif adalah fase dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi
atau pembedahan dibuat dan diakhiri ketika pasien dipindahkan ke meja operasi.
Dalam tahapan ini persiapan fisik maupun pemeriksaan penunjang serta persiapan
mental sangat penting dilakukan, karena kesuksesan suatu tindakan pembedahan
pasien berawal dari kesuksesan persiapan yang dilakukan selama tahap pre operasi.2
Kesalahan yang dilakukan pada saat tindakan pre operasi apapun bentuknya
dapat berdampak pada tahap-tahap selanjutnya, untuk itu diperlukan kerjasama yang
baik antara masing-masing komponen yang yang berkompeten untuk menghasilkan
outcome yang optimal. Berikut ini persiapan yang perlu dilakukan pada tahap pre
operasi yaitu:2
Persiapan fisik
Persiapan fisik yang dilakukan sebelum operasi biasanya mencakup :
a. Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan
pemeriksaan status kesehatan secara umum, meliputi identitas klien,
riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan
keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status hemodinamika,
status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik,
fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain. Selain itu pasien
harus istirahat yang cukup, karena dengan istirahat dan tidur yang
cukup pasien tidak akan mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks
sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan
darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita tidak akan memicu
terjadinya haid lebih awal. 2
b. Status nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan
dan berat badan, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan
juga
mengganggu/menghambat
proses
penyembuhan
dan
anastesia.
Prediksi komplikasi pasca bedah.
Sebagai dasar interpretasi pasca bedah.
Sebagai skrining
Elektrokardiografi
Persiapan Prabedah
(EKG)
Rutin
dilakukan
pada
jawab dan tanggung gugat, yaitu Informed Consent. Baik pasien maupun
keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun
mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani
tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan
tindakan medis (pembedahan dan anestesi). 2
Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi
tidak dapat dihindari dan merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan
dalam kondisi nyata, tidak semua tindakan operasi mengakibatkan komplikasi
yang berlebihan bagi klien.2
Bahkan seringkali pasien dapat pulang kembali ke rumah dalam
keadaan sehat tanpa komplikasi atau resiko apapun segera setelah mengalami
operasi. Tentunya hal ini terkait dengan berbagai faktor seperti: kondisi nutrisi
pasien yang baik, cukup istirahat, kepatuhan terhadap pengobatan, kerjasama
yang baik dengan perawat dan tim selama dalam perawatan. 2
Informed Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung
tinggi aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab
terhadap pasien wajib untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan
operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan pada pasien terkait dengan
pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan tujuan serta segala resiko dan
konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum menandatangani surat
pernyataan tersebut akan mendapatkan informasi yang detail terkait dengan
segala macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan
dijalani. Jika petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak
pasien/keluarganya berhak untuk menanyakan kembali sampai betul-betul
paham. Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena jika tidak maka
penyesalan akan dialami oleh pasien/keluarga setelah tindakan operasi yang
dilakukan ternyata tidak sesuai dengan gambaran keluarga. 2
Persiapan mental
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam
proses persiapan operasi karna mental pasien yang tidak siap dapat
berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. Maslah mental yang biasa muncul
pada pasien pre operasi adalah kecemasan. Untuk mengurangi/mengatasi
kecemasan pasien, yaitu dengan menanyakan hal-hal yang terkait dengan
persiapan operasi. 2
Obat-obatan
Pasien akan diberikan obat-obatan antibiotic profilaksis yang biasanya
diberikan sebelum pasien di operasi, untuk mencegah terjadinya infeksi
selama tindakan operasi. Antibiotic profilaksis ini biasanya diberikan 1-2 jam
sebelum operasi dimulai dan dilanjutkan pasca bed .2
2.6.
Intra Operatif
Fase Intraoperatif adalah fase saat dimulainya pasien masuk ke bagian atau
Umumnya sectio cesarea tidak dilakukan pada keadaan janin mati, ibu syok
atau anemia berat yang belum teratasi, atau pada janin dengan kelainan kongenital
mayor yang berat.9
2.6.1.2.4. Klasifikasi Sectio Cesarea
Berdasarkan insisi atau teknik yang dilakukan, terdapat beberapa jenis
sectio cesarea :1
1. Sectio cesarea klasik: Pembedahan secara Sanger
2. Sectio cesarea transperitonealis profunda
3. Sectio cesarea yang dilanjutkan dengan histerektomi (cesarean
hysterectomy)
4. Sectio cesarea ekstraperitoneal
5. Sectio cesarea transvaginal.
2.6.1.2.5. Sectio cesarea klasik: Pembedahan secara Sanger
Dalam teknik ini, insisi abdomen dibuat vertikal di garis median, kemudian
insisi uterus juga vertikal di garis median. Dilakukan pada keadaan yang tidak
memungkinkan insisi di segmen bawah uterus. misalnya akibat perlekatan pasca
operasi sebelumnya atau pasca infeksi, atau ada tumor di segmen bawah uterus, atau
janin besar dalam letak lintang, atau plasenta previa dengan insersi di dinding depan
segmen bawah uterus. Komplikasinya adalah perdarahan yang terjadi akan sangat
banyak karena jaringan segmen atas korpus uteri sangat vaskular, oleh sebab itu
teknik ini jarang digunakan. 9
Indikasi:
Sectio caesaria yang diikuti dengan sterilisasi,
Terdapat pembuluh darah besar sehingga diperkirakan akan terjadi
robekan segmen bawah rahim dan perdarahan,
Pada letak lintang,
Kepala bayi telah masuk pintu atas panggul.9
Keuntungan :
Mudah dilakukan karena lapangan operasi relatif luas.9
Kerugian :
besar,
kemungkinan terjadi perlekatan dengan dinding abdomen lebih
besar. 9
Resiko Ibu
Resiko ibu karena persalinan dengan sectio cesarea harus dianggap
lebih serius karena mereka berhubungan langsung dengan tindakan
operasi. Resiko ini meliputi :1
a. Infeksi yang di dapat di rumah sakit, terutama setelah dilakukan
seksio pada persalinan
b. Tromboemboli, terutama pada multipara dengan verikositas
c. Ileus, terutama karena peritonitis
d. Kecelakaan anestesi
2.7.1. Pembedahan Ginekologi
Jenis pembedahan ginekologi yang umum dilakukan adalah :
1. Pembedahan pada Vulva
Pembedahan pada Vulva umumnya tidak tergolong operasi besar.
Pembedahan pada vulva tersering meliputi insisi abses kelenjar Bartholin,
marsupialisai atau ekstirpasi kista Bartholin dan eksisi dengan eletro
kauter kondiloma akuminata. Operasi yang terbesar pada vulva ialah
vulvektomi radikal untuk karsinoma vulva dengan berbagai cara jenis
flap.1
2. Pembedahan Vaginal
Pengertian pembedahan vaginal adalah semua jenis pembedahan
melalui akses vaginal. Pembedahan vaginal meliputi :1
Tindakan diagnostik seperti kuetase, loop eksisi, konisasi, insisi
forniks (kolpotomi) untuk drainase abses kavum Douglas,
mengoreksi kelainan bawaan dan keainan akibat trauma radang
seperti ginatresia dan stenosis pada vagina
Pengangkatan uterus pervaginam, mengoreksi prolaps oran
panggul, mengoreksi kelainan anatomik dan fungsi kandung
isinya
dan kemudian
menutupnya
lagi),
miomektomi
(histerektomi dengan tujuan khusus untuk mengangkat satu mioma atau lebih),
dan histerektomi (pengangkatan uterus). Histerektomi dibagi menjadi dua,
yaitu total dan subtotal. Histerektomi total yaitu pengankatan seluruh uterus
dengan membuka vagina, sedangkan histerektomi subtotal yaitu pengankatan
bagian uterus setinggi ismus. Umumnya histerektomi total lebih dipilih karena
dengan tindakan ini serviks uteri yang dapat menjadi sumber tumbuhnya
karsinoma di kemudian hari dapat terangkat. Selanjutnya, dikenal juga
histerektomi radikal untuk karsinoma serviks uteri dengan mengangkat uterus,
parametrium, sepertiga bagian atas vagina, dan kelenjar getah bening pelvik
sampai setinggi vassa iliaka komunis.1
Apabila histerektomi dilakukan, maka pada perempuan menjelang
menopause dilakukan pula salpingo-ooforektomi bilateral untuk mencegah
timbulnya kanker ovarium di kemudian hari. Pada perempuan yang lebih
muda, biasanya ovarium ditinggalkan untuk keperluan fungsi hormonalnya.
Hal terpenting pasien harus mengetahui dan memahami setiap konsekuensi
dari semua tindakan yang akan dilakukan.1
2.7. Post Operatif
Post Operatif adalah tahap lanjutan dari pre dan intra operatif yang dimulai
saat klien diterima di ruang pemulihan atau pasca anaestesi dan berakhir sampai
evaluasi selanjutnya. Periode segera sesudah anaesthesi adalah gawat. Pasien harus
diamati dengan jeli dan harus mendapat bantuan fisik dan psikologis yang intensif
sampai pengaruh utama dari anaesthesi mulai berkurang dan kondisi umum mulai
stabil. Banyaknya asuhan yang dilaksanakan segera setelah periode pasca
anaesthesi tergantung kepada prosedur bedah yang dilakukan.2-3
Tujuan perawatan pasca operasi adalah pemulihan kesehatan fisiologi dan
psikologi wanita kembali normal. Periode postoperatif meliputi waktu dari akhir
prosedur pada ruang operasi sampai pasien melanjutkan rutinitas normal dan gaya
hidupnya. Secara klasik, kelanjutan ini dibagi dalam tiga fase yang tumpang tindih
pada status fungsional pasien. Aturan dan perhatian para ginekolog secara gradual
berkembang sejalan dengan pergerakan pasien dari satu fase ke fase lainnya. Fase
pertama, stabilisasi perioperatif, menggambarkan perhatian para ahli bedah terhadap
permulaan fungsi fisiologi normal, utamanya sistem respirasi, kardiovaskuler, dan
saraf. Pada pasien yang berumur lanjut, akan memiliki komplikasi yang lebih banyak,
dan prosedur pembedahan yang lebih kompleks, serta periode waktu pemulihan yang
lebih panjang. Periode ini meliputi pemulihan dari anesthesia dan stabilisasi
homeostasis, dengan permulaan intake oral. Biasanya periode pemulihan 24-28 jam.2
Fase kedua, pemulihan postoperatif, biasanya berakhir 1-4 hari. fase ini dapat
terjadi di rumah sakit dan di rumah. Selama masa ini, pasien akan mendapatkan diet
teratur, ambulasi, dan perpindahan pengobatan nyeri dari parenteral ke oral. Sebagian
besar komplikasi tradisional postoperasi bersifat sementara pada masa ini. Fase
terakhir dikenal dengan istilah kembali ke normal, yang berlangsung pada 1-6
minggu terakhir. Perawatan selama masa ini muncul secara primer dalam keadaan
rawat jalan. Selama fase ini, pasien secara gradual meningkatkan kekuatan dan beralih
dari masa sakit ke aktivitas normal.2
a. Hal-hal yang harus diperhatikan meliputi :
1. Mempertahankan ventilasi pulmonari
Berikan posisi miring atau setengah telungkup dengan kepala
tengadah kebelakang dan rahang didorong ke depan pada pasien
sampai reflek-reflek pelindung pulih.2
2. Saluran nafas buatan
Saluran nafas pada orofaring biasanya terpasang terus setelah
pemberian anaesthesi umum untuk mempertahankan saluran tetap
terbuka dan lidah kedepan sampai reflek faring pulih. Bila pasien tidak
bisa batuk dan mengeluarkan dahak dan lendir harus dibantu dengan
suction.2
3. Terapi oksigen
O2 sering diberikan pada pasca operasi, karena obat anaesthesi dapat
menyebabkan lyphokhemia. Selain pemberian O2 harus diberikan
latihan nafas dalam setelah pasien sadar.2
4. Mempertahankan sirkulasi
Hipotensi dan aritmia adalah merupakan komplikasi kardiovaskuler
yang paling sering terjadi pada pasien post anaesthesi. Pemantauan tanda
vital dilakukan tiap 15 menit sekali selama pasien berada di ruang
pemulihan.2
5. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
Pemberian
infus
mempertahankan
merupakan
usaha
pertama
untuk
operasi
atau post
tempat
yang
luas
menyebabkan
sulitnya
memperkirakan
Pneumonia
Penyakit ini merupakan infeksi nosokomial yang paling sering
selama makan; aspirasi sekresi subglotis pada kasus ini tidak dapat
dihilangkan.7
2.8.3. Sistem Gastrointestinal
Fungsi gastrointestinal yang normal memerlukan motilitas yang sama di
sepanjang sistem, mukosa untuk transportasi bahan makanan, dan refleks
pengosongan. Meskipun demikian, setelah pembedahan abdominal, disfungsi dari
aktivitas saraf usus secara khas mengacaukan tenaga normal. Aktivitas pertama terjadi
pada usus yang tercatat biasanya dalam 24 jam. Aktivitas kontraksi usus halus
terhambat dalam 24 jam setelah pembedahan, tetapi fungsi normalnya terlambat
dalam 3-4 hari. Motilitas kolon yang ritmik dimulai paling akhir, kira-kira 4 hari
setelah pembedahan intra-abdomen. Pengeluaran flatus merupakan tanda khas dari
kembalinya fungsi ini, dan tinja biasanya telah dapat dikeluarkan dalam 1-2 hari.7
Ileus yang terjadi setelah operasi merupakan kerusakan sementara dari
aktivitas gastrointestinal yang mengakibatkan distensi abdomen, bunyi usus hipoaktif,
mual dan muntah yang menyebabkan akumulasi udara dan air di saluran
gastrointestinal, dan pengeluaran flatus serta terlambat.7
Awal mula terjadinya ileus adalah multifaktorial. Pertama, manipulasi usus
selama pembedahan menyebabkan munculnya beberapa faktor yang berkontribusi
terhadap munculnya ileus: (1) faktor neurogenik yang dihubungkan dengan
overaktivitas simpatis, (2) faktor hormonal yang menyebabkan pengeluaran
hypothalamic corticotrophin-releasing factor (CRF), yang memainkan peran kunci
dalam respon stress, dan (3) faktor inflamasi. Sebagai tambahan, penggunaan opioid
perioperatif juga menjadi salah satu etiologi dari ileus. Kemudian, dalam pemilihan
obat ini, dokter harus menyeimbangkan manfaat analgesik yang dihasilkan oleh ikatan
reseptor opioid sentral melawan disfungsi gastrointestinal yang dihasilkan dari
reseptor perifer yang menghasilkan efek ikatan.7
Tidak terdapat penanganan tunggal untuk pengelolaan ileus postoperasi.
Pemberian elektrolit dan cairan intravena untuk memperbaiki kembali keadaan
rawat
inap
akan
berkurang.
Untuk
alasan
ini,
pemasangan
NGT
Jika
terdapat
hipovolemia,
penggunaan
vasopressor
tidak
Tromboflebitis
Komplikasi ini jarang ditemukan pada penderita pascaoperasi di Indonesia.
Penyakit ini terdapat pada vena yang bersangkutan sebagai radang, dan sebagai
trombosit tanpa tanda radang. Pada tromboflebitis dalam minggu kedua pascaoperasi
suhu naik, nadi mencepat, timbul nyeri spontan pada perabaan vena yang
bersangkutan, dan tampak edema pada kaki, terutama jika vena femoralis yang
terkena. Trombus disini melekat kuat pada dinding pembuluh darah, dan tidak banyak
bahaya akan emboli paru-paru. Pada trombosis vena tidak terdapat banyak gejala,
mungkin suhu agak naik; thrombus tidak melekat erat pada dinding pembuluh darah,
dan bahaya emboli paru-paru lebih besar.1
Walaupun komplikasi ini jarang terjadi di Indonesia, ada juga manfaatnya untuk
menyelenggarakan pencegahan dengan menyuruh penderita selama masih berbaring
di tempat tidur menggerakkan kakinya secara aktif, ditambah dengan gerakan lain
yang diselenggarakan dengan bantuan seorang perawat.1
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Perawatan pre operatif merupakan tahap pertama dari perawatan perioperatif yang
dimulai sejak pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan berakhir
ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan pembedahan.
Perawatan intra operatif dimulai sejak pasien ditransfer ke meja bedah dan
berakhir bila pasien di transfer ke wilayah ruang pemulihan.
Perawatan post operasi merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre
dan intra operatif yang dimulai saat klien diterima di ruang pemulihan atau pasca
anaestesi dan berakhir sampai evaluasi selanjutnya.
Dalam pelaksanaan pembedahan kasus kebidanan maupun penyakit kandungan
tindakan pre, intra dan post operatif haruslah dipersiapkan dengan cemat dan teliti,
karena tindakan tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan
saling berkaitan.
B. SARAN
Dalam pembuatan makalah ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan yang
harus diperbaiki. Namun untuk meningkatkan pemahaman tentang tindakan
kolaboratif persiapan operasi, maka penulis berkeinginan menyumbangkan beberapa
pemikiran yang dituangkan dalam bentuk saran sebagai berikut :
1. Bagi pembaca
Bisa menambah pengetahuan tentang tindakan kolaboratif
persiapan sebelum dan sesudah operasi.
2. Bagi Pendidikan
Untuk meningkatkan dan memperlancar dalam proses pembuatan
makalah, hendaknya pihak pendidikan menambah literature-literatur di
perpustakaan khususnya tindakan kolaboratif persiapan sebelum dan
sesudah operasi dan menambah kapasitas jaringan internet yang lebih
tinggi.
DAFTAR PUSTAKA