You are on page 1of 5

Teknologi di abad 20 ini melaju sangat pesat, mulai dari teknologi selular

komunikasi yaitu handphone, teknologi industri, sampai teknologi yang paling


merajai seluruh dunia adalah internet. Fenomena dalam internet sangat banyak,
dan sangat berpengaruh pada kehidupan orang banyak, salah satunya yang
merugikan adalah cyberbullying. Cyberbullying berbeda dengan bullying yang
biasanya dilakukan di sekolah, cyberbullying adalah metode bullying baru yang
menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti handphone, video
camera, e-mail, dan web yang dapat mem-posting atau mengirim pesan-pesan
yang mengganggu dan mempermalukan orang lain (Ybarra & Mitchell dalam
Beran & Li, 2007). Kebanyakan fenomena cyberbullying terjadi pada remaja.
Remaja adalah sebagai tahap perkembangan yang merupakan sebutan dari
transisi masa kanak-kanak ke masa dewasa dan memiliki karakter tersendiri
untuk mencari jati diri (Muuss & Porton, 1998). Dari penelitian Sleglova & Cerna
(2012) korban cyberbullying menghadapi situasi konsep diri yang negatif,
seperti sulit untuk menyelesaikan masalah, dan sulit menunjukan perasaannya.
Menurut Malanda (2006) menyatakan bahwa konsep diri adalah persepsi
seseorang terhadap dirinya meliputi karakter fisik, psikologis, sosial emosi,
aspirasi dan prestasi dirinya yang diperoleh melalui pengalaman individu dalam
interaksinya dengan orang lain dimasa lalu pada saat sekarang ini sebagai suatu
hasil perkembangan dari perhatian individu mengenai bagaimana orang lain
bereaksi terhadap dirinya.
II. DINAMIKA PSIKOLOGIS KONSEP DIRI PADA KORBAN CYBERBULLYING
Dibutuhkan konsep diri yang matang untuk menghadapi fenomena cyberbullying
seperti ini. Hal ini sesuai menurut Fuhrmann (dalam Widodo, 2006) yang
menyatakan bahwa konsep diri merupakan konsep dasar tentang diri sendiri,
pikiran, dan opini pribadi, kesadaran tentang apa dan siapa dirinya dan
perbandingan antara dirinya dengan orang lain. Konsep diri korban cyberbullying
cenderung menurun apabila tidak ada bantuan dari orang lain, karena konsep
diri banyak dipengaruhi dari faktor eksternal seperti keluarga, dan teman
sebaya. Dengan tidak adanya dorongan dari kedua faktor tersebut maka konsep
diri korban akan menurun atau menjadi negatif dibandingkan korban yang
mendapat dukungan dari keluarga dan teman sebayanya (Hurlock, 1991).
Konsep diri yang rendah atau negatif, menunjukan perilakunya yang sering
merasa sensitif, pesimis, hiperkritis, dan merasa tidak disenangi oleh orang lain
(Hurlock, 1991). Perilaku yang paling mencolok adalah merasa kesal atau
murung ketika setelah menggunakan komputer atau menerima pesan dari
handphone-nya (Glikerson, 2012). Dari penjelasan di atas, dapat diambil
kesimpulan bahwa konsep diri dari korban cyberbullying cenderung mengarah
pada konsep diri yang negatif. Padahal pada remaja dibutuhkan atau diharapkan
konsep diri yang positif, karena konsep diri juga memainkan peran yang penting
dalam memandu tingkah laku seseorang. Konsep diri penting bagi remaja karena
pada masa remaja adalah masa peralihan dimana mereka mencari jati diri untuk
menuju masa dewasa. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti konsep diri
pada korban cyberbullying
Menurut Bhat (2008), Cyberbullying is the use of technology to intimidate,
victimize, or bully anindividual or group. Cyberbullying adalah penggunaan

teknologi untuk mengintimidasi, menjadikan korban, atau mengganggu individu


atau sekelompok orang.
Menurut Mason (2008), Cyberbullying is anindividual or a group willfully using
information and communication involving electronic technologies to facilitate
deliberate and repeated harassment or threat to another individual or group by
sending or posting cruel text and/or grapichs using technological means.
Menurut Nancy Willard, M.S., J.D. (2007) dalam bukunya yang berjudul
Cyberbullying and Cyberthreats: Responding to the Challenge of Online Social
Aggression. Cyberbullying adalah kekerasan yang dilakukan kepada orang lain
dengan mengirimkan atau meyebarkan gambar-gambar yang bersifat menghina
menggunakan internet atau teknologi digital. 1
Cyberbullying merupakan penyalahgunaan dari teknologi dimana seseorang
menulis teks ataupun mengunggah gambar maupun video mengenai orang
tertentu dengan tujuan untuk mempermalukan, menyiksa, mengolok-olok, atau
mengancam mereka (Disa, 2011)
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Cyberbullying pada Remaja Ada banyak factor
yang mempengaruhi cyberbullying pada remaja, antara lain: (1) Bullying
Tradisional, peristiwa bullying yang dialami di dunia nyata memiliki pengaruh
besar pada kecenderungan individu untuk menjadi cyberbullies (pelaku
cyberbullying), (2) Karakteristik kepribadian, (3) Persepsi terhadap korban,
sebagian besar dari mereka mengungkapkan alasan mereka membully korban
adalah karena sifat atau karakteristik dari korban yang mengundang untuk
mereka bully. Dari pemaparan ini terlihat bahwa persepsi dan atraksi seseorang
terhadap individu tertentu dapat mempengaruhi sikap mereka terhadap individu
tersebut, (3) Strain, yaitu suatu kondisi ketegangan psikis yang ditimbulkan dari
hubungannegatif dengan orang lain yang menghasilkan afek negatif (terutama
rasa marah danfrustasi) yang mengarah pada kenakalan, (4) Peran interaksi
orangtua dan anak, peranan orangtua dalam mengawasi aktivitas anak dalam
berinteraksi di internet merupakan faktor yang cukup berpengaruh pada
kecenderungan anak untuk terlibat dalam aksi cyberbullying (Disa, 2011).
ISSN: 2301-8267 Vol. 02, No.02, Januari 2014 294 KECENDERUNGAN PERILAKU
CYBERBULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT
Dina Satalina Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang
Perkembangan pada remaja merupakan proses untuk mencapaikemasakan
dalam berbagai aspek sampai tercapainya tingkat kedewasaan. Proses ini adalah
sebuah proses yang memperlihatkan hubungan erat antara perkembangan
aspek fisik dengan psikis pada remaja.
1 Perkembangan fisik remaja
Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas, yaitu
masa terjadinya perubahan-perubahan fisik (meliputi penampilan fisik seperti
bentuk tubuh dan proporsi tubuh) dan fungsi fisiologis (kematangan organ-organ
seksual). Perubahan fisik yang terjadi pada masa pubertas ini merupakan
peristiwa yang paling penting, berlangsung cepat, drastis, tidak beraturan dan
terjadi pada sisitem reproduksi. Hormon-hormon mulai diproduksi dan
mempengaruhi organreproduksi untuk memulai siklus reproduksi serta
mempengaruhi terjadinya perubahan tubuh. Perubahan tubuh ini disertai dengan
perkembangan bertahap dari karakteristik seksual primer dan karakteristik

seksual sekunder. Karakteristik seksual primer mencakup perkembangan organorgan reproduksi, sedangkan karakteristik seksual sekunder mencakup
perubahan dalam bentuk tubuh sesuai dengan jenis kelamin misalnya, pada
remaja putri ditandai dengan menarche (menstruasi pertama), tumbuhnya
rambut-rambut pubis, pembesaran buah dada, pinggul, sedangkan pada remaja
putra mengalami pollutio (mimpi basah pertama), pembesaran suara, tumbuh
rambut-rambut pubis, tumbuh rambut pada bagian tertentu seperti di dada, di
kaki, kumis dan sebagainya.
Menurut Mussen dkk., (1979) sekitar dua tahun pertumbuhan berat dan
tinggi badan mengikuti perkembangan kematangan seksual remaja. Anak remaja
putri mulai mengalami pertumbuhan tubuh pada usia rata-rata 8-9 tahun, dan
mengalami menarche rata-rata pada usia 12 tahun. Pada anak remaja putra
mulai menunjukan perubahan tubuh pada usia sekitar 10-11 tahun, sedangkan
perubahan suara terjadi pada usia 13 tahun (Katchadurian, 1989). Penyebab
terjadi makin awalnya tanda-tanda pertumbuhan ini diperkirakan karena faktor
gizi yang semakin baik, rangsangan dari lingkungan, iklim, dan faktor sosioekonomi (Sarwono, dalam JEN, 1998).
Pada masa pubertas, hormon-hormon yang mulai berfungsi selain
menyebabkan perubahan fisik/tubuh juga mempengaruhi dorongan seks remaja.
Menurut Bourgeois dan Wolfish (1994) remaja mulai merasakan dengan jelas
meningkatnya dorongan seks dalam dirinya, misalnya muncul ketertarikan
dengan orang lain dan keinginan untuk mendapatkan kepuasan seksual.
Selama masa remaja, perubahan tubuh ini akan semakin mencapai
keseimbangan yang sifatnya individual. Di akhir masa remaja, ukuran tubuh
remaja sudah mencapai bentuk akhirnya dan sistem reproduksi sudah mencapai
kematangan secara fisiologis, sebelum akhirnya nanti mengalami penurunan
fungsi pada saat awal masa lanjut usia (Myles dkk, 1993). Sebagai akibat proses
kematangan sistem reproduksi ini, seorang remaja sudah dapat menjalankan
fungsi prokreasinya, artinya sudah dapat mempunyai keturunan. Meskipun
demikian, hal ini tidak berarti bahwa remaja sudah mampu bereproduksi dengan
aman secara fisik. Menurut PKBI (1984) secara fisik, usia reproduksi sehat untuk
wanita adalah antara 20 30 tahun. Faktor yang mempengaruhinya ada
bermacam-macam . Misalnya, sebelum wanita berusia 20 tahun secar fisik
kondisi organ reproduksi seperti rahim belum cukup siap untuk memelihara hasil
pembuahan dan pengembangan janin. Selain itu, secara mental pada umur ini
wanita belum cukup matang dan dewasa. Sampoerno dan Azwar (1987)
menambahkan bahwa perawatan pra-natal pada calon ibu muda usia biasanya
kurang baik karena rendahnya pengetahuan dan rasa malu untuk datang
memeriksakan diri ke pusat pelayanan kesehatan.
2 Perkembangan Psikis Remaja
Ketika memasuki masa pubertas, setiap anak telah mempunyai sistem
kepribadian yang merupakan pembentukan dari perkembangan selama ini. Di
luar sistem kepribadian anak seperti perkembangan ilmu pengetahuan dan
informasi, pengaruh media massa, keluarga, sekolah, teman sebaya, budaya,
agama, nilai dan norma masyarakat tidak dapat diabaikan dalam proses
pembentukan kepribadian tersebut. Pada masa remaja, seringkali berbagai
faktor penunjang ini dapat saling mendukung dan dapat saling berbenturan nilai.

Perkembangan Sosial remaja


Perubahan sosial seperti adanya kecenderungan anak-anak pra-remaja
untuk berperilaku sebagaimana yang ditunjukan remaja membuat penganut
aliran kontemporer memasukan mereka
dalam kategori remaja. Adanya
peningkatan kecenderungan para remaja untuk melanjutkan sekolah atau
mengikuti pelatihan kerja (magang) setamat SLTA, membuat individu yang
berusia 19 hingga 22 tahun juga dimasukan dalam golongan remaja, dengan
pertimbangan bahwa pembentukan identitas diri remaja masih terus
berlangsung sepanjang rentang usia tersebut.
Batasan remaja menurut usia kronologis, yaitu antara 13 hingga 18 tahun. Ada
juga yang membatasi usia remaja antara 11 hingga 22 tahun.
Lebih lanjut Thornburgh membagi usia remaja menjadi tiga kelompok,
yaitu:
a Remaja awal : antara 11 hingga 13 tahun
b Remaja pertengahan: antara 14 hingga 16 tahun
c Remaja akhir: antara 17 hingga 19 tahun.
Pada usia tersebut, tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi adalah
sebagai berikut:
1 Mencapai hubungan yang baru dan lebih masak dengan teman sebaya
baik sesama jenis maupun lawan jenis
2 Mencapai peran sosial maskulin dan feminin
3 Menerima keadaan fisik dan dapat mempergunakannya secara efektif
4 Mencapai kemandirian secara emosional dari orangtua dan orang
dewasa lainnya
5 Mencapai kepastian untuk mandiri secara ekonomi
6 Memilih pekerjaan dan mempersiapkan diri untuk bekerja
7 Mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan dan kehidupan
keluarga
8 Mengembangkan kemampuan dan konsep-konsep intelektual untuk
tercapainya kompetensi sebagai warga negara
9 Menginginkan
dan
mencapai
perilaku
yang
dapat
dipertanggungjawabkan secara sosial
10 Memperoleh rangkaian sistem nilai dan etika sebagai pedoman perilaku
Tugas-tugas perkembangan pada masa remaja yang disertai oleh
berkembangnya kapasitas intelektual, stres dan harapan-harapan baru yang
dialami remaja membuat mereka mudah mengalami gangguan baik berupa
gangguan pikiran, perasaan maupun gangguan perilaku. Stres, kesedihan,
kecemasan, kesepian, keraguan pada diri remaja membuat mereka
mengambil resiko dengan melakukan kenakalan (Fuhrmann, 1990).
World Health Organization (2015)
tenaga kesehatan terbesar yang
Dengan jumlah sebanyak ini
kesehatan jiwa dunia termasuk

menyebutkan bahwa perawat jiwa merupakan


tersebar di seluruh dunia yaitu sebesar 40%.
diharapkan mampu memecahkan masalah
masalah bullying pada remaja. Salah satu

intervensi keperawatan yang dapat dilakukan oleh seorang perawat adalah


terapi kognitif. Terapi kognitif (Cognitive Therapy) adalah suatu terapi yang
mengidentifikasi atau mengenali pemikiran-pemikiran yang negatif dan merusak
yang dapat mendorong ke arah rendahnya harga diri dan depresi yang menetap
(Allen, 2006). Pemberian terapi kognitif pada remaja yang menjadi korban
bullying diharapkan dapat menstimulus remaja untuk memiliki pola pikir yang
positif sehingga dapat mengatasi masalah harga diri rendah yang dialami dan
meningkatkan kualitas hidupnya.
Clement (2012) mengungkapkan bahwa pemikiran (kognitif) mempunyai efek
yang sangat besar terhadap emosi dan perilaku. Dengan merubah pikiran yang
buruk/tidak tepat/pikiran negatif, seseorang dapat merubah reaksi terhadap
kondisi tertentu dan mengintrepretasikan makna dari peristiwa berdasarkan
yang dia pikirkan. Sejalan dengan penelitian ini bahwa aspek yang lain seperti
perilaku, afektif, fisik dan sosial pun aspek yang terpengaruh terapi kognitif
dilihat dari kekuatan hubungannya dengan terapi kognitif. Selaras dengan apa
yang disampaikan Power (2010) bahwa 4 aspek yang berubah dengan terapi
kognitif yaitu kognitif, perilaku, fisik dan afektif, dalam penelitian ini kognitif
paling menonjol tetapi aspek lain pun mempunyai kekuatan hubungan walaupun
tidak sebesar aspek kognitif
Pada hasil penelitian ini, pemberian GCBT terbukti cukup efektif untuk
menurunkan kecemasan menghadapi pelaku bullying pada korban bullying. Hal
ini diperkuat oleh teori White (1992); Main (2005) yang mengatakan bahwa
dalam Group CBT seseorang dapat belajar dari pengalaman orang lain dalam
mengatasi kecemasannya, seseorang dapat belajar menolong dirinya sendiri
(self-help) bila berhadapan dengan masalah serta cenderung mendapatkan
dukungan dari kelompoknya (dalam Shimotsu, Emura, Nagao, & Hosomi, 2014).
ISSN: 2301-8267 Vol. 03, No.01 Januari 2015 18 EFEKTIVITAS GROUP COGNITIVE
BEHAVIOR THERAPY (GCBT) DALAM MENURUNKAN KECEMASAN MENGHADAPI
PELAKU BULLYING DITINJAU DARI HARGA DIRI PADA KORBAN BULLYING Yuliastri
Ambar Pambudhi 1 , Suroso, Tatik Meiyuntariningsih 2 RSUD Abunawas, Kota
Kendari 1 , Magister Psikologi, Universitas 17 Agustus 2

You might also like