Professional Documents
Culture Documents
Desain AEC dibuat oleh Wisnu Gardjito(UNIDO, 2006) sebagai satu opsi design
pembangunan agroindustry yang bersifat komprehensif, tidak bersifat parsial. Design
AEC adalah design pembangunan Pilar Utama Bangsa Indonesia berbasis Agro yang
hingga kini hampir semua hasil pertaniannya memiliki keunggulan komparatif namun
core competence Bangsa Indonesia ini sama sekali tidak menjadikannya suatu
keunggulan kompetitif. Semua hasil bumi masih dipasarkan dalam bentuk bahan baku
atau produk setengah jadi mentah nyaris tanpa nilai tambah sama sekali. Sebagai
contoh : sawit masih dieskpor dalam bentuk CPO, karet masih dijual dalam bentuk
RSS dan/atau SIR, kelapa masih diekspor dalam bentuk kopra, coklatmasih dijual
dalam bentuk cocoa-bean. Jadi pada kondisi seperti ini maka peran bisnis seperti ini
praktis sebenarnya cukup dilakukan oleh SDM dengan tingkat pendidikan yang biasa
saja (petani dengan tingkat pendidikan SLTA).Daya saing Bangsa Indonesia belum
terbentuk akibat design pembangunan agro kita masih sebatas ditingkat agrobisnis dan
bukan agroindustri. Pada kenyataannya negara lainlah yang menjadi negara
agroindustri yang didukung total oleh bahan baku dari Indonesia. Negara-negara
seperti Singapura, Belanda, Inggris, Jerman, RRC, Amerika Serikat dan negara-negara
maju lain mencengkeram dan menghisap habis nilai tambah aneka produk utama
pertanian Indonesia. Mereka ini tetap bisa menjajah Bangsa Indonesia dengan NeoKolonialismenya akibat 2 hal, yaitu karena Bangsa kita yang tidak pernah mau
berubah dan karena keunggulan kapital mereka. Sehingga yang ada saat ini adalah
hasil oleokimia dari CPO dan kopra kembali dijual ke Indonesia dan seluruh penjuru
dunia dalam bentuk shampoo, sabun, kosmetika, obat dan farmasi, bahan industri jadi,
dsb oleh mereka dan bukan oleh Bangsa Indonesia walaupun sebenarnya SDM kita
sudah mampu memproses itu semua.
1. Pohon kelapa telah tumbuh dimana-mana (jadi tidak perlu investasi dari nol
dan kita adalah produsen TERBESAR dengan 3,7 juta hektar).
2. Hasil olahan pohon kelapa mencapai lebih dari 1.600 produk akhir.
3. Nilai tambah yang dapat diperoleh dengan mengolah pohon kelapa adalah
mencapai 8.800% yang secara potensial akan menghasilkan revenue lebih dari
Rp. 700 trilyun/th.
4. Konsumen hasil olahan kelapa adalah manusia secara universal, artinya setiap
individu pasti membutuhkan aneka produk olahan kelapa (jumlah penduduk
dunia 6 milyard).
5. Teknologi sederhana hingga teknologi tinggi sudah dimiliki putra-putri
Indonesia, tapi sayang mereka dilupakan sehingga lembaga pendidikan
pertanian menghasilkan SDM yang bekerja tidak dalam dunianya.
Untuk itu akhirnya, Wisnu Gardjito menyadari harus berbuat terlebih dahulu walau
harus seorang diri mengembangkan agroindustri ini dalam bentuk design Usaha
Bersama yang non-kapitalistik. Usaha Bersama ini berbentuk Keiretsu, yaitu semacam
koperasi namun memperhitungkan intangible asset berupa tenaga, pikiran, dan
pengalaman sebagai share. Ini artinya uang bukanlah satu-satunya ekuitas yang
dihitung dalam menentukan besaran share usaha. Berbeda dengan sistem kapitalisme
yang hanya menghitung uang sebagai satu-satunya ekuitas, dan ini artinya orangorang pandai yang memiliki teknologi tidak masuk dalam hitungan. Mereka
diperlakukan hanya sebagai tenaga bayaran dengan jabatan mentereng seperti CEO.
Sedangkan SDM yang bodoh, un-sklilled dan tidak berpengalaman hanya dijadikan
buruh dan dipekerjakan dalam sistem kontrak. Seumur hidup akan miskin
sedangkan pemilik kapital akan hidup berlimpah harta yang tidak akan habis
dikonsumsi hingga 7 turunan. Suatu kemubadziran nasional.
Sistem Usaha Bersama(disebut dengan SUB-UDSR atau Sistem Usaha Bersama UD.
Sumber Rejeki menggandeng seluruh entitas Bangsa untuk ikut serta dalam program
pengembangan AEC Kelapa ini. Mereka bernaung dalam suatu korporasi masyarakat
(peoples company) yang dideklarasikan dengan nama AEC-Corporation.
AEC Corporation ini adalah nama legal dari entitas Usaha Bersama bangsa atau
semacam Indonesia Incorporated. Sedangkan dalam dunia usaha nama dagang dari
aneka produk AEC Corporation ini diberi nama : TGCI atau The Green Coco Island.
Patent TGCI ini atas nama Wisnu Gardjito namun sudah diikrarkan untuk dimiliki
seluruh entitas SUB-UDSR yang bernaung dalam AEC-Corporation.
The Improvement Institute bertugas sebagai trouble shooter (pemecah masalah) yang
membantu untuk memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi oleh entitas
usaha lainnya dalam AEC. Kegiatan pemecahan masalah mulai dari aspek teknologi,
SDM, marketing dan aspek finansial menjadi kegiatan rutin The Improvement
Institute.