Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
II.1
Definisi
Penyakit ginjal kronik (PGK)/ Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses
patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal secara
menetap (irreversible) akibat kerusakan nefron. Penurunan fungsi ginjal ini terjadi secara
kronik dan progresif , dan umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinik dimana ginjal tidak mampu lagi menopang kehidupan tanpa dilakukan terapi
penggantian ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Akibat penurunan
fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik ini akan menimbulkan sekumpulan gejala atau
sindrom klinik dan laboratorik pada semua organ yang disebut uremia.
Menurut the National Kidney Foundation Kidney Disease Outcome Quality Initiative
(NKF-K/DOQI) tahun 2002, definisi PGK adalah :
1. Kerusakan ginjal (renal demage) yang terjadi 3 bulan
Yang dimaksud dengan kerusakan ginjal adalah kelainan struktural atau fungsional,
dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan salah satu
manifestasi :
Kelainan patologis
Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah
atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging test)
2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) < 60ml/menit/1.73m2 3 bulan dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.
Pada keadaan tidak terdapat kerusakn ginjal 3 bulan dan LFG sama atau lebih dari
60 ml/ menit/ 1.73m2 , tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik.
II.2
Epidemiologi
Berdasarkan data tahun 1995-1999 di Amerika Serikat diperkirakan terdapat 100 juta kasus
per juta penduduk pertahun. Angka ini meningkat sekitar 8 % setiap tahunnya. Di Malaysia,
dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di
negara berkembang, termasuk Indonesia, kasus ini mencakup 40-60 kasus per juta penduduk.
II.3
Klasifikasi
12
Penjelasan
Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau
LFG ( ml/mnt/1,73 m2 )
90
2
Kerusakan ginjal dengan LFG ringan
60-89
3
Kerusakan ginjal dengan LFG sedang
30-59
4
Kerusakan ginjal dengan LFG berat
15-29
5
Gagal ginjal
< 15 atau dialisi
Klasifikasi di atas dibuat atas dasar LFG/ Laju Filtrasi Glomerulus yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockroft-Gault., sebagai berikut :
LFG ( ml/mnt/1,73 m2) =
72 x kreatinin plasma.
2. Klasifikasi penyakit ginjal kronik atas dasar dignosis etiologi :
Penyakit
Penyakit ginjal diabetes
Penyakit ginjal non diabetes
Tipe mayor
Diabetes tipe 1 dan 2
Penyakit glomerular (penyakit otoimun, infeksi
sistemik, obat, neoplasia)
Penyakit vascular ( penyakit pembuluh darah besar,
hipertensi, mikroangiopati )
Penyakit tubulointerstitial ( pielonefritis kronik, batu,
obstruksi, keracunan obat )
Penyakit kistik ( ginjal polikistik )
Etiologi
13
Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu negara dengan negara lain.
Penyebab utama penyakit ginjal kronik di Amerika Serikat tahun 1995-1999 :
1. Diabetes mellitus (44%)
a. Tipe I (7%)
b. Tipe II (37%)
2. Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar (27%)
3. Glomerulonefritis (10%)
4. Nefritis interstisialis (4%)
5. Kista dan penyakit bawaan lain (3%)
6. Penyakit sistemik (SLE dan vaskulitis) (2%)
7. Neoplasma (2%)
8. Tidak diketahui (4%)
9. Penyakit lain (4%)
Sedangkan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat
penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
II.5
Glomerulonefritis (46,39%)
Diabetes mellitus (18,65%)
Obstruksi dan infeksi (12,85%)
Hipertensi (8,46%)
Sebab lain (13,65%)
Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya,
tapi dalam perkembangan selanjutnya proses terjadinya lebih kurang sama. Pengurangan
masa ginjal mengakibatkan hipertrofi structural dan fungsional nefron yang masih tersisa
(surviving nefrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif
seperti sitokin dan growth factor. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti
oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sclerosis nefron yang
masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti oleh penurunan fungsi nefron yang progresif,
walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktifitas renin
angiotensin aldosteron intrarenal ikut berperan dalam terjadinya hiperfiltrasi, sclerosis,
progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang rennin angiotensin aldosteron, sebagian
diperantarai growth factor
14
Dua pendekatan teoritis yang biasanya diajukan untuk menjelaskan gangguan fungsi
ginjal pada Penyakit ginjal kronis:
1
Pendekatan
Hipotesis
Bricker
atau
hipotesis
nefron
yang
utuh
Berpendapat bahwa bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan
hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal. Uremia akan
timbul bila jumlah nefron yang sudah sedemikian berkurang sehingga
keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat dipertahankan lagi.
Adaptasi
penting
ancaman
dilakukan
oleh
ginjal
sebagai
respon
terhadap
elektrolit
tubuh
hingga
tingkat
fungsi
ginjal
yang
rendah.
Namun akhirnya kalau 75 % massa nefron telah hancur, maka kecepatan filtrasi dan beban
solute bagi tiap nefron sedemikian tinggi sehingga keseimbangan glomerolus-tubulus tidak
dapat lagi dipertahankan. Fleksibilitas baik pada proses ekskresi maupun konsentrasi solute
dan air menjadi berkurang.
Perjalanan klinis
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium
Stadium I
Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40 % - 75 %). Tahap inilah yang paling
ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini belum merasasakan gejala
15
gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam masih dalam batas normal.
Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal
dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan
memberikan beban kerja yang berat, seperti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan
mengadakan test LFG yang teliti.
Stadium II
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %). Pada tahap ini penderita dapat
melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjal menurun. Pada
stadium ini pengobatan harus cepat daloam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan
garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu
faal ginjal. Bila langkah langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah
penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang
berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan
konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada stadium ini
kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20 % - 50 %). Pada tahap ini penderita dapat
melakukan tugas tugas seperti biasa padahal daya dan konsentrasi ginjaL menurun. Pada
stadium ini pengobatan harus cepat daloam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan
garam, gangguan jantung dan pencegahan pemberian obat obatan yang bersifat menggnggu
faal ginjal. Bila langkah langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah
penderita masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75 % jaringan yang
berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan
konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit.pada stadium ini
kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal.
Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama
menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3 liter / hari.
Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal diantara 5 % - 25 % . faal
ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala gejala kekurangan darah, tekanan darah akan
naik, aktifitas penderita mulai terganggu.
Stadium III
16
Uremi gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10%).Semua gejala sudah jelas dan
penderita masuk dalam keadaan dimana tak dapat melakukan tugas sehari hair sebaimana
mestinya. Gejal gejal yang timbul antara lain mual, munta, nafsu makan berkurang., sesak
nafas, pusing, sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur, kejang kejang dan akhirnya
terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Stadium akhir timbul pada sekitar 90 % dari
massa nefron telah hancur. Nilai LFG nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin
mungkin sebesar 5-10 ml / menit atau kurang.
Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat
mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan
gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis
caiaran dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih)
kurang dari 500/ hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula mula
menyerang tubulus ginjal, kompleks menyerang tubulus gijal, kompleks perubahan biokimia
dan gejala gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh.
Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan menggal kecuali ia mendapat
pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
II.6
Manifestasi Klinik
Gejala yang timbul pada penyakit ginjal kronik erat hubungannya dengan penurunan fungsi
ginjal yaitu :
Kegagalan fungsi eksresi, penurunan LFG, gangguan resorbsi dan sekresi di tubulus,
akibatnya akan terjadi penumpukan toksin uremik dan gangguan keseimbangan
cairan, elektrolit serta asam basa tubuh.
Penurunan eritropoietin
Gambaran klinis penyakit ginjal kronik mencakup gejala yang berhubungan dengan
etiologi yang mendasari (diabetes mellitus, infeksi traktus urinarius, batu urinarius,
17
hipertensi, hiperurikemia, SLE, dll), sindrom uremia (lemah, letargia, anoreksi, mual muntah,
nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer, pruritus, perikarditis, kejang, koma),
dan gejala komplikasi (hipertensi, anemia, decompensasio cordis, asidosis metabolic,
gangguan keseimbangan elektrolit).
Dengan demikian, gejala klinis yang timbul pada PGK mengenai seluruh system,
sebagai berikut :
II.7
Penegakan Diagnosis
1. Anamnesis
Dalam anamnesis ditelusuri keluhan-keluhan yang mencakup manifestasi klinik
penyakit ginjal kronik dan keluhan yang berhubungan dengan etiologi yang
mendasari.
2. Pemeriksaan laboratorium
18
Pemeriksaan sedimen urin atau tes dipstick untuk mendeteksi adanya sel darah
merah atau sel darah putih
3. Gambaran radiologis
Hal ini dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal mendekati normal, dan
diagnosis secara non invasive tidak dapat ditegakkan. Pemeriksaan ini bertujuan
untuk mengetahui etiologi, menentukan terapi, prognosis, dan evaluasi terapi yang
diberikan. Biopsi ginjal diindikasikan pada keadaan ukuran ginjal yang mengecil,
ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali.
II.8
Penatalaksanaan
Setelah pasien didiagnosis dengan Penyakit Ginjal Kronik, maka harus dilakukan evaluasi
untuk menentukan :
Penjelasan
Komplikasi
LFG
Kerusakan ginjal
atau
Kerusakan ginjal
60-89
Tekanan
meningkat
19
darah
mulai
Kerusakan ginjal
30-59
- hiperfosfatemia
- hipokalsemia
- anemia
- hipertensi
- hiperparatiroid
- hiperhomosisteinemia
Kerusakan ginjal
15-29
- malnutrisi
- asidosi metabolic
- hiperkalemia
- dislipidemia
Gagal ginjal
- gagal jantung
- uremia
Keadaan komorbid
Faktor komorbid ini antara lain : gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang
tidak terkontrol, infeksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras.
Faktor klinis
Faktor sosiodemografis
20
Diabetes
Usia lanjut
Hipertensi
Penyakit autoimun
spanyol )
Infeksi sistemik
LFG ( ml/mnt/1,73 m2 )
90
Action
Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,
evaluasi
progresivitas
fungsi
ginjal.,
60-89
30-59
15-29
Terapi farmakologis
Digunakan untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus. Pengendalian tekanan darah
mempunyai peran yang sama pentingnya dengan pembatasan asupan protein dalam
memperkecil hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi intraglomerulus. Di samping
itu, sasaran terapi farmakologis sangat terkait dengan derajat proteinuria.
Beberapa obat hipertensi terutama penghambat enzim konverting angiotensin (ACE
Inhibitor), melalui berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses pemburukan
fungsi ginjal. Hal ini terjadi lewat mekanisme kerjanya sebagi antihipertensi,
antiproteinuria
22
melakukan pembatasan cairan dan elektrolit. Air yang masuk ke dalam tubuh dibuat
seimbang dengan air yang keluar, baik melalui urin maupun insensible water loss.
Elektrolit yang harus diawasi asupannya adalah kalium dan natrium. Pembatasan
kalium dilakukan karena hiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia jantung yang
fatal. Kadar kalium darah dianjurkan 3,5-5,5 mEq/lt. Pembatasan natrium
dimaksudkan untuk mengendalikan hipertensi dan edem. Jumlah garam natrium yang
diberikan disesuaikan dengan tingginya tekanan darah dan derajat edem yang terjadi
6.
Komplikasi
Derajat
Penjelasan
Komplikasi
LFG
Kerusakan ginjal
23
Kerusakan ginjal
60-89
Kerusakan ginjal
Tekanan
darah
mulai
meningkat
30-59
- hiperfosfatemia
- hipokalsemia
- anemia
- hipertensi
- hiperparatiroid
- hiperhomosisteinemia
Kerusakan ginjal
15-29
- malnutrisi
- asidosi metabolic
- hiperkalemia
- dislipidemia
Gagal ginjal
- gagal jantung
- uremia
24