You are on page 1of 34

MODUL HORMON DAN METABOLISME

LBM 2
STEP VII
1. Mengapa pasien mudah haus ?
Defisiensi insulin tidak saja mempengaruhi metabolisme glukosa, tetapi
metabolism lemak dan protein
Pada defisiensi insulin asimilasi glukosa ke dalam otot, dan jaringan lemak sangat
berkurang atau tidak terjadi
Glikogen tidak lagi disimpan ke dalam otot, bahkan cadangan glikogen tersebut
berkurang glikogenolisis
Kemudian terjadi hiperglikemia puasa meningkatkan overload pada
glomerolusglukosa masuk ke glomerolus glikosuria yang parahmeningkatkan
cairan osmotic di nefron(tubulus ginjal)diuretik osmoticPOLYURI serta
keluarnya air dan elektrolit (Na+, K+, Mg++,PO4-) dalam jumlah besar
Sumber : Robins, Buku Ajar Patologi ,Ed.7.2007.Jakarta;EGC
Glukosa dalm darah meningkatPengeluaran obligat air melalui ginjal dan disertai
hiperosmolaritas cenderung mengurangi air intrasel dan merangsang osmoreseptor di
pusat haus di otak Oleh karena itu timbul rasa haus yang hebat POLYDIPSI
Sumber : Robins, Buku Ajar Patologi ,Ed.7.2007.Jakarta;EGC

http://www.sribd.com/doc/50653609/ASUHANKEPERAWATAN-PADA-KLIEN-DENGAN-DIABETESMELITUS-97)

Polidipsi : Poliuria dehidrasi hipovolemik merangsang hormon


angiotensin . polidipsi
fisiologi kedokteran, guyton n hall edisi 11.EGC

2. Mengapa pasien mudah lapar ?


Polifagia : Poliuria sel kekurangan glukosa merangsang kelenjar
hipotalamus rasa lapar polifagia
fisiologi kedokteran, guyton n hall edisi 11.EGC

3. Kenapa lemas dan kesemutan ?


LEMAS
Manifestasi diabetes melitus di kaitkan dengan konsekuensi metabolik
defisiensi insulin. Pasien pasien yang mengalami defisiensi insulin
tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang
normal, atau toleransi glukosa sesudah makan karbohidrat. Jika
hiperglikeminya parah dan melebihi batas ambang ginjal maka timbul
glukosaria, glukosaria ini akan menimbulkan diuresis osmotik yang
meningkatkan pengeluaran kemih(poliuria) dan timbul rasa haus
(polidipsia). Pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat
badan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin
timbul akibat kehilangan kalori. Pasien mengeluh lelah dan mengantuk.
(Patofisiologi sylvia A,price,loraine M.wilson )

4. Kenapa sering kencing pada malam hari ?


Malam sedikit aktifitas pengambilan glukosa
sedikitpenumpukan cairan

http://dpenyakitdiabetes.net/diabetes/13-gejala-umum-diabetesmelitus.html

5. Kenapa anaknya ketika lahir BB lebih dari 4 kg ?

Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolism endokrin dan karbohidrat


yang menunjang pemasokan makanan bagi janin serta persiapan untuk
menyusui. Glukosa dapat berdifusi secara tetap melalui plasenta kepada
janin sehingga kadarnya dalam darah janin hampir menyerupai kadar
darah ibu. Insulin ibu tak dapat mencapai janin, sehingga kadar gula ibu
yang mempengaruhi kadar pada janin. Pengendalian kadar gula terutama
dipengaruhi oleh insulin, disamping beberapa hormone lain seperti
estrogen, steroid dan plasenta laktogen. Akibat lambatnya resorpsi
makanan maka terjadi hiperglikemia yang relatif lama dan ini menuntut
kebutuhan insulin. Menjelang aterm kebutuhan insulin meningkat sehingga
mencapai 3 kali dari keadaan normal. Hal ini disebut sebagai tekanan
diabetojenik dalam kehamilan. Secara fisiologik telah terjadi resistensi
insulin yaitu bila ia ditambah dengan insulin eksogen ia tidak mudah
menjadi hipoglikemi. Akan tetapi, bila ibu tidak mampu meningkatkan
produksi insulin, sehingga ia relative hipoinsulin yang menyebabkan
hiperglikemia atau diabetes kehamilan.
Pada DMG, selain perubahan-perubahan fisiologi tersebut, akan terjadi
suatu keadaan di mana jumlah/fungsi insulin menjadi tidak optimal. Terjadi
perubahan kinetika insulin dan resistensi terhadap efek insulin. Akibatnya,
komposisi sumber energi dalam plasma ibu bertambah (kadar gula darah
tinggi, kadar insulin tetap tinggi). Melalui difusi terfasilitasi dalam
membran plasenta, dimana sirkulasi janin juga ikut terjadi komposisi
sumber energi abnormal. (menyebabkan kemungkinan terjadi berbagai
komplikasi). Selain itu terjadi juga hiperinsulinemia sehingga janin juga
mengalami gangguan metabolik (hipoglikemia, hipomagnesemia,
hipokalsemia, hiperbilirubinemia, dan sebagainya.

Estridge, Bonnie Kehamilan dan Diabetes / Bonnie Estridge,Jo Davies ; alih


bahasa, Edi Nugroho ; editor,Lilian Yuwowno. - alih bahasa, Edi Nugroho ;
editor,Lilian Yuwowno. jakarta : Arcan, 2000

6. Mengapa kadar gula darah lebih dari normal ?


Pada kedua jenis DM, metabolisme semua bahan makanan utama terganggu,
pengaruh mendasar resistensi atas tidak adanya insulin terhadap metabolisme
glukosa adalah mencegah efisiensi penggunaan dan pengambilan glukosa oleh
sebagian besar sel-sel tubuh kecuali otak. Hasilnya konsentrasi glukosa darah
meningkat, penggunaan glukosa oleh sel menjadi sangat berkurang dan
penggunaan protein dan lipid berkurang.
Sumber : buku ajaran fisiologi kedokteran arthur c.guyton john E.hall

7. Apa diagnosis dan penjelasan pada skenario ?


Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar
glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar
adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM,

pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah


pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah
plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood),
vena, ataupunangka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai
pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan
hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan
pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.
Diagnosis diabetes melitus
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes.
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat
keluhan
klasik DM seperti di bawah ini:
- Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
- Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal,
mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus
vulvae pada wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa
plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan
diagnosis DM
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dL dengan
adanya keluhan klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan
beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan
pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini
memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan
berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan
karena membutuhkan persiapan khusus.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau
DM, bergantung
pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam
kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah
puasa terganggu (GDPT).
1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan
TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara
140 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).

2. GDPT:Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan


glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 125 mg/dL (5,6
6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140
mg/dL.

Sumber: Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes


Mellitus Tipe 2 di Indonesia PERKENI tahun 2011
8. Apa saja klasifikasi diabetes melitus ?
Diabetes mellitus, atau yang juga dikenal sebagai penyakit
kencing manis, adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh:

ketidakmampuan organ pankreas untuk memproduksi hormon


insulin dalam jumlah yang cukup, atau
tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang telah dihasilkan
oleh pankreas secara efektif, atau
gabungan dari kedua hal tersebut.
Pada penderita diabetes melitus yang tidak terkontrol, akan
terjadi peningkatan kadar glukosa (gula) darah yang disebut
hiperglikemia. Hiperglikemia yang berlangsung dalam waktu
lama akan menyebabkan kerusakan serius pada sistem tubuh
kita, terutama pada saraf dan pembuluh darah. Oleh karena itu,
sangatlah penting untuk mengontrol kadar glukosa dalam
darah pasien diabetes mellitus.
Diabetes mellitus dibagi menjadi tiga jenis, yaitu:
Diabetes melitus tipe 1, yakni diabetes mellitus yang
disebabkan oleh kurangnya atau tidak adanya produksi insulin
oleh pankreas akibat kerusakan sel beta.
Diabetes melitus tipe 2, yang disebabkan oleh resistensi
insulin, sehingga penggunaan insulin oleh tubuh menjadi tidak
efektif.
Diabetes gestasional, adalah hiperglikemia yang pertama kali
ditemukan saat kehamilan.
Selain tipe-tipe diabetes melitus, terdapat pula keadaan yang
disebut prediabetes. Kadar glukosa darah seorang pasien
prediabetes akan lebih tinggi dari nilai normal, namun belum
cukup tinggi untuk didiagnosis sebagai diabetes melitus. Yang
termasuk dalam keadaan prediabetes adalah Toleransi Glukosa
Terganggu (TGT) dan Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT).
Keadaan prediabetes ini akan meningkatkan risiko seseorang
untuk menderita diabetes melitus tipe 2, penyakit jantung atau
stroke.

Sumber : http://diabetesmelitus.org/definisi-tipediabetes/#ixzz2TpiJVJdd

Sumber : Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan


Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia PERKENI tahun
2011
9. Sebut dan jelaskan jenis jenis pemeriksaan gula darah ?
GDS 159 (NN 75-110 ) ,GDP 120 (NN 81-99),TTGO 183 (NN
140-199),GD2PP(NN 117-135).
10.
Apa interpretasi GDS 159 mg/dl?

Sumber : Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan


Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia PERKENI tahun
2011

11.
Apa interpretasi GDP 120 dan TTGO 183 dan kaitan
nya dengan GDS 2 tahun lalu ?

Sumber : Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan


Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia PERKENI tahun
2011
12.

Komplikasi yeng menyertai diabetes ?

Komplikasi Diabetes Melitus

Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol pada pasien diabetes


melitus akan menyebabkan berbagai komplikasi, baik yang

bersifat akut maupun yang kronik. Oleh karena itu, sangatlah


penting bagi para pasien untuk memantau kadar glukosa
darahnya secara rutin.
Komplikasi akut
Keadaan yang termasuk dalam komplikasi akut DM adalah
ketoasidosis diabetik (KAD) dan Status Hiperglikemi
Hiperosmolar (SHH). Pada dua keadaan ini kadar glukosa darah
sangat tinggi (pada KAD 300-600 mg/dL, pada SHH 600-1200
mg/dL), dan pasien biasanya tidak sadarkan diri. Karena angka
kematiannya tinggi, pasien harus segera dibawa ke rumah sakit
untuk penanganan yang memadai.
Keadaan hipoglikemia juga termasuk dalam komplikasi akut
DM, di mana terjadi penurunan kadar glukosa darah sampai <
60 mg/dL. Pasien DM yang tidak sadarkan diri harus dipikirkan
mengalami keadaan hipoglikemia. Hal-hal yang dapat
menyebabkan terjadinya hipoglikemia misalnya pasien
meminum obat terlalu banyak (paling sering golongan
sulfonilurea) atau menyuntik insulin terlalu banyak, atau pasien
tidak makan setelah minum obat atau menyuntik insulin.
Gejala hipoglikemia antara lain banyak berkeringat, berdebardebar, gemetar, rasa lapar, pusing, gelisah, dan jika berat,
dapat hilang kesadaran sampai koma. Jika pasien sadar, dapat
segera diberikan minuman manis yang mengandung glukosa.
Jika keadaan pasien tidak membaik atau pasien tidak sadarkan
diri harus segera dibawa ke rumah sakit untuk penanganan dan
pemantauan selanjutnya.

Kerusakan pembuluh darah kecil (mikroangiopati) misalnya


mengenai pembuluh darah retina (retinopati) dan dapat
menyebabkan kebutaan. Selain itu, dapat terjadi kerusakan
pada pembuluh darah ginjal yang akan menyebabkan nefropati
diabetikum.
Komplikasi kronik
Penyakit diabetes melitus yang tidak terkontrol dalam waktu
lama akan menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah dan
saraf. Pembuluh darah yang dapat mengalami kerusakan dibagi
menjadi dua jenis, yakni pembuluh darah besar dan kecil.
Makroangiopati, yang termasuk dalam pembuluh darah besar
antara lain:
Pembuluh darah jantung, yang jika rusak akan
menyebabkan penyakit jantung koroner dan serangan
jantung mendadak
Pembuluh darah tepi, terutama pada tungkai, yang jika
rusak akan menyebabkan luka iskemik pada kaki
Pembuluh darah otak, yang jika rusak akan dapat
menyebabkan stroke
Saraf yang paling sering rusak adalah saraf perifer, yang
menyebabkan perasaan kebas atau baal pada ujung-ujung jari.
Karena rasa kebas, terutama pada kakinya, maka pasien DM
sering kali tidak menyadari adanya luka pada kaki, sehingga
meningkatkan risiko menjadi luka yang lebih dalam (ulkus kaki)
dan perlunya melakukan tindakan amputasi. Selain kebas,
pasien mungkin juga mengalami kaki terasa terbakar dan
bergetar sendiri, lebih terasa sakit di malam hari serta
kelemahan pada tangan dan kaki. Pada pasien yang mengalami
kerusakan saraf perifer, maka harus diajarkan mengenai
perawatan kaki yang memadai sehingga mengurangi risiko luka
dan amputas
http://diabetesmelitus.org/komplikasi-diabetesmelitus/#ixzz2Tpicl0Dx

Waspada Ancaman Penyakit Tidak Menular dr. Anies,


M.Kes PKK
13.
1.
2.
3.
4.

Apa saja terapi yang di berikan ?

Edukasi
Terapi gizi medis
Latihan jasmani
Intervensi farmakologis

Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan


jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar
glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan Intervensi
farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau
suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera
diberikan secara tunggal atau langsung kombinasi, sesuai
indikasi. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat,
misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun
dengan cepat, dan adanya ketonuria, insulin dapat segera
diberikan.
Edukasi
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup
dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan
penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien
dalam menuju perubahan perilaku sehat. Untuk mencapai
keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang
komprehensif dan upaya peningkatan motivasi. Berbagai hal
tentang edukasi dibahas lebih mendalam di bagian promosi
perilaku sehat. Pengetahuan tentang pemantauan glukosa
darah mandiri, tanda dan gejala hipoglikemia serta cara
mengatasinya harus diberikan kepada pasien. Pemantauan
kadar glukosa darah dapat dilakukan secara mandiri, setelah
mendapat pelatihan khusus.
Terapi Nutrisi Medis
Terapi Nutrisi Medis (TNM) merupakan bagian dari
penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci keberhasilan TNM
adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim
(dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain serta pasien dan
keluarganya).

Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TNM sesuai


dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi.
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir
sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu
makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori
dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang
diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan
dalam hal jadwal makan, jenis, dan jumlah makanan, terutama
pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah
atau insulin.
Terapi farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan
makan dan latihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi
farmakologis terdiri dari obat oral dan bentuk suntikan.
1. Obat hipoglikemik oral
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:
A. Pemicu Sekresi Insulin
1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan
sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan
utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang.
Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada
berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal
dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak
dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi
insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat
yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat
fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah
pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.
Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin
Tiazolidindion
Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome
Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-g), suatu

reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai
efek menurunkan resistensi insulin
dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa,
sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer.
Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal
jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi
cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang
menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal
hati secara berkala.
C. Penghambat glukoneogenesis
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa
hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan
glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes
gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati,
serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia
(misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal
jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual.
Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat
atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa
pemberian metformin secara titrasi pada awal penggunaan
akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat
tersebut.
D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus
halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa
darah sesudah makan. Acarbosetidak menimbulkan efek
samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering
ditemukan ialah kembung dan flatulens.
E. DPP-IV inhibitor
Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon
peptida yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini
disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang masuk
ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan perangsang
kuat penglepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat
sekresi glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1 diubah
oleh enzim dipeptidyl peptidase-4

(DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang tidak aktif.


Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang
ditujukan untuk meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan
hal rasional dalam pengobatan DM tipe 2. Peningkatan
konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang
menghambat kinerja enzim DPP-4 (penghambat DPP-4), atau
memberikan hormon asli atau analognya (analog incretin=GLP1 agonis). Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4 inhibitor,
mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam
konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif dan mampu
merangsang penglepasan insulin serta menghambat
penglepasan glukagon.
Cara Pemberian OHO, terdiri dari:
OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara
bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan
sampai dosis optimal
Sulfonilurea: 15 30 menit sebelum makan
Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan
Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan
Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan
suapan pertama
Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.
DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan
atausebelum makan.
2. Suntikan
1. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan:
Penurunan berat badan yang cepat
Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
Ketoasidosis diabetik
Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
Hiperglikemia dengan asidosis laktat
Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasionalyang
tidak terkendali dengan perencanaan makan
Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Jenis dan lama kerja insulin


Berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis, yakni:
Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
Insulin kerja pendek (short acting insulin)
Insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin)
Insulin kerja panjang (long acting insulin)
Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah
(premixed insulin).
Efek samping terapi insulin
Efek samping utama terapi insulin adalah terjadinya
hipoglikemia.
Efek samping yang lain berupa reaksi imunologi terhadap
insulin yang dapat menimbulkan alergi insulin
atau resistensi insulin.
2. Agonis GLP-1/incretin mimetic
Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan
pendekatan baru untuk pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat
bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin yang tidak
menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan
yang biasanya terjadi pada pengobatan dengan insulin ataupun
sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan berat
badan. Efek agonis GLP-1 yang lain adalah menghambat
penglepasan glukagon yang diketahui berperan pada proses
glukoneogenesis. Pada percobaan binatang, obat ini terbukti
memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping yang
timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan
muntah.
3. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis
rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai
dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan
pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat
dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak
dini. Terapi dengan OHO kombinasi (secara terpisah ataupun
fixed-combination dalam bentuk tablet
tunggal), harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang
mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar

glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan kombinasi


tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO
dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis
di mana
insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan
kombinasi tiga OHO dapat menjadi pilihan.
Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan
adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja
menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada
malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi
tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah
yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal
insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar
jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan
menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila
dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari
masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan
terapi kombinasi insulin.
14.

Apa yang dimaksud pola makan 3J?

Jumlah
Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang
dibutuhkan penyandang diabetes. Di antaranya adalah dengan
memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 2530kalori/kgBB ideal, ditambah atau dikurangi bergantung pada
beberapa faktor seperti: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat
badan, dll. Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus
Brocc yang dimodifikasi adalah sbb:
Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita
di bawah 150 cm, rumus dimodifikasi menjadi : Berat badan
ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
BB Normal : BB ideal 10 %
Kurus : < BBI - 10 %
Gemuk : > BBI + 10 %
Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain :
Jenis Kelamin

Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil daripada pria.


Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg BB dan untuk pria
sebesar 30 kal/ kg BB.
Umur
Untuk pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi
5% untuk dekade antara 40 dan 59 tahun, dikurangi 10% untuk
dekade antara 60 dan 69 tahun dan dikurangi 20%, di atas usia
70 tahun.
Aktivitas Fisik atau Pekerjaan
Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas
aktivitas fisik. Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal
diberikan pada kedaaan istirahat, 20% pada pasien dengan
aktivitas ringan, 30% dengan aktivitas sedang, dan 50%
dengan aktivitas sangat berat.
Berat Badan
Bila kegemukan dikurangi sekitar 20-30% tergantung kepada
tingkat kegemukan Bila kurus ditambah sekitar 20-30% sesuai
dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB.
Untuk tujuan penurunan berat badan jumlah kalori yang
diberikan paling sedikit 1000-1200 kkal perhari untuk wanita
dan 1200-1600 kkal perhari untuk pria.
Makanan sejumlah kalori terhitung dengan komposisi tersebut
di atas dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%),
siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi makanan ringan
(10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien,
sejauh mungkin perubahan dilakukan sesuai dengan kebiasaan.
Untuk penyandang diabetes yang mengidap penyakit lain, pola
pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyertanya.
Jenis
A. Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:
Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan
energi.
Pembatasan karbohidrat total <130 g/hari tidak dianjurkan
Makanan harus mengandung karbohidrat terutama yang
berserat tinggi.
Gula dalam bumbu diperbolehkan sehingga penyandang
diabetes dapat makan sama dengan makanan keluarga yang
lain
Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.

Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti gula,


asal tidak melebihi batas aman konsumsi harian (AcceptedDaily Intake)
Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan
karbohidrat dalam sehari. Kalau diperlukan dapat diberikan
makanan selingan buah atau makanan lain sebagai bagian dari
kebutuhan
kalori sehari.
Lemak
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori.
Tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
Lemak jenuh < 7 % kebutuhan kalori
Lemak tidak jenuh ganda < 10 %, selebihnya dari lemak
tidak jenuh tunggal.
Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak
mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging
berlemak dan susu penuh (whole milk).
Anjuran konsumsi kolesterol <200 mg/hari.
Protein
Dibutuhkan sebesar 10 20% total asupan energi.
Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang,
cumi,dll), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu
rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe.
Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asupan
protein menjadi 0,8 g/KgBB perhari atau 10% dari kebutuhan
energi dan 65% hendaknya bernilai biologik tinggi.
Natrium
Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama
dengan anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari
3000 mg atau sama dengan 6-7 gram (1 sendok teh) garam
dapur.
Mereka yang hipertensi, pembatasan natrium sampai 2400
mg.
Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin,
soda, dan bahan pengawet seperti natrium benzoat dan
natrium nitrit.
Serat
Seperti halnya masyarakat umum penyandang diabetes
dianjurkan mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan,

buah, dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat,


karena mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan lain
yang baik untuk kesehatan.
Anjuran konsumsi serat adalah 25 g/hari.
Pemanis alternatif
Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis berkalori dan
pemanis tak berkalori. Termasuk pemanis berkalori adalah gula
alkohol dan fruktosa.
Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol,
sorbitol dan xylitol.
Dalam penggunaannya, pemanis berkalori perlu
diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian dari
kebutuhan kalori sehari.
Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang
diabetes karena efek samping pada lemak darah.
Pemanis tak berkalori yang masih dapat digunakan antara
lain aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose, dan
neotame.
Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas
aman (Accepted Daily Intake / ADI)
Jadwal
perlu pengaturan jadwal makan yang teratur yaitu makan pagi, makan siang,
makan malam dan snack diantara makan besar dan dilaksanakan dengan interval 3
jam

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22453/4/Chapter%20II.pdf

Sumber : Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan


Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia PERKENI tahun
2011

15.
Bagaimana pengaturan gula darah dalam tubuh dan
hormon apa saja yang berperan ?
Mekanisme Kerja Insulin
Dimulai dengan berikatnya insulun dengan reseptor glikoprotein yang
spesifik pada permukaan sel sasaran. Reseptor ini terdiri dari 2 subunit yaitu:
- subunit yang besar dengan BM 130.000 yang meluas ekstraseluler terlibat
pada pengikatan molekul insulin
- subunit yang lebih kecil dengan BM 90.000yang dominan di dalam
sitoplasma mengandung suatu kinase yang akan teraktivasi pada
pengikatan insulin dengan akibat fosforilasi terhadap subunit itu sendiri
(autofosforilasi)
Reseptor insulin yang sudah terfosforilasi melakukan reaksi fosforilasi
terhadap substrat reseptor insulin ( IRS -1).IRS-1 yang terfosforilasi akan terikat
dengan domain SH2 pada sejumlah proteinyang terlibat langsung dalam
pengantara berbagai efek insulin yang berbeda.
Pada dua jaringan sasaran insulin yang utama yaitu otot lurik dan jaringan
adiposa, serangkaian proses fosforilasi yang berawal dari daerah kinase
teraktivasi tersebut akan merangsang protein-protein intraseluler, termasuk
Glukosa Transpoter 4 untuk berpindah ke permukaan sel. Jika proses ini
berlangsung pada saat pemberian makan, maka akan mempermudah transport
zat-zat gizi ke dalam jaringan-jaringan sasaran insulin tersebut.
Kelainan reseptor insulin dalam jumlah , afinitas maupun keduanya akan
berpengaruh pada kerja insulin. Down regulation adalah fenomena dimana
jumlah ikatan reseptor insulin jadi berkurang sebagai respon terhadap kadar
insulin dalam sirkulasi yang meninggi kronik, contoh pada keadaan kortisol yang
berlebihan
Sebaliknya jika kadar insulin rendah, maka ikatan reseptor akan mengalami
peningkatan. Kondisi ini terlihat pada keadaan latihan fisik dan puasa.
Selain hormon insulin terdapat hormon glukagon yang berfungsi menaikkan
kadar gula darah dan hormon somatostatin yang menjaga keseimbangan kedua
hormon tersebut.
http://library.usu.ac.id/download/fk/biokimia-mutiara2.pdf

http://diabetes.klikdokter.com/subpage.php?id=1&sub=12

16.
Bagaimana metabolisme karbohidrat ?
1. Glikolisis penguraian glukosan menjadi as.pirufat atau
laktat
2. Glikogenesispembentukan glikogen dari glukosa
3. Glikogenolisispenguraian glikogen menjadi glukosa
4. Glukoneogenesispembentukan glukosa berasal dari
non karbohidrat
17.
Apa saja penyakit yang berhubungan dengan poli
uri,poli fagi dan polidipsi?
DIABETES INSIPIDUS
Adalah penyakit yang disebabkan oleh terganggunya system neurohypophyseal-renal
reflex yang berakibat pada kegagalan tubuh mengkonversi air.
Gejala Klinis
Gejala klinis yang timbul adalah poliuria dan polidipsia. Selain itu jarang ditemukan gejala
yang lain, kecuali jika ada penyakit lain yang menyebabkan terjadinya gangguan pada
system neurohypophyseal-renal reflex. (Ranakusuma et.al, 2006)
ADH dan Efek Fisiologisnya
Ekskresi urin dalam tubuh di atur melalui makanisme neurohypophyseal-renal
reflex. Komponen humoral dalam proses ini adalah ADH (Anti Deuretik Hormon) atau
Arginin Vasopresin(AVP) yang dihasilkan oleh nucleus supraoptik, paraventrikuli, dan
filiformis hypothalamus dan diangkut melalui akson traktus supraoptikohipofisealis dan
akson akson hipofisis posterior dalam ikatan dengan protein pembawa spesifik yang
dinamakan neurofisin II.Pengaturan sekresi ADH dilakukan oleh sejumlah stimulus yang
berlainan. Stimulan fisiologik primer adalah peningkatan osmolalitas plasma yang
diperankan oleh osmoreseptor( Verneys osmoreceptor cells) yang terletak di hipotalamus
dan baroreseptor yang terletak di jantung. Stimulus lainnya dapat berupa stress emosional
atau fisik, preparat farmakologik mencakup asetilkolin, nikotin serta morfin. Sebagian besar
stimulant ini meningkatkan pelepasan ADH dan neurofisin II. (Murray, 2003)

Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.2006.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
II.Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

18.
Apa kaitan poli fagi ,poli uri,poli dipsi dengan
hiperglikemia ?
19.

Faktor yang mempengaruhi kadar gula darah ?

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/131/jtptunimus-gdl-diahpuspit-65113-bab2.pdf

20.

Kenapa olahraga di jadikan sebagai terapi ?

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur


(3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan
salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan seharihari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga,
berkebun harus tetap dilakukan (lihat tabel 4). Latihan jasmani
selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat
badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan
memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang
dianjurka berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti
jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan
jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status
kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas
latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah
mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan
hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan.

Sumber : Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan


Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia PERKENI tahun
2011
Olahraga adalah kegiatan penting yang harus dilakukan setiap
orang agar tetap sehat. Bagi penderita diabetes melitus, baik
yang terkontrol maupun belum terkontrol, manfaat yang
didapat dari berolah raga bahkan lebih banyak lagi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa olah raga atau aktivitas fisik
dapat:
Meningkatkan sensitivitas sel-sel tubuh terhadap insulin
sehingga membantu menurunkan kadar gula dan kadar lemak
darah.
Menurunkan tekanan darah dan kadar kolesterol jahat darah
(LDL), meningkatkan kolesterol baik (HDL) sehingga
menurunkan risiko penyakit jantung.
Mengontrol berat badan.
Menurunkan risiko komplikasi penyakit DM.
Menguatkan jantung, otot dan tulang.
Menurunkan tingkat stress.
Jenis-jenis olahraga yang baik untuk pasien DM antara lain:

Aerobik
Latihan aerobik membuat jantung dan tulang kuat, mengurangi
stress dan meningkatan aliran darah. Aerobik juga menurunkan
risiko DM tipe 2, penyakit jantung dan stroke dengan menjaga
kadar gula, kolesterol dan tekanan darah dalam rentang
normal. Lakukan latihan aerobik selama 30 menit minimal 5 kali
seminggu. Jika Anda belum terbiasa berolah raga, lakukan 5- 10
menit sehari, lalu tingkatkan secara bertahap setiap minggu.
Contoh latihan aerobik yang dapat dilakukan adalah berjalan
cepat, berdansa atau mengikuti kelas aerobik. Jika Anda
memiliki masalah pada saraf kaki atau sendi lutut, sebaiknya
Anda mengurangi beban pada kaki dengan memilih berenang,
bersepeda atau mendayung.
Angkat beban (weight lifting)
Latihan angkat beban dapat membantu meningkatkan
kekuatan tulang dan otot sambil membakar lemak, serta
menjaga kepadatan tulang. Lakukan latihan beban 2-3 kali
seminggu sebagai tambahan latihan aerobik.
Latihan beban dapat dilakukan dengan sit up, push up,
mengangkat barbel di rumah atau menggunakan alat-alat
latihan di pusat kebugaran.
Peregangan (stretching)
Stretching atau peregangan dapat mencegah kram otot,
kekakuan dan cedera otot. Beberapa jenis latihan fleksibilitas

seperti yoga dan tai chi melibatkan meditasi dan teknik


bernapas sehingga mengurangi stress. Lakukan latihan
peregangan 5 10 menit sebelum berolah raga (pemanasan)
dan lakukan lagi setelah berolah raga (pendinginan).
Aktivitas lain?
Selain berolah raga, aktivitas fisik dapat juga dilakukan sambil
melakukan kegiatan sehari-hari secara ekstra, misalnya:
Memilih naik tangga dari pada naik escalator atau elevator
Parkir mobil di tempat yang jauh dari pintu masuk mal
Berjalan cepat atau bersepeda saat ada kesempatan
Bermain dengan anak-anak
Mengajak anjing peliharaan berjalan-jalan
Bangun dari temat duduk untuk mengganti saluran TV daripada
menggunakan remote control
Berkebun, membersihkan rumah dan mencuci mobil sendiri
Saat di pasar swalayan, berjalan menyusuri setiap lorong yang
ada
Olahraga harus dilakukan secara RUTIN agar kondisi tubuh
Anda menjadi STABIL. Terutama bagi penderita DM, aerobik
merupakan jenis olahraga yang sangat baik.
http://diabetesmelitus.org/olahraga-untuk-penderitadiabetes/#ixzz2TpipyqpG
21.

Faktor resiko DM ?

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi contohnya ras dan


etnik, riwayat anggota keluarga menderita DM, usia >45 tahun,

riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi>4000 gram atau


riwayat pernah menderita DM gestasional (DMG), dan riwayat
lahir dengan berat badan rendah, kurang dari 2,5 kg.
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi contohnya berat badan
berlebih, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi (> 140/90
mmHg), gangguan profil lipid dalam darah (HDL < 35 mg/dL
dan atau trigliserida > 250 mg/dL, dan diet tak sehat tinggi
gula dan rendah serat. Pencegahan DM juga harus dilakukan
oleh pasien-pasien prediabetes yakni mereka yang mengalami
intoleransi glukosa (GDPP dan TGT) dan berisiko tinggi mederita
DM tipe 2.
Riwayat keluarga inti menderita diabetes tipe 2 (orang tua
atau kakak atau adik)
Tekanan darah tinggi (>140/90 mm Hg)
Dislipidemia: kadar trigliserida (lemak) dalam darah yang
tinggi (>150mg/dl) atau kadar kolesterol HDL <40mg/dl
Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Glukosa
Darah Puasa Terganggu (GDPT)
Riwayat menderita diabetes gestasional atau riwayat
melahirkan bayi dengan berat lahir lebih dari 4.500 gram
Makanan tinggi lemak, tinggi kalori
Gaya hidup tidak aktif (sedentary)
Obesitas atau berat badan berlebih (berat badan 120%
dari berat badan ideal)
Usia tua, di mana risiko mulai meningkat secara signifikan
pada usia 45 tahun
Riwayat menderita polycystic ovarian syndrome, di mana
terjadi juga resistensi insulin
Diabetes gestasional disebabkan oleh perubahan
hormonal yang terjadi selama kehamilan. Peningkatan
kadar beberapa hormon yang dihasilkan plasenta
membuat sel-sel tubuh menjadi kurang responsif terhadap
insulin (resistensi insulin). Karena plasenta terus
berkembang selama kehamilan, produksi hormonnya juga

semakin banyak dan memperberat resistensi insulin yang


telah terjadi.
Biasanya, pankreas pada ibu hamil dapat menghasilkan
insulin yang lebih banyak (sampai 3x jumlah normal)
untuk mengatasi resistensi insulin yang terjadi. Namun,
jika jumlah insulin yang dihasilkan tetap tidak cukup,
kadar glukosa darah akan meningkat dan menyebabkan
diabetes gestasional. Kebanyakan wanita yang menderita
diabetes gestasional akan memiliki kadar gula darah
normal setelah melahirkan bayinya. Namun, mereka
memiliki risiko yang lebih tinggi untuk menderita diabetes
gestasional pada saat kehamilan berikutnya dan untuk
menderita diabetes tipe 2 di kemudian hari.
http://diabetesmelitus.org/penyebab-diabetesmelitus/#ixzz2TpiXrSez
22.

Mengapa disarankan tes TTGO ?

TTGO (tes toleransi Glukosa Oral) meskipun dg beban 75 g glukosa lebih


sensitive dan spesifik dibanding dg px glukosa plasma puasa, Namun px ini
memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang, dan
dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22453/4/Chapter%20II.pdf

23.

Cara pemeriksaan TTGO?

Cara pelaksanaan TTGO (WHO, 1994):


Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti
kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan
tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa
Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum
pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan
Diperiksa kadar glukosa darah puasa
Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75
gram/kg BB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan
diminum dalam waktu 5 menit

Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk


pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai
Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban
glukosa
Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap
istirahat dan tidak merokok
Sumber : Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan
Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia PERKENI tahun
2011
24.

Bagaimana manifestasi klinis dari DM ?

iagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa:

poliuria,
polidipsia,
polifagia, dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah

lemah,
kesemutan,
gatal,
mata kabur dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvea pada pasien wanita.

Jika keluhan khas,


-

pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200mg/dl sudah cukup untuk

menegakkan diagnosis DM.


Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl juga
digunakan untuk patokan diagnosis DM.

Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan glukosa darah yang
baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM.
Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal,
baik kadar glukosa darah puasa 126mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu
200mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO)
didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan 200mg/dl (Gustaviani, R.,
2007).
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25637/4/Chapter%20II.pdf

25.

Bagaimana pencegahan nya ?

Pencegahan penyakit diabetes melitus tipe 2 terutama


ditujukan kepada orang-orang yang memiliki risiko untuk
menderita DM tipe 2. Tujuannya adalah untuk memperlambat
timbulnya DM tipe 2, menjaga fungsi sel penghasil insulin di
pankreas, dan mencegah atau memperlambat munculnya
gangguan pada jantung dan pembuluh darah. Faktor risiko DM
tipe 2 dibedakan menjadi faktor yang dapat dimodifikasi dan
faktor yang tidak dapat dimodifikasi. Usaha pencegahan
dilakukan dengan mengurangi risiko yang dapat dimodifikasi.
Pencegahan DM tipe 2 pada orang-orang yang berisiko pada
prinsipnya adalah dengan mengubah gaya hidup yang meliputi
olah raga, penurunan berat badan, dan pengaturan pola
makan. Berdasarkan analisis terhadap sekelompok orang
dengan perubahan gaya hidup intensif, pencegahan diabetes
paling berhubungan dengan penurunan berat badan. Menurut
penelitian, penurunan berat badan 5-10% dapat mencegah
atau memperlambat munculnya DM tipe 2. Dianjurkan pula
melakukan pola makan yang sehat, yakni terdiri dari
karbohidrat kompleks, mengandung sedikit lemak jenuh dan
tinggi serat larut. Asupan kalori ditujukan untuk mencapai berat
badan ideal.
Akitivitas fisik harus ditingkatkan dengan berolah raga rutin,
minimal 150 menit perminggu, dibagi 3-4 kali seminggu. Olah
raga dapat memperbaiki resistensi insulin yang terjadi pada
pasien prediabetes, meningkatkan kadar HDL (kolesterol baik),
dan membantu mencapai berat badan ideal. Selain olah raga,
dianjurkan juga lebih aktif saat beraktivitas sehari-hari,
misalnya dengan memilih menggunakan tangga dari pada
elevator, berjalan kaki ke pasar daripada menggunakan mobil,
dll.
Merokok, walaupun tidak secara langsung menimbulkan
intoleransi glukosa, dapat memperberat komplikasi
kardiovaskular dari intoleransi glukosa dan DM tipe 2. Oleh
karena itu, pasien juga dianjurkan berhenti merokok.

http://diabetesmelitus.org/pencegahan-diabetesmelitus/#ixzz2TpihAHmx
Menurut WHO thn 1994 pencegahannya dilakukan dg 3 tahap :
Pencegahan primer : Semua aktivitas ditujukan utk mencegah
timbulnya hiperglikemia pd individu yg berisiko utk jadi diabetes
atau pd populasi umum.
Pencegahan sekunder : Menemukan pengidap sedini mungkin,
misalnya dg tes penyaringan terutama pd populsi resiko tinggi. Dgn
demikian pasien diabetes yg sebelumnya tdk terdiagnosis dpt
terjaring, sehingga dpt dilkukan upaya utk mencegah komplikasi /
kalaupun sdh ada komplikasi masih rebersibel
Pencegahan tersier : Utk mencegah komplikasi atau kecacatan
akibat komplikasi. Usahanya meliputi : mencegah timbulnya
komplikasi, mencegah progersi drpd komplikasi itu supaya tdk mnjd
kegagalan organ dan mencegah kecacatan tubuh.
Penyuluhan diabetes
(Ilmu Penyakit Dalam FKUI Jilid 3 Edisi IV)

You might also like